Anda di halaman 1dari 20

HALAMAN JUDUL

KI HADJAR DEWANTARA
PELETAKAN DASAR PENDIDIKAN
NASIONAL

Disusun Oleh Kelompok 2:
1. Wahyu Marliyani (13312241005)
2. Annastasya Tri Anindia (13312241008)
3. Endah Setiyo Rini (13312241010)
4. (133122410)
5. (133122410)
Kelas: A 2013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014



ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan, sebagai
pelengkap tugas Pendidikan Pancasila.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Sri Agustin Sutrisnowati
Bapak selaku dosen pembimbing Ilmu Pendidikan dan berbagai pihak yang telah
membimbing kami menyusun makalah ini, serta berbagai sumber yang telah kami
pakai sebagai data dan fakta pada makalah ini.
Kami menyadari bahwa kami hanyalah manusia yang mempunyai
keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu, tidak ada suatu pekerjaan yang
dapat diselesaikan dengan sangat sempurna, begitu pula dengan makalah ini.
Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini.
Kamisudah berusaha semaksimal mungkin dengan keterbatasan kemampuan yang
kami miliki. Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran sebagai batu
loncatan yang dapat memperbaiki makalahkami dimasa datang.
Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan dapat memberi wawasan luas bagi anda.

Yogyakarta, 6 Mei 2014



Penyusun









iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Ketentuan Batas Wilayah Indonesia - Australia ...................................... 4
B. Dampak dari Ketidakjelasan (Ketidaktahuan)
Masyarakat Mengenai Batas Wilayah Indonesia Australia ................. 6
C. Kasus-kasus yang Terjadi Akibat Ketidakjelasan (Ketidaktahuan)
Masyarakat Mengenai Batas Wilayah Indonesia Australia ................. 8
D. Solusi ke Depan untuk Mengatasi Dampak Tersebut ........................... 12
BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17












1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak zaman perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang serta perintis
kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat
vital dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya
dari belenggu penjajahan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa disamping
melalui organisasi politik, perjuangan ke arah kemerdekaan perlu dilakukan
melalui jalur pendidikan.
Mengingat bahwa sistem pendidikan pemerintah kolonial pada masa itu
tidak demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada
kepentingan pemerintah penjajahan, maka sistem pendidikan rakyat yang sudah
ada perlu dibina dan dikembangkan untuk menjangkau kepentingan rakyat secara
lebih luas. Disamping mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat
tradisional yang pada umumnya berorientasi keagamaan, maka pada masa itu
muncul seorang tokoh muda Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang
dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Ia bersama rekan-rekannya
mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan
meraih kemerdekaan. Setelah itu ia pun mendirikan sebuah perguruan yang
bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan
Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan
pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa
dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Tidak sedikit
rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial
Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar
pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya,
sehingga ordonansi itu kemudian dicabut. Di tengah keseriusannya mencurahkan
perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis.
Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan
berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-


2
tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa
Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa
masalah yang hendak dibahas, antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana ulasan riwayat hidup Ki Hajar Dewantara?
2. Bagaimana aliran filsafat yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara?
3. Bagaimanakah pemikiran tentang pendidikan Ki Hajar Dewantara?
4. Bagaimanakah pengaru pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan?
5. Bagaimanakah lahirnya Tamansiswa?
6. Apasajakah karya-karya yang diciptakan oleh Ki Hajar Dewantara?

C. Tujuan
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah
untuk mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengulas riwayat hidup Ki Hajar Dewantara.
2. Mendeskripsikan aliran filsafat yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara.
3. Menjelaskan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan.
4. Mendeskripsikan pengaruh pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan.
5. Memaparkan lahirnya Tamansiswa.
6. Mengetahui karya-karya yang diciptakan oleh Ki Hajar Dewantara.











