Tajuk : Bentuk Dua Dimensi (2-D) Tarikh : 19-10-2012 Hari : Jumaat Masa : 30 minit Kelas : 3K Bilangan Murid : 42 orang Standard Kandungan : Murid dibimbing untuk mengenal pasti bentuk dua dimensi (2D) Objektif Pembelajaran : Pada akhir pengajaran dan pembelajaran, murid dapat : a. Mengenal pasti bentuk dua dimensi (2D). b. Mengetahui ciri-ciri bentuk dua dimensi (2D). Pengetahuan sedia ada : Nilai Murni seperti berkerjasama, sifat ingin tahu, ketelitian dan kekemasan.
Bahan Bantu Mengajar : Komputer riba, kertas warna bersaiz A4, sampul surat, gambar dan lembaran kerja.
Langka h/ Masa Isi Pelajaran Aktiviti Pengajaran dan Pembelajaran Catatan Aktiviti Guru Aktiviti Murid Set Induksi (5 minit) Mengenal pasti bentuk dua dimensi (2D). 1. Guru menayangkan video klip tentang bentuk dua dimensi(2D).
1. Murid menonton video klip tentang bentuk dua dimensi (2D) dengan sepenuh perhatian.
Strategi/ Teknik: Penyoalan untuk kelas
Sumber pengajaran: Video klip 2. Guru bersoal jawab dengan murid. Contoh soalan: Apakah bentuk yang dapat kamu lihat dalam video klip ini?
3. Guru masukkkan tajuk hari ini iaitu bentuk dua dimensi (2D). 2. Murid menjawab soalan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan sedia ada mereka. Jawapan murid : Bulatan, bujur, segi empat tepat, segi empat sama, segitiga, bintang dan segi lima.
Penglibatan murid yang aktif Langkah 1 (8 minit) Ciri-ciri bentuk dua dimensi (2D). 1.Guru menayangkan Power Point di hadapan kelas.
2. Guru memperkenalkan bentuk dan ciri-ciri bentuk dua dimensi (2D) dalam Power Point. a. Bulatan - mempunyai permukaan rata -mempunyai sisi melengkung 1. Murid memberi perhatian.
2. Murid memerhatikan bentuk dua dimensi (2D) dan ciri-cirinya dengan sepenuh perhatian ( dalam Power Point).
Strategi/ Teknik: Pemerhatian
Sumber pengajaran: Slaid Power Point
Sikap Murid:Ketelitia n, sifat ingin tahu
Penglibatan murid yang aktif - tiada bucu
b. Segiempat sama - mempunyai permukaan rata - mempunyai 4 sisi - mempunyai 4 bucu - setiap sisi adalah sama panjang
c. Segiempat tepat - mempunyai permukaan rata - mempunyai 4 sisi - mempunyai 4 bucu - 2 sisi bertentangan adalah sama panjang
d. Segitiga - mempunyai permukaan rata - ada 3 sisi. - ada 3 bucu.
e. Bujur - mempunyai permukaan rata - mempunyai sisi melengkung - tiada bucu - bentuk tidak bulat
f. Bintang - mempunyai permukaan rata - mempunyai 10 sisi - mempunyai 5 bucu
g. Segi lima - mempunyai permukaan rata - mempunyai 5 sisi - mempunyai 5 bucu Langkah 2 (4 minit) Menamaka n bentuk dua dimensi (2D). 1. Guru menunjukkan gambar-gambar bentuk dua dimensi (2D). 1. Murid memerhatikan gambar bentuk dua dimensi (2D) dengan sepenuh Strategi/ Teknik: Pemerhatian
Sumber
2. Guru meminta murid menamakan bentuk dua dimensi (2D) seperti di dalam gambar. perhatian.
2. Murid menamakan bentuk dua dimensi (2D) seperti di dalam gambar. pengajaran: Gambar
Sikap Murid:Ketelitia n
Penglibatan murid yang aktif Langkah 3 (10 minit) Melakarkan bentuk dua dimensi (2D). 1. Guru memaparkan satu jadual dalam nama bentuk dua dimensi (2D) di atas papan putih. Contoh: bulatan, segitiga, segi empat sama, segi empat tepat, bujur, bintang segi lima.
2. Guru membahagikan murid dalam 7 kumpulan. Setiap kumpulan akan dibekalkan sekeping kertas warna bersaiz A4, 1. Murid memerhatikan jadual yang telah terpapar di atas papan putih.
2. Murid dibahagikan dalam 7 kumpulan. Setiap kumpulan akan mendapat sekeping kertas warna bersaiz A4, gam dan satu sampul surat yang berisi dengan satu Nilai dan sikap murid: Bekerjasama, sifat ingin tahu, ketelitian dan kekemasan gam dan satu sampul surat yang berisi dengan satu bentuk dua dimensi (2D) yang telah dipotong dalam 5 cebisan.
3. Guru meminta murid mencantumkan kelima-lima cebisan gambar bentuk dua dimensi (2D) dan melekatkan di atas kertas warna bersaiz A4.
4. Setelah mencantumkan gambar bentuk dua dimensi (2D), salah seorang murid diminta menampalkan hasilan kumpulan masing-masing di bentuk dua dimensi (2D) yang telah dipotong dalam 5 cebisan.
3. Murid mencantumkan kelima-lima cebisan gambar bentuk dua dimensi (2D) dan melekatkan di atas kertas warna bersaiz A4.
4. Setiap kumpulan mencantumkan lima cebisan (gambar bentuk dua dimensi ), seorang wakil kumpulan menampalkan hasilan kumpulan merekadi atas papan putih mengikut kumpul an bentuk dua dimensi (2D).
atas papan putih mengikut kumpul an bentuk dua dimensi (2D).
5. Guru membuat pengesahan betul atau salah pada hasilan setiap kumpulan.
5. Setiap murid memberi perhatian pada hasilan tiap-tiap kumpulan. Penutup (3 minit) Lembaran kerja sebagai pengukuha n. 1. Guru mengedarkan lembaran kerja kepada setiap murid. 1. Murid menyiapkan lembaran kerja yang diberi oleh guru. Murid perlu menyiapkan lembaran kerja dengan betul.
Lembaran kerja
Gambar-gambar telah diambil semasa pelajaran:
Langkah 1: Guru menayangkan video sebagai set induksi.
Langkah 2: Guru memperkenalkan nama dan ciri-ciri bentuk Dua Dimensi.
Langkah 3: Guru meminta murid menamakan bentuk 2D seperti di dalam gambar.
Langkah 4: Murid menjalankan aktiviti kumpulan.
Langkah 5: Ketua kumpulan menampalkan hasilan mereka di atas papan putih.
Langkah 6: Guru dan murid membuat pengesahan betul atau salah pada hasilan mereka.
Langkah 7: Guru mengedarkan lembaran kerja dan murid menyiapkan lembaran kerja.
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL- MODES/MODEL_PEMBELAJARAN_MATEMATIKA/BBM4_Dra._Erna_Suwangsih, ... pendekatan induktif, deduktif, pendekatan spiral,kontekstual, konstruktivisme ..... Pada pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan spiral, suatu ...
PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME Konstruktivisme merupakan landasan kontekstual, yai tu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui kontek s yang terbatas dan tidak dengan tiba - tiba.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta fakta , konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pe ngetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk meme cahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, bergelut dengan ide ide, ya itu siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme berusaha u ntuk melihat dan memperhatikan konsepsi dan persepsi siswa dari kacamata siswa sen diri. Guru memberi tekanan pada penjelasan tentang pengetahuan tersebut dari kacamatasiswa sen diri. Guru dalam pembelajaran ini berperan sebagai moderator dan fasilitaitor, Suparno ( 1997 : 66) menjabarkan beberapa tugas guru tersebut sebagai berikut : 1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan si swa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses penelitian. 2. Menyediakan atau memberikan kegiatan kegiatan yan g merangsang keingin tahuan siswa membantu mereka untuk mengeskpresikan gagasan gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sa rana yang merangsang siswa berpikir produktif. Guru harus menyemangati siswa. Pendekatan Pembelajaran Matematika Model Pembelajaran Matematika 115 3. Memonitor, mengevalauasi, dan menunjukkan apakah pe mikiran siswa jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetah uan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru konstruktivis perlu mengerti sifat kesalahan s iswa, sebab perkembangan intelektual dan matematis penuh dengan kesalahan dan kekeliruan . Ini adalah bagian dari konstruksi semua bidang pengetahuan yang tidak bisa dihindarkan. Gur u perlu melihat kesalahan sebagai suatu sumber informasi tentang penalaran dan sifat skema siswa. Prinsip konstrukstivisme Piaget menurut De Vries da n Kohlberg ( Suparno,1997:70 ).yang perlu diperhatikan dalam pembelajarn matematika ant ara lain adalah : 1. Struktur psikilogi harus dikembangkan dulu sebelum persoalan bilangan dikembangkan.Bila siswa mencoba menalarkan bilangan sebelum mereka menerima stuktur logika matematis yang cocok dengan persoala nnya, tidak akan ada jalan. 2. Stuktur psikologi ( skemata ) harus dikembangkan le bih dulu sebelum simbol formal diajarkan. Simbol adalah bahasa matematis suatu kon sep, tetapi bukan konsepnya sendiri. 3. Siswa harus mendapatkan kesempatan untuk menemukan (membentuk) relasi matematis sendiri, jangan hanya selalu dihadapkan kepada pemi kiran orang dewasa yang sudah jadi. 4. Suasana berpikir harus diciptakan. Sering pengajara n matematika hanya menstransfer apa yang dipunyai guru kepada siswa dalam wujud per limpahan fakta matematis dan prosedur perhitungan serta bukan penalaran sehingga banyak siswa menghafal belaka. Namun menurut Vigotsky, dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vigotsk y disebut kotnstruktivisme sosisal. Ada dua konsep penting dalam teori Vigotsky yaitu Zaone of Proximal Development ( ZPD ) dan scaffolding. Zone of Proximal Development ( ZPD ) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebaga i kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang did efinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalu i kerja sama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Sedangkan scaffolding merupakan sejumlah bantuan kepada siswa selama tah ap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar se telah ia dapat melakukannya. Scaffolding merupakan bantuan - bantuan yang diberikan kepada s iswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa pemecahan, m emberikan contoh, dan tindakan tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri. 1. Belajar Matematika menurut Paham Konstruktivisme Konsep pembelajaran konstruktivis didasarkan kepada kerja akademik para ahli psikologi dan peneliti yang peduli dengan konstruktivisme. Pa ra ahli konstruktivisme mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas-tugas di k elas, maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif ( Suherman, 2001) Para ah li konstruktivisme yang lain mengatakan Pendekatan Pembelajaran Matematika Model Pembelajaran Matematika 116 bahwa dari perspektifnya konstruktivis, belajar mat ematika bukanlah suatu proses pengepakan pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorg anisir aktivitas, di mana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas. Selanjut Cobb ( Suhe rman 2001) mengatakan bahwa belajar matematika merupakan proses di mana siswa secara ak tif menkonstruksi pengetahuan matematika. Para ahli konstruktivis setuju bahwa belajar matema tika melibatkan manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja . Mereka menolak paham matematika dipelajari dalam satu koleksi yang berpola linear. Setiap tahap dari pembelajaran melibatkan suatu proses penelitian terhadap makna dan penyampaian ke terampilan hafalan dengan cara yang tidak ada jaminan bahwa siswa akan menggunakan keterampil an intelegensinya dalam setting matematika. Lebih jauh lagi para ahli konstrutivis merekomendas i untuk menyediakan lingkungan belajar di mana siswa dapat mencapai konsep dasar, keterampilan algoritma, proses heuristik dan kebiasaan bekerja sama dan berefleksi . Dalam kaita nnya dengan belajar, Cobb dkk (1992) menguraikan bahwa belajar dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif di mana siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul seb agaimana mereka berpartisipasi aktif dalam latihan matematika di kelas. Confrey (1990),yang juga banyak bicara dalam konstr uktivisme menawarkan suatu powerfull contruction dalam matematika. Dalam mengkonstruksi pengertian matematika melalui pengalaman, ia mengidentifikasi 10 karakteristik da ri powerfull contructions berfikir siswa. Lebih jauh ia mengatakan bahwa powerfull construction ditandai oleh: 1. Sebuah struktur dengan ukuran kekonsistenan interna l; 2. Suatu keterpaduan antar bermacam-macam konsep; 3. Suatu kekonvergenan di antara aneka bentuk dan kont eks; 4. Kemampuan untuk merefleksi dan menjelaskan; 5. Sebuah kesinambungan sejarah; 6. Terikat kepada bermacam-macam system symbol; 7. Suatu yang cocok dengan pendapat expert (ahli); 8. Suatu yang potensial untuk bertindak sebagai alat u ntuk konstruksi lebih lanjut; 9. Sebagai petunjuk untuk tindakan berikutnya; 10. Suatu kemampuan untuk menjustifikasi dan mempertaha nkan (Confrey, 1990: 110). Semua ciri-ciri powerfull di atas dapat digunakan secara efektif dalam prose s belajar mengajar di kelas. Menurut Confrey (1990), siswa-si swa matematika seringkali hanya menerapkan satu kriteria evaluasi mereka dari yang mereka konstruksi misalkan dengan bertanya Apakah ini disetujui para ahli? Atau dalam istilah konstruktivis Apakah itu benar? Akibatnya pengetahuan matematika menjadi terisolasi dari sisa pengalaman mereka yang dikonstuksi dari aksi mereka di dunia dalam pola yang spontan dan in teraktif. Oleh karena itu pandangan siswa tentang kebenaran ketika siswa belajar matematika perlu mendapat pengawasan ahli dan masyarakat menjadi tidak lengkap. Dalam kasus ini p eranan guru dan peranan siswa lain adalah menjustifikasi berfikirnya siswa dalam matematika. Salah satu yang mendasar dalam Pendekatan Pembelajaran Matematika Model Pembelajaran Matematika 117 pembelajaran matematika menurut konstruktivis adala h suatu pendekatan dengan sebab tak terduga sebelumnya dengan suatu keterikatan yang ce rdik dalam mempelajari karakter, kejadian, cerita, dan implikasinya 2. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matem atika Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembe lajaran meliputi 4 tahap yaitu : 1) