Anda di halaman 1dari 25

Bagaimanakah konsep fiqh tentang pendapatan di luar gaji pokok di

atas. Halalkah pendapatan di luar gaji pokok itu?

Dalam beberapa kitab mu’tabarah yang menjadi rujukan pesantren seperti Bughyatul
Mustarsyidin, Roudlotut Tholibin, I’anatut Tholibin, Ahkamus Shulthoniyah, Ihya`
Ulumiddin, Ta’liqatut Tanbih fi Fiqhis Syafi’i dan Al-Bajuri tidak ada penjelasan
secara khusus mengenai gaji pokok dan gaji ceperan untuk para pejabat.

Dalam Kitab Bughyatul Mustarsyidin secara sederhana dijelaskan bahwa gaji para
hakim, juga para wakil rakyat yang bekerja untuk kemaslahatan umat diambilkan dari
kas negara (baitul maal), dengan kadar yang pantas dan tidak berlebihan. Selanjutnya,
setelah mendapatkan gaji itu, para pejabat tidak diperkenankan mengambil imbalan
dari dua orang yang sedang bertransaksi, para hakim tidak boleh memungut sesuatu
pun dari pihak-pihak yang bermasalah, dan para petugas nikah atau Kantor Urusan
Agama (KUA) tidak boleh menerima pemberian dari orang yang melangsungkan akad
akad nikah.

Para hakim diharamkan menerima suap (riswah). Dalam Roudlotut Thalibin,


mengutip Syeikh Abu Hamid, dijelaskan, jika pun kas negara tidak cukup dana (rizki)
untuk menggaji para hakim, maka diperkenankan meminta rizki kepada pihak-pihak
bermasalah dan disepakati sebelum permasalahan disidangkan. Penjelasan serupa juga
ditemukan dalam kitab I’anatut Tholibin.

Persoalan penghasilan di luar gaji pokok dikaitkan dengan pembahasan tentang


riswah atau suap. Namun dalam banyak pembahasan, riswah dibedakan dengan
pengertian hadiah. Dalam kitab Ihya` Ulumiddin disebutkan, Imam Ghazali ditanya,
apa mungkin riswah dan hadiah dibedakan, toh keduanya tidak mungkin diberikan
tanpa ada maksud, kenapa riswah dilarang sementara hadiah tidak, apa yang
membedakan keduanya?

Imam Ghazali menjawab, memberikan sesuatu kepada orang lain memang tidak
mungkin tanpa maksud. Dalam penjelasan yang panjang lebar Imam Ghazali
menjelaskan bahwa pemberian itu sejatinya dimaksud untuk mendekatkan diri dengan
pihak yang diberi, atau si pemberi berharap akan memperoleh dampak dari pemberian
itu. Jika si pemberi sekedar berharap mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan
dengan pemberian itu maka hukumnya maksuh saja, dan ini adalah hadiah. Sementara
jika pemberian itu dimaksud untuk mempengaruhi keputusan hakim atau kebijakan
pemerintah, atau si pemberi memberikan hadiah kepada para hakim dan pejabat atas
kebijakan yang menguntungkan dirinya, maka itu adalah riswah.

‫حّتى‬
َ ‫طاِنَيِة‬
َ ‫سْل‬
ّ ‫ل ال‬
ِ ‫عَما‬
ْ‫ل‬
َ ‫ن ْا‬
َ ‫غْيِرهِ ِم‬
َ ‫ل أْو‬
ٍ ‫جَباَيِة َما‬َ ‫صَدَقٍة أْو‬َ ‫لَيِة‬ َ ‫ل أْو ِو‬
ٍ ‫عَم‬َ ‫ضاٍء أْو‬ َ ‫ن َق‬ ْ ‫لُه ِم‬
ّ ‫لَيٍة َتَو‬
َ ‫جاُهُه ِبِو‬
َ ‫ن‬ َ ‫ن َكا‬ ْ ‫َفإ‬
‫ إحياء علوم‬--‫ض اْلَهِدّيِة‬ ِ ‫ي َمْعِر‬ ْ ‫ت ِف‬
ْ ‫ض‬
َ ‫عَر‬ َ ٌ‫شَوة‬ ْ ‫لَيْهَدى إَلْيِه َفَهِذِه ِر‬
َ ‫ن‬َ ‫لَيِة َلَكا‬
َ ‫ك ْالِو‬
َ ‫ل ِتْل‬
َ ‫ن َلْو‬
َ ‫ل َوَكا‬ً ‫ف َمَث‬ِ ‫لْوَقا‬َْ ‫لَيِة ا‬
َ ‫ِو‬
153-152 ‫ ص‬/2 ‫الدين؛ ج‬

Apabila hadiah itu diberikan berkaitan dengan jatuhnya keputusan pengadilan, atau
pencairan dana sosial dan berbagai kebijakan pemerintah yang lain seperti terkait
wakaf, dan jika tanpa maksud itu seseorang tidak akan memberikan hadiah maka yang
semacam ini disebut riswah (suap), meskipun kelihatannya seperti hadiah. (Ihya’
Ulumiddin 2: 152-153)

Maka kembali kepada pertanyaan di atas, berdasarkan beberapa uraian dalam kitab-
kitab mu’tabarah tersebut, bisa disimpulkan bahwa pendapatan yang diperoleh dari
hasil ‘main mata’ dengan para kontraktor berupa uang persenan hukumnya adalah
haram, sekalipun ada Undang-Undang yang membenarkan ini.

Sedangkan pendapatan lain yang didapat dari gaji lembur atau berbagai fasilitas
tambahan yang diberikan dari negara dibolehkan sepanjang itu setimpal dengan jerih
payah yang dilakukan dalam mengurus rakyat atau mewujudkan kemaslahatan umat.
Definisi setimpal ditentukan oleh adat atau berdasarkan rata-rata penghasilan
masyarakat setempat (qadra kifayatil laiqah min ghairi tabdzir), atau mungkin
tepatnya tidak terlalu jauh melebihi upah minimum regional (UMR).--

Berziarah ke Makam Rasulullah

Saat melaksanakan haji merupakan kesempatan emas bagi umat Islam untuk
melaksanakan ibadah sebanyak-banyaknya. Beribadah di Haramain (Makkah dan
Madinah) mempunyai keutaman yang lebih dari tempat-tempat lainnya. Maka para
jamaah haji menyempatkan diri berziarah ke makah Rasulullah SAW.

Berziarah ke makam Rasulullah SAW adalah sunnah hukumnya. Rasulullah SAW


sendiri bersabda:

‫شِفْيًعا َيْوَم اْلِقَياَمِة‬


َ ‫ن‬
َ ‫ن أُكْو‬
ْ ‫ل َتَعاَلى أ‬
ِ ‫عَلى ا‬
َ ‫حّقا‬
َ ‫ن‬
َ ‫ل ِزَياَرِتي َكا‬
ّ ‫جٌة ِا‬
َ ‫حا‬
َ ‫عُه‬
ُ ‫جاَئِني َزاِئًرا َلْم َتْد‬
َ ‫ن‬
ْ ‫َم‬

Siapa saja yang datang kepadaku untuk berziarah, dan keperluannya hanya utnuk
beziarah kepadaku maka Allh SWT memberikan jaminan agar aku menjadi orang
yang memberi syafa’at (pertolongan) kepadanya di hari kiamat nanti. (HR Darul
Quthni)

ِ palagi ziarah itu dilakukan pada saat melakukan ibadah haji. Dalam hadits lain
A
disebutkan:

ْ‫ن َزاَرِني‬ْ ‫ن َكَم‬


َ ‫ج َفَزاَر َقْبِري َبْعَد َمْوِتي َكا‬
ّ‫ح‬َ ‫ن‬
ْ ‫ل َم‬
َ ‫سّلَم َقا‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬
ُ ‫صّلى ا‬
َ ‫ي‬
ّ ‫ن الّنِب‬
ّ ‫عْنُهَما أ‬
َ ‫ل‬
ُ ‫يا‬
َ‫ض‬ِ ‫عَمَر َر‬
ُ ‫ن‬
ِ ‫ن اْب‬
ِ‫ع‬
َ
‫حَياِتِه‬
َ ‫ِفي‬

Dari Ibn 'Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang
melaksanakan ibadah haji, lalu berziarah ke makamku setelah aku meninggal dunia,
maka ia seperti orang yang berziarah kepadaku ketika aku masih hidup.” (HR Darul
Quthni)

Atas dasar ini, pengarang kitab I'anatut Thalibin menyatakan:

“Berziarah ke makam Nabi Muhammad merupakan salah satu qurbah (ibadah) yang
paling mulia, karena itu, sudah selayaknya untuk diperhatikan oleh seluruh umat
Islam. Dan hendaklah waspada, jangan sampai tidak berziarah padahal dia telah diberi
kemampuan oleh Allah SWT, lebih-Iebih bagi mereka yang telah melaksanakan
ibadah haji. Karena hak Nabi Muhammad SAW yang harus diberikan oleh umatnya
sangat besar. Bahkan jika salah seorang di antara mereka datang dengan kepala
dijadikan kaki dari ujung bumi yang terjauh hanya untuk berziarah ke Rasullullah
SAW maka itu tidak akan cukup untuk memenuhi hak yang harus diterima oleh Nabi
SAW dari umatnya. Mudah-mudahan Allah SWT membalas kebaikan Rasullullah
SAW kepada kaum muslimin dengan sebaik-baik balasan.” (I'anatut Thalibin, juz II,
hal 313)

Lalu, bagaimana dengan kekhawatiran Rasulullah SAW yang melarang umat Islam
menjadikan makam beliau sebagai tempat berpesta, atau sebagai berhala yang
disembah.. Yakni dalam hadits Rasulullah SAW:

ْ‫جَعُلوا ُبُيْوَتُكم‬
ْ ‫عْيًدا َول َت‬
ِ ‫خُذْوا َقْبِري‬ِ ‫لَتّت‬َ ‫سّلَم‬ َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬ُ ‫صّلى ا‬
َ ‫ل‬
ِ ‫لا‬
ُ ‫سْو‬
ُ ‫ل َر‬
َ ‫ل َقا‬
َ ‫عْنُه َقا‬
َ ‫ل‬
ُ ‫يا‬
َ‫ض‬ِ ‫ن أِبي ُهَرْيَرَة َر‬
ْ‫ع‬َ
‫لَتُكْم َتْبُلُغِني‬
َ‫ص‬َ ‫ن‬ ّ ‫ي َفِا‬
ّ ‫عَل‬
َ ‫صّلْوا‬
َ ‫حْيُثَما ُكْنُتْم َف‬
َ ‫ُقُبْوًرا َو‬

Dari Abu Hurairah RA. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu
jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, dan janganlah kamu jadikan rumahmu
sebagai kuburan. Maka bacalah shalawat kepadaku. Karena shalawat yang kamu baca
akan sampai kepadaku di mana saja kamu berada.” (Musnad Ahmad bin Hanbal:
8449)

Menjawab kekhawatiran Nabi SAW ini, Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Maliki al-
Hasani menukil dari beberapa ulama, lalu berkomentar:

“Sebagian ulama ada yang memahami bahwa yang dimaksud (oleh hadits itu adalah)
larangan untuk berbuat tidak sopan ketika berziarah ke makam Rasulullah SAW.
Yakni dengan memainkan alat musik atau permainan lainnya, sebagaimana yang
biasa dilakukan ketika ada perayaan. (Yang seharusnya dilakukan adalah) umat Islam
berziarah ke makam Rasul hanya untuk menyampaikan salam kepada Rasul, berdo’a
di sisinya, mengharap berkah melihat makam Rasul, mendoakan serta menjawab
salam Rasulullah SAW. (Itu semua dilakukan) dengan tetap menjaga sopan santun
yang sesuai dengan maqam kenabiannya yang mulia.” (Manhajus Salaf fi Fahmin
Nushush bainan Nazhariyyah wat-Tathbiq, 103)

Maka, berziarah ke makam Rasulullah SAW tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Bahkan sangat dianjurkan karena akan mengingatkan kita akan jasa dan perjuangan
Nabi Muhammad SAW, sekaligus menjadi salah satu bukti mengguratnya kecintaan
kita kepada beliau.

