Anda di halaman 1dari 18

BAB I STATUS PASIEN

A. Identitas pasien : Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Pendidikan Pekerjaan Agama Status Pernikahan : Ny. Endang .K : Perempuan : 48 tahun : Potrobangsan, Magelang : D3 Perguruan tinggi : Ibu rumah tangga : Islam : Menikah

Diperiksa tanggal 4 Februari 2014 pukul 10.00 WIB di Poliklinik Kulit dan Kelamin RST dr.Soedjono Magelang.

Subjektif : Keluhan Utama : Gatal pada daerah perut sekitar payudara dan ketiak RPS Pasien mengeluh gatal gatal serta muncul sejak 4 tahun yang lalu pada daerah sekitar perut dan lipatan ketiak disertai munculnya bintik-bintik kecil berair, kemerahan, merata, kadang terasa panas. Pasien mengaku keluhan tersebut hilang timbul (kambuhkambuhan). Gatal dirasakan sepanjang hari, tidak ada perbedaan antara siang atau malam. Gatal makin dirasa berat apabila berkeringat. Lokasi yang dirasa paling gatal adalah didaerah perut dibawah payudara. Selama ini pasien sudah menjadi pensiun dari Guru, jarang berolahraga dan menyibukkan diri di rumah dengan berwirausaha di rumah (Usaha Jamur Tiram).

KT : o Nyeri (-), rasa panas terbakar (-)

RPD : o Riwayat alergi makanan (-) o Riwayat alergi obat, cuaca (-) o Riwayat Asma (+) 3 bulan yang lalu masih mengkonsumsi obat asma : Pirutex dan salbutamol o Riwayat Diabetes Mellitus (-) o Riwayat Hipertensi (-) o Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-)

RPK : o Riwayat keluhan yang sama pada keluarga di sangkal o Riwayat alergi makanan, obat, cuaca (-) o Riwayat Asma (+) pada ayah pasien o Riwayat Rhinitis Alergika (-) o Riwayat Diabetes Mellitus (-) o Riwayat Hipertensi (-)

RPO : o Pasien sudah memberikan bedak talk pada daerah selangkangannya namun gatal tidak berkurang dan pasien juga mengaku sudah berobat ke dokter (nama obat tidak ingat) tetapi tidak ada perubahan dengan keluhan pasien .

Objektif : Status Generalis : Keadaan Umum Vital Sign : tampak sakit ringan : - Tekanan darah : tidak dilakukan

- Nadi - Pernafasan - Suhu Status Dermatologis : Lokasi UKK

: 76 x/menit : 16 x/menit : tidak dilakukan

: lipatan paha dan bagian atas kemaluan : makula hiperpigmentasi ,papul, erosi, likenifikasi , skuama

Diagnosis Banding: Tinea Kruris Kandidiasis Eritrasma Dermatitis Intertriginosa

Diagnosis Kerja : Tinea Kruris Usulan Pemeriksaan Penunjang : Kerokan kulit daerah lesi dengan KOH 10 % Biakan jamur dengan medium agar dekstrosa Saboraud Pemeriksaan Lampu wood

Terapi Non Farmakologi : 1.Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering. 2.Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi. 3.Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang lembab. 4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari. 5.Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan penderita harus segera dicuci dan direndam air panas. Farmakologi : Ketokonazol tab 200 mg 2x1 Ketokonazol cream 2x1 Cetirizine tab 1x1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA & PEMBAHASAN

I. DERMATOFITOSIS Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita . Sinonim dermatofitosis adalah tinea, ringworm, kurap, herpes sirsinata. a. Etiologi Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichopyhton dan Epidermophyton. Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies Epidermophyton , 17 spesies Microsporum dan 21 spesies Trichophyton. b. Klasifikasi Dermatofitosis dibagi oleh beberapa penulis menjadi dermatomikosis, trikomikosis dan onikomikosis berdasarkan bagian tubuh manusia yang terserang. Pembagian yang lebih praktis dan dinut oleh para spesialis kulit adalah yang berdasarkan lokasi. Dengan demikian dikenal bentuk-bentuk : Tinea Kapitis : Dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala Tinea Barbae : Dermatofitosis pada dagu dan jenggot Tinea Kruris : Dermatofitosis pada daerah genitikrural, sekitar anus, bokong dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah . Tinea Pedis et manum : Dermatofitosis pada kaki dan tangan Tinea Unguium : Dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki Tinea Korporis : Dermatofitosis pada daerah badan ( bagian lain lain yang tidak termasuk 5 tinea diatas ).

Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu :

-Tinea Imbrikata : Dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan disebabkan oleh Trichophyton concentricum -Tinea Favosa atau favus : Dermatofitosis yang terutama disebabkan Trichophyton schoenleini secara klinis antara lain terbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy odor) - Tinea fasialis, tinea aksilaris yang juga menunjukkan daerah kelainan. Pada akhir- akhir ini dikenal nama Tinea inkognito, yang berarti dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.

II. TINEA CRURIS 1. Definisi Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of the groin, dhobie itch. 2. Etiologi Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) danEpidermophython fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%). 3. Epidemiologi

Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab. 4. Patogenesis

Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung.Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah.Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu.Agen penyebabjuga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum.Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum.Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah: a.Faktor virulensi dari dermatofita Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian dalam. b.Faktor trauma Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur. c.Faktor suhu dan kelembapan Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur terutama pada pasien dengan obesitas memiliki kelembapan yang tinggi. d.Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan. Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik. e.Faktor umur dan jenis kelamin
Pada kasus, faktor predisposisinya berupa faktor keadaan sosial serta kurangnya kebersihan dengan lingkungan sekitar yang kotor dan lembap.

5. a.

Manifestasi Klinis Anamnesis

Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus.Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada

pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus.Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis. b. Pemeriksaan Fisik

Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.
Pada kasus, manifestasi klinis pada pasien ditemukan adanya gatal pada daerah lipat paha dan supra pubis. Selain itu dari pemeriksaan fisik didapatkan makula hiperpigmentasi , adanya papula, pustul dan likenifikasi dengan batas tegas dan lebih aktif . Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya manifestasi tinea cruris yang sudah kronis.

Manifestasi tinea cruris :

1.Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis. 2.Daerah bersisik 3.Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif 4.Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. 5.Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar dan sedikit skuama. 6.Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena. 7.Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul karena garukan. 8.Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler.

9.Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis.

6.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan.Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.

a.Pemeriksaan dengan sediaan basah Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan memakai scalpel atau pinggir gelas taruh di obyek glass tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium.

b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu.

c.Punch biopsi Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc AcidSchiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam.

d.Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata.
Pada kasus, pemeriksaan penunjang tidak dilakukan

7. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang seperti yang telah disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang ditetesi KOH 1020%, sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi, atau penggunaan lampu wood.

8. Diagnosis Banding

a.Kandidosis intertriginosa Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun eksogen.Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina, kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit genetik).Faktor eksogen berupa iklim panas dan kelembapan, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur, kontak dengan penderita. Dapat mengenai daerah lipatan kulitm terutama ketiak, bagian bawah payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan dan sela antar jari, dapat juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut dan glans penis (balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari keiga dan keempat, pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima. Keluhan gatal yang hebat kadang- kadang disertai rasa panas seperti terbakar. Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-lenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lentinglenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi utama.Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas, dan terjadi lecet.Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih. b. Eritrasma

Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat predileksi kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat

vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas dari eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral red).

c.

Dermatitis Intertriginosa Intertrigo merupakan istilah umum untuk kelainan kulit di daerah

lipatan/intertriginosa, yang dapat berupa inflamasi maupun infeksi bakteri atau jamur. Sebagai faktor predisposisi ialah keringat/kelembaban, kegemukan, gesekan

antar permukaan kulit dan oklusi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali terjadi superinfeksi oleh Candida albicans, yang ditandai oleh eritema berwarna merah-gelap, dapat disertai papulpapul eritematosa di sekitarnya (lesi satelit)

9.

Penatalaksanaan Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal

saja

dari

golongan

imidazole

dan

allynamin

yang

tersedia

dalam

beberapa

formulasi.Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek samping.Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu.Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurangkurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh.Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal.Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut.Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu. Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam empat golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Golongan Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut

mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik: Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah: 1.Golongan Azol a.Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec) Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur mati.Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion.Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu.Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak mata. b.Mikonazole (icatin, Monistat-derm) Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata. c.Ketokonazole Cream 2 % (Nizoral) Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat dilakukan selama 24 minggu.Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

d.Sulkonazole (Exeldetm) Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari). 2.Golongan alinamin a.Naftifine (Naftin) Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat.Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu). b.Terbinafin (Lamisil) Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur.Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin.Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anakanak.Digunakan selama 1-4 minggu. 3.Golongan Benzilamin a. Butenafine (mentax) Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari. 4.Golongan lainnya a. Siklopiroks (Loprox) Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNA

b.Haloprogin (halotex) Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream.Digunakan selama 2-4minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari. c.Tolnaftate Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4 minggu. Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris. a. Ketokonazole Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral

yangberspektrum luas.Kerja obat ini fungistatik.Pemberian 200mg/hari selama 2-4 minggu.

b. Itrakonazole Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.

c. Griseofulfin Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari.

d. Terbinafine Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu).

Edukasi kepada pasien di rumah : 1.Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering. 2.Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi. 3.Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang lembab. 4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari. 5.Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.

10. Komplikasi Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.

11. Prognosis Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.

BAB III DAFTAR PUSTAKA

1. Kuswadji. Kandidosis.Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia, Jakarta, 2006. Pp:103-6 2. SMF Ilmu Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin.Airlangga University Press, 2007. Pp 3. James William,Berger Timothy, Elston Dirk.Tinea Cruris. Dalam : Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology. Ed 10th. British. WB Saunders Company. 2000.Pp:308-9 4. Wolff, Klauss. Tinea Cruris . Dalam : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. Ed 7th. New york. McGraw Hill Company. 2007. p: 1822 5. Wolf K, Richard AJ, Dick S.Tinea Cruris .Dalam : Fitzpatrick. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Ed 5th. New york. McGraw Hill Company. 2007. 6. Siregar, R.S. Atlas Berwana Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2.EGC. Jakarta. 2004. Pp: 279280.

Anda mungkin juga menyukai