Anda di halaman 1dari 37

WRAP UP SKENARIO2 REAKSI ALERGI

Kelompok B 8 Ketua : Sekretaris : Anggota : Mia Indah Sari Sesvianda Fatma Yuliandari Mutiara Isman Nadya Eka Putri Putri Mutiara Sari Prayogo Budi Prabowo Siti Syarifah Dias Tiara Windasari Widya Paramita Muhammad Zahsyi ( 1102011162) (1102011256) (1102011185) (1102011190) (1102011212) (1102011209) (1102011261) (1102011279) (1102010287) (1102010187)

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta 2012


1

REAKSI ALERGI

Tn.A mengeluh demam dan batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu, dan setelah berobat, dokter memberikan antibiotika golongan penisilin kepada Tn.A Setelah minum antibiotika tersebut timbul gatal dan bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuhnya, dan timbuk bengkak pada kelopak mata dan bibirnya. Ia memutuskan untuk kembali berobat ke dokter. Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di mata dan bibirnya, dan urtikaria di seluruh tubuhnya. Dokter menjelaskan keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan pengobatan anti histamin dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati hati dalam meminum obat.

Langkah 1

Mencari kata-kata sulit : 1. 2. Angioedema : pembengkakan pada daerah jaringanyang lebih besar dibawah kulit. Urtikaria : reaksi dari pembuluh darah berupa erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan

menimbulkan bentol merah, putih bila ditekan. 3. 4. Hipersensitivitas : Respon imun yang berlebihan Histamin : Senyawa kimia yang dihasilkan sel mast yang dapat menyebabkan vasodilatasi. 5. Kortikosteroid : obat untuk mengatasi penyakit autoimun.

Membuat Pertanyaan : 1. Mengapa bisa timbul bentol-bentol merah ? J: Karena masuknya serum kedalam jaringan. Ada berapa tipe hipersensitivitas ? J: Ada 4tipe. Yaitu, Hipersensitivitas tipe I , II , III , dan IV Apakah definisi hipersensitivitas tipe cepat? J: Raksi alergi yang terjadi sangat cepat yang diperantarai oleh Imunoglobulin E Bagaimana cara mendiagnosa angioedema ? J: Ditemukan Angioedema di telapak tangan, telapak kaki, kulit, bibir, lidah, kelopak mata, tenggorokan, dan bahkan alat kelamin.

2.

3.

4.

Hipotesis :

Tn.A diberi Antibiotik (Penisilin) Serum masuk kedalam jaringan Hipersensitivitas tipe cepat Gatal, bentol, Angiodema, Urtikaria obat Antihistamin dan Kortikosteroid

Langkah-2 Membuat Tugas Mandiri

SASARAN BELAJAR LI.1 Memahami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas LO.1.1 Definisi LO.1.2. Klasifikasi LO.1.3 Etiologi LI. 2 Mengetahui dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas tipe I LO.2.1 Definisi LO.2.2Manfestasi LO.2.3 Mekanisme LI 3. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe II LO 3.1 Definisi LO 3.2. Manifestasi LO 3.3 Mekanisme LI 4. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe III LO 4.1 Definisi LO 4.2 Manifestasi LO.4.3 Mekanisme LI 5. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe IV LO 5.1. Definisi LO 5.2. Manifestasi LO 5.3 Mekanisme LI 6. Memahami dan Menjelaskan Farmako Kinetik LO 6.1 Obat Anti Alergi LO 6.2 Antihistamin LO 6.3 Kortikosteroid
5

LI 7. Memahami dan Menjelaskan Alergi Obat dalam Perspektif Islam

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas LO.1.1 Definisi Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.

LO.1.2. Klasifikasi Pembagian reaksi hipersensitivitas menurut waktu timbulnya reaksi.

1.

Reaksi cepat Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal. Reaksi intermediet Reaksi ini terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen dan atau sel NK/ADCC. Manifestasi reaksi intermediet dapat berupa : - Reaksi transfusi darah eritroblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun. - Reaksi arthus lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis. nekrotis, glomerulonefritis, arthritis rheumatoid dan LES. Reaksi intermediet diawali oleh igG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel netrofil atau sel NK. Reaksi lambat Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi selTh. Pada DTH sitokin yang dilepas selT mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M Tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.

2.

3.

Pembagian reaksi hipersensitivitas menurut GELL dan COOMBS

Berdasarkan mekanisme respon imun dan patologik utama yang bertanggung jawab atas kerusakan sel atau jaringan, reaksi hipersensitivitas dibagi menjadi :

jenis

perantara

Mekanisme imunopatologik

Patologik utama

Hipersensitivitas tipe IgE I

IgE pada sel mastosit terikat dengan antigen (setelah pajanan kedua)

Humoral

Hipersensitiviutas tipe II

Antibody (IgG dan IgM)

Antibody melekat pada permukaan sel, antibody mengikat komplemen C1, lalu terjadi lisis.