Hukum Mentalqin Mayit

Dalam kitab ‫ مخنى المحتاج‬juz I, disebutkan bahwa menurut Imam Syafi’i dan Imam
Ahmad Ibnu Hanbal, hukum membaca Talqin bagi mayit yang sudah mukallaf setelah
selesai dikubur itu hukumnya disunahkan. Orang yang membaca talqin itu duduk di
arah kepala kuburan mayit, kemudian berkata kepada mayit:

َ‫جّنة‬ َ ‫ن ْال‬
ّ ‫ل َوَا‬
ِ ‫لا‬ُ ‫سْو‬ُ ‫حّمًداَر‬َ ‫نُم‬ ّ ‫ل َوَا‬
ُ ‫لا‬ ّ ‫ل ِاَلَه ِا‬
َ ْ‫شَهاَدَة َان‬
َ ‫ن الّدارالُدْنيَا‬
َ ‫عَلْيِه ِم‬
َ ‫ت‬
َ ‫ج‬ْ ‫خَر‬َ ‫ل ُاْذُكْرَما‬
ِ ‫ن َأَمِة ا‬
َ ‫ل اْب‬
ِ ‫عْبَدا‬
َ ‫يَا‬
‫ل َرّبا‬ِ ‫ت ِبا‬ َ ‫ضْي‬
ِ ‫ك َر‬َ ‫ن ِفى ْالُقُبْوِر َوَاّن‬
ْ ‫ث َم‬
ُ ‫لَيْبَع‬ َ ‫نا‬
ّ ‫ب ِفْيَها َوَا‬
َ ‫لَرْي‬
َ ‫عَة آِتَيٌة‬
َ ‫سا‬ّ ‫ن ال‬
ّ ‫ق َوَا‬
ّ‫ح‬
َ ‫ث‬ َ ‫ن ْالَبْع‬
ّ ‫ق َوَا‬
ّ‫ح‬َ ‫ن الّناَر‬ ّ ‫ق َوَا‬ّ‫ح‬
َ
‫ رواه الطبر انى فى الكبير‬.‫خَوانًا‬
ْ ‫ن ِا‬
َ ‫ن ِاَماًم َوِباْلَكْعَبِة ِقْبَلًة َوِبْالُمْؤِمِني‬
ِ ‫حّمٍد َنِبّيا َوِبالُقْرآ‬
َ ‫لِم ِدْيَنا َِوبُم‬
َ‫س‬ْ‫ل‬
ِ ‫َوِبْا‬

“Ya Abdullah bin Amatillah; ingatlah apa yang kamu keluar atasnya dari dunia ini:
Kesaksian bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan sesungguhnya Nabi Muhammad
adalah utusan Allah, sesungguhnya surga itu benar, neraka itu benar, kebangkitan itu
benar dan hari qiyamat pasti datang tidak diragukan lagi, dan sesungguhnya Allah
akan membangkitkan manusia dari kubur dan sesungguhnya engkau telah ridla bahwa
Allah sebagai Tuhanmu dan Islam agamamu dan Muhammad Nabimu dan Al-Qur’an
panutanmu dan Ka’bah kiblatmu dan orang-orang mu’min saudaramu”. (Hadits
diriwayatkan Thobroni).

Menurut Imam Nawawi, walaupun hadits ini dha’if, tetapi dikuatkan oleh beberapa
hadits lain yang shahih dan firman Allah;

َ ‫ن الِذْكَر َتْنَفعُ ْالُمْؤِمِني‬


‫ن‬ ّ ‫َوَذّكْر َفِاء‬

“Dan berilah peringatan sesungguhnya peringatan itu bermanfa’at bagi orang-orang


yang beriman”.

Selanjutnya, dapat dilihat juga dalam kitab Nailul Awthar juz. IV, sebagai berikut;

‫عْنُه َكاُنْوا‬
َ ‫س‬
َ ‫ف الّنا‬ َ ‫صَر‬ َ ‫ت َواْن‬
ِ ‫عَلى ْالَمّي‬
َ ‫سَوى‬ َ ‫عِميٍر َقاُلْواِاَذا‬َ ‫ن‬ِ ‫حِكْيِم ْب‬َ ‫ب َو‬ٍ ‫حِبْي‬
َ ‫ن‬ ِ ‫ضْمَرَة ْب‬ َ ‫سْعٍد َو‬
َ ‫ن‬ ِ ‫شِدْب‬
ِ ‫ن َرا‬ ْ‫ع‬َ ‫ي‬ َ ‫َرِو‬
ِ ‫ل َوِدْي‬
‫ن‬ ُ ‫ىا‬َ ‫ن َرّب‬ُ‫ل‬ َ ‫ت َياُف‬ٍ ‫ث َمّرا‬
َ ‫ل‬َ ‫ل َث‬ُ ‫لا‬ّ ‫لِاَلَه ِا‬
َ ‫ن‬
ْ ‫شَهُد َا‬ ْ ‫ل َوَا‬
ُ ‫لا‬ّ ‫لِاَلَه ِا‬
َ ‫ل‬ ْ ‫ن ُق‬
ُ‫ل‬ َ ‫عْنَد َقْبِرِه َياُف‬
ِ ‫ت‬
ِ ‫ل ِلْلَمّي‬
َ ‫ن ُيَقا‬
ْ ‫ن َا‬
َ ‫حّبْو‬
ِ ‫سَت‬
ْ ‫َي‬
‫ رواه سعيد‬.‫سّلَم‬ َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬ ُ ‫صّلى ا‬
َ ‫حّمٌد‬ َ ‫لُم َوَنِبّيىُم‬َ‫س‬ ْ‫ل‬ ِ ‫ْا‬

“Diriwayatkan dari Rasyid bin Sa’ad dan Dlamrah bin Habib dan Hakim bin Umair
mereka berkata: Apabila telah diratakan kuburan atas mayyit dan orang-orang telah
pergi mereka mensunnahkan untuk dikatakan kepada mayyit di atas kuburnya; Yaa
Fulan, katakan! Tidak ada Tuhan kecuali Allah tiga kali; Yaa Fulan, katakan!
Tuhanku Allah agamaku Islam, Nabiku Muhammad SAW kemudian pergilah”.

Dalam kitab ‫ الحاوى للفتاوى‬juz. II, karya Al-Imam Sayuthi mengungkapkan:

ُ‫ن َوْالَعْين‬ ُ ‫حَز‬ ْ ‫بَي‬ ُ ‫ي ْالَقْل‬


ّ ‫ل َيا ُبَن‬َ ‫عَلى َقْبِرِه َفَقا‬ َ ‫ف‬ َ ‫ن َوَلُدُه ِاْبَراِهْيُم َوَق‬ َ ‫صّلى ال عليه وسلم َاّنُه لَمّا ُدِف‬ َ ‫ى‬ ّ ‫ن الّنِب‬
ِ‫ع‬ َ ‫ي‬ َ ‫َماُرِو‬
ِ ‫ل َأِبى َفَبَك‬
‫ت‬ ِ ‫لا‬ ُ ‫سْو‬ُ ‫لُم ِدْيِنى َوَر‬ َ‫س‬ ْ‫ل‬ ِ ‫ل َرّبى َوا‬ ُ ‫لا‬ ِ ‫ي ُق‬ّ ‫ن َيُاَبَن‬َ ‫جُعْو‬ ِ ‫ل َوِاّنا ِاَلْيِه َرا‬
ِ ‫ ِاّنِا‬.‫ب‬ّ ‫ط الّر‬ ُ‫خ‬ ِ‫س‬
ْ ‫ل َماُي‬ ُ ‫ل َنُقْو‬ َ ‫َتْدَمُع َو‬
‫عَمَر َيْبِكى‬ ُ ‫سّلَم َفَرَأى‬ َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬ ُ ‫صّلى ا‬ َ ‫ى‬ ّ ‫صْو ُتُه َفْالَتَفتَ الَنِب‬ َ ‫ب ُبَكًاء ِاْرَتَفَع َلُه‬ ِ ‫طا‬ ّ ‫ن ْاَلخ‬ ُ ‫عَمُرْب‬ ُ ‫حاَبُة َوَبَكى‬ َ‫ص‬ ّ ‫ال‬
َ ‫ج ِال‬
‫ى‬ ُ ‫حَتا‬ْ ‫عَلْيِه ْالَقَلُم َوَي‬
َ ‫جَرى‬ َ ‫ل‬ َ ‫حُلَم َو‬
ُ ‫ك َوَماَبَلَغ ْال‬ َ ‫ل َهَذا َوَلُد‬ ِ ‫لا‬ َ ‫سْو‬ ُ ‫ل َياَر‬ َ ‫ك ؟ َفَقا‬ َ ‫عَمُر َما ُيْبِكْي‬ ُ ‫ل َيا‬
َ ‫حاَبُة َمَعُه َفَقا‬ َ‫ص‬ ّ ‫َوال‬
ّ ‫ َا‬,‫ك‬
‫ى‬ َ ‫ن ِمْثُل‬ٌ ‫س َلُه ُمَلّق‬َ ‫عَلْيِه ْالَقَلُم َوَلْي‬
َ ‫جَرى‬ َ ‫عَمَر َوَقْد َبَلَغ ْالحُُلَم َو‬ ُ ‫ل‬ ُ ‫حا‬ َ ‫ َقَما‬.‫ت‬ ِ ‫ل َهَذاْالَوْق‬ ِ ‫ى ِمْث‬ِ ‫حْيَدف‬ ِ ‫ك ُيَلّقُنُه الّتْو‬َ ‫ن ِمْثِل‬ٍ ‫ُمَلّق‬
َ ‫سَأ‬
‫ل‬ َ ‫ل َو‬ ُ ‫جْبِرْي‬ِ ‫ل‬ َ ‫حَابُة َمَعُه َوَنَز‬ َ‫ص‬ ّ ‫ت ال‬ ِ ‫صّلى ال عليه وسلم َوَبَك‬ َ ‫ى‬ ّ ‫حاَلِة َفَبَكى الّنِب‬ َ ‫ل َهِذِه ْال‬ ِ ‫صْوَرُتُه ِفى ِمْث‬ ُ ‫ن‬ ُ ‫ىٍء َتُكْو‬ْ ‫ش‬ َ
‫ن َقْوِلِه‬ ْ ‫عَلْيِهْم ِم‬َ ‫عَمُر َوَماَوَرَد‬ ُ ‫صّلى ال عليه وسلم َماَقاَلُه‬ َ ‫ى‬ ّ ‫ب ُبَكِاِئهْم َفَذَكَرالّنِب‬ َ ‫سَب‬َ ‫ن‬ ْ‫ع‬ َ ‫سّلَم‬ َ ‫عَلْيِه َو‬َ ‫ل‬ ُ ‫صّلى ا‬ َ ‫ى‬ ّ ‫الّنِب‬
ِ ‫تف‬
‫ى‬ ِ ‫ل الَثِاب‬ ِ ‫ن َءاَمُنْواِبْالَقْو‬َ ‫ل ّالِذْي‬ُ ‫تا‬ ُ ‫ل ُيَثّب‬ُ ‫لَم َوَيُقْو‬َ‫س‬ ّ ‫ك ال‬َ ‫ك ُيْقِرُئ‬ َ ‫ل َرّب‬ َ ‫ل َوَقا‬ َ ‫ل َوَنَز‬ُ ‫جْبِرْي‬ َ ‫صِعَد‬ َ ‫سّلَم َف‬ َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬ ُ ‫صّلى ا‬ َ
‫ل ِفى ْالَقْبِر‬ ِ ‫سَؤا‬ّ ‫عْنَد ال‬ ِ ‫ت َو‬ِ ‫ت ْالَمْو‬ َ ‫ك َوْق‬ َ ‫خَرِة ُيِرْيُد ِبَذِل‬ِ ‫حَياِة الّدْنَيا َوِفى ْال‬ َ ‫ْال‬..

