Anda di halaman 1dari 17

CASE BASED DISCUSSION

Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan
Di RSISA Semarang

Disusun oleh:
Arwinda Ayu Andanari
01.208.5613
Pembimbing :
dr. Gunawan K, Sp.OG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013

Kehamilan Ektopik Terganggu

I.

Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/
melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim.
Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan
ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba.

II.

Insidensi

III.

Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau


kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini mewakili
satu kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara faktor-faktor
yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit
radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan
infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. Pada tahun 1980-an, kehamilan
ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung sebesar 11%
kematian maternal terjadi di Amerika Serikat.
Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di
tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut
pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga terkena.
Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang
ditemukan.
Etiologi
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan
ektopik. Namun perlu diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita
tanpa faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan
sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak
30% setelah kehamilan ektopik kedua
2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron

Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih


menggunakan kontrasepsi spiral (3 4%). Pil yang mengandung hormon
progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron
dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang
membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim
3. Kerusakan dari saluran tuba
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran
tersebut sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran
tuba. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan saluran
tuba diantaranya adalah :

IV.

Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 3,5 kali


dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan
karena merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya
telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di
saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh
Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam
saluran tuba, gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat
terjadi karena infeksi kuman TBC, klamidia, gonorea
Endometriosis : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar
saluran tuba
Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah
panggul, pengobatan infertilitas seperti bayi tabung -->
menyebabkan parut pada rahim dan saluran tuba
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada
lokasinya. Tanda dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya
kehamilan tersebut. Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain :

a. Keluhan gastrointestinal

Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien


kehamilan ektopik terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan
pentingnya keluhan gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening. Semua
keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam hal insiden terjadinya

b.

c.

d.

e.

f.

g.

akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di samping keterlambatan


diagnosis.
Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan
pemeriksaan, khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih
dari tiga per empat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami
ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum rupture terjadinya.
Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau
lebih. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan
pervaginam yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang
normal, dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan
uterus biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari
endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami
perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat
gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus.
Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi
oleh masa ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau
ligamentum latum terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat.
Uterine cast akan dieksresikan oleh sebagian kecil pasien, mungkin 5%
atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram
yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum
uteri.
Tekanan darah dan denyut nadi
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan
perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadangkadang sama seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi
donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan darah atau respon vasovagal
disertai bradikardi serta hipotensi.
Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi
dalam posisi duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan

V.

adanya penurunan volume darah yang cukup banyak. Semua perubahan


tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.
h. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal
atau bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam
keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang
penting untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptura
dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umumnya
diatas 38oC.
i. Masa pelvis
Masa pelvis dapat teraba pada 20% pasien. Masa tersebut
mempunyai ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa
ini berukuran 5-15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan
terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah masa tersebut dapat
teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan di sebelah posterior atau
lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului
terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.
j. Hematokel pelvic
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi
bertahap akan diukuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke
dalam lumen tuba, kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan
aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun
darah yang terus merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih
terbungkus dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel
pelvis.Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam,
sehingga pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan,
khususnya pada kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami
atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis.
Diagnosis
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis
kehamilan ektopik
1. HCG-

VI.

Pengukuran subunit beta dari HCG- (Human Chorionic Gonadotropin-Beta)


merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.
2. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap berwarna
hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum
Douglasi.
3. Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang
cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
4. Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasilhasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu
meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.
5. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya
tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri,
kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan
apakah kavum Douglas berisi cairan.
6. Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya
kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong janin
dapat diraba suatu tumor.
7. Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada
foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.
8. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan
janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik
terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI
(Magnetic Resonance Imagine)
9. Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina
abnormal, dan amenore.
Penatalaksanaan
A. Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik


terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal.
Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami
ruptur pada tubanya. Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1.
salpingotomi linier, atau 2. reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan
konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat
ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba.
Prosedur

ini

dimulai

dengan

menampakkan,

mengangkat,

dan

menstabilisasi tuba. Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen tuba yang
meregang. Insisi kemudian diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga
memasuki ke dalam lumen dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati
diusahakan dilakukan pada sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan
dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan
trofoblas dalam jumlah yang cukup besar maka secara umum mudah untuk
melakukan pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hatihati dengan menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat
digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa
trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan
menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih
jauh pada mukosa.
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan
membawa pada terjadinya adhesi intralumen.
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot
dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa jangan ada
sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa, karena sedikit saja

dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang diikuti dengan terjadinya


perlengketan.
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi
berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.
Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe magnification atau
mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah tuba.
Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani
prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan
hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan
seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan benang
absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan terputus
tambahan.
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitoniumj yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan ,
dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly
sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan
kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke
myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang absorable 0 digunakan
untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutuo dengan
jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit
sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.
B. Medisinalis

Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara
dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah
bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan
medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang invasif, menghilangkan risiko
pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas dan mengurangi biaya
serta memperpendek waktu penyembuhan.
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate
(MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis
DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate
reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas.
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal dengan
panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung dosis yang
diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi
usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia,
dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan
dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang
sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin
calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak
tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini akan
menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut.

Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX 50 mg/m 2
luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar hCG, fungsi
hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX
kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar
yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG
diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau
sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval
setiap minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m 2 kedua. Stoval dan Ling pada tahun
1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal,
dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin
0,1 mg/kgBB. Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya
penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri
abdomen, FHB (+).

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SULTAN AGUNG
SEMARANG 2013

A. IDENTITAS
1.

Nama penderita

: Ny. K

2.

Umur

: 34 tahun

3.

Jenis kelamin

: Perempuan

4.

No CM

5.

Tanggal Masuk

: 22 Agustus 2013

6.

Ruang

: B.Nissa

7.

Agama

: Islam

8.

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

9.

Alamat

: Sayung, Demak

10. Pendidikan

: SMA

11. Status Kawin

: Menikah

12. Kewarganegaraan : Indonesia


13. Nama Suami

: Tn. M

B. DATA DASAR
1. Anamnesis
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 22 Agustus 2013 jam 17.00 WIB
a.

Keluhan Utama :
Merasa perut kencang-kencang (+) jarang, Pengeluaran Per Vaginam (+), lendir (+)

b.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien G1IiPIA1 usia 34 Tahun hamil 12 minggu datang dengan keluhan nyeri perut
pada seluruh lapang perut. Pertama kali nyeri dirasakan pada perut bawah, kemudian
terasa pada seluruh lapang perut. Keluar darah dari jalan lahir sejak jam 03.00
tanggal 22 8 2013. Darah yang keluar sedikit sedikit.

Riwayat Kehamilan
HPHT

: ? 5 2013

HPL

: ? - 2 - 2014

Umur Kehamilan : 12 Minggu


c.

d.

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: disangkal

Riwayat Penyakit Paru

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat ANC
ANC dilakukan di Bidan

e.

f.

Riwayat Haid
-

Menarche

: 15 tahun

Siklus haid

: 28 hari

Lama haid

: 7 hari

Dismenorhea : -

Riwayat Perkawinan
Pasien menikah yang pertama kali dengan suami sekarang.
Usia pernikahan 10 tahun

g.

Riwayat Obstetri
I : GI, , 9 tahun, 3350 gram, spontan, bidan
II : Abortus
III : Hamil Sekarang

h.

Riwayat Sosial Ekonomi


Suami pasien bekerja sebagai wiraswasta, istri bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Kesan ekonomi : biaya kesehatan ditanggung sendiri oleh pasien.

i.

Riwayat KB
IUD selama 2 tahun

j.

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: disangkal

Riwayat Penyakit Paru

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

2. PEMERIKSAAN FISIK
a.

Status Present
Keadaan Umum : baik
Kesadaran

: composmentis

Vital Sign
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi

: 80 x/menit

RR

: 20 x/menit

Suhu : 36,5 0C

b.

TB

: 155 cm

BB

Status Internus
- Kepala

: Mesocephale

- Mata

: Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

- Hidung

: Discharge (-), septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-)

- Telinga

: Discharge (-), bentuk normal

- Mulut

: Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)

- Tenggorokan : Faring hiperemesis (-), pembesaran tonsil (-)

- Leher

: simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)

- Kulit

: Turgor baik, ptekiae (-)

- Mamae

: simetris, benjolan abnormal (-)

- Jantung

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Redup

Batas atas jantung

: ICS II linea sternalis sinistra

Batas pinggang jantung

: ICS III linea parasternalis sinistra

Batas kanan bawah jantung

: ICS V linea sternalis dextra

Batas kiri bawah jantung

: ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi

- Paru

: suara jantung I dan II murni, reguler, suara tambahan (-)

Inspeksi : Hemithorax dextra dan sinistra simetris


Palpasi

: Stemfremitus dextra dan sinistra sama, nyeri tekan (-)

Perkusi

: sonor seluruh lapang paru

Auskultasi
- Abdomen

: vesikuler

Inspeksi

: cembung, teraba masa pada perut bawah, striae

gravidarum (-), bundle of ring (-)


Palpasi

: Nyeri tekan (+), TFU tidak teraba

Perkusi

: tidak dilakukan

Auskultasi

: Bising usus (+)

- Extremitas

:
Superior

Inferior

c.

Oedem

-/-

-/-

Varises

-/-

-/-

Reflek fisiologis

+/+

+/+

Reflek patologis

-/-

-/-

Status Obstetri
- Abdomen

Inspeksi : Perut cembung, perut tampak menegang, striae gravidarum (-)

Palpasi

: TFU tidak teraba, teraba massa pada kuadran perut bawah, nyeri

tekan (+)

Auskultasi

: DJJ tidak dilakukan

- Genitalia
Pemeriksaan dalam tidak dilakukan
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah :
Hb : 8,5 gr/dL
Hematokrit: 26 %
Lekosit : 13.400 /uL
Trombosit : 219.000 /uL
Lain-lain : Golongan darah O+
Pemeriksaan serologis : HbsAg (-)
USG Kandungan
a. Vesica urinaria terisi cukup

b. Uterus : ukuran normal, endometrial line baik, tak tampak structural GS,
maupun janin intra uterin.
c. Tampak struktur anekoik, bentuk oval, dinding tebal, ukuran sekitar 3, 59
cm pada daerah adneksa kanan (cenderung gambaran GS ekstrauterin)
d. Tampak cairan bebas pada kavum dauglass
e. KESAN : CENDERUNG GAMBARAN KEHAMILAN EKTOPIK
TERGANGGU (KET)
4. RESUME
Pasien G1IPIA0 usia 33 tahun hamil 44 minggu, datang dengan keluhan kenceng - kenceng
jam 15.00 malam. PPV (+), Lendir (+)
Riwayat Kehamilan

: HPHT

: ? Mei 2013

HPL

: ? Februari 2014

Umur kehamilan

: 12 Minggu

Status Present

: Keadaan umum Baik

Status Internus

: Mata conjungtiva anemis (+/+)

Status Obstetri

- Abdomen

Inspeksi : Perut cembung, perut tampak menegang, striae gravidarum (-)

Palpasi

: TFU tidak teraba, teraba massa pada kuadran perut bawah, nyeri

tekan (+)

Auskultasi

: DJJ tidak dilakukan

- Genitalia
Pemeriksaan dalam tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah :

Hb : 8,5 gr/dL
Hematokrit: 26 %
Lekosit : 13.400 /uL
Trombosit : 219.000 /uL
Lain-lain : Golongan darah O+
Pemeriksaan serologis : HbsAg (-)
USG Kandungan
a. Vesica urinaria terisi cukup
b. Uterus : ukuran normal, endometrial line baik, tak tampak structural GS,
maupun janin intra uterin.
c. Tampak struktur anekoik, bentuk oval, dinding tebal, ukuran sekitar 3, 59
cm pada daerah adneksa kanan (cenderung gambaran GS ekstrauterin)
d. Tampak cairan bebas pada kavum dauglass
e. KESAN : CENDERUNG GAMBARAN KEHAMILAN EKTOPIK
TERGANGGU (KET)

5. DIAGNOSA
a. Pasien G1I1PIA1 gravida 12 minggu dengan Kehamilan ektopik terganggu

6. PROGNOSA
Anak

: ad malam

Ibu

: dubia ad bonam

7. SIKAP
a. Monitoring : KU ,Vital sign , PPV
b. Konsul pada dokter spesialis kandungan (Pro : Laparotomi)

Anda mungkin juga menyukai