Humoral

Hipersensitivitas tipe Kompleks imun III

Kompleks imun menarik dan

Humoral

mengaktivasi leukosit menyebabkan kerusakan pada sel atau jaringan. Hipersensitivitas tipe Limfosit T (Th & IV Tc) Mengaktivasi makrofage mengeluarkan mediator Selular

Berdasarkan kecepatan reaksi, reaksi hipersensitivitas dibagi menjadi : 1. 2. Hipersensitivitas tipe I = cepat, reaksi timbul beberapa detik atau menit Hipersensitivitas tipe II & III = segera (immediate), reaksi timbul beberapa jam (kurang dari 12 jam) 3. Hipersensitivitas tipe IV = lambat (delayed), reaksi timbul lebih dari 12 jam

LO.1.3 Etiologi Reaksi ini secara khas terjadi karena orang tertentu mengalami kontak kedua kali-nya dengan suatu antigen khusus (alergen). Kontak pertama merupakan peristiwa awal yang diperlukan dan menginduksi sensitisasi terhadap alergen itu

LI. 2 Mengetahui dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas tipe I LO.2.1 Definisi Reaksi Hipersensitivitas tipe I ini biasa disebut reaksi cepat, alergi atau anafilaksis. Secara umum reaksi ini terjadi karena bertemunya alergen dengan sel mast yang diperantarai oleh IgE yang memiliki sifat khas yaitu afinitas yang tinggi pada sel mastosit dan basophil melalui reseptor Fc pada permukaan sel bersangkutan yang mengikat fragmen FcIgE. Individu yang menunjukkan kecenderungan hipersensitivitas tipe I disebut individu atopic
9

atau rentan alergi. Atau dengan kata lain Reaksi hipersensitifitas tipe 1 adalah suatu reaksi yang terjadi secara cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi mengikuti kombinasi suatu antigen dengan antibodi yang terlebih dahulu diikat pada permukaan sel basofilia (sel mast) dan basofil.

LO 4.2 Manifestasi klinis Reaksi lokal Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas. Reaksi sistemik anafilaksis Anafilaksis adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.

Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE.
10

Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot.

Reaksi Alergi Jenis Alergi Alergen Umum Gambaran Edema dengan peningkatan permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian Bentol, merah Edema dan iritasi mukosa nasal Konstriksi bronkial, peningkatan produksi mukus, inflamasi saluran nafas

Anafilaksis

Obat, serum, kacang-kacangan

Urtikaris akut Rinitis alergi Asma

Sengatan serangga Polen, tungau debu rumah Polen, tungau debu rumah

Makanan

Kerang, susu, telur, ikan, bahan Urtikaria yang gatal dan potensial asal gandum menjadi anafilaksis Inflamasi pada kulit yang terasa Polen, tungau debu runah, gatal, biasanya merah dan ada beberapa makanan kalanya vesikular

Ekzem atopi

11

LO.4.3 Mekanisme

Alergen yang masuk kedalam tubuh mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel B berkembang menjadi sel plasma yang akan mempoduksi IgE. Kemudian IgE ini akan berikatan dengan FceR1 yang berada di sel mast. Pajanan kedua dengan allergen menimbulkan reaksi silang anatara Ige dan FceR1 dan kemudian mengaktifkan mediator inflamasi bergranulasi dan keluar dari sel mast menimbulkan reaksi inflamasi tertentu.. Mediator Inflamasi Sel mast memiliki berbagai macam mediator. Mediator mediator ini terbagi menjadi dua, yaitu mediator primer atau performed dan mediator sekunder. 1. Mediator Primer Histamin Histamin dibentuk dari asam amino histidin dengan perantaraan enzim histidin dekarboksilase.Setelah dibebaskan, histamin dengan cepat dipecah secara enzimatik serta berada dalam jumlah kecil dalam cairan jaringan dan plasma. Kadar normal dalam plasma adalah kurang dari 1 ng/L akan tetapi dapat meningkat sampai 1-2 ng/L setelah uji provokasi dengan alergen. Gejala yang timbul akibat histamin
12

dapat terjadi dalam beberapa menit berupa rangsangan terhadap reseptor saraf iritan, kontraksi otot polos, serta peningkatan permeabilitas vaskular. 1. Manifestasi klinis pada berbagai organ tubuh bervariasi. Pada hidung timbul rasa gatal, hipersekresi dan tersumbat. Histamin yang diberikan secara inhalasi dapat menimbulkan kontraksi otot polos bronkus yang menyebabkan bronkokonstriksi. Gejala kulit adalah reaksi gatal berupa wheal and flare,dan pada saluran cerna adalah hipersekresi asam lambung, kejang usus, dan diare. Histamin mempunyai peran kecil pada asma, karena itu antihistamin hanya dapat mencegah sebagian gejala alergi pada mata, hidung dan kulit, tetapi tidak pada bronkus. 2. Kadar histamin yang meninggi dalam plasma dapat menimbulkan gejala sistemik berat (anafilaksis). Histamin mempunyai peranan penting pada reaksi fase awal setelah kontak dengan alergen (terutama pada mata, hidung dan kulit). Pada reaksi fase lambat, histamin membantu timbulnya reaksi inflamasi dengan cara memudahkan migrasi imunoglobulin dan sel peradangan ke jaringan. Fungsi ini mungkin bermanfaat pada keadaan infeksi. Fungsi histamin dalam keadaan normal saat ini belum banyak diketahui kecuali fungsi pada sekresi lambung. Diduga histamin mempunyai peran dalam regulasi tonus mikrovaskular. Melalui reseptor H2 diperkirakan histamin juga mempunyai efek modulasi respons beberapa sel termasuk limfosit. 3. Selain histamin masih ada mediator primer lain, dapat dilihat di table berikut: NO 1 Mediator Histamin Efek H1: peningkatan permeabilitas vascular,

vasodilatasi, kontraksi otot polos H2: sekresi mukosa gester H3: SSP (regulator?) H4: Eosinofil (?) 2 3 4 ECF-A NCF-A Protease (Triptase, kimase) Kemotaksi eosinofil Kemotaksis neutrofil Sekresi mukosa bronchial, degradasi membran basal pembuluh darah, pemebntukan produk pemecah komplemen.

13

5 6 Hidrolase asam 7 8 9 NCA BK-A Proteoglikan 10 PAF

Degradasi matriks ekstraselular Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru Kemotaksis neutrofil Kalikrein: kininogenase Heparin, mencegah koagulasi (?) kondroitin sulfat, sulfat dermatan:

komplemen

yang

menimbulkan

Kimase, triptase, proteolisis Enzim

Mediator Sekunder PG dan LT PG dan LT yang dulu disebut SRS-A merupakan mediator sekunder dalam reaksi hipersensitivitas tipe 1 ini. Mediator ini dihasilkan dari metabolisme asam arkidonat serta berbagai macam sitokin yang berfungsi dalam fase lambat reaksi hipersensitivitas !.pembentukan PG dan LT dipengaruhi oleh pengaruh fosfolipase A2 terhadap hasil metabolisme asam arkidonat. Efek biologis lebih lambat dibandingkan dengan histamin. LT berperan apda bronkokonstriksi, peningkatan permeabilitas kapiler dan produksi mucus, sedangkan PGE2 menimbulkan bronkrokontriksi.

Sitokin Selain mediator yang telah disebutkan tadi, sel mast juga merupakan sumber beberapa sitokin yang mempengaruhi sel yang berperan pada reaksi alergi. Pada individu yang cenderung untuk alergi, paparan terhadap beberapa antigen menyebabkan aktivasi sel Th2 dan produksi IgE (lihat Gambar 12-4). Individu normal tidak mempunyai respons Th2 yang kuat terhadap sebagian besar antigen asing. Ketika beberapa individu terpapar antigen seperti protein pada serbuk sari (pollen), makanan tertentu, racun pada serangga, kutu binatang, atau obat tertentu misalnya penisilin,
14

respons sel T yang dominan adalah pembentukan sel Th2. Individu yang atopik dapat alergi terhadap satu atau lebih antigen di atas. Hipersensitivitas tipe cepat terjadi sebagai akibat dari aktivasi sel Th2 yang berespons terhadap antigen protein atau zat kimia yang terikat pada protein. Antigen yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi alergik) sering disebut sebagai alergen. Interleukin (IL)-4 dan IL-13, yaitu sebagian dari sitokin yang disekresi oleh sel Th2, akan menstimulasi limfosit B yang spesifik terhadap antigen asing untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma yang kemudian memproduksi IgE. Oleh sebab itu, individu yang atopik akan memproduksi IgE dalam jumlah besar sebagai respons terhadap antigen yang tidak akan menimbulkan respons IgE pada sebagian besar orang. Kecenderungan ini mempunyai dasar genetika yang kuat dengan banyak gen yang berperan. Reaksi peradangan alergi telah diketahui dikoordinasi oleh subset limfosit T4 yaitu Th2. Limfosit ini memproduksi IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, TNF, serta GM-CSF tetapi tidak memproduksi IL-2 atau INF (diproduksi oleh sel Th1). Alergen diproses oleh makrofag (APC) yang mensintesis IL-1. Zat ini merangsang dan mengaktivasi sel limfosit T yang kemudian memproduksi IL-2 yang merangsang sel T4 untuk memproduksi interleukin lainnya. Ternyata sitokin yang sama juga diproduksi oleh sel mast sehingga dapat diduga bahwa sel mast juga mempunyai peran sentral yang sama dalam reaksi alergi. Produksi interleukin diperkirakan dapat langsung dari sel mast atau dari sel lain akibat stimulasi oleh mediator sel mast. Interleukin-4 tampaknya merupakan stimulus utama dalam aktivasi sintesis IgE oleh sel limfosit B. Pada saat yang sama IL-4 meningkatkan ekspresi reseptor Fc (FcRII) pada sel limfosit B. Interleukin-4 ini pertama kali disebut faktor stimulasi sel B (BSF = Bcell stimulating factor).Aktivasi oleh IL4 ini diperkuat oleh IL-5, IL-6, dan TNF, tetapi dihambat oleh IFN, IFN, TGF, PGE2, dan IL-I0 Dalam reaksi alergi fase cepat, IL-3, IL-5, GM-CSF, TNF dan INF terbukti dapat menginduksi atau meningkatkan pelepasan histamin melalui interaksi IgE- alergen pada sel basofil manusia (lihat Gambar 12-6). Sitokin lain yang mempunyai aktivitas sama pada sel mast ialah MCAF (monocyte chemotactic and activating factor)dan RANTES (regulated upon activation normal T expressed and presumably secreted).Demikian juga SCF (stem cell factor) yaitu suatu sitokin yang melekat pada reseptor di sel mast yang disebut C-kit, dapat menginduksi pembebebasan histamin dari sel mast baik dengan atau
15

tanpa melalui stimulasi antigen (lihat Gambar 12-7). Pada reaksi alergi fase lambat, IL-3 dan GM-CSF tidak hanya menarik dan mengaktivasi eosinofil tetapi juga basofil dan efek kemotaktik sitokin ini lebih nyata dibandingkan dengan komplemen C5a, LTB4 dan PAF. Mekanisme lain sitokin berperan pula dalam menunjang terjadinya reaksi peradangan pada alergi. GM-CSF, IL-l, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IFN, TNF, NGF (nerve growth factor)serta SCF berperan dalam pertumbuhan, proliferasi, pertahanan hidup dan diferensiasi limfosit, eosinofil, basofil, sel mast, makrofag atau monosit. Pada saat aktivasi, sel-sel ini ditarik ke arah jaringan yang mengalami peradangan dalam reaksi antigen-antibodi yang ditingkatkan oleh IL-2, IL-5, GM-CSF, dan EAF (eosinophil activating factor).Keadaan ini lebih terlihat pada biakan eosinofil manusia dengan GMCSF bersama fibroblast. Pada percobaan ini eosinofil menjadi hipodens dan dapat membebaskan lebih banyak LTC4 bila diaktivasi oleh stimulus seperti fMLP (formil metionil leukosil fenilalanin).

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe II LO 3.1 Definisi Disebut juga reaksi sitolitik/ sitotoksik, karena dibentuk antibodi jenis IgG/ IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.Istilah sitolitik lebih tepat, karena reaksi yang terjadi disebabkan lisis bukan efek toksik.Terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe 2

sangat berkaitan dengan adanya suatu proses penanggulangan munculnya sel klon baru.

Reaksi hipersensitivitas tipe 2 dapat melalui 2 jalur ; 1. Melalui jalur ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity)

Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc. Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan dibentuknya Antbodi Ig G / Ig M sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki reseptor Fc sebagai efektor ADCC.

16

2.

Melalui aktivitas sistem komplemen

LO 3.2. Manifestasi a. Reaksi Transfusi Menurut system ABO, sel darah manusia dibagi menjadi 4 golongan yaitu A, B, AB dan O. Selanjutnya diketahui bahwa golongan A mengandung antibodi (anti B berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan B, darah golongan B mengandung antibodi (anti A berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan A, golongan darh AB tidak mengandung antibodi terhadap antigen tersebut dan golongan darh O mengandung antibodi (Ig M dan Ig G) yang dapat mengaglutinasikan eritrosit golongan A dan B. Antibodi tersebut disebut isohemaglutinin. Aglutinin tersebut timbul secara alamiah tanpa sensitasi atau imunisasi.Bentuk yang paling sederhana dari reaksi sitotoksik terlihat pada ketidakcocokan transfusi darah golongan ABO.Ada 3 jenis reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik yang paling berat, reaksi panas, dan reaksi alergi seperti urtikaria, syok, dan asma.Kerusakan ginjal dapat pula terjadi akibat membrane sel yang menimbun dan efek toksik dan kompleks haem yang lepas. b. Reaksi Antigen Rhesus Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada bayi baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan ibu Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka anak akan melepas sebagian eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus. Hanya ibu yang sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal ini akan membahayakan anak yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi Ig tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit.Akhirnya terjadi kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning, Transfusi untuk mengganti darah sering diperlukan dalam usaha menyelamatkan bayi.

17

c. Anemia Hemolitik autoimun Akibat suatu infeksi dan sebab yang belum diketahui, beberapa orang membentuk Ig terhadap sel darah merah sendiri.Melalui fagositosis via reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia yang progresif.Antibodi yang dibentuk berupa aglutinin panas atau dingin, tergantung dari suhu yang dibutuhkan untuk aglutinasi. d. Reaksi Obat Obat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit yang menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid dapat mengikat trombosit dan Ig yang dibentuk terhadapnya akan menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura. Chloramfenicol dapat mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel darah merah. e. Sindrom Goodpasture Pada sindrom ini dalam serum ditemukan antibodi yang bereaksi dengan membran basal glomerulus dan paru.Antibodi tersebut mengendap di ginjal dan paru yang menunjukkan endapan linier yang terlihat pada imunoflouresen. Ciri sindrom ini glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran

paru.Perjalanannya sering fatal.Dalam penanggulangannya telah dicoba dengan pemberian steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi yang disusul dengan transplantasi.Jadi, sindrom ini merupakan penyakit auroimun yang membentuk antibodi terhadap membrane basal.Sindrom ini sering ditemukan setelah mengalami infeksi streptococ.

f. Myasthenia gravis Penyakit dengan kelemahan otot yang disebabkan gangguan transmisi neuromuskuler, sebagian disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor astilkoli.

18

g. Pempigus Penyakit autoimun yang disertai antibodi tehadap desmosom diantara keratinosit yang menimbulkan pelepasan epidermis dan gelembung-gelembung. h. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir penyakit hemolitik pada bayi baru lahir ditimbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan darah Rhesus negatif (-) dan janin dengan Rhesus positif (+)

LO 3.3 Mekanisme Reaksi ini diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan antigen yang merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah komplemen/molekul asesori dan metabolism sel dilibatkan. Mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe2 ini memiliki 2jalur, yaitu : 1. Melalui jalur ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity)

Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc. Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan dibentuknya Antbodi Ig G / Ig M sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki reseptor Fc sebagai efektor ADCC. 2. Melalui aktivitas sistem komplemen

19

Antigeng masuk tubuh menempel pada sel tertentu merangsang terbentuknya IgG atau IgM mengaktifkan komplemen menimbulkan lisis

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe III LO 4.1 Definisi Reaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi imun tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian mengaktifkan komplemen sehingga terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil.

Adanya endapan kompleks imun pada organ spesifik,jaringan tertentu atau beredar dalam pembuluh darah.biasanya antibodi berupa IgG atau IgM.pada penyakit tertentu telihat peranan IgE dan IgA.kompleks imun dapat berasal dari ikatan antigen.antibodi dalam sirkulasi terbentuk pada jaringan setempat. LO 4.2 Manifestasi klinis Ada 2 bentuk reaksi, yaitu : 1. Reaksi Lokal atau Fenomena Arthus Pada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebut adalah fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun.

20

Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis.

Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut: 1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis.

2.

C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.

3.

Reaksi Sistemik atau Serum Sickness Antibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme sebagai berikut:

1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin. 2. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata) 3. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi. 4. Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang

terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi akan tetap
21

melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan jaringan. 5. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan mediator-mediator antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan Dari mekanisme diatas, beberapa hari minggu setelah pemberian serum asing akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.

LO.4.3 Mekanisme Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang

22

menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan.

1. Komleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh Darah Makrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan: 1. Agregasi trombosit 2. Aktivasi makrofag 3. Perubahan permeabilitas vaskuler 4. Aktivasi sel mast 5. Produksi dan pelepasan mediator inflamasi 6. Pelepasan bahan kemotaksis 7. Influks neutrofil

23

Kompleks Imun Mengendap di Jaringan Hal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe IV LO 5.1. Definisi Merupakan hipersensitivitas tipe lambat yang dikontrol sebagian besar oleh reaktivitas sel T terhadap antigen. Reaksi ini terjadi karena respon sel T yang telah disensitasi oleh antigen tertentu. Terdapat dua tipe reaksi dalam hipersensitivitas IV yaitu hipersensitivitas lambat dan sitotoksisitas diperantarai sel. Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi menjadi : 1. Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV Merupakan hipersensitivitas granulomatosis, terjadi pada bahan yang tidak dapat disingkirkan dari rongga tubuh seperti talkum dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit.

2.

T Cell Mediated Cytolysis Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.

LO 5.2. Manifestasi Klinis 1. Dermatitis kontak Dermatitis kontak adalah penyakit CD4 yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan tidak berbahaya ,merupakan contoh reaksi DTH.

24

2.

Hipersensitivitas tuberkulin Bentuk alergi bakterial spesifik terhadap produk fitrat biakan M.tuberkulosis yang bila

disuntikkan kekulit,akan menimbulkan reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV.yang berperan sel limfosit CD4+ T. 3. Reaksi jones mote Reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrat basofil mencolok dikulit dibawah dermis.
4.

T cell mediated cytolysis / Penyakit CD8+

Kerusakan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran dan penyakit yang ditimbulkannya cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik.

LO 5.3 Mekanisme CD4+ maupun CD8+ berperan dalam reaksi hipersensitivitas tipe IV.sel T melepas sitokin bersama dengan produksi mediator sitotoksiklainnya menimbulkan respons inflamasi yang terlihat pada penyakit kulit hipersensitivitas lambat. Reaksi hipersensitivitivitas tipe IV dibagi dalam DTH yang terjadi melalui sel CD4+ dan T cell mediated cytolysis yang terjadi melalui sel CD8+. 1. Delayed type hypersensitivity tipe IV Reaksi tipe IV merupakan hipersensitivitas granulomatosis.biasanya terjadi terhadap bahan yang tidak dapat disingkirkan dari rongga tubuh seperti talkum dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit.ada beberapa fase : Fase sensitasi yang membutuhkan 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen.Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II.

25

Berbagai APC seperti sel langerhans (SD dikulit)dan makrofag yang menangkap antigen dan membawanya kekelenjar limfoid regional untuk dipersentasikan ke sel T.sel T yang diaktifkan pada umumnya adalah sel CD4+ terutama Th 1,tetapi ada beberapa hal sel CD8+ dapat juga diaktifkan. Fase efektor ,ssel Th 1 melepas berbagai sitokin yang mengerahkan dan mengaktifkan makrofag dan sel inflamasi non spesifik lain.gejala biasanya baru nampak 24 jam sesudah kontak kedua dengan antigen.makrofag merupakan efektor utama respons DTH.sitokin yang dilepas sel Th1 menginduksi monosit menempel keendotel vaskuler,bermigrasi dari sirkulasi darah kejaringan sekitar. Influks makrofag yang diaktifkan berperan pada DTH terhadap parasit dan bakteri intraselular yang tidak dapat ditemukan oleh antibodi.enzim litik yang dilepas makrofag menimbulkan destruksi nonspesifik patogen intraseluler yang hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan.

LI 6. Memahami dan Menjelaskan Farmako Kinetik LO 6.1 Obat Anti Alergi Natrium kromalin Kromolin adalah obat yang dapat menghambat penglepasan histamin dari sel mast paru-paru dan tempat-tempat tertentu, yang diinduksi oleh antigen. Bahan Kimia : Natrium kromolin merupakan garam dinatrium. Farmakodinamik : Kromolin tidak merelaksasi bronkus atau otot polos lain. Kromolin juga tidak menghambat respons otot tersebut terhadap berbagai obat yang bersifat spasmogenik. Tetapi kromolin menghambat penglepasan histamin dan autakoid lain termasuk leukotrien dari paru-paru manusia pada proses alergi yang diperantarai IgE. Farmakokinetik :

26

Kromolin diabsorbsi amat buruk setelah pemberian oral, karena itu perlu diberikan secara inhalasi pada pasien asma bronkial.kromolin tidak dibiotransformasi dan diekskresi dalam bentuk asal 50% bersama urin dan 50% dalam empedu. Toksisitas : Paling sering yang mungkin ada hubungannya dengan efek iritasi bubuk halus kromalin pada paru-paru ialah bronkospasme, batuk, kongesti hidung, iritasi faring dan wheezing. Kadang-kadang timbul gejala pusing, disuria, bengkak dan nyeri sendi, mual, sakit kepala dan kemerahan kulit. Gejala lebih serius dan jarang terjadi yaitu reaksi hipersensitivitas misalnya edema laring, angioedema, urtikaria dan anafilaksis. Sediaan : Natrium kromolin untuk inhalasi tersedia dalam bentuk kapsul yang mengandung 20 mg kromolin bubuk halus dicampur dengan laktosa. Obat ini diberikan dengan turbo inhaler 4 kali sehari. Larutan kromolin dapat diberikan secara inhalasi dengan menggunakan nebulizer. Larutan kromolin 4% mengandung 5,2 mg kromolin setiap kali semprot. Dosis yang dianjurkan sekali semprot 3-6 kali sehari. Juga tersedia pula larutan kromolin 4% untuk tetes mata dengan dosis 4-6 kali sehari, 1-2 tetes/hari. Indikasi : Penggunaan utama kromolin untuk terapi profilaksis serangan asma bronkial pada pasien asma bronkial ringan sampai sedang. Penggunaan teratur selama lebih dari 2-3 bulan mengurangi hiperreaktivitas bronkus. Kromalin tidak bermanfaat untuk terapi asma bronkial akut atau pada status asmatikus. Kromalin diindikasikan pula untuk rinitis alergika dan penyakit atopik pada mata.

1.

Nedokromil Nedokromil merupakan senyawa dengan struktur kimia dan efek farmakodinamik dan efek samping mirip kromalin. Nedokromil menghambat penglepasan mediator dari sel mast bronkus dan diindikasikan untuk mencegah serangan asma pada pasien asma bronkial ringan sampai sedang. Nedokromil umumnya lebih efektif dari kromolin. Berbeda dengan kromolin yang boleh diberikan pada semua umur. Nedokromil hanya diindikasikan untuk pasien asma yang berusia 12 tahun ke atas. Dosis untuk dewasa dan anak di atas 12 tahun: 2-4 kali 4 mg/hari diberikan secara inhalasi/semprotan.

2.

Ketotifen

27

Ketotifen bersifat antianafilaktik karena menghambat penglepasan histamin. Ketotifen juga bersifat antihistamin kuat. Farmakokinetik : Ketotifen fumarat diabsorbsi dari saluran cerna. Bentuk utuh dan metabolitnya diekskresi bersama urin dan tinja Indikasi : Ketotifen telah digunakan untuk profilaksis asma bronkial. Untuk tujuan ini ketotifen digunakan secara oral untuk jangka waktu 12 bulan. Efek samping : Efek samping ketotifen sama seperti efek samping AH1. Ketotifen meningkatkan nafsu makan dan menambah berat badan. Kombinasi ketotifen dengan antidiabetik oral telah dilaporkan dapat menurunkan jumlah trombosit secara reversibel, karena itu kombinasi kedua obat ini harus dihindarkan. Ketotifen harus diberikan secara hati-hati pada pasien yang alergi terhadap obat ini. Sediaan : Ketotifen tersedia dalam tablet 1 mg dan sirup 0,2 mg/mL. Satu mg ketotifen identik dengan 1,38 mg ketotifen fumarat. Dosis dewasa ketotifen fumarat untuk profilaksis asma bronkial ialah 2 kali 1,38-2,76 mg.

LO 6.2 Antihistamin Ada banyak golongan obat yang termaksud dalam antihistamin, yaitu antergan, neontergan, difenhidramin, dan tripelenamin yang efektif untuk mengobati edema, eritem, dan pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah burinamid, metiamid, dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat histamin. Ada 2 jenis antihistain, yaitu : 1. Antagonis reseptor H1 (AH1)

Farmakodinamik: AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan. Farmakokinetik :

28

Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya. Indikasi : AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit aergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan. Efek samping : Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan. Antagonis reseptor H2 (AH2) 1. Simetidin dan Ranitidin Farmakodinamik : Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung. Farmakokinetik : Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pascamakan. Ranitidn mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Indikasi : Efektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus. Efek samping: Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.

29

2.

Famotidin

Farmakodinamik : Famotidin merupakan AH2sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin. Farmakokinetik: Famotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi20 jam. Indikasi: Efektifitas pbat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis, dan untuk pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison. Efek samping : Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.

3.

Nizatidin

Farmakodinamik : Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung. Farmakokinetik : Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal. Indikasi: Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion. Efek samping: Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik.

LO 6.3 Kortikosteroid Mekanisme kerja


30

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.

Farmakodinamik 1. Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain. 2. Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. 1. 2. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek antiinflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil. Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. 3. Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa kerjanya. 1. Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam. 2. Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam. 3. Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.

Farmakokinetik Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein. Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.

Indikasi Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini digunakan : 4. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.
31

5. Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. 6. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar. 7. Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis melebihi dosis substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah. 8. Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek antiinflamasinya. 9. Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.

Kontraindikas Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien. Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya.

Efek samping Efek samping dapat timbul karena peenghentian pemberian secara tiba-tiba atau pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar. Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan insifisiensi adrenalm akut dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise. Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit , hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau perforasi, osteoporosis dll. Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat kortikosteroid sintetik. Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan kortikosteroid. Sebab itu bila bila ada kecurigaan dianjurkan untuk melaakukan pemeriksaan radiologik terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan.
32

LI 7. Memahami dan Menjelaskan Alergi Obat dalam Perspektif Islam Maslahah Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang almaslahah yaitu: Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengabil manfaat
atau menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih manfaat dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan maslahah adalah memelihara tujuan syara.

Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan, yaitu 1. Kemasalahatan menurut manusia, dan 2. Kemaslahatan menurut syariat. Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang Anshar terluka di perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang dokter yang ada di kota Madinah, lalu bersabda, Obatilah dia. Dalam riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,Wahai Rasulullah, apakah ada kebaikan dalam ilmu kedokteran? Rasullah menjawab, Ya, Begitu pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki menderita sakit di zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau bersabda, Panggilkan dokter. Lalu Hilal bertanya, Wahai Rasulullah, apakah dokter bisa melakukan sesuatu untuknya? Ya, jawab beliau. (HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf: V/21) Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda, Panggilkan dokter! kemudian ada yang bertanya, Bahkan engkau mengatakan hal itu, wahai Rasulullah? Ya, jawab beliau. Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana Rasulullah menganjurkan kita untuk berobat dan berusaha menggunakan ilmu kedokteran yang diciptakan Allah untuk kita. Kita juga ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit karena Rasulullah bersabda, Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. (HR Muslim (34) dan Ahmad: II/380) Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari Usamah bin Syuraik menuturkan,Aku berada bersama Nabi lalu datanglah sekelompok orang Badui dan bertanya,Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat? Rasulullah menjawab, Ya, wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit. Mereka bertanya,Apa itu? Rasulullah menjawab,Penyakit tua.(HR Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038)) Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. J ika obat tepat pada penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim: I/191) Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah Allah menurunkan panyakit kecuali menurunkan obatnya.(HR Bukhari: VII/158)

33

Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api. (HR Bukhari dan Muslim) Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk kemaslahatan artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta hukumhukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan. Misal : Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat (bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219 2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.

1. Firman Allah taala : )751 : ( Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi mereka segala sesuatu yang buruk ( al araf : 157 ) Rokok termasuk hal yang buruk dan membahayakan diri sendiri , dan orang lain serta tak sedap baunya. 2. ) : 195 ( Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan ( al baqoroh : 195) Rokok mengakibatkan penyakit yang bisa membinasakan seperti kanker, penyakir paruparu dan lain sebagainya. 3. ) 92 : ( Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah terhadap kalian Maha menyayangi ( an nisa : 29 ) Rokok bisa membunuh penghisapnya secara perlahan-lahan 4. ) : 19 (
34

Dosa keduanya ( minuman keras dan judi ) lebih besar dari pada manfaatnya. (QS AlBaqoroh : 219 ) Rokok bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya baik bagi dirinya sendiri ataupun orang lain. 5. ) : 26 ( Janganlah menghambur-hamburkan ( hartamu ) dengan boros, sesungguhnya pemborosan itu adalah saudaranya syaithon. (QS Al-Isra : 26 ) Membeli rokok adalah merupakan pemborosan dan pemborosan termasuk perbuatannya syaithon. 6. Rasulullah Shallallahualaihi wasallam bersabda : tidak boleh membahayakan diri sendiri ataupun orang lain Merokok membahayakan si perokok, menganggu orang lain dan membuang-buang harta. 7. Sabda Nabi Muhammad Shallallahualaihi wasallam : ( ) ( ) Allah membenci untukmu perbuatan menyia-yiakan harta. ( HR bukhari-muslim ). Merokok adalah menyia-nyiakan harta dan dibenci Allah. 8. Sabda Rasulullah Shallallahualaihi wasallam : ) ( Perumpamaan kawan duduk yang baik dengan kawan duduk yang jelek ialah seperti pembawa minyak wangi dengan peniup api (tukang pandai besi) (HR BukhariMuslim) Perokok adalah kawan duduk yang jelek yang meniup api yang bisa membakar orang di sekitarnya ataupun menyebabkan bau yang tidak sedap. 9. ( )

35

Barang siapa menghirup (meminum) racun hingga mati maka racun itu akan berada di tangannya lalu dihirupkan slama-lamanya di neraka jahannam. (HR Muslim). Rokok mengandung racun (nikotin) yang membunuh penghisapnya perlahan-lahan dan menyiksanya. 10. Sabda Rasulullah Shallallahualaihi wasallam : ) ( Barang siapa makan bawang putih atau bawang merah hendaknya menyingkir (menjauh) dari kita dan menjauhi masjid kami dan duduklah dirumah. (HR BukhariMuslim). Rokok lebih busuk baunya dari pada bawang putih ataupun bawang merah . 11. Sebagian besar ahli fiqh mengharamkan rokok, sedang yang tidak mengaharamkan rokok belum melihat bahayanya yang nyata yaitu penyakit kanker dan paru-paru yang bisa membunun penghisapnya.

Al-Quran obat terbaik Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian. (Al-Isra:82) Dalam hal ini Rasulullah bersabda, Di dalam tubuh terdapat segumpal darah, jika ia baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik.(HR Bukhari: I/153 (53) dalam Fathul Bari) Mafsadah Al-mafsadah, yaitu sesuatu yang banyak keburukkannya.

36

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. 2010. Imunologi Dasar. Ed. 10. FKUI:Jakarta. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2009). Farmakologi dan Terapi. Edisi V, Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2009). Farmakologi dan Terapi. Edisi V, Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
Abbas AK, Lichtman AH. Basic immunology. Edisi ke-2. Philadelphia: Saunders, 2004

http://thifalblog.wordpress.com/2011/02/11/agama-ini-dibangun-untuk-kebaikan-dan-maslahatdalam-penetapan-syariatnya-dan-untuk-menolak-kerusakan/

37

Anda mungkin juga menyukai