“Diriwayatkan dari Nabi SAW bahwasannya tatkala putranya Ibrahim telah dikubur,
Rasulullah berdiri di atas kuburnya; kemudian beliau bersabda: Wahai anakku, hati
berduka cita dan air mata mengalir. Dan kami tidak mengatakan sesuatu yang
membuat Allah jadi murka. Sesungguhnya kami dari Allah dan akan kembali kepada
Allah. Wahai anakku katakanlah! Allah Tuhanku dan Islam agamaku, dan Rasulullah
ayahku, maka menangislah para sahabat dan menangis pula pula sayyidina Umar
Ibnul Khattab dengan tangisan yang nyaring, maka menoleh Rasulullah dan melihat
Umar menangis bersama para sahabat lainnya, Rasulullah SAW bersabda; ya Umar
mengapa engkau menangis? Umar menjawab: Ini putramu belum baligh dan belum
ditulis dosanya, masih menghajatkan kepada orang yang mentalqin seperti engkau,
yang mentalqin tauhid pada saat seperti ini, maka bagaimana keadaan Umar yang
telah baligh dan telah ditulis dosanya tidak mempunyai orang yang akan menalqin
seperti engkau, dan apa gambaran yang akan terjadi di dalam keadaan yang seperti
itu, maka menangislah Nabi SAW dan para sahabat bersamanya; kemudian Jibril
turun dan bertanya kepada Nabi sebab menangisnya mereka, kemudian Nabi
menyebutkan apa yang dikatakan Umar dan apa yang datang kepada mereka dari
perkataan Nabi SAW. kemudian Jibril naik dan turun kembali serta berkata : Allah
menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: Allah menetapkan orang-orang yang
beriman dengan perkataan yang tetap di dunia dan di akherat, yang dimaksud di
waktu mati dan di waktu pertanyaan di kubur.”

Kepada yang masih hidup, talqin itu mempunyai mashlahat yang sangat besar, karena
dengan mendengarnya mereka dapat mengingat dan menyiapkan diri pada kematian
dirinya.

Hukum Peringatan Haul para Pendahulu


Peringatan Haul para Pendahulu

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW selalu berziarah ke makam para syuhada di


bukit Uhud pada setiap tahun. Sesampainya di Uhud beliau memanjatkan doa
sebagaimana dalam surat Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 24:

‫عْقَبى الّداِر‬
ُ ‫صَبْرُتْم َفِنْعَم‬
َ ‫عَلْيُكم ِبَما‬
َ ‫لٌم‬
َ‫س‬
َ

Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan


itu.

Inilah yang menjadi sandaran hukum Islam bagi pelaksanaan peringatan haul atau
acara tahunan untuk mendoakan dan mengenang para ulama, sesepuh dan orang tua
kita.

Diriwayatkan pula bahwa para sahabat pun melakukan apa yang telah dilakukan
Rasulullah. Berikut ini adalah kutipan lengkap hadits yang diriwayatkan oleh Imam
al-Baihaqi:

.‫ل‬
ٍ ‫حْو‬
َ ‫ل‬
ّ ‫حٍد ِفي ُك‬ ُ ‫شَهَداَء ِبُأ‬
ّ ‫سّلَم َيُزْوُر ال‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫صّلى ال‬ َ ‫ي‬
ّ ‫ن الّنِب‬
َ ‫ َكا‬:‫ل‬ َ ‫ َقا‬،‫ن اْلَواِقِدي‬
ِ‫ع‬
َ ،‫ب‬
ِ ‫شْع‬
ّ ‫َو َرَوى اْلَبْيَهِقي ِفي ال‬
‫عْقَبى الّدار‬
ُ ‫صَبْرُتْم َفِنْعَم‬
َ ‫عَلْيُكم ِبَما‬َ ‫لٌم‬ َ‫س‬َ :‫ل‬ ُ ‫صْوَتُه َفَيُقْو‬
َ ‫َو إَذا َبَلَغ َرَفَع‬

Al-Baihaqi meriwayatkan dari al-Wakidi mengenai kematian, bahwa Nabi SAW


senantiasa berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun. Dan
sesampainya di sana beliau mengucapkan salam dengan mengeraskan suaranya,
“Salamun alaikum bima shabartum fani’ma uqbad daar” –QS Ar-Ra’d: 24–
Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan
itu.

Lanjutan riwayat:
ُ‫سْعد‬
َ ‫ن‬َ ‫ َو كَا‬.‫عْو‬ ُ ‫عْنَها َتأِتْيِه َو َتْد‬
َ ‫ل‬
ُ ‫يا‬ َ‫ض‬ ِ ‫طَمُة َر‬
ِ ‫ت َفا‬ ْ ‫ َو كَاَن‬.‫ن‬
ُ ‫عْثَما‬
ُ ‫عَمُر ُثّم‬ ُ ‫ ُثّم‬،‫ك‬ َ ‫ل َذِل‬َ ‫ل ِمْث‬
ُ ‫ل َيْفَع‬
ٍ ‫حْو‬
َ ‫ل‬ ّ ‫ُثّم أُبْو َبْكٍر ُك‬
‫لِم‬َ‫س‬ ّ ‫عَلْيُكْم ِبال‬
َ ‫ن‬
َ ‫عَلى َقْوٍم َيُرّدْو‬ َ ‫ن‬
َ ‫سّلُمْو‬
َ ‫ل ُت‬
َ ‫لأ‬
ُ ‫ َفَيُقْو‬،‫حاِبِه‬
َ‫ص‬ ْ ‫عَلى أ‬ َ ‫ل‬ُ ‫عَلْيِهْم ُثّم َيْقَب‬
َ ‫سّلُم‬َ ‫ص ُي‬
ٍ ‫ن أِبي َوّقا‬ ِ ‫اْب‬

Abu Bakar juga melakukan hal itu setiap tahun, kemudian Umar, lalu Utsman.
Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa. Saad bin Abi Waqqash
mengucapkan salam kepada para syuhada tersebut kemudian ia menghadap kepada
para sahabatnya lalu berkata, ”Mengapa kalian tidak mengucapkan salam kepada
orang-orang yang akan menjawab salam kalian?”

Demikian dalam kitab Syarah Al-Ihya juz 10 pada fasal tentang ziarah kubur. Lalu
dalam kitab Najhul Balaghah dan Kitab Manaqib As-Sayyidis Syuhada Hamzah RA
oleh Sayyid Ja’far Al-Barzanji dijelaskan bahwa hadits itu menjadi sandaran hukum
bagi orang-orang Madinah untuk yang melakukan Ziarah Rajabiyah (ziarah tahunan
setiap bulan Rajab) ke maka Sayidina Hamzah yang duitradisikan oleh keluarga
Syeikh Junaid al-Masra’i karena ini pernah bermimpi dengan Hamzah yang
menyuruhnya melakukan ziarah tersebut.

Para ulama memberikan arahan yang baik tentang tata cara dan etika peringatan haul.
Dalam al-Fatawa al-Kubra Ibnu Hajar mewanti-wanti, jangan sampai menyebut-
nyebut kebaikan orang yang sudah wafat disertai dengan tangisan. Ibnu Abd Salam
menambahkan, di antara cara berbela sungkawa yang diharamkan adalah memukul-
mukul dada atau wajah, karena itu berarti berontak terhadap qadha yang telah
ditentukan oleh Allah SWT.

Saat mengadakan peringatan haul dianjurkan untuk membacakan manaqib (biografi


yang baik) dari orang yang wafat, untuk diteladani kebaikannya dan untuk berbaik
sangka kepadanya. Ibnu Abd Salam mengatakan, pembacaan manaqib tersebut adalah
bagian dari perbuatan taat kepada Allah SWT karena bisa menimbulkan kebaikan.
Karena itu banyak para sahabat dan ulama yang melakukannya di sepanjang masa
tanpa mengingkarinya.

Demikianlah. Dalam muktamar kedua Jam’iyyah Ahlit Thariqah Al-Mu’tabarah An-


Nahdliyyah atau jam’iyyah tarekat-tarekat di lingkungan NU di Pekalongan Jawa
Tengah pada 8 Jumadil Ula 1379 H bertepatan dengan 9 November 1959 M para kiai
menganjurkan, sedikitnya ada tiga kebaikan yang bisa dilakukan pada arara
peringatan haul:

1. Mengadakan ziarah kubur dan tahlil


2. Menyediakan makanan atau hidangan dengan niat sedekah dari almarhum.
3. Membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dan memberikan nasihat agama, antara lain
dengan menceritakan kisah hidup dan kebaikan almarhum agar bisa diteladani.

KH Aziz Mashuri
Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang, mantan Ketua Umum Rabithah
Ma’ahid Islamiyah (RMI)
(Disarikan dari buku kumpulan hasil kesepakatan muktamar Jam’iyyah Ahlit
Thariqah Al-Mu’tabarah Nahdlatul Ulama 1957-2005)
Diposkan oleh admin jam 2/10/2009 02:12:00 AM 0 komentar
Kategori: Hukum
Menabur Bunga di Atas Makam
Menabur Bunga di Atas Makam

Setelah mayit atau jenasah dimasukkan ke liang lahat, dihadapkan ke arah kiblat, lalu
pocongnya dibuka dan sudah diadzani, lantas liang ditutup rata dengan tanah. Setelah
itu ditaburkan bunga di atasnya. Bunga tadi disiram air agar tidak cepat layu, namun
bukan ditujukan sesuatu yang berbau mistik.

Sebenarnya tidak harus bunga, pelepah atau ranting-ranting pun boleh, yang penting
masih basah atau segar. Hal ini senafas dengan ayat Al-Qur'an QS At-Taghabun ayat
1:

ِ ‫لْر‬
‫ض‬ َ ‫ت َو َما ِفي ْا‬
ِ ‫سمَوا‬
ّ ‫ل َما ِفي ال‬
ِّ ‫ح‬
ُ ‫سّب‬
َ ‫ُي‬

Bahwa Semua makhluk, termasuk hewan dan tumbuhan, bertasbih kepada Allah
SWT.

Akan tetapi, mengenai cara masing-masing membaca tasbih, hanya Allah saja yang
tahu. Dan terkait dengan tabur bunga tadi, dihimbau penabumya memilih bunga-
bunga yang masih segar agar bisa memberi “manfaat” bagi si mayit, sebab bunga-
bunga tadi akan bertasbih kepada Allah.

Hal ini berdasar pada, pertama penjelasan dari kitab Kasyifatus Syubhat hlm. 131:
Bahwa disunnahkan meletakkan pelepah daun yang masih hijau di atas kubur/makam
karea mengjkuti sunnah Nabi (hadits ini sanadnya shahih). Dijelaskan bahwa pelapah
seperti itu dapat meringankan beban si mayit berkat bacaan tasbihnya. Untuk
memperoleh tasbih yang sempurna, sebaiknya dipilih daun yang masih basah atau
segar.

Analog dengan meletakkan pelepah tadi ialah mencucurkan bunga atau sejenisnya.
Pelapah atau bunga yang masih segar tadi haram diambil karena menjadi hak si mayit.
Akan tetapi, kalau sudah kering, hukumnya boleh lantaran sudah bukan hak si mayit
lagi (sebab pelapah, bunga, atau sejenisnya tadi sudah tidak bisa bertasbih).

Dalil kedua yakni hadits Ibnu Hibban dari Abu Hurairah yang mengatakan: “Kami
berjalan bersama Nabi melewati dua makam, lalu beliau berdiri di atas makam itu,
kami pun ikut berdiri. Tiba-tiba beliau meyingsingkan lengan bajunya, kami pun
bertanya: ‘Ada apa ya Rasul?’”

“Beliau menjawab: ‘Apakah kau tidak mendengar?’ Kami menjawab heran: Tidak,
ada apa ya Nabi? Beliau pun menerangkan: ‘Dua lelaki sedang disiksa di dalam
kuburnya dengan siksa yang pedih dan hina.’ Kami pun bertanya lagi: Kenapa bisa
begitu ya RasuI? Beliau menjelaskan: ‘Yang satu, tidak bersih kalau membasuh bekas
kencing; dan satunya lagi suka mencaci orang lain dan suka mengadudomba.’

"Rasulullah lalu mengambil dua pelapah kurma, diletakkan di atas kubur dua lelaki
tadi. Kami kembali bertanya Apa gunanya ya Rasul? Beliau menjawab: ‘Gunanya
untuk meringankan siksa mereka berdua selagi masih basah.’” Demikian seperti
dijelaskan dalam kitab I’anatut Thalibin Juz II hlm 119.
Dalil ketiga: Para ulama menjadikan kasus Rasulullah menancapkan dua pelepah
kurma yang ditancapkan di alas dua kubur tadi dengan menanam pohon atau bunga,
sayang para ulama tidak menjelaskan caranya.

Akan tetapi, di dalam hadits shahih disebutkan: Rasulullah menancapkan di masing-


masing kuburan itu dan tetap memberi manfaat pada semua ruang. Maksudnya,
pelapah itu dapat ditancapkan di mana saja. Abd bin Humaid dalam Musnad-nya
mengatakan: Rasulullah menancapkan pelapah itu tepat di arah kepala si mayit dalam
kuburnya. Demikian penjelasan dalam kitab al-Fatawa al-Haditsiyah hal 196.

PENJELASAN TENTANG BUKU AMALAN HARIAN

Bismillahir rahmaanir rahiim

Allahumma shalli 'alaa Muhammadin wa 'alaa aali Muhammadin wa sallim

Surat al-Faatihah

Grandsyaikh Abdullah Fa'iz ad-Daghesani berkata, "Bila seseorang membaca al-


Faatihah, dia tidak akan meninggalkan dunia ini tanpa memperoleh Kenikmatan
Ilahiah yang tersembunyi di balik arti surat al-Faatihah yang membuatnya bisa
mencapai keadaan pasrah kepada Allah . Berkah yang Allah berikan bersama surat al-
Faatihah sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad tidak akan berhenti, dan akan
berlangsung selamanya, dengan orang yang membaca surat al-Faatihah. Hanya Allah
dan Rasulullah yang mengetahui banyaknya berkah yang terdapat dalam surat al-
Faatihah. Siapa pun yang membaca surat ini dengan niat untuk mendapatkan tajjali-
nya, dia akan mendapat stasiun yang tinggi dan peringkat yang baik. Sedangkan bagi
yang membacanya tanpa niat seperti itu, dia hanya mendapat Kenikmatan Ilahiah
yang umum. Surat ini memiliki maqamat (stasiun) yang tidak terhitung dan tidak
terbatas dalam pandangan Allah , Yang Maha Perkasa dan Mahaagung.

Ayat Amana-r-Rasul (Qs 2:285-286)

Siapa pun yang membaca ayat ini, akan mendapat peringkat yang tinggi dan stasiun
yang baik. Dia akan mendapat Keselamatan dari al-Aman (Yang Maha Memberi
Keamanan), dalam kehidupan di dunia dan kehidupan akhirat. Dia akan memasuki
Lingkaran Keamanan dalam Kehadirat Ilahi Yang Maha Tinggi dan Maha Perkasa,
dan dia akan mencapai semua stasiun dalam Thariqat Naqshbandi yang mulia. Dia
akan menjadi pewaris Rashasia Rasulullah dan para Awliya dan akan sampai stasiun
Bayazid al-Bistami , Imam thariqat, yang berkata, "Aku adalah Kebenaran (al-Haqq)"
Ini merupakan tajjali (manifestasi) yang luar biasa yang dimiliki oleh ayat ini, dan
juga ayat-ayat yang lain. Grandsyaikh Khalid al-Baghdadi , salah satu Imam thariqat
ini, menerima Panorama Spiritual dan Rahasia dari ayat ini, yang dengannya Allah
membuat beliau seorang yang istimewa di masanya.

Surat al-Insyirah (Qs 94)

Pada setiap huruf dan masing-masing ayat terdapat tajjali yang berbeda dengan ayat-
ayat pada surat lainnya. Siapa pun yang membaca sebuah ayat atau satu huruf al-
Qur'an, dia akan mendapat Kasih Ilahiah yang khusus dan bersifat khas terhadap ayat
atau huruf tersebut.

Jika seseorang membaca surat ini, dia akan menerima Kasih Ilahiah, tajjali dan
kebaikan. Siapa pun yang mengharapkan kebaikan tersebut, dia harus menjaga awrad
ini setiap hari bersama dengan kewajiban lainnya. Barulah dia akan mendapat
Kehidupan yang Sejati dan Kehidupan yang Abadi.

Stasiun dan Kasih Ilahiah yang terus-menerus ini adalah satu kesatuan dan tidak bisa
dipisahkan, jadi satu kekurangan dalam awrad secara otomatis akan mengurangi
banyaknya Kasih Ilahiah yang akan diterima. Sebagai contoh, jika kita ingin mencuci
tangan, kita bisa menunggu di depan keran sampai air keluar. Tetapi jika pipanya
tidak tersambung dengan baik, sehingga air tidak sampai ke keran, berapa pun
lamanya kita menunggu, air tidak akan pernah keluar. Jadi kita harus menjaga jangan
sampai terjadi kekurangan dalam dzikir kita sampai kita mendapat semua tajjali dan
Kasih Ilahiah.

Surat al-Ikhlash (Qs 112)

Siapa pun yang membacakan surat ini dengan sungguh-sungguh akan mendapat tajjali
dari dua Nama Allah , al-Ahad (Yang Maha Esa) dan as-Shamad (Yang Maha
Dibutuhkan). Siapa pun yang membacanya akan mendapat sebagian dari tajjali
tersebut.

Surat al-Falaq (Qs 113) dan an-Naas (Qs 114)

Realitas dari Rahasia dan Kesempurnaan yang menyeluruh (kamal) dari Kebesaran
Nama-Nama Allah dihubungkan dengan kedua surat ini. Karena keduanya menjadi
surat penutup al-Qur'an, keduanya terhubung dengan seluruh tajjali dan Kasih Ilahiah.
Melalui awrad ini, para guru thariqat Naqshbandi menjadi Samudra Pengetahuan dan
seorang yang ahli. Grandsyaikh Abdullah Fa'iz ad-Daghestani berkata, "Kalian
sekarang telah mencapai awalnya, di mana setiap ayat, huruf dan surat dalam al-
Qur'an mempunyai tajjali-nya masing-masing, yang tidak bertumpang tindih satu
sama lain." Untuk itu Rasulullah bersabda, "Aku telah meninggalkan tiga hal untuk
ummatku, kematian yang akan membuat mereka takut, mimpi yang benar yang akan
membawa berita gembira bagi mereka, dan al-Qur'an yang akan menjadi pedoman
bagi mereka." Melalui al-Qur'an Allah akan membuka pintu Kasih Ilahiah pada saat-
saat terakhir, sebagaimana ketika al-Qur'an diturunkan pada
masa

Rasulullah dan para sahabat, pada masa kalifah dan di masa para Awliya.

Awrad / Dzikir Harian

Awrad untuk tiga tingkatan murid ini harus dilakukan sekali dalam 24 jam bersama
dengan kewajiban lainnya sesuai dengan syari'ah Rasulullah . Semua yang dibawa
oleh beliau dapat ditemukan dalam awrad ini. Ini adalah cara bagi para hamba untuk
mencapai kunci kedekatan dengan Allah . Dengan awrad tersebut para Rasul, Anbiya
dan Awliya mencapai Sang Penciptanya dan melalui awrad ini pula kita dapat
mencapai seluruh stasiun dalam thariqat Naqshbandi yang mulia.

Para guru thariqat Naqshbandi mengatakan bahwa siapa pun yang menganggap
dirinya tergabung dalam salah satu dari 40 thariqat atau menjadi pengikut thariqat
Naqshbandi yang mulia tetapi tidak pernah melakukan khalwat walaupun sekali
seumur hidup, maka seharusnya orang itu malu untuk berhubungan dengan murid-
murid yang lain.

Grandsyaikh Syaikh 'Abdullah Fa'iz ad-Daghestani berkata, "Siapa pun yang hidup di
akhir zaman dan berharap untuk mendapat posisi yang tinggi dan terhormat serta
ingin mendapat apa yang didapatkan oleh orang yang berkhalwat dan melakukan
latihan-latihan spiritual (dzikir), maka dia harus mengerjakan awrad ini. Dengan
awrad ini, berarti kita telah meletakkan pondasi untuk stasiun yang lebih tinggi yang
akan dibangun di atasnya. Seorang murid harus menyadari bahwa jika dia gagal
mencapai posisi yang tinggi dan terhormat di dunia ini karena kurang berusaha, maka
seharusnya dia tidak terpisah dari dunia ini, tetapi Syaikh membuat dia dapat
mencapainya dan mendapatkan stasiunnya baik selama dia hidup atau pada saat 7
nafas terakhir menjelang kematiannya. "

"Jika seorang melakukan awrad (dzikir) ini tetapi kemudian melakukan tindakan yang
tidak pantas, berarti dia bagaikan membangun rumah di tepi karang yang terjal,
kemudian rumahnya itu jatuh sehingga hancur berantakan. Jadi kita harus selalu
waspada dan awas terhadap segala tindakan kita, menimbangnya dengan cermat
apakah tindakan tersebut halal atau haram, atau apakah Allah akan marah terhadap
tindakan tersebut atau tidak. Kita juga harus mengetahui bahwa segala hal yang haram
akan melemahkan pondasi kita. Oleh karena itu kita harus berpikir sebelum
melakukan sesuatu. Rasulullah bersabda, "Satu jam berpikir (kontemplasi) lebih baik
dari 70 tahun beribadah." Kita harus bisa melakukan segala aktivitas kita dengan cara
yang benar, tanpa ada intervensi dari sesuatu yang diharamkan."

"Dalam kehidupan ini, Allah telah membagi hari ke dalam 3 bagian, 8 jam untuk
beribadah, 8 jam untuk bekerja, dan 8 jam untuk tidur. Seseorang yang tidak
menerima dan mengikuti pembagian energi ini akan menjadi contoh yang tepat bagi
hadits yang berbunyi, 'Barang siapa yang kehidupannya kacau, dia juga akan
mengalami kekacauan di neraka.' Siapa yang hanya mengikuti kemauannya tidak akan
mencapai kemajuan dan siapa yang ingin mencapai stasiun yang tinggi dan terhormat
sebagaimana yang berusaha didapatkan oleh generasi sebelumnya dengan berkhalwat,
maka dia harus mengingat Allah setiap saat."

Grandsyaikh melanjutkan, "Mereka yang membaca awrad secara rutin akan mendapat
air dari Kehidupan yang Sejati, yang dengan air itu dia akan melakukan pembersihan
diri. Dia akan mandi di dalamnya dan akan meminumnya, dengan jalan itu dia akan
mencapai tujuannya. Ada orang yang mengaku telah mengikuti thariqat selama 30
tahun, tetapi dia belum bisa melihat sesuatu dan tidak mendapat sesuatu yang
istimewa. Jawaban bagi orang itu adalah melihat kembali ke belakang, berapa banyak
kekurangan yang telah dilakukannya?

Pada saat kalian mengetahui kekurangan tersebut, segeralah hindari hal tersebut,
dengan demikian kalian akan mencapai Allah . Ketika murid meninggalkan tugas
harian (wazifa) yang diperintahkan oleh Syaikhnya, maka dia akan terhambat dalam
mencapai kemajuan dan dia tidak akan mampu mencapai satu stasiun apa pun yang
telah dicapai sebelumnya. Tidak ada Nabi yang mencapai kenabiannya atau tidak
seorang pun Wali yang mencapai kewaliannya, dan tidak ada seorang Mukmin yang
mencapai tahapan keimanan tanpa menggunakan waktunya untuk melakukan dzikir
harian."

Raihlah Kemuliaan Tanpa Akhir


Mawlana Syaikh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS

A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim


Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina
Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin

Pada umumnya orang berpikir bahwa kemuliaan diperoleh karena memiliki uang yang
lebih banyak. Atau karena memiliki lebih banyak perhiasan, pesawat terbang, pabrik,
tanah, perusahaan atau gedung-gedung. Atau mereka mengira bahwa kemuliaan
diperoleh karena menjadi seorang pejabat. Tingkat tertinggi bagi mereka adalah
dengan menjadi presiden, perdana menteri atau jenderal. Dan mungkin berhasil kalian
raih ketika kalian sudah hampir tiba di akhir hayat kalian, atau ketika kalian sudah
menghabiskan hampir seluruh tenaga dan harapan kalian. Artinya, pada saat itu kalian
telah menjalani hampir seluruh hidup kalian.

Orang biasanya paling menikmati hidup ketika mereka masih muda. Dan mungkin
seseorang bisa mencapai kemuliaan yang tinggi dalam hidupnya, tetapi kondisi
fisiknya sudah mencapai titik terendah, atau di bawah itu!

Seperti seseorang yang memiliki gigi, bisa makan kacang. Tetapi apa artinya jika ia
diberi kacang setelah seluruh giginya rontok!?

Orang biasanya menerima kemuliaan duniawi ketika usianya sudah senja, dan
perasaannya sudah tidak seperti dulu.

Kemuliaan di bidang materi itu mungkin diraih pada usia di mana kalian sudah tidak
bisa menikmatinya lagi, seperti saat kalian mendambakannya pada masa muda kalian.

Kebanyakan orang dengan bodohnya berlari mengejar kemuliaan ini, yang sering sulit
digapai, kemudian hidup mereka berakhir! Dan ketika mati, tidak ada lagi kemuliaan
bagi mereka. Habis! Ia mencoba memperoleh kemuliaan dari hidup ini dan sekarang
telah berakhir!

Kalian seharusnya mencari kemuliaan yang akan menyertai kalian selamanya. Abadi
dan tanpa akhir.

Jangan biarkan kesempatan itu hilang!

Terserah pada kalian. Kalian bisa berlari mengambil lebih banyak dari dunia ini,
tetapi tak lama kemudian, kalian akan menuju ke tempat yang gelap di kuburan.

Kalian ingin memperoleh kenikmatan di dunia ini, tetapi kenikmatan yang


sesungguhnya berasal dari Allah SWT, dan hati kita diciptakan untuk berkah-Nya
yang tanpa akhir.

Wa min Allah at tawfiq.


Diposkan oleh admin jam 2/08/2009 01:24:00 AM 0 komentar
Kategori: tasawwuf
Tipuan Hawa Nafsu
Tipuan Hawa Nafsu

Bersumber dari Mawlana Syaikh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani Q

A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim


Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina
Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin

Seseorang mungkin tinggal di rumah yang besar dengan perabotan yang indah. Ia
mungkin memiliki perhiasan, emas dan mobil yang banyak. Tetapi merasa bahwa
semua ini akan membuatnya bahagia hanyalah imajinasi saja, bukan kenyataan.

Seseorang mungkin pergi ke kafe, duduk sebentar, minum secangkir teh dan pergi.
Yang lain punya kesempatan untuk pergi ke tempat yang lebih mahal, dengan lebih
banyak hal-hal menarik yang bisa dinikmati. Dua keadaan tersebut sangat berbeda.
Yang kaya membawa beban. Orang yang pertama membayar 50 sen (cukup
untuknya). Yang kaya membayar 50 pound, 100 atau 500 pound dan itu akan jadi
beban baginya, karena: Beban yang dibawa seseorang tergantung seberapa banyak ia
memuaskan hawa nafsu fisiknya.

Yang dilakukan oleh beban terhadap seseorang ibarat penggilingan terhadap gandum
(beban akan menggiling orang). Keserakahan akan berujung pada ketidakbahagiaan.

Para rasul dan penerus mereka, para awliya, memberi nasihat agar orang-orang hidup
sederhana, dengan kehidupan yang mudah dan beban yang ringan.

Seperti orang yang bepergian tanpa membawa koper-koper. Saat turun dari pesawat ia
bisa langsung keluar bandara. Tetapi orang yang membawa koper-koper yang berat,
akan kerepotan.

Apakah penderitaan manusia ini?

Orang yang baik akan berbuat kebaikan untuk dirinya, orang yang jahat hanya akan
menyusahkan dirinya.

Wa min Allah at tawfiq.


Diposkan oleh admin jam 2/08/2009 01:23:00 AM 0 komentar
Kategori: tasawwuf
PROFIL MAWLANA SYAIKH HISYAM KABBANI as-Sayyid
PROFIL MAWLANA SYAIKH HISYAM KABBANI as-Sayyid

Shaykh Muhammad Hisham Kabbani adalah seorang Ulama Ahl-sunnah wal jama'ah
dengan wawasan dan pengalaman luas, serta memiliki pengaruh dakwah yang
signifikan baik di temp at asalnya Beirut, dan Internasional. Beliau adalah keturunan
Nabi Muhammad SAW baik dari jalur Ayah ataupun Ibunya.

Latar belakang pendidikan beliau: diawali dengan bidang Kimia di American


University. of Beirut, selanjutnya melanjutkan studi dalam bidang kedokteran
specialis anak di UniversitY 'of Louvain, Belgia, semua diselesaikan dalam waktu
yang singkat. Sehingga beliau sempat menyelesaikan gelar pula dalam bidang
Syari'ah Islam dari AI Azhar University, Damascus, Syria hingga ke tingkat
Masterate.

Dalam bidang Tasawwuf ilmu Tafsir Qur'an, dan Ma'rifah beliau dibimbing oleh
Grand Shaykh Abdullah Faiz Ad-Daghestani dan Shaykh Muhammad Nazim Adil
Haqqani selama kurang lebih tiga puluh tahun. Dalam bidang bahasa, terutama
beberapa dialek Arab, beliau menguasai secara aktif, misalnya Turki, Perancis,
Inggris, Belanda, Urdu.

Beliau sempat cukup lama tinggal di Arab Saudi sebagai Manajer dan dokter specialis
pada beberapa rumah sakit di Jeddah dan Madinah; bersamaan dengan hal tersebut
beliau banyak belajar dari para Imam dan Mursyid Thariqah baik di Madinah atau
Makkah. Atas perintah Shaykh Muhammad Nazim Adil Haqqani beliau telah
menyelesaikan beberapa khalwat bervariasi diantara empat puluh hari hingga enam
bulan. Diantaranya dilakukan di Madinah dekat Masjid Nabi Muhammad saw serta di
Yaman dan Jordania.

Pada tahun 1991 atas perintah Shaykh Muhammad Nazim Haqqani, Shaykh
Muhammad Hisham Kabbani melangkahkan kakinya untuk memulai dakwah di
benua Amerika. Pada saat itu beliau memulai di California bertujuan untuk
menyebarluaskan ajaran Islam sebagai dicontohkan Nabi Muhammad saw dan para
sahabat. Sejak saat itu pula beliau ditasbihkan sebagai khalifah Shaykh Nazim Adil
Haqqani An-Naqshbandi di benua Amerika. Alhamdulillah wa syukurilliih, hingga
saat ini 40.000 non muslim di Amerika dan sekitarnya telah disyahadatkan oleh
beliau, dibimbing melaksanakan Rukun Islam (syari'ah), dalam hal spiritual (Iman &
Ikhsan) menjadi salik Thariqah Naqshbandi alHaqqani.

Shaykh Hisham Kabbani aktif memberikan ceramah, dan hadir di banyak konferensi
dalam usaha perjalanan dakwah beliau selama ini. Tempat-tempat yang banyak beliau
kunjungi adalah Universitas dengan melaksanakan diskusi ilmiah Islam atau dialog
interfaith, misalnya di UC Berkeley, McGill University, UCLA, University of
Stanford, Harvard, University of Toronto, Howard University, University of
Montreal, Universityof Chicago, SUNY, UC San Diego, dan lain sebagainya.

Sampai tahun 1998 telah banyak pusat-pusat Suluk/ zawiyyah (retreat centers)
didirikan di Amerika, misalnya di California (L.A, San Fransisco, San Jose,
Hollywood, Beverly Hills, Los Altos, Oakland), Toronto, New York, Michigan, dan
Washington, D.C. Pusat-pusat dakwah, mushola, dan zawiyyah didirikan di lokasi-
Iokasi yang beliau rasakan diperlukannya proses dakwah spiritual Islam secara
kontinu dan terbimbing.

Beberapa posisi yang beliau duduki saat ini di Amerika antara lain : 1. Islamic
Supreme Council of America Chairman 2. The Muslim Magazine, President 3. As
Sunnah Foundation of America, Chairman 4. Unity One, sebuah organisasi ditujukan
untuk perdamaian antar gank di Amerika, Advisor 5. Human Rights Council, USA,
Advisor 6. American Islamic Association of Mental Health Providers, Advisor 7.
Office of Religious Persecution, U.S Department of State, Advisor

Beberapa publikasi yang telah beredar secara Internasional antara lain :


1. Naqshbandi Sufi Way - The Story of The Golden Chain
2. Angles Unveiled
3. Pearls & Coral, Volume I & II
4. Encyclopedia of Islamic Doctrine and Beliefs (7 volumes, 1,500 pages)
5. The Permissibility of Mawlid
6. 'Salafi' Unveiled, dll
7. Approaching to Armageddon

April tahun 1997 beliau untuk pertama kalinya mengunjungi Indonesia. Kunjungan
ke-dua dan 'ke-tiga dilaksanakan pada tahun 1998 dan 2000. Alhamdulillah wa
syukrillah, perjalanan dakwah beliau di Indonesia berjalan dengan baik dan mulus
ditandai dengan didirikannya Zawiyyah Naqshbandi Haqqani pertama kalinya di
wilayah Kampung Melayu, Jakarta beberapa tempat tersebar untuk diadakannya zikir
khatam kwajagan dua kali seminggu seiring bertambahnya jama'ah dan murid beliau.

Yayasan Haqqani Indonesia telah didirikan sejak tahun 2000 sebagai cabang Haqqani
Foundation International yang sudah tersebar di beberapa negara. Yayasan
mempunyai fungsi sebagai payung kegiatan yang bersifat spiritual dan non-spiritual.
Sampai saat ini murid beliau tersebar di Bandung, Jakarta, Cililin, Nagrek, dan
Pekalongan. Puluhan ribu santri beserta para pimpinan Pondok Pesantren di Cililin
(AI-Bidayah), Nagrek/Cicalengka (AI Falah), dan Wonopringgo, Pekalongan (At
Taufiqy) menyerahkan bai'at Thariqah Naqshbandi al-Haqqani kepada beliau, atas
nama Shaykh Muhammad Nazim Adil Haqqani An-Naqshbandi.
Diposkan oleh admin jam 2/08/2009 01:20:00 AM 0 komentar
Kategori: Tokoh
*Temukan Sumber Awet Muda - Manfaat dari Menjaga Lidah dengan Zikrullah*
*Temukan Sumber Awet Muda - Manfaat dari Menjaga Lidah dengan Zikrullah*

Fenton, Michigan-Amerika Serikat


Mawlana Syaikh Muhammad Hisham Kabbani ( Suhaba Hari Sabtu Tanggal 13
September 2008)

*SubhanAllah, idzaa zulzilat al-ardhu zilzaalahaa* dan apa yang ada di


dalam bumi dikeluarkan.

Di Indonesia, mereka sedang mencari minyak bumi. Mereka membor 300


meter ke bawah tanah hingga membentur lapisan bumi berisi lumpur
mendidih. Dan selama 2 tahun sampai hari ini, tempat itu memuntahkan
lumpur panas yang menggenangi desa-desa. Sudah 2 tahun tidak berhenti.
Lima ratus ribu dolar Amerika kerugiannya dalam sehari.

Jadi, saat Allah SWT berfirman, "*wa akhrajatil ardhu atsqaalahaa* ,"
lumpur naik ke atas dan menenggelamkan semua desa.

Ketika kami bersama Mawlana Syaikh di Jepang, kami bertemu seorang


laki-laki. Dia punya kartu nama. Dikartu namanya itu tertulis *laa
ilaaha illa-Allah Muhammadan Rasulullah* dan "Bacalah ini, Anda akan
masuk surga". Dia berkata, "Inilah tugas saya." Siapapun yang
membacanya, maka mendapatkannya.

Jadi, buatlah kupon rumah makan – memberikan diskon 10% pada semua
orang yang punya kupon itu. Beritahukan kepada mereka untuk membacanya
(*Laa ilaaha illa Allah*) kemudian berilah diskon.

*A'udzu billah min ash-shaytan ir-rajiim


Bismillahir- Rahmanir- Rahim

Nawaytu'l-arba` in, nawaytu'l-`itikaaf, nawaytu'l-khalwah,


nawaytu'l-riyaada, nawaytu's-suluk, nawaytu'l-`uzlah lillahi ta`ala
fii hadza'l-masjid
*
Itu artinya, jika hati secara istiqamah terus menerus dalam keadaan
zikrullah dan tidak ada apapun yang dapat mengalihkan perhatiannya,
sehingga hatimu selalu terjaga dengan zikrullah, *abwab ul-ma`rifah* ,
pintu ma`rifah mulai terbuka dan begitu juga 6 Haqiqat kepada kalian.
Sebagaimana yang sudah kami jelaskan pada pertemuan sebelumnya.
Konsistenlah dalam cinta kepada Allah SWT dan Sayyidina Muhammad SAW.
Jadi, orang-orang mungkin bertanya apakah definisi dari cinta. Karena
ada mereka yang tidak mau menerima definisi cinta kecuali yang
didefinisikan budaya barat.

Apakah cinta itu? Cinta sangatlah sederhana. Yakni, mencintai segala


sesuatu bagi Akhirat karena Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan membenci
segala sesuatu yang diperuntukkan bagi dunya, demi kepentingan Allah
SWT dan Rasul-Nya. Artinya, jika kalian mencintai anak kalian, maka
kalian harus mencintainya karena Allah SWT. Jika mencintai istri
kalian, maka cintailah karena Allah SWT. Jika mencintai sesuatu yang
kalian miliki, maka cintailah karena Allah SWT, cinta itu harus ada di
Jalan Allah SWT.

Jadi, jika hati selalu berada dijalur yang lurus maka Allah SWT
membukakan keenam haqiqat ke hati kalian.

Jadi, sepanjang waktu kami menjelaskan. Namun yang kita butuhkan


adalah praktek. Seperti dokter. Tanpa melakukan 3 tahun latihan, para
dokter tidak akan didatangi satu pasienpun. Jika kita tidak melatih
apa yang kita pelajari, maka saya rasa kita hanya membuang-buang
waktu.

Namun* alhamdulillah* kita dapat melihat apa yang orang-orang praktekkan


meski pada basis yang minimal. Mereka mempraktekkan dengan
menyeberangi lautan (untuk datang kesini) karena cinta yang dibukakan
kepada mereka. Apakah dari cinta kepada dunya? Sehingga mereka datang
untuk mendengar dan belajar, mengendarai mobil selama berjam-jam,
untuk apa semua itu? Untuk sebuah sebab yang sejati. Jika didalam hati
mereka tidak ada cinta kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW serta
Syaikh kita, mengapa mereka datang mengemudikan kendaraannya
bermil-mil ke...

Ini menunjukkan bahwa kita berada dijalur yang benar. Kita harus tetap
berada dijalur ini kemudian Allah SWT akan membukakan ma`rifah kepada
kalian. Saat ma`rifah dibuka, maka *`ilm* datang.

*Fa wajadaa 'abdam min 'ibaadinaa aatainaahu rahmatan min 'indinaa wa


'allamnaahu mil ladunnaa 'ilmaa* - Lalu mereka bertemu dengan seorang
hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya
rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari
sisi Kami. [Al Kahfi (18):65]

Mengapa Dia mengajarkan pengetahuan surgawi-Nya? Karena beliau


menemukan sumber awet muda. Mengapa Dia mengajari Sayyidina Khidr?
Karena Sayyidina Khidr mencari dan mencari sumber tersebut. Apakah
kita punya sebuah sumber untuk diri kita? Ya, kita punya sebuah
sumber. Namun kita belajar dari sumber itu dari waktu ke waktu. Tapi
tidak terus menerus.

Kita punya sumber, Allah Maha Kuasa akan menjadikan hatimu sebuah
sumber. *Qalb al-mu'min bayt ar-rabb*- hati orang beriman adalah Rumah
Tuhan. Rumah Allah tidak akan menjadi kosong, tapi akan menjadi penuh.

Jadi, ingatlah Allah (zikrullah) sebagaimana Rasulullah SAW ucapkan,


"Jagalah lidahmu dengan zikrullah. *Ija`l lisanak ratban bi zikrullah*".
Jadi, zikrullah adalah satu-satunya yang akan membawa kalian ke sumber
sejati yang akan menempatkan pengetahuan ke dalam hatimu.

Ma`rifah dalam bahasa Arab artinya "untuk mengetahui sesuatu, *'Ilm


*yang lebih tinggi. Ma`rifah lebih tinggi. Ketika tahu sesuatu, maka
kalian mulai menyelidiki dan kemudian Allah SWT akan mengirimkan *'ilm
*pada kalian.

Begini, banyak orang di basement rumahnya… [adzan berkumandang] Allahu


Akbar. Banyak orang mempunyai sistem alarm di basement, jika ada
banjir maka alarm akan berbunyi memberikan peringatan. Atau kalau ada
kebakaran, alarm akan segera berbunyi. Api, api, api. Banjir, banjir,
banjir. Kita harus menaruh sebuah alarm di hati kita. Yang akan
memberi peringatan jika kita tidak berada dijalur yang benar.

Hati-hati kalau alarm berbunyi, artinya setan ada disana. Apakah alarm
tersebut? Itulah zikrullah. Ketika kita melakukan zikir dengan
dizaharkan atau disuarakan, maka segera alarm akan datang. Suara-suara
tidak setuju bermunculan, kemudian dengan segera hatimu mengingatkan untuk
ber-zikrullah. Lalu terserah kalian apakah akan membuka pintu bagi
pengacau atau tidak.

Jangan berusaha mencari-cari alasan, "Oh aku sudah melakukan ini atau
aku sudah melakukan itu dan aku tidak tahu apa-apa." Semua orang tahu
berdasarkan pada pikirannya mana yang baik dan tidak baik. Jangan
berkata, "Aku tidak tahu." Kalian tahu, *fa alhamaha fujuuraha*. Tapi
ucapkan, "Aku memang melakukannya, semoga Allah mengampuniku! "

Jadi ma`rifah lebih tinggi - itu akan membawa kalian lebih tinggi.
Bersungguh-sungguhl ah dan Allah SWT akan mengajari kalian. Apalagi hal
yang lebih baik yang kalian inginkan? Apakah ingin seseorang mengajari
kalian? Jika Allah SWT berfirman, "Bersungguh- sungguhlah dan Aku akan
mengajarimu, " kalian harusnya sangat senang. Kalian akan menemukan
guru seperti itu.

Ketika kalian memuat iklan dikoran dan ingin mendapat seseorang


bergelar Ph.D, maka kalian akan memilih yang terbaik bukan?

Jadi, Allah SWT berfirman, "Aku akan mengajarimu. Tapi kau harus
bersungguh-sungguh. "

Ada lubang-lubang peluru yang harus kita bersihkan dalam pikiran kita.

Allah SWT adalah Maha Guru. Ketika Allah SWT mengutus Sayyidina Khidr
untuk memperlihatkan kepada Sayyidina Musa beberapa pengalaman yang
dilakukannya kepada orang-orang, kemudian malah Sayyidina Musa tidak
sanggup bersabar … "*innaka lan tastati` maya sabra*". Itu untuk seorang
nabi.

Tapi di zaman Ummat Sayyidina Muhammad SAW, kitalah ummmatan marhuma -


Allah memberkahi ummat Muhammad dengan rahmat. Allah SWT berfirman,
"Aku akan menjadi gurumu. Bersungguh-sungguhl ah dan Aku akan
mengajarimu. "

Apa yang akan Allah SWT ajarkan? Allah SWT akan mengajarkan sesuatu
yang tidak seorang pun bisa ajarkan. Dia tidak akan duduk seperti itu
dan mengajar kalian. *Laa tadrikahu al-absaar -* ada suatu cara untuk
dapat melihat Dia. Namun Allah SWT akan memberi inspirasi kepada
kalian, mengirimkan inspirasi ke hati kalian dan menjadikannya seperti
sebuah sumber; kalian mampu bicara dan bicara dan bicara dan orang
mendengarkan serta mengambil hikmah dari kalian.

Grandsyaikh Maulana Syaikh Abdullah Daghestani, semoga Allah merahmati


jiwa beliau, tidak pernah membuka sebuah buku. Beliau tidak belajar.
Tapi dari hari ketika beliau dilahirkan oleh ibunya, mata hati beliau
terbuka. Grandsyaikh tidak membutuhkan seorang pun untuk mengajarinya,
beliau mengambil dari Sayyidina Muhammad SAW. Kalian akan terkejut
saat beliau masih hidup, para ulama datang untuk mendengarkan
ceramah-ceramah yang disampaikannnya. Dalam majelis Grandsyaikh ada
100, 50, 70 orang ulama datang untuk mendengarkan.

Para ulama tersebut dari ulama Syari'ah dan ulama yang mempelajari
Islam. Saat Grandsyaikh bicara memberikan ajaran-ajaran, mereka
menemukan jawaban atas pertanyaan mereka. Salah satu dari mereka
adalah pamanku; dia adalah pimpinan seluruh ulama diwilayah tersebut.

Satu waktu, kami membawa paman menghadap Grandsyaikh setelah berbagai


upaya. Paman selalu menolak, karena dia merasa dirinya ulama. Paman
berkata, "Aku tahu lebih banyak dari semua orang, mengapa aku harus
mengunjunginya? " Itulah kesombongan. Jadi sebagai seorang ulama dan
mereka biasa memanggil pamanku dengan sebutan 'allama, yang artinya
"orang yang mengetahui banyak hal dari setiap pengetahuan. " Segala
sesuatu yang kalian tanyakan, pasti dia tahu.

Dua tahun yang lalu, saya sedang di Lebanon. Dan saya bertemu dengan
salah satu imam tertinggi, Mitron Khidr, dia sangat terkenal. Dia
kenal pamanku dan ketika saya menyebutkan nama pamanku dia berkata,
"Aku akan menceritakan sesuatu kepada anda." Ada istri Perdana Menteri
dan seluruh komunitas elit. Dan saua memberitahunya sebuah cerita
mengenai pamanku yang terjadi kepadaku.

Apakah kalian senang mendengar cerita?

Saya masih muda waktu itu dan akan menghadapi ujian akhir sejarah.
Saat itu saya masih SMA. Hari terakhir adalah ujian sejarah. Pelajaran
itu sangat susah dan bukunya banyak sekali. Saya menghampiri paman dan
dia bertanya, "Ada apa?" Saya menjawab, "Saya akan menghadapi ujian
akhir dan banyak buku yang harus dibaca." Kemudian pamanku berkata,
"Biarkan aku melakukan sholat* istikharah* dan lihatlah jenis pertanyaan
apa saja yang akan dikeluarkan untuk ujian."

Ada ribuan pertanyaan yang mungkin dipakai untuk ujian, bukan hanya
satu. Paman membuka sebuah buku, dia punya sebuah buku tapi bukan buku
sihir. Itu merupakan salah satu buku terkenal di perpustakaan Islam.
Paman punya satu salinannya yang umurnya sudah sangat tua, sebuah
manuskrip. Paman berkata, "Aku akan melakukan sholat* istikharah* dan
hasilnya akan aku beritahukan padamu." Aku berpikir, "Apa maksud
paman?!"

Paman membuka buku itu. Dia tidak tahu sejarah apa yang akan diujikan
esok hari dan dia memberitahuku -setelah dia membuka dan membaca
buku-, "Ujian yang besok akan kau hadapi adalah sebuah pertanyaan
mengenai Sulaiman al-Qanuni [yang Terindah] seorang kaisar dari
dinasti Utsmani dan penguji akan menanyakan kepadamu mengenai sejarah
hidupnya."

Saya percaya pada paman. Kemudian saya pergi dan mempelajari soal itu
sebaik-baiknya dan kami pun pergi ke kelas. Dan saya memberitahu
seorang teman, yang lain memberitahu yang lain dan desas-desus ini
menyebar ke seluruh kelas. Sampai pula ke telinga guru. Dan pada ujian
sejarah adalah 15 halaman mengenai Sulaiman al-Qanuni. Jadi, mereka
menyangka bahwa aku telah mencuri soal ujian dari tempat penyimpanan.
Pak Guru menuduh dan saya menjawab, "Tidak! Ini ceritaku."

Guru itu adalah seorang mahasiswa PhD yang sedang menulis thesisnya.
Saya berkata, "Tidak, pamanku yang mengatakannya. Saya tidak tahu
kalau Anda memberi soal ujian mengenai Sulaiman al-Qanuni." Jadi, dia
pun berkata, "Baiklah, aku akan menulis pertanyaan dikertas-kertas
kecil, dilipat dan dibungkus. Lalu dimasukkan ke dalam kendi. Semuanya
ambil satu kertas dan jawablah pertanyaan yang tertera didalamnya."

Jadi, dia membuat satu per satu pertanyaan, ada 200 pertanyaan. Dia
punya 60-70 orang murid sehingga dia membuat banyak ekstra kertas.
Kemudian tiba giliranku dan saya mengambil satu kertas. Kertas itu
berisi sebuah pertanyaan mengenai Sulaiman al-Qanuni.

Guru itu tidak punya pilihan lain kecuali membiarkan aku menjawab
pertanyaan yang ada. Jadi, aku mendapat nilai A+.

Setelah ujian, dia menyuruhku, "Jangan pulang dulu setelah kelas


selesai." Saya menunggu dan beliaupun menghampiriku seraya bertanya,
"Aku ini mahasiswa PhD dan sebentar lagi akan menghadapi ujian.
Dapatkah pamanmu memberitahuku jawaban ujian?"

Lalu guruku itu pergi bersamaku ke tempat paman. Dan pamanku sangat
ahli dalam bahasa Arab dan dia menyukai ini.

Paman melakukan *istikharah. * Dan paman memberikan 3 buah pertanyaan yang


dia perlukan untuk lulus dari ujian. Setelah saya selesai bercerita,
Mitron (sang uskup) memberitahuku sebuah cerita tentang pamanku.
Katanya:

Suatu kali aku pergi dan kami mendiskusikan sebuah kata dalam bahasa
Arab. Kata yang tidak pernah terpikir oleh seorang pun. Kata ini
sangat dalam maknanya tata bahasa Arab. Bagaimana mereka menggunakan
kata itu digunakan antar suku dizaman sebelum Rasulullah SAW diutus.
Jadi, aku memberikan pamanmu jawabannya, dia juga memberikan jawaban.
Dan aku tahu bahwa jawabannya benar dan jawabanku mungkin hanya
setengahnya yang benar. Akhirnya, dia marah padaku. Dia berkata,
"Dengar, tidak ada lagi argumentasi! " Pamanku punya sebuah
perpustakaan seperti masjid ini dan semua temboknya dijejali
buku-buku. Dan paman duduk dilantai perpustakaan -tidak pernah disofa-
ditemani secangkir teh didepannya.
Dia berkata, "Uskup besar, masuklah. Aku tidak bisa berdiri. Pergi dan
hitunglah 25 buah lemari buku yang ada dan pergilah ke lemari buku
ke-25. Disana ada 6, 7 lapis buku dan ambillah yang ke-15, halaman
552, dan baris 27. Kau akan melihat apa yang aku beritahukan padamu.
Sang uskup besar pergi dan menemukannya.

Jadi, hal itu terlintas dipikiran. Bagaimana paman mengingat buku itu
yang ada dilemari yang mana, lapisan ke berapa, halaman dan baris ke
berapa?

Jadi, uskup mengambil buku dan menemukan halaman dan baris yang
dimaksud. Dibuku itu tertera, apa yang sebelumnya paman katakan.

Kami membicarakan mengenai *`ilm*. Kalian tidak butuh seorang guru.


Allah SWT memberimu sesuatu yang tidak Dia berikan kepada yang lain.
Itulah mengapa dalam hadist Rasulullah SAW, "Hamba-Ku terus berusaha
mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan ibadah* nawafil,* sehingga
Aku pun mencintainya. Apabila ia telah Aku cintai, Aku menjadi
pendengarannya yang dengan Aku ia mendengar, (Aku menjadi)
penglihatannya yang dengan Aku ia melihat, (Aku menjadi) tangannya
yang dengan Aku ia keras memukul, dan (Aku menjadi) kakinya yang
dengan Aku ia berjalan. Jika ia memohon kepadaku-Ku, sungguh, akan Aku
beri dia, dan jika ia memohon perlindungan- Ku, Aku benar-benar akan
melindunginya. [1]

Jadi, kami mendorong paman agar menemui Grandsyaikh. Dan akhirnya


paman setuju. Kami menyetir selama 3 jam dari Beirut ke Damaskus.
Paman tidak senang pergi bepergian, paman tidak pernah meninggalkan
bantal alas duduknya. Paman selalu ada dilantai dengan buku-buku dan
tehnya.

Pada umur 5 tahun, paman sudah menghafal seluruh Kitab Suci al Qur'an
di Mesir. Pada umur 7 tahun, paman duduk didalam ban truk dan meluncur
dari bukit. Mereka datang dan bertanya fatwa kepada paman. Paman
berkata, "Biasanya aku sedang duduk/meluncur dalam ban."

Jadi paman pergi bersama kami, dia tidak berkata apa-apa dan hanya
menggumam. Sampai kami tiba -dan kami tidak memberitahu paman bahwa
ada lereng yang harus didaki- dan paman pun menggumam sepanjang jalan.
Dan Grandsyaikh sedang menunggu didepan pintu meskipun kami tidak
memberitahu beliau akan berkunjung dan membawa paman. Dan kami semua
berjumlah 5 orang. Grandsyaikh memeluk paman dan berkata, "Masuklah." Dan
kemudian Grandsyaikh membuka sebuah sohbet dan bicara selama 3 jam.
Ketika paman datang bersama kami, paman menggumam. Ketika kami
menyetir, paman menggumam. Saat berjalan, paman menggumam. Namun
ketika Grandsyaikh mulai bicara, paman berhenti menggumam. Paman
terkesima. Ketika Grandsyaikh selesai bicara, paman mendatangi dan
mencium tangan Mawlana. Seorang ulama seperti itu, memeluk dan mencium
tangan seorang syaikh -itu sangat berarti.
Kemudian Grandsyaikh menawarkan makanan dan berkata, "Kau tidak bisa
pergi." Paman makan dan kemudian saat kami hendak pulang, paman
mencium kaki dan tangan Grandsyaikh. Untuk ulama saat ini, mencium
kaki adalah masalah besar, mereka sebut itu bid'ah. Begitu juga untuk
pamanku, mencium kaki itu adalah masalah yang sangat besar.

Jadi, paman berkata dalam perjalanan kembali ke Beirut, "Aku sudah


membaca ribuan buku." Dan hati paman bagaikan sebuah mesin fotokopi,
apapun yang paman baca, paman mengingatnya.

Paman melanjutkan, "Ada 7 buah pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh
ulama Muslim dimasa lalu. Aku menaruh pertanyaan ini dipikiranku bahwa
itulah yang akan aku tanyakan kepada beliau dan untuk memojokkan
beliau agar memperlihatkan bahwa aku lebih tahu darinya."

"Dan saat aku datang, beliau mulai bicara dan tidak memberikan aku
kesempatan untuk bertanya. Dan beliau membawa jawaban atas ketujuh
pertanyaan dalam pembicaraannya dan memberikan jawaban untuk
pertanyaan itu seakan-akan tidak ada artinya bagi beliau." Paman
meneruskan, "Pada tiap kata yang beliau sampaikan kepadaku, aku dapat
menulis sebuah buku. Aku tidak akan pernah bisa menjadi seperti
beliau."

Ketika Allah SWT hendak memberikan 'ilm, ma'rifah, Dia memberi. Hal
itu tidak datang dengan belajar. Kalian memperoleh sesuatu namun
terbatas. Namun kalian harus belajar, sebagaimana perintah pertama
dalam Qur'an yaitu "Iqra!" Dan Rasulullah SAW pernah berkata,
"Timbalah ilmu hingga ke negeri Cina." Hal ini mempunyai 2 makna.
Timbalah ilmu dimanapun kau bisa menemukan ilmu. Dan makna lainnya
adalah: carilah ilmu dan teruslah mencari; bahkan bila perjalanan yang
ditempuh begitu jauh, janganlah lelah. Carilah cinta Allah SWT,
carilah cinta Rasulullah SAW. Carilah cinta Awliyaullah. Jangan
berkata, "Ini terlalu banyak. Aku tidak bisa menampungnya. Terlalu
banyak masalah. Terlalu banyak kesulitan."

Tentu saja ada banyak kesulitan. Kalian hidup di kehidupan yang penuh
dengan kesulitan.

Apakah Sayyidina 'Isa tidak berada dalam kesulitan? Apakah Sayyidina


Musa tidak berada dalam kesulitan? Apakah Sayyidina Muhammad SAW tidak
berada dalam kesulitan? Ya, Rasulullah SAW bersabda, "Akulah Nabi yang
paling disiksa oleh sukunya sendiri."

Ya, ada rintangan-rintangan . Dan rintangan ini berbuah pahala. Apakah


Allah SWT menghukum Sayyidina Muhammad SAW dengan kesulitan-kesulitan
itu, atau justru Allah SWT mengangkat beliau? Jadi Allah SWT memberi
dan mengajari Awliyaullah. Jagalah hati kalian dengan zikrullah,
apakah yang pertama-tama akan kalian peroleh? Pengetahuan tentang
sesuatu. Ketika kalian tahu pengetahuan, maka pengetahuan akan
mengarahkan kalian untuk memahami kebesaran pencipta kalian lalu kita
akan tiba di tingikat ketiga yaitu, *Maqam at-Tauhid*. Pemahaman sejati
mengenai Ke-Esa-an Allah SWT. Kemudian ketika kalian mengucapkan* laa
ilaaha illa-Allah* maka *insya-Allah* diterima namun kita memohon kepada
Allah SWT untuk mengubah dari yang imitasi ke yang asli.

Ketika Awliyaullah mengucap *laa ilaaha illa-Allah*, mereka berada di


Hadirat ilahiah; itulah arah mereka. Menyaksikan bahwa tidak ada Rasul
penghabisan kecuali Sayyidina Muhammad SAW. Menurut kalian jika kalian
mengucapkannya dengan hati yang tulus, apakah Allah SWT tidak akan
melimpahkan pengetahuan ke hati kita, apakah Sayyidina Muhammad SAW
tidak akan melimpahkan pengetahuan ke hati kita; apakah *syuyukh* tidak
akan melimpahkan pengetahuan ke hati kita?

Pada saat itu, kita akan memahami makna ketulusan: Surat al-Ikhlash.
Itu artinya kalian tulus terhadap Tuan kalian yang Maha Esa, Dia tidak
membutuhkan siapa pun dan Dia bergantung pada segala sesuatu dan Dia
tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan kemudian kalian paham
*maqam at-tauhid*. Lalu kalian tahu bahwa kalian bergantung kepada Allah
SWT. Itulah Maqam *at-Tawwakul* , bergantung. "*Tawakaltu `ala-Allah* -
Engkau-lah yang membantuku, ya Allah! Aku pasrahkan segalanya
kepada-Mu!"

Jadi, hal itu membawa kalian dari *Maqam al-`Ilm* ke *Maqam al-Ma`rifah*
ke *Maqam at-Tauhid* dan kemudian ke *Maqam at-Tawakul* dan kemudian ke
maqam kelima yaitu, *Maqam `Iraad `Amman Siwa* - meninggalkan segalanya
kecuali Allah. Alihkan wajah kalian dari segala sesuatu kecuali Allah
SWT dan Rasulullah SAW.

Semoga Allah SWT membimbing dan mengarahkan kita.

Itulah mengapa Allah SWT berfirman, "*Dawam al-dzikri sababan li dawam


al-khair fii ad-dunya wal-akhira*. "

Itulah yang Rasulullah SAW berikan kepada seorang sahabat saat dia
berkata kepada Rasulullah, "*katsurat 'alaya syari'a al-islam* –
aturan-aturan Islam jadi terlalu banyak bagiku, berikan aku sesuatu
yang dapat aku lakukan…"

Rasulullah SAW menjawab sahabat itu, "Jagalah lidahmu dengan mengingat


Allah."

Zikrullah menyelamatkan dan membawa kita kepada zikr an-Nabi (SAW). *Wa
min Allah at-Taufiq, bi hurmatil habib al-Fatiha*.

Semua hujan ini berasal dari badai itu. Apa yang akan mereka lakukan
saat terjadi *zilzala *(gempa bumi)? Allah SWT dapat mengirimkan apa
saja, kapan saja. Kita mohon kepada Allah SWT agar melindungi kita
semua. Amin
Telah Beredar Kitab Kuning Hasil Modifikasi dan Tak Orisinil Lagi
Para Ulama perlu waspada. Pasalnya, kini beredar kitab kuning (kitab klasik)
yang merupakan hasil modifikasi dan isinya sudah tidak orisinil (asli) lagi.

Demikian disampaikan Rais Syuriyah Pengurus Wilayah NU Jawa Timur saat


menjadi pembicara utama pada acara Pelatihan untuk Pelatih “Ahlussunnah wal
Jamaah An-Nahdliyah” di Kantor PWNU Jatim, Surabaya, beberapa waktu lalu.

Kiai Miftah—begitu panggilan akrabnya—mengungkapkan hal itu menurut hasil


penelitiannya selama ini. Menurutnya, kitab-kitab yang umumnya menjadi rujukan
para ulama NU itu telah banyak cetak ulang dan beredar di sejumlah negara di Timur
Tengah.

“Namun telah dimodifikasi sedemikian rupa dengan menghilangkan bab-bab yang


berisi tradisi dan amaliah para ulama salafus sholih, seperti, ziarah kubur, barzanji,
karomah waliyullah, dan lain-lain,” ungkap Kiai Miftah seperti dilaporkan
Kontributor NU Online di Surabaya, Ahmad Farid.

Kitab tersebut, katanya, diterbitkan dalam berbagai bentuk: buku maupun digital
(compact disk). Selain itu, beredar pula di sejumlah situs di internet. "Itu harus kita
waspadai. Sebab, kita sering menjadikannya sebagai referensi," tandasnya.

Acara yang diselenggarakan Majelis Wakil Cabang NU Paciran, Lamongan, itu juga
dihadiri jajaran PWNU Jatim, di antaranya, Shonhadji Sholeh, Sholeh Hayat, Ahmad
Saerozi (Ketua PW Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jatim) dan Abdul Wahid Asa
(Pemimpin Umum majalah AULA).

Ketua MWC NU Paciran, Khoirul Anwar, menuturkan, pelatihan tersebut digelar


untuk menyiapkan kader-kader NU yang memiliki pengetahuan tentang Ahlussunnah
wal Jamaah (Aswaja) yang cukup. “Dan, diharapkan mampu menjadi ideolog
Aswaja,” ujarnya. (rif)

Kejadian-kejadian Aneh Pasca Terbunuhnya Al-Husein(Cucu Nabi saw) as di


Medan Karbala’.

*Ketika Al-Husain as. terbunuh, di sudut-sudut langit terlihat warna warna


kemerahan. Warna merah itu menandakan bahwa langit tengah menangis. Sewaktu
pasukan musuh membagi-bagikan sejenis tumbuhan berwarna kuning milik Al-
Husain as., tumbuhan itu berubah menjadi abu. Dan sewaktu mereka menyembelih
seekor unta yang dirampas dari kamp Al-Husain as., mereka menemukan sejenis kayu
di dagingnya.
Hal ini disebutkan di buku-buku berikut ini:
Maqtalu Al-Husain 2 hal. 90, Tarikhu Al-Islam 2 hal. 348, Siyaru A’lami Al-Nubala’
3 hal. 311, Tafsir Ibnu Katsir 9 hal. 162, Tahdzibu Al-Tahdzib 2 hal. 353, Tarikhu
Dimasyq 4 hal. 339, Al-Mahasinu wa Al-Masaw.i hal. 62, Tarikhu Al-Khulafa’ hal.
80 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 467-469

*Kepala suci Al-Husain as. yang berada di ujung tombak berbicara dengan
membawakan ayat-ayat suci Al-Quran dan lainnya.

hal ini disebutkan di Miftahu Al-Naja fi Manaqibi Aali Al-’Abahal. 145, Al-
Khashaishu Al-Kubra 2 hal. 127, Al-Kawakibu Al-Durruiyyah hal. 57, Is’afu Al-
Raghibin hal. 218, Nuuru Al-Abshar hal. 125, dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 452-453.

*Pada hari Al-Husain as. terbunuh, langit meneteskan hujan darah sehingga semua
orang pada keesokan harinya mendapati apa yang mereka miliki telah dipenuhi oleh
darah. Darah itu membekas pada baju-baju mereka beberapa waktu lamanya, hingga
akhirnya terkoyak-koyak. Warna merah darah terlihat di langit pada hari itu. Peristiwa
tersebut hanya pernah terjadi saat itu saja.

hal ini disebutkan di buku-buku berikut ini:


Maqtalu Al-Husain 2 hal. 89, Dzakhairu Al-’Uqba hal. 144, 145 dan 150, Tarikhu
Dimasyq -seperti yang disebutkan di muntakhab (ringkasan)nya- 4 hal. 339, Al-
Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 116 dan 192, Al-Khashaishu Al-Kubra hal. 126, Wasilatu
Al-Maal hal. 197, Yanabi’u Al-Mawaddah hal. 320 dan 356, Nuuru Al-Abshar hal.
123, Al-Ithaf bi Hubbi Al-Asyraf hal. 12, Tarikhu Al-Islam 2 hal 349, Tadzkiratu Al-
Khawash hal. 284, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 220 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal.
458-462.

*Ketika kepala Al-Husain as. dibawa ke istana Ubaidillah bin Ziyad, orang ramai
melihat dinding-dinding mengalirkan darah segar.
Hal ini disebutkan di kitab-kitab berikut:
Dzakahiru Al-’Uqbahal. 144, Tarikhu Dimasyq seperti yang disebutkan dalam
muntakhab-nya 4 hal. 339, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 192, Wasilatu Al-Maal
hal. 197, Yanabi’u Al-Mawaddah hal. 322, dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 463.

*Di dinding sebuah gereja tertulis:

“Apakah umat yang membantai Al-Husain

Mengharapkan syafaat kakeknya di hari kiamat.”

Ketika pendeta yang berada di sana ditanya tentang tulisan tersebut dan siapakah yang
menulisnya, ia menjawab, “Bait syiar ini telah tertulis di sini sejak lima ratus tahun
sebelum nabi kalian diutus.”

hal ini di tulis di kitab2 ahlu sunnah berikut ini :


Tarikhu Al-Islam wa Al-Rijalhal. 386, Al-Akhbaru Al-Thiwal hal. 109, Hayatu Al-
Hayawan 1 hal. 60, Nuuru Al-Abshar hal. 122, Kifayatu Al-Thalib hal. 290 dan
Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 567-568.

*Seorang penduduk Najran saat menggali tanah menemukan sebuah kepingan emas
yang bertuliskan:

“Apakah umat yang telah membantai Al-Husain

Mengharapkan syafaat kakeknya di hari kiamat”


hal ini disebutkan di kitab Miftahu Al-Najahal. 135, Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 566.

*Sebuah tembok merekah lalu muncullah sebuah telapak tangan yang bertuliskan:

“Apakah umat yang telah membantai Al-Husain

Mengharapkan syafaat kakeknya di hari kiamat.”

hal ini disebutkan di kitab-kitab Tarikhu Al-Khamis 2 hal. 299 dan Ihqaqu Al-Haq 11
hal. 567.

*Sesaat setelah Al-Husain as. terbunuh, warna langit menghitam pekat sekali. Lalu
bintang-bintang bermunculan di siang hari, sampai-sampai bintang kembar terlihat di
waktu sore. Segumpal tanah berwarna merah jatuh dari atas. Langit terlihat berwarna
merah bagai darah selama tujuh hari tujuh malam.

hal ini di sebutkan di kitab Tarikhu Dimasyq 4 hal. 339 dan Al-Shawaiqu Al-
Muhriqah hal. 116.
Diposkan oleh admin jam 2/06/2009 04:28:00 PM 0 komentar
Kategori: Tokoh
Maret 2009 Januari 2009 Halaman Muka
Langgan: Entri (Atom)
Habib Ahmad Masyhur

As Sayyid Shaykh Muhammad Hisham Kabbani

Anda mungkin juga menyukai