Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
URINE
Urine merupakan cairan sisa metabolisme yang diekskresikan oleh ginjal,
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Proses
pengeluaran urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah
yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga keadaan homeostasis cairan tubuh.
Secara umum urin berwarna kuning, urin berbau khas (ammonia). pH urin
berkisar antara 4,8 7,5, urin, akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak
protein,dan urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Secara
kimiawi kandungan zat dalan urin diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum,
kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan
keton zat sisa metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat, Ca
dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal
(protein, glukosa, sel darah Kristal kapur)
Volume urin normal per hari adalah 900 1200 ml, volume tersebut
dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alcohol, dan kopi),
jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi. Zat-zat diuretika tak hanya
mempengaruhi volume urin normal, tetapi juga mempengaruhi pH urine dan warna
Urine.
AKTIVITAS DIURETIK
Aktivitas diuretik adalah suatu aktivitas yang mempengaruhi kerja metabolic
ginjal dalam proses pengeluaran kemih (dieresis). Aktivitas diuretic sendiri
dipengaruhi oleh zat-zat diuretic dan antidiuretik yang dapat memperbanyak atau
menurunkan volume pengeluaran urine, dengan mekanisme kerja langsung maupun
tidak langsung. Mekanisme kerja langsung adalah dengan mempengaruhi kerja
metabolic ginjal dalam memproduksi hasil ekskresi. Sedangkan mekanisme kerja
2

tidak langsung adalah dengan memperkuat kerja kontraksi jantung, memperbesar
volume darah, atau dengan merintangi sekresi hormone antidiuretik. Fungsi utama
dari aktivitas diuretic adalah untuk memobilisasi cairan udema, yang artinya
mengubah keseimbangan cairan, sehingga cairan ekstrasel menjadi normal atau
dalam keadaan homeostatis. Aktivitas diuretic dimulai dari mengalirnya darah ke
dalam glomerolus, dimana tempat terjadi proses filtrasi. Ultrafitrat yang didapat dari
proses filtrasi pertama ini, di lanjutkan ke tubulus proksimal dan distal, dimana kedua
bagian tersebut di hubungkan oleh lengkung henle. Pada lengkung henle inilah,
terjadi aktivitas diuretic berupa penyerapan kembali unsure-unsur yang dibutuhkan
oleh tubuh, yaitu air, garam, maupun zat-zat lainnya. Dalam mekanisme kerja
langsung aktivitas diuretic, dipengaruhi oleh zat-zat diuretic dan antidiuretik kimiawi,
salah satunya adalah furosemide (zat diuretic) dan carbamazepine (zat antidiuretik).
Furosemide adalah suatu zat yang bekerja dalam proses inhibisi reabsorpsi
natrium dan klorida pada lengkung Henle ascendens dan tubulus distal, yang
mempengaruhi kerja sistem ko-transpor ikatan klorida, untuk kemudian
meningkatkan ekskresi air, natrium, klorida magnesium dan kalsium. Furosemide
sendiri biasa digunakan untuk mengurangi kasus pembengakakan dan penyimpanan
cairan pada masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan sirosis hati. Penggunaan
furosemide berlebih dapat menyebabkan efeksamping yang berkelanjutan seperti
dehidrasi, anemia dan emboli. Untuk itulah dalam pemakaian obat / zat furosemide
harus sesuai takaran atau dosis yang tepat, sehingga tidak menyebabkan terjadinya
efek samping yang berlebihan.
Carbamazepine adalah obat antidepressan yang bekerja sebagai obat
penghilang stress. Stress mengakibatkan tekanan arterial, denyut jantung meningkat
dan mengurangi ekskresi Natrium urine. Selama stress berbagai tingkatan dalam otak
dipengaruhi akibat penekanan sentral pada aktivitas fagus dan peningkatan
rangsangan simpatis sentral dan perifer pada jantung, vena-vena, ginjal, area
splanchnic dan kulit.
3

Berdasarkan penjabaran mengenai pengaruh peningkatan aktivitas diuretic
dan antidiuretik dengan zat furosemide dan carbamazepine, maka penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh zat diuretic dan antidiuretik terhadap volume
urine tikus.
B. TUJUAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
zat diuretik dan antidiuretik terhadap aktivitas diuretic yaitu; volume urin, pH urin
dan warna urin pada tikus putih (Rattus Novergicus).

C. MANFAAT
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh
pemberian zat diuretik dan antidiuretik terhadap aktivitas diuretic yaitu; volume
urine, pH urine, dan warna urine pada tikus putih (Rattus Novergicus).
D. RUMUSAN MASALAH
- Bagaimanakah aktivitas diuretic pada tikus normal ?
- Bagaimanakah aktivitas diuretic pada tikus setelah pemberian zat diuretik
(furosemid)?
- Bagaimanakah aktivitas diuretic pada tikus setelah pemberian zat antidiuretik
(carbamazepine)?
- Adakah pengaruh pemberian zat diuretik dan antidiuretik terhadap aktivitas
diuretic tikus yaitu; volume urine, pH urine, dan warna urine pada tikus putih?








4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DIURETIK
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel
menjadi normal. Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam
glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding
glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi
air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung
banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang mengelilingi setiap glomerulus
seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini
terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangat penting
bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na
+
. Zat-zat ini
dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya yang tak
berguna seperti sampah perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian
besar tidak diserap kembali.
Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul
(ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat akhir
disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin.
Manfaat lain dari diuretic adalah diuretik juga dapat menurunkan tekanan
darah terutama dengan cara mendeplesikan simpanan natrium tubuh. Awalnya,
diuretik menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume darah dan curah
jantung, tahanan vaskuler perifer. Penurunan tekanan darah dapat terlihat dengan
terjadinya diuresis. Diuresis menyebabkan penurunan volume plasma dan stroke
5

volume yang akan menurunkan curah jantung dan akhirnya menurunkan tekanan
darah.
Mekanisme kerja diuretik
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik :
1. Tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang
reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan
dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak.
2. Status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal
ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap
diuretik.
3. Interaksi antara obat dengan reseptor.
Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
1. Inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid).
2. Loop diuretik (furosemid, as etakrinat, torsemid, bumetanid)
3. Tiazid (klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon)
4. Hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren)
5. Osmotik (manitol, urea)
Menurut Siswandono dan Bambang (1995), berdasarkan efek yang dihasilkan
diuretikum dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Diuretikum yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak mempengaruhi kadar
elektrolit tubuh (diuretik osmotik) contohnya gliserol, urea, dan manitol.
2. Diuretikum yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ (natriuretik) contohnya HCT
(Hydro Cloro Thiazid), triklormetiazid, butizida, politiazida, dan
bendroflumetiazida.
3. Diuretikum yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- (saluretika) contohnya
furosemid dan bumetanid.
Golongan obat diuretik yang lain adalah obat penghambat mekanisme
transport elektrolit di dalam tubuli ginjal dengan cara menghambat karbonik
anhidrase contohnya asetazolamid dan diklorpenamid. Karbonik anhidrase adalah
enzim yang mengkatalis reaksi
CO
2
+ H
2
O H
2
CO
3
. Di dalam tubuh, H
2
CO
3
berada dalam keseimbangan
dengan H
+
dan HCO
3
-
yang sangat penting dalam sistem buffer darah. Ion ini juga
6

penting pada proses reabsorbsi ion tetap dalam tubuli ginjal, sekresi lambung dan
beberapa proses lain dalam tubuh.
Diuretikum terutama digunakan untuk mengurangi sembab (oedema)
diantaranya oedema akut, oedema kronik, hipertensi, dan insufisiensi jantung selain
itu indikasi sampingan sebagai diuresis dipaksakan pada keracunan,diabetes
insipidus, dan glaukoma. Walaupun demikian, diuretik hanya mempunyai
kemampuan sebagai terapi penunjang dari terapi yang khusus. Efek samping dari
penggunaan diuretik dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit dan air.
Pada penggunaan diuretik ansa Henle dan tiazid dapat menyebabkan kehilangan
kalium, disamping itu ekskresi ion magnesium juga bertambah (Mutscher 1991).

B. FUROSEMID
Furosemide adalah obat yang digunakan untuk mengurangi bengkak/edema
dan penyimpanan cairan yang disebabkan oleh berbagai macam masalah kesehatan,
termasuk penyakit jantung atau hati. Furosemide juga digunakan untuk pengobatan
tekanan darah tinggi/hipertensi. Furosemide bekerja dengan membloking absorpsi
garam dan cairan dalam tubulus ginjal, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah
urin yang diekskresikan. Efek diuretik furosemide dapat menyebabkan deplesi cairan
tubuh dan elektrolit dalam tubuh.
Furosemid tersedia dalam bentuk tablet 20,40,80 mg dan preparat suntikan.
Umunya pasien (manusia) membutuhkan kurang dari 600 mg/hari. Dosis anak 2-3
mg/kgBB, bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB. Furosemid merupakan
kelompok diuretika kuat yang telah teruji secara medis ilmiah. Sebagai diuretika kuat,
furosemid merupakan obat yang paling sering digunakan di Indonesia, yaitu sekitar
60% dibandingkan dengan diuretika kuat yang lain. Hal ini terjadi karena mula kerja,
waktu paruh dan waktu relative singkat, sehingga efek diretiknya cepat timbul dan
sangat cocok digunakan untuk keadaan akut, namun sangat disayangkan, pemakaian
furosemid dapat menimbulkan efek samping gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, terutama ion Na dan K. kedua ion ini banyak yang dieksresikan, sehingga
7

bisa menimbulkan hiponatreinema dan hipokalemia (Agoes, 1992; Ganiswara S.G,
1995; Mutschler E, 1991).
Pemberian furosemid dapat mempengaruhi volume, pH dan warna urine.
Semakin tinggi dosisnya maka semakin tinggi volume urin. Kemudian menurut Andi
(2009) warna urin tergantung zat yang terlarut di dalamnya (Dawiesah, 1989 dalam
Suratman et al. 2003). Menurut Gandasoebrata (1992), biasanya warna urin berkisar
antara kuning muda dan kuning tua. Umumnya, warna urin ditentukan oleh besarnya
diuresis dan makin besar diuresis maka makin muda warna urin tersebut.
C. ANTIDIURETIK
Antidiuretik adalah obat yang dapat menurunkan kecepatan pembentukan
urin. Antidiuretik utama dalam tubuh berupa Vassopresin atau Anti Diuretik
Hormone. Mekanisme yang tepat mengenai kerja ADH pada duktus untuk
meningkatkan permeabilitas duktus koligentes hanya diketahui sebagian. Tanpa
ADH, membran luminal sel epitel tubulus pada duktus koligentes hampir tidak
permeabel terhadap air. Akan tetapi, di dalam membran sel, terdapat sejumlah besar
vesikel khusus yang mempunyai pori-pori yang sangat permeabel terhadap air, yang
disebut aquaporin. Bila ADH bekerja pada sel, ADH mula-mula akan bergabung
dengan reseptor membran yang mengaktifkan adenilil siklase dan menyebabkan
pembentukan cAMP di dalam sitoplasma sel tubulus. cAMP ini menyebabkan
fosforilasi elemen di dalam vesikel khusus, yang kemudian menyebabkan vesikel
masuk ke dalam membran sel apikal, sehingga menyediakan banyak daerah yang
bersifat permeabel terhadap air. Semua proses ini terjadi dalam waktu 5 sampai 10
menit. Kemudian, bila tidak ada ADH, seluruh proses berbalik dalam waktu 5 sampai
10 menit berikutnya. Jadi, proses ini secara sementara menyediakan banyak pori baru
yang mempermudah difusi bebas air dari cairan tubulus melewati sel epitel tubulus
dan masuk ke dalam cairan interstisial ginjal. Kemudian air diabsorbsi dari tubulus
dan duktus koligentes dengan cara osmosis.
D. CARBAMAZEPINE
8

Carbamazepine (CBZ) adalah suatu antikonvulsan dan mood stabilizer yang
digunakan terutama dalam pengobatan epilepsi dan gangguan bipolar, serta pada
keadaan neuralgia trigeminal. Obat ini juga digunakan secara off-label pada
keadaan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), skizofrenia, phantom limb
syndrome, sindroma nyeri kompleks regional, gangguan nyeri
paroksismal, neuromyotonia, gangguan eksplosif intermiten, gangguan kepribadian
dan stress pasca-trauma. Carbamazepine juga dapat merangsng sekresi hormon
ADH/Vassopresin sehingga mempengaruhi pengeluaran urin.
Carbamazepine tersedia dalam bentuk tablet 200 mg. Dosis yang diberikan
pada manusia dewasa umumnya 100-200 mg/hari dan dapat ditingkatkan menjadi 400
mg/hari, sedangkan anak-anak 10-20 mg/kgBB/hari. Carbamazepine dapat
menghilangkan stress yang menyebabkan menurunnya volume urine.
E. HEWAN PERCOBAAN
Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang
khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan labboratorium
tersebut digunakan sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat
pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana ke
ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian ini, yaitu:
Mencit, tikus, kelinci, dan kera.

1. Tikus
Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari
(nocturnal). Klasifikasi tikus putih (R. norvegicus) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
9

Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Data umum biologik



F. SISTEM EKSKRESI
Ekskresi adalah proses pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme yang sudah
tidak digunakan oleh tubuh dan dapat dikeluarkan bersama urin, keringat atau
pernapasan. Pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme dari dalam tubuh dapat
melalui ginjal, kulit, paru-paru, dan saluran pencernaan. Secara umum sistem ekskresi
- Konsumsi pakan per hari
- Konsumsi air minum per hari
- Diet protein
- Ekskresi urine per hari
- lama hidup
- Bobot badan dewasa
- Jantan
- Betina
- Bobot lahir
- Dewasa kelamin (jantan=betina)
- Siklus estrus (menstruasi)
- Umur sapih
- Mulai makan pakan kering
- Rasio kawin
- Jumlah kromosom
- Suhu rektal
- Laju respirasi
- Denyut jantung
- Pengambilan darah maksimum
- Jumlah sel darah merah (Erytrocyt)
- Kadar haemoglobin(Hb)
- Pack Cell Volume (PCV)
- Jumlah sel darah putih (Leucocyte)
5 g/100 g bb
8-11 ml/100 g bb
12%
5,5 ml/100 g bb
2,5- 3 tahun

300-400 g
250-300 g
5-6 g
50+10 hari
5 hari (polyestrus)
21 hari, 40-50 g
12 hari
1 jantan 3 atau 4 betina
42
37,5
o
C
85 x/mn
300 500 x/mn
5,5 ml/Kg
7,2-9,6 X 10
6
/ l
15,6 g/dl
46%
14 X 10
3
/l

10

menghasilkan urin melalui 2 proses utama: filtrasi cairan tubuh dan penyulingan
larutan cair yang dihasilkan dari filtrasi itu.

Mikroanatomi
a. Korpuskulum Renallis
Korpuskulum renalis terdiri atas berkas kapiler glomeruli dan glomerulus
yang dikelilingi oleh kapsula berupa epithel yang berdinding ganda disebut Kapsula
Bowman. Dinding sebelah dalam disebut lapisan viseral sedangkan yang disebelah
luar disebut lapisan pariental (Popesko,1975).
b. Tubulus Konvulatus Prokimalis
Tubulus proksimalis merupakan tubulus nefron pertama yang dilewati oleh
filtrat glomerolus setelah proses filtrasi glomerolus. Tubulus proksimal akan
mereabsorbsi elektrolit, air dan mereabsorbsi sekitar 65% natrium, klorida,
bikarbonat, dan kalium yang difiltrasi serta semua glukosa dan semua asam amino
yang telah difiltrasi secara aktif (Guyton & Hall 1997). Tubulus proksimal juga
mensekresikan asam-asam organik, basa, dan ion hidrogen ke dalam lumen tubulus.
Struktur ini merupakan segmen berkelok-kelok, yang bagian awal dari tubulus
ini panjangnya dapat mencapai 14 mm dengan diameter 57-60 m. Tubulus konvulatus
proksimalis biasanya ditemukan pada potongan melintang kortek yang dibatasi oleh
epithel selapis kubis atau silindris rendah, dengan banyak dijumpai mikrovilli yang
panjangnya bisa mencapai 1,2 m dengan jarak satu dengan yang lainnya 0.03 m.
Karakteristik dari tubulus ini ditemukan apa yang disebut Brush Border, dengan
lumen yang lebar dan sitoplasma epithel yang jernih. (Popesko,1975).
c. Ansa Henle
Ansa henle merupakan lanjutan dari nefron tubulus proksimalis. Ansa henle
nefron juxtaglomerolus memanjang sampai ke piramid medula ginjal sebelum
mengalirkan cairannya ke tubulus kontortus distalis di korteks (Ganong 2002). Ansa
11

henle memiliki tiga segmen fungsional yaitu segmen tipis desenden, segmen tipis
asenden, dan segmen tebal asenden.
Bagian desenden segmen tipis sangat permiabel terhadap air dan sedikit
permeable terhadap kebanyakan zat terlarut, termasuk ureum dan natrium. Fungsi
segmen nefron ini terutama untuk memungkinkan difusi zat-zat secara sederhana
melalui dindingnya. Sekitar 20% dari air yang difiltrasi akan direabsorbsi di ansa
henle, dan hampir semuanya tejadi di lengkung tipis desenden karena lengkung
asenden dan segmen tebal asenden tidak permeabel terhadap air (Sirupang 2007).
Segmen tebal asenden ansa henle mereabsorbsi sekitar 25% dari muatan
natrium, klorida, dan kalium yang difiltrasi, serta sejumlah besar kalsium bikarbonat,
dan magnesium (Guyton & Hall 1997). Akan tetapi pada segmen tebal asenden ansa
henle tidak mereabsorbsi air, sehingga cairan pada lumen berubah menjadi hipotonis
(Septi et al. 2007).
Ansa Henle banyak dijumpai di daerah medula. Ansa henle berbentuk seperti
huruf U yang mempunyai segmen tebal dan diikuti oleh segmen tipis. Epithel dari
ansa henle merupakan peralihan dari epithel silindris rendah atau kubus sampai
squomus, biasanya pergantian ini terdapat di daerah sub kortikal pada medula, tapi
bisa juga terjadi di daerah atas dari ansa henle (Popesko,1975).
d. Tubulus Konvulatus Distalis
Tubulus distalis merupakan lanjutan ansa henle asenden bagian tebal. Segmen
tubulus distalis relatif tidak permeabel tehadap air, sehingga berperan dalam
pengenceran urin. Reabsorbsi NaCl pada tubulus distalis lebih sedikit jumlahnya
dibanding tubulus proksimal dan ansa henle (Katzung 2001).
Perbedaan struktur histologi dengan Tubulus Konvulatus proksimalis antara
lain : Sel epithelnya besar, mempunyai brush border, lebih asidofil, potongan
melintang pada tempat yang sama mempunyai epithel lebih sedikit, Tubulus
Konvulatus distalis : Sel epithel lebih kecil dan rendah, tidak mempunyai brush
12

border, kurang asidofil, lebih banyak epithel pada potongan melintang
(Popesko,1975).
e. Tubulus kolektivus
Tubulus kolektivus merupakan lanjutan dari nefron bagian tubulus konvulatus
distalis dan mengisi sebagian besar daerah medula. Lumennya dilapisi epithel kubis
selapis, sedangkan tubulus kolektivus bagian belakangnya sudah berubah menjadi
bentuk silindris dengan diameter 200 m, panjangnya mencapai 30-38 mm (
Sisson,1975).
f. Pelvis Renalis
Pada hilus renalis terdapat pelvis renalis yang menampung urin dari papila
renalis. Pada ginjal yang multi-piramid urin pertama ditampung oleh kaliks renalis
kemudian dari sini baru ke pelvis renalis.Bangun histologinya adalah sebagai berikut
: Mukosa memiliki epithel peralihan dengan sel payung, mulai dari kaliks renalis,
tebal epithel hanya 2 sampai 3 sel. Propria mukosa terdiri atas jaringan ikat longgar
dan pada kuda terdapat kelenjar yang agak mukus . Bentuk kelenjar adalah tubulo-
alveolar. Tunika muskularis terdiri atas otot polos, jelas pada kuda, babi dan sapi.
Lapis dalam tersusun longitudinal dan lapis luar sirkuler. Tunika adventitia terdiri
dari jaringan ikat longgar dengan banyak sel lemak, pembuluh darah, pembuluh limfe
serta saraf (Sisson,1975).
g. Ureter
Tunika mukosa : Epithelium transisional : pada kaliks dua sampai empat lapis,
pada ureter empat sampai lima lapis, pada vesica urinaria 6-8 lapis. Tunika
submukosa tidak jelas. Lamina propria beberapa lapisan. Luar jaringan ikat padat
tanpa papila, mengandung serabut elastis dan sedikit noduli limfatiki kecil, dalam
jaringan ikat longgar. Kedua-dua lapisan ini menyebabkan tunika mukosa ureter dan
vesika urinaria dalam keadaan kosong membentuk lipatan membujur. Tunika
muskularis : otot polos sangat longgar dan saling dipisahkan oleh jaringan ikat
longgar dan anyaman serabut elastis. Otot membentuk tiga lapisan : stratum
13

longitudinale internum, stratum sirkulare dan stratum longitudinale eksternum Tunika
adventisia: jaringan ikat longgar (Sisson,1975).
h. Vesica Urinaria
Mukosa, memiliki epithel peralihan (transisional). Propria mukosa terdiri atas
jaringan ikat, pembuluh darah, saraf dan jarang terlihat limfonodulus atau kelenjar.
Submukosa terdapat dibawahnya, terdiri atas jaringan ikat yang lebih longgar. Tunika
muskularis tersusun oleh lapisan otot longitudinal dan sirkuler (luar). Lapisan paling
luar atau tunika serosa, berupa jaringat ikat longgar (jaringan areoler), sedikit
pembuluh darah dan saraf (Sisson,1975).

Gambar 1 : Struktur ginjal
1. Proses Pembentukan Urine
a. Penyaringan (filtrasi)
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur
spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium molecular protein besar
kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di
elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan
glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari
arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus.
Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut
14

kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman
space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang
menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular
terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium
visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik
yang ditembus oleh jendela atau fenestrate (Guyton.1996).
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan
solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler
dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk
proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena
molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi
(filtration barrier ) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan
protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring
(Guyton, 1996).
Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring,
sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun
karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk
menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged ) dari sretiap molekul
juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah tersaring dari pada
anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam
amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan
dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat
glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak
mengandung protein (Guyton, 1996).
b. Penyerapan kembali (reabsorbsi)
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan diserap
kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal terjadi
penambahan zat-zat sisa dan urea.Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara.
15

Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui
peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.
Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam amino
dikembalikan ke darah. Zat amonia, obat-obatan seperti penisilin, kelebihan garam
dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan bersama urin.Setelah terjadi reabsorbsi maka
tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan
ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun
bertambah, misalnya urea.
Volume urin hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat
glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan
terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi
yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa
sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap
hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g
glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali.
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder
yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat
yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa
metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03, dalam urin
primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini
melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan
air melalui peristiwa osmosis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan
tubulus distal.

c. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di
tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96%
air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang
berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil
pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak
16

berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna
empedu, dan asam urat.
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat
makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut
tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa
namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam
darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya
sebagai pelarut .

d. Regulasi kadar ion natrium (sodium)
Ion Natrium (sodium) merupakan elektrolit utama dalam tubuh secara terus-
menerus dikeluarkan lewat urin dan perkeringatan. Pengaturan kadar ion Natrium
melibatkan sel-sel korteks adrenal (hormon aldosteron) dan sel-sel tubulus ginjal. Ion
Natrium (Sodium) merupakan ion utama yang menyusun elektrolit tubuh. Natrium
secara terus menerus dikeluarkan lewat urin dan keringat.
Sel khusus yang terdapat pada dinding pembuluh darah ginjal berperan
sebagai osmoreseptor berperan memantau kadar ion natrium dalam darah. Jika kadar
natrium turun (osmolaritas menurun), maka sel tersebut mengeluarkan enzim renin
yang mengubah angiotensinogen menjadi angeiotensin I kemudian angiotensin II.
Angiotensin II sebagai hormon berperan merangsang sel korteks adrenal
untuk mensintesis dan mensekresikan aldosteron. Aldosteron merangsang sel-sel
tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsorpi natrium dalam urin sehingga kadar
natrium darah kembali seimbang (normal).
Peran ginjal sangat penting dalam menjaga suasana lingkungan internal agar
tetap sesuai untuk kelangsungan proses fisiologis di dalam sel atau yang disebut
homeostasis (W.B. Cannon). Pada tubuh manusia, sel-sel yang menyusun jaringan
berada dalam suatu lingkungan yang disebut lingkungan internal. Claude Bernard
(bangsa Perancis) menamakan lingkungan internal tersebut dengan istilah melieu
interieur. Lingkungan internal tersebut tidak lain adalah ruang antarsel. Ruang
17

antarsel bukan merupakan suatu ruangan kosong, melainkan ruangan yang dipenuhi
dengan cairan, demikian juga ruang dalam sel (sitoplasma).
Menurut Ganong (2002), komposisi tubuh kita sebagian besar merupakan
cairan yaitu kurang lebih 60%. Cairan tubuh, berdasarkan keberadaannya (letak)
dapat dibedakan menjadi cairan ekstraseluler (CES) 20 %, dan intraseluler (CIS)
40%. Cairan ekstraseluler dapat dibedakan menjadi cairan interseluler (jaringan)
75%, dan cairan plasma dan limfe 25%. Sebagai contoh, seseorang dengan berat
badan 50 Kg, maka cairan tubuh total sekitar 30 L. 20 L CIS, 10 L CES, 7,5 cairan
jaringan dan 2,5 L cairan palsma dan limfe.
Elektrolit adalah suatu zat yang larut atau terurai kedalam bentuk ion-ion dan
selanjutnya larutan menjadi konduktor elektrik, ion-ion merupakan atom-atom
bermuatan elektrik. Elektrolit bisa berupa air, asam, basa atau berupa senyawa kimia
lainnya. Elektrolit umumnya berbentuk asam, basa atau garam. Beberapa gas tertentu
dapat berfungsi sebagai elektrolit pada kondisi tertentu misalnya pada suhu tinggi
atau tekanan rendah. Elektrolit kuat identik dengan asam, basa, dan garam kuat.

2. Hasil akhir urin secara umum
a. Kandungan Urin Normal
Urin mengandung sekitar 95% air. Komposisi lain dalam urin normal adalah
bagian padaat yang terkandung didalam air. Ini dapat dibedakan beradasarkan ukuran
ataupun kelektrolitanya, diantaranya yaitu memiliki sifat non elektrolit dimana
memiliki ukaran yang relatif besar, di dalam urin terkandung : Urea CON2H4 atau
(NH2)2CO, Kreatin, Asam Urat C5H4N4O3, Dan subtansi lainya seperti hormon
(Guyton, 1996).
Sodium (Na+), Potassium (K+), Chloride (Cl-), Magnesium (Mg2+, Calcium
(Ca2+). Dalam Jumlah Kecil : Ammonium (NH4+), Sulphates (SO42-), Phosphates
(H2PO4-, HPO42-, PO43) (Guyton, 1996).
b. Warna
18

Normal urin berwarna kekuning-kuningan. Obat-obatan dapat mengubah
warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan
indikasi adanya penyakit (Anonim, 2008 ).
c. Bau
Normal urine berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang merupakan
indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu (Anonim,
2009).

d. Kejernihan
Normal urine terang dan transparan agak kekuningan. Urine dapat menjadi
keruh karena ada mukus atau pus ( Anonim, 2009).
e. pH
pH urine normal sedikit asam (4,5 7,5). Urine yang telah melewati
temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri.
Vegetarian urinenya sedikit mengandung alkali (Anonim, 2009 ).
f. Urea
Urea merupakan zat diuretik higroskopik dengan menyerap air dari plasma
darah menjadi urin. Kadar urea dalam darah manusia disebut BUN Blood Urea
Nitrogen). Peningkatan nilai BUN terjadi pada simtoma uremia dalam kondisi gagal
ginjal akut dan kronis atau kondisi gagal jantung dengan konsekuensi tekanan darah
menjadi rendah dan penurunan laju filtrasi pada ginjal. Pada kasus yang lebih buruk,
hemodialisis ditempuh untuk menghilangkan larutan urea dan produk akhir
metabolisme dari dalam darah.(Anonim,2009)
Amonia merupakan produk dari reaksi deaminasi oksidatif yang bersifat
toksik. Pada manusia, kegagalan salah satu jenjang pada siklus urea dapat berakibat
fatal, karena tidak terdapat lintasan alternatif untuk menghilangkan sifat toksik
tersebut selain mengubahnya menjadi urea. Defisiensi enzimatik pada siklus ini dapat
mengakibatkan simtoma hiperamonemia yang dapat berujung pada kelainan mental,
kerusakan hati dan kematian. Sirosis pada hati yang diakibatkan oleh konsumsi
19

alkohol berlebih terjadi akibat defisiensi enzim yang menghasilkan Sarbamil fosfat
pada jenjang reaksi pertama pada siklus ini.

3. Faktor yang mempengaruhi pembentukan urin
1. Hormon
ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga
dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh
hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan
meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel.
Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar
adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya
perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin.
Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi
merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan
pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur
sirkulasi ginjal.
Gukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus
juksta glomerularis pada:
1. Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )
2. Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )
3. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra)
4. Innervasi ginjal dihilangkan
20



2. Zat zat diuretic dan antidiuretik
Zat diuretic banyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak
mengkonsumsi zat diuretik ini maka akan menghambat proses reabsorpsi, sehingga
volume urin bertambah, sedangkan zat antidiuretik terdapat pada daun alpukat,
belimbing dan obat-obatan tertentu seperti jenis anti depressan.

3. Suhu internal atau eksternal
Jika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan
mengurangi volume urin.

4. Konsentrasi darah
Jika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah
rendah.Reabsorpsi air di ginjal mengingkat, volume urin menurun.
5. Stress
Kondisi emosi yang tidak stabil pada saat stress dapat merangsang kandung
kemih untuk mensekresikan urine keluar dari dalam tubuh selain itu kondisi stress
atau dalam keadaan tertekan dan terancam mempengaruhi peningkatan dan
penurunan volume urin.






21

BAB III
METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan mulai
Hari/ tanggal : Rabu, 4 Desember 2013
Waktu : 10.00 - selesai
Tempat : Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi FMIPA
Unnes

B. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan
rancangan sederhana (Post Test Control Group Design). Rancangan penelitian ini
menggunakan 3 perlakuan dengan 2 hewan coba pada tiap perlakuan.




C. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel bebas : pemberian furosemide sebagai zat diuretic dan
carbamazepine sebagai zat antidiuretik pada tikus
2. Variable terikat : jumlah urin tikus
3. Variable control : berat badan tikus

D. SAMPEL
1. Kelompok kontrol normal (P0): tikus dicekok aquades.
2. Kelomok perlakuan I (P1): tikus dicekok Furosemid dengan dosis 1,8 mg/200
g bb. (Adha, 2009)
3. Kelompok perlakuan IV (P2): tikus dicekok Carbamazepine dengan dosis 1,8
mg/200 g bb. (Adha, 2009)



22

E. HIPOTESIS
Ho = tidak ada pengaruh pemberian furosemid dan carbamazepine terhadap
aktivitas diuretic tikus putih
Ha = ada pengaruh pemberian furosemid dan carbamazepine terhadap aktivitas
diuretic tikus putih

F. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN
Alat:
a) sonde tikus
b) gelas ukur
c) timbangan digital
d) spuit 1cc
e) kandang


G. PROSEDUR PENELITIAN
Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah:
a. Tahap Persiapan
Menimbang furosemid dan carbamazepine dengan timbangan digital

b. Pelaksanan penelitian
1) Membagi tikus secara random menjadi 3 kelompok masing-masing
kelompok terdiri dari 2 tikus
2) Menempatkan tikus dalam kandang, setiap kandang berisi 1 tikus dan
dikelompokan sesuai perlakuan
3) Sebelum perlakuan, tikus dipuasakan minimal selama 18 jam. Tetap
diberi minum. Pengujian ini menggunakan metode Lipschitz (Lipschitz
1943).
4) Memberi perlakuan sesuai dengan alur kerja penelitian
1. Kelompok 1 (control normal)
2. Kelompok II
Bahan:
a) tikus putih dengan bobot badan
berkisar 200 - 300 gram
b) Aquadest
c) Furosemid
d) carbamazepine
e) pH-Indikator.
23

Satu ekor tikus dicekok furosemid dengan dosis 1,8 mg/200 g bb
yang dilarutkan dalam 2ml aquades.
Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde.
3. Kelompok III
Satu ekor tikus dicekok carbamazepine dengan dosis 1,8 mg/200 g
bb yang dilarutkan dalam 2ml aquades.
Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde.

5) Melakukan pengamatan terhadap volume urin yang dikeluarkan setiap
satu jam selama 6 jam dan diukur pH urin pada jam pertama, selain itu
diamati pula warna urin. Hewan di tempatkan dalam kandang dan urin
diambil dengan perlakuan,yaitu tikus dibuat stress sehingga dapat
mengeluarkan urin.














24

























Gambar 2 : Alur percobaan




Hewan uji
A B C D E F
kontrol diuretik Anti-diuretik
Puasa 18jam Puasa 18jam Puasa 18jam
Aquades
2ml
Furosemid
1,8 mg/200
g bb
carbamazepin
1,8 mg/200 g bb
Volume urin diukur pada jam ke-
1,2,3,4,5
Analisis data
25

H. METODE ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
Data hasil penelitian dianalisis dan diinterpretasikan dengan analisis deskriptif
mengetahui pengaruh pemberian zat diuretic dan antidiuretik terhadap aktivitas
diuretic tikus.
.

























26

DAFTAR PUSTAKA

Adha, Andi Citra. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea
Americana Mill.) Terhadap Aktivitas Diuretik Tikus Putih Jantan Sprague-
Dawley (Skripsi). Bogor : Institut Petanian Bogor.
Agoes A. 1992. Catatan Kuliah Farmakologi Bagian I. Jakarta : ECG. Hlm 124.
Anonim A ,2009. http://gurungeblog.wordpress.com/gangguan-sistem-ekskresi-pada-
manusia/(30 April 2012).
Anonim.2009. http://www.dechacare.com/informasi-kesehatan/label.php?l=asam-
urat-136 (30 April 2012).
Ganiswara, S G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta : bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm 389-392.
Guyton, A.C. 1996. Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh Adji Dharma. CV.
ECG Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC.
Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Katzung BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi ke-1. Sjabana D, Raharjo
W, Sastrowardoyo, Hamzah E, Isbandiati I, Uno dan Purwaningsih,
penerjemah. Jakarta : Salemba Medika. Terjemahan dari : Basic and Clinical
Pharmakology.
Mutschler E. 1991. Dinamika Obat Edisi V. Bandung : Penerbit ITB. Hlm 565-568,
571-573.
Popesko, peter, 1975. Atlas of to Topographical Anatomy of the Domestic Animals.
London : W. B. Saunders Company.
Septi IA et al. 2007. Mekanisme Aksi Hidrokloritiazid sebagai Diuretik. Yogyakarta.
FM Universitas-Sanata-Dharma.http://www.ilmukedokteran.
blogspot.com/2007/11/mekanisme-aksi-hidrokloritiazid-sebagai-diuretik. htm
-97k [30 April 2012].
27

Sirupang Y. 2007. Pola Perubahan Elektrolit pada Pemberian Obat-obat Diuretik.
http://www.javedsirupang.wordpress.com/2007/08/05/pola-perubahan-
elektrolit-pada-pemberian-obat-obat-diuretik/ - 112k. [30 April 2012].
Sisson & Grossman. 1975. The Anatomy of The Domestic Animal. Philadephia : WB.
Saunders Company.
Siswandono, Bambang S. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga University
Press.
Adha, Andi Citra. 2009. PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN
ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP AKTIVITAS DIURETIK
TIKUS PUTIH JANTAN SPRAGUE-DAWLEY. Bogor : IPB Press

Anda mungkin juga menyukai