3

BAB II
PEMBAHASAN

Berdasarkan identifikasi batas maritim antara Indonesia dengan Australia
yang telah lengkap disepakati. Sementara batas maritim dengan negara tetangga
lain baru dilakukan penetapan batas-batas Dasar Laut (Landas Kontinen) dan
sebagian batas laut wilayah. Untuk menegakkan kedaulatan dan hukum di wilayah
yurisdiksi Indonesia diperlukan penetapan batas-batas maritim secara lengkap.
Penetapan batas ini dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Laut Internasional,
yang diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) yang
telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui UU No 17 tahun 1985.
Implementasi dari ratifikasi tersebut adalah diperlukannya pengelolaan
terhadap batas maritim yang meliputi Batas Laut dengan negara tetangga dan
Batas Laut dengan Laut Bebas. Adapun batas-batas maritim Republik Indonesia
dengan negara tetangga, mencakup Batas Laut Wilayah (Territorial Sea), batas
perairan ZEE, batas Dasar Laut atau Landas Kontinen. Belum selesainya
penentuan batas maritim antara pemerintah Indonesia dengan negara tetangga
menjadikan daerah perbatasan rawan konflik.
Penetapan batas maritim sangat dibutuhkan untuk memperoleh kepastian
hukum yang dapat mendukung berbagai kegiatan kelautan, seperti penegakan
kedaulatan dan hukum di laut, perikanan, wisata bahari, eksplorasi lepas pantai
(off shore), transportasi laut dan lainnya.
Belum adanya kesepakatan batas laut Indonesia dengan beberapa Negara
tetangga menimbulkan permasalahan saling klaim wilayah pengelolaan,
khususnya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan. Beberapa kasus
yang ada antara Indonesia dan Malaysia merupakan cerminan rentannya perairan
daerah perbatasan. Terjadi saling tangkap nelayan baik dari Indonesia maupun
Malaysia bahkan bias mengganggu hubungan diplomatic kedua Negara.
Permasalahan batas laut merupakan hal mendasar yang seharusnya segera
di selesaikan dan disepakati oleh kedua negara. Bukan dengan saling menangkap


4
kapal atau saling klaim wilayah perairan. Sebagai Negara kepulauan, Indonesia
seharusnya lebih proaktif dalam penyelesaian batas laut dengan Negara tetangga,
dengan demikian adanya keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara
Maritim yang kuat bisa terealisasi.

A. Ketentuan Batas Wilayah Indonesia - Australia
Perjanjian Indonesia dengan Australia mengenai garis batas yang terletak
antara perbatasan Indonesia- Papua New Guinea ditanda tangani di Jakarta, pada
12 Februari 1973. Kemudian disahkan dalam UU No 6 tahun 1973, tepatnya pada
8 Desember 1973).
Adapun persetujuan antara Indonesia dengan Australia tentang penetapan
batas-batas Dasar Laut, ditandatangani paada 7 November 1974. Pertama, isinya
menetapkan lima daerah operasional nelayan tradisional Indonesia di zona
perikanan Australia, yaitu Ashmore reef (Pulau Pasir); Cartier Reef (Pulau
Ban); Scott Reef (Pulau Datu); Saringapatan Reef, dan Browse.
Kedua, nelayan tradisional Indonesia di perkenankan mengambil air tawar
di East Islet dan Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore Reef). Ketiga,
nelayan Indonesia dilarang melakukan penangkapan ikan dan merusak lingkungan
di luar kelima pulau tersebut.
Sementara persetujuan Indonesia dengan Australia, tentang pengaturan
Administrative perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea; ditanda tangani di
Port Moresby, pada 13 November 1973. Hal tersebut telah disahkan melalui
Keppres No. 27 tahun 1974, dan mulai diberlakukan pada 29 April 1974. Atas
perkembangan baru di atas, kedua negara sepakat untuk meningkatkan efektivitas
pelaksanaan MOU 1974.
Tata batas Laut Timor dan Laut Australia masih menjadi perbincangan.
Batas Laut Timor sendiri pun masih kabur bagi nelayan Indonesia. Ketentuan tata
batas laut suatu wilayah harus 400 mil dari garis pantai, tetapi Laut Timor tidak
mencapai angka itu, dan hal ini merupakan permasalahan yang belum mencapai
titik terang.


5
Australia memiliki Pulau Pasir yang terletak sekitar 180 km dari Pulau
Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, juga jadi persoalan tersendiri, apalagi mereka
menetapkan pulau itu sebagai kawasan yang dilindungi. Dengan demikian,
nelayan Indonesia yang menangkap ikan di sekitar perairan Pulau Pasir selalu
ditangkap Australia dengan alasan melanggar batas wilayah Australia.
Ketua Himpunan Masyarakat Pesisir Selatan NTT Hamsah Ali
mengatakan, dalam pertemuan dengan sejumlah nelayan, terungkap bahwa
kerugian yang diderita nelayan akibat penghancuran kapal nelayan oleh aparat
keamanan Australia (2007-2009) Rp 50 juta-Rp 100 juta per kapal atau Rp 1
miliar-Rp 30 miliar untuk 20-30 kapal nelayan yang dihancurkan.
Kapal-kapal itu kami beli dengan harga Rp 50 juta-Rp 100 juta per unit.
Sebagian besar kapal masih dalam status kredit dari sesama nelayan atau dari
bank. Satu kapal mempekerjakan 5-10 nelayan. Mereka menggantungkan nasib
pada kapal itu, tetapi setelah dihancurkan sehingga banyak nelayan menjadi
penganggur. Nelayan pun terlilit utang sampai hari ini, kata Ali.
Sampai saat ini masih ada ratusan nelayan yang ditahan di Australia,
dengan alasan melanggar perairan Australia.Direktur Yayasan Peduli Timor Barat
Ferdi Tanone mengatakan, Pemerintah Indonesia dan Australia mengabaikan
sejumlah persoalan mengenai batas laut kedua negara.
Berikut fakta yang ada di batas maritim Indonesia Australia :
1. Perairan antara Indonesia dengan Australia meliputi wilayah yang sangat luas,
terbentang lebih kurang 2.100 mil laut dari selat Torres sampai perairan
P.Chrismas. Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Australia
yang telah ditentukan dan disepakati, menjadi sesuatu yang menarik untuk
dipelajari perkembangannya, karena perjanjian tersebut dilaksanakan baik
sebelum berlakunya UNCLOS 82 (menggunakan Konvensi Genewa 1958)
maupun sesudahnya.
2. Perjanjian yang telah ditetapkan juga menarik karena adanya negara Timor
Leste yang telah merdeka sehingga ada perjanjian (Timor Gap Treaty) yang
menjadi batal dan batas-batas laut yang ada harus dirundingkan kembali
secara trilateral antara RI Timor Leste Australia.


6
3. Secara Garis besar perjanjian batas maritim Indonesia Australia dibagi
menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
a. Perjanjian perbatasan pada tanggal 18 Mei 1971 mengenai Batas Landas
Kontinen di wilayah perairan selatan Papua dan Laut Arafura.
b. Perjanjian perbatasan pada tanggal 9 Oktober 1972 mengenai Batas
Landas Kontinen di wilayah Laut Timor dan Laut Arafura.
c. Perjanjian perbatasan maritim pada tanggal 14 Maret 1997 yang meliputi
ZEE dan Batas Landas Kontinen Indonesia Australia dari perairan selatan
P.Jawa termasuk perbatasan maritim di P.Ashmore dan P.Chrismas.
d. Pada tanggal 9 September 1989 telah disetujui pembagian Timor Gap yang
dibagi menjadi 3 area (A,B dan C) dalam suatu Zone yang disebut Zone
Of Cooperation. Perjanjian Timor Gab ini berlaku efektif mulai tanggal 9
Februari 1991, perjanjian ini juga tidak membatalkan perjanjian yang
sudah ada sebelumnya, namun dengan merdekanya Timor Leste maka
perjanjian ini secara otomatis menjadi batal.

B. Dampak dari Ketidakjelasan (Ketidaktahuan) Masyarakat Mengenai
Batas Wilayah Indonesia Australia
Memperhatikan berbagai hal terkait perbatasan maka memang
terdapat kerawanan-kerawanan di wilayah perbatasan Indonesia dengan negara
tetangga, misalnya:
1. Ketidakjelasan perbatasan di lapangan termasuk di darat, walaupun telah ada
perjanjian perbatasan mengenai hal itu. Di darat hal ini telah
menimbulkan masalah lintas batas antara penduduk perbatasan, yang
kemudian diperhebat dengan masalah penyelundupan, illegal
entry, penyusupan unsur-unsur teroris, perpindahan patok-patok
perbatasan, pencurian kekayaan alam, dan lain-lain. Untuk mengatasi hal ini
kiranya diperlukan hubungan dan kerjasama yang baik antara petugas
perbatasan di kedua negara, sambil meningkatkan kemampuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta peralatan, sumber daya manusia, dan


7
organisasi/koordinasi kegiatan di daerah perbatasan antara pejabat-pejabat
perbatasan yang bersangkutan.
2. Di Laut masalah transit dan hak lewat kapal-kapal asing melalui laut-laut
Indonesia yang begitu luas, baik yang lewat berdasarkan prinsip innocent
passage, maupun ASP melalui ALKI, adalah sangat rawan karena kurangnya
kemampuan monitoring dan pengawasan terhadap kapal-kapal perang
maupun kapal terbang militer asing melalui ALKI-ALKI Indonesia, baik
monitoring melalui radar maupun satelit, serta kemampuan pengamanan dan
pertahanan di ALKI-ALKI tersebut yang dapat membawa kerawanan-
kerawanan tertentu bagi Indonesia. Kerawanan tersebut akan berlipat ganda
di daerah-daerah yang biasa di pakai buat pelayaran Internasional, jika ALKI
belum ditetapkan. Karena itu tidak ada jalan lain bagi Indonesia untuk
mengamankan perbatasannya kecuali meningkatkan kemampuan pengamanan
dan pertahanannya yang kini sangat tidak sebanding dengan luasnya kawasan
laut (6 juta km) dan udara Indonesia (5 juta km) yang harus diamankan dan
dipertahankan.
3. Kekayaan alam Indonesia di laut terutama perikanan banyak yang di jarah,
dan dirusak, baik melalui pencurian-pencurian ikan ataupun praktek-praktek
penangkapan ikan yang bertentangan dengan hukum seperti penggunaan bom
ataupun sianida. Disamping itu berbagai-bagai kejahatan di laut semakin
marak sepertipencurian benda-benda sejarah dan cultural (harta karun) di
kapal-kapal yang karam, penyelundupan, termasuk penyelundupan BBM,
imigrasi gelap, terrorisme, bajak laut dan perombakan, illegal logging dan
lain-lain yang semuanya memerlukan peningkatan penegakan hukum dan
pertahanan negara.
4. Perlu dipahami bahwa perbatasan Indonesia, baik darat, laut, maupun udara
termasuk yang sangat rawan dan sensitive di dunia, yang memerlukan
perhatian yang lebih besar dari Pemerintah baik Pusat dan Daerah, DPR dan
DPRD, maupun dari segenap lapisan masyarakat, terutama karena:
a. Letak Indonesia yang secara geopraphis dipersimpangan jalan yang ramai
dilewati antara Samudera Pasific dan Samudera Hindia dan antara Benua


8
Asia dan Australia, Baik oleh kapal dagang biasa, tanker-tanker raksasa.
Kapal-kapal yang membawa muatan-muatan berbahaya/nuklir, maupun
kapal-kapal perang, termasuk kapal-kapal selam, dan kapal-kapal terbang
militer asing.
b. Struktur negerinya yang berbentuk kepulauan dengan garis pantai
termasuk terpanjang di dunia di kawasan laut seluas kira-kira 8 juta km
dari permukaan bumi, serta yang di huni oleh penduduk yang tidak merata,
dan multi-etnis. Demikian pula halnya dengan batas darat yang juga
poros terutama di daerah-daerah pegunungan dan hutan yang tidak
mudah menentukan batasnya yang pasti di lapangan. (Cuplikan dari tulisan
Prof. Dr. Hasjim Djalal, MA Menentukan Batas Negara guna
meningkatkan pengawasan, penegakkan hukum dan kedaulatan NKRI,
Surabaya, 11 November 2005).

C. Kasus-kasus yang Terjadi Akibat Ketidakjelasan (Ketidaktahuan)
Masyarakat Mengenai Batas Wilayah Indonesia Australia
Kasus I:
Terkait Masalah Batas Laut RI-Australia Kompas (6/7/2011)
menuliskannya sebagai berikut: Tata batas Laut Timor dan Laut Australia masih
membingungkan nelayan di sepanjang pesisir selatan Nusa Tenggara Timur.
Banyak nelayan ditangkap dan ditahan Australia karena dianggap melanggar batas
wilayah perairan itu. Akan tetapi, menurut nelayan, mereka berada di perairan
Indonesia saat ditangkap. Status hukum batas laut antara Indonesia dan Australia
belum diratifikasi. Tahun 1997, kedua negara melakukan perjanjian mengenai
batas wilayah laut, tetapi sampai hari ini perjanjian itu belum diratifikasi atau
disahkan.
Dosen Hukum Internasional Universitas Nusa Cendana Kupang, Wellem
Wetan Songa, di Kupang, Selasa (5/7), mengatakan, kedua negara sudah
menetapkan batas zona ekonomi eksklusif, tetapi belum menentukan konsekuensi
atas pelanggarannya. Ada beberapa titik batas dalam perjanjian itu yang belum
disetujui kedua pihak sehingga proses ratifikasi tertunda sampai hari ini.


9
Meski demikian, dalam praktik pengamanan laut, Australia bertindak
seakan-akan sudah memiliki tata batas laut secara permanen. Mereka sering
menangkap nelayan tradisional yang mencari ikan di perairan itu dan memproses
sesuai peraturan di negara itu.Batas Laut Timor sendiri pun masih kabur bagi
nelayan Indonesia. Ketentuan tata batas laut suatu wilayah harus 400 mil dari
garis pantai, tetapi Laut Timor tidak mencapai angka itu.
Uraian :Pada kasus ini, pihak Indonesia seakan tidak berkutik terhadap perlakuan
dari Australia yang bertindak seolah-olah sudah memiliki tata batas laut
secara permanen. Mereka sering menangkap nelayan tradisional yang
mencari ikan di perairan itu dan memproses sesuai peraturan di negara
itu. Sebaiknya, pemerintah Indonesia sesegera mungkin menyelesaikan
perjanjian dengan pihak Australia mengenai titik batas dan konsekuensi
apabila ada warga negara dari masing-masing negara melakukan
pelanggaran. Sehingga, tidak ada keputusan sepihak dari negara yang
bersangkutan.
Kasus II:


10
Diambil dari www.kompas.com(Jumat, 21 Maret 2014). ABC Australia
Network Kamis, 20 Maret 2014 pukul 09:58 WIB mengeluarkan berita yang
berjudul Perahunya Dihancurkan, Nelayan Indonesia Diganti Rugi Rp450 Juta
Uraian:Menurut pernyataan Sahring, Waktu itu saya tidak mengerti bahwa
perahu saya berada di perairan Indonesia, tetapi di atas dasar laut
Australia. Hal ini membuktikan bahwa ada banyak nelayan yang kurang
informasi tentang batas wilayah Indonesia-Australia. Hal yang sangat
wajar apabila para nelayan bingung untuk menentukan posisinya. Karena
dari kasat mata mereka berada di peraian Indonesia. Tetapi jika di tarik
garis lurus sampai dasar laut , daerah tersebut milik Australia.
Kasus III:
Diambil dari Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat


11
Uraian:Pemerintah telah melakukan respon yang baik dan tindakan proaktif
bekerja sama, baik antar Kementerian/ Lembaga maupun dengan AFMA
dan atau Pemerintah Australia untuk memberikan solusi penyelesaian
terbaik bagi permasalahan Warga Negara di wilayah Australia.
Sehingga, warga negara dapat kembali ke indonesia. Berikut lampiran


12
atas jawaban dari pihak Kementerian Luar Negeri:


D. Solusi ke Depan untuk Mengatasi Dampak Tersebut
Solusi ke depan untuk menangani kasus ini yaitu, melakukan preventif
terhadap kasus penangkapan nelayan Indonesia oleh Australia, maka perlu adanya
sosialisasi dan kontrol yang lebih aktif dari Dinas Kelautan dan Perikanan
setempat sebagai instansi yang berhubungan langsung dengan nelayan. Serta
untuk Pemerintah diharapkan sesegera mungkinmenyelesaikan perjanjian dengan
pihak Australia mengenai titik batas dan konsekunsi bagi warga negara yang
melanggar batas.
Semua pihak hendaknya merasa pembangunan daerah perbatasan adalah
kewajiban yang harus direalisasikan bersama. Pihak Pemda merencanakan melalui


13
survei, studi kelayakan dalam merencanakan pembangunan prioritas apa yang
harus didahulukan dan hendaknya harus sinkron antara pemerintah daerah dan
pemerintah pusat termasuk pemecahan dan jalan keluarnya, karena tanpa adanya
kerjasama yang harmonis, tidak mungkin akan tercipta kesinambungan antara
pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan masalah daerah perbatasan. TNI
sendiri telah berusaha dengan keras menjaga wilayah perbatasan khususnya
sepanjang kawasan perbatasan Kaltim dan Kalbar dengan negara Malaysia telah
dibangun 41 pos serta ditempatkan sejumlah personil TNI guna pengamanan dan
memperkecil kemungkinan pelanggaran terhadap kedaulatan perbatasan
Indonesia. Walaupun dalam pelaksanaan tugasnya, personel TNI tanpa didukung
sarana dan prasarana yang memadahi semisal kendaraan khusus untuk patroli,
sedangkan tiap pos jaraknya bisa mencapai lebih dari 50 Km. Jadi se elit apapun
pasukan TNI yang ditugaskan dengan beban tugas yang sangat berat dimana harus
melalui hutan belantara, maka akan terasa sulit dan diluar kemampuan untuk
menghadapi gangguan keamanan yang muncul pada wilayah perbatasan.
Alternatif penanganan bagi pemerintah adalah penambahan pos perbatasan
serta penambahan personel TNI yang dilengkapi dengan sarana pendukungnya
dan tidak kalah penting tentunya pemberian stimulus dalam bentuk konkret untuk
merangsang semangat para prajurit yang bertugas di daerah perbatasan. Perlunya
direalisasikan pembangunan sabuk pengaman. Sebab sabuk pengaman dipandang
penting dalam menetralisir segala kejahatan. Manfaat lain sabuk pengaman itu
sendiri adalah dapat diwujudkan untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan
perekonomian masyarakat, sehingga seluruhnya bermuara kepada peningkatan
pertahanan kita. Terlebih bila sentra-sentra ekonomi melalui kegiatan pemda
diteruskan dengan bimbingan kepada masyarakat sebagai petani plasma, sehingga
melalui pembangunan sabuk pengaman serta pembangunan sentra-sentra ekonomi
masyarakat sekitar perbatasan maka pertahanan secara otomatis akan meningkat
dan terwujud kokohnya pertahanan nasional di daerah perbatasan.
Bilamana negara belum mampu membangun sabuk pengaman, maka dapat
ditemukan alternatif lain seperti melibatkan pengusaha pribumi dengan
kompensasi dari negara dengan pembebasan lahan kanan kiri sabuk pengaman


14
serta pelebaran tertentu yang kemudian dapat diambil hasil hutannya dan
dikompensasikan dalam bentuk jalan, yang selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai
perkebunan sekaligus diarahkan kepada masyarakat setempat dalam hal
pengelolaannya melalui pembinaan yang intensif sebagai petani-petani Plasma.





























15
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan
beberapa hal pokok dari bahasan makalah ini, antara lain sebagai berikut:
1. Adapun ketentuan batas wilayah Indonesia Australia yaitu:
a. Perairan antara Indonesia dengan Australia meliputi wilayah yang sangat
luas, terbentang lebih kurang 2.100 mil laut dari selat Torres sampai
perairan P.Chrismas.
b. Perjanjian yang telah ditetapkan juga menarik karena adanya negara Timor
Leste yang telah merdeka sehingga ada perjanjian (Timor Gap Treaty)
yang menjadi batal dan batas-batas laut yang ada harus dirundingkan
kembali secara trilateral antara RI Timor Leste Australia.
c. Secara Garis besar perjanjian batas maritim Indonesia Australia dibagi
menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
1) Perjanjian perbatasan pada tanggal 18 Mei 1971 mengenai Batas
Landas Kontinen di wilayah perairan selatan Papua dan Laut Arafura.
2) Perjanjian perbatasan pada tanggal 9 Oktober 1972 mengenai Batas
Landas Kontinen di wilayah Laut Timor dan Laut Arafura.
3) Perjanjian perbatasan maritim pada tanggal 14 Maret 1997 yang
meliputi ZEE dan Batas Landas Kontinen Indonesia Australia dari
perairan selatan P.Jawa termasuk perbatasan maritim di P.Ashmore
dan P.Chrismas.
d. Pada tanggal 9 September 1989 telah disetujui pembagian Timor Gap yang
dibagi menjadi 3 area (A,B dan C) dalam suatu Zone yang disebut Zone
Of Cooperation. Perjanjian Timor Gab ini berlaku efektif mulai tanggal 9
Februari 1991, perjanjian ini juga tidak membatalkan perjanjian yang
sudah ada sebelumnya, namun dengan merdekanya Timor Leste maka
perjanjian ini secara otomatis menjadi batal.
2. Dampak dari ketidakjelasan (ketidaktahuan) masyarakat mengenai batas
wilayah Indonesia Australia antara lain


16
a. Di darat hal ini telah menimbulkan masalah lintas batas antara penduduk
perbatasan, yang kemudian diperhebat dengan masalah penyelundupan,
illegal entry, penyusupan unsur-unsur teroris, perpindahan patok-patok
perbatasan, pencurian kekayaan alam.
b. Di Laut masalah transit dan hak lewat kapal-kapal asing sangat rawan
karena kurangnya kemampuan monitoring dan pengawasan baik
monitoring melalui radar maupun satelit.
c. Kekayaan alam Indonesia di laut terutama perikanan banyak yang di
jarah, dan dirusak, baik melalui pencurian-pencurian ikan ataupun
praktek-praktek penangkapan ikan yang bertentangan dengan hukum
seperti penggunaan bom ataupun sianida.
3. Kasus-kasus yang terjadi akibat ketidakjelasan (ketidaktahuan) masyarakat
mengenai batas wilayah Indonesia Australia antara lain
a. Banyak nelayan ditangkap dan ditahan Australia karena dianggap
melanggar batas wilayah perairan.
b. Kasus Sahring, seorang nelayan Indonesia yang perahunya
dihancurkan pihak berwajib Australia pada tahun 2008.
4. Solusi ke depan untuk mengatasi dampak dari kasus-kasus tersebut adalah
melakukan preventif terhadap kasus penangkapan nelayan Indonesia oleh
Australia, maka perlu adanya sosialisasi dan kontrol yang lebih aktif dari
Dinas Kelautan dan Perikanan setempat sebagai instansi yang berhubungan
langsung dengan nelayan.










17
DAFTAR PUSTAKA

Anononim. 2013. Nelayan Indonesia Ditangkap Karena Dinilai Melanggar Batas
Perairan Australia. Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat.
Diambil dari https://lapor.ukp.go.id pukul 16.30 WIB pada Kamis,
23 Maret 2014.
Egidius Petnistik. 2013. Perahunya Dihancurkan, Nelayan Indonesia Diganti Rugi
Rp450 Juta. Internasional Kompas.com. Diambil dari
http://internasional.kompas.com pukul 16.00 WIB pada Kamis, 23
Maret.
Puji Triwidodo, ST., Akademisi & Praktisi Pendidikan, Kontributor TANDEF
Sayidiman Suryohadiprojo, Let.Jen.TNI (Purn). 2006. Pendidikan
Kewarganegaraan.Jakarta : Gramedia.
Soerjono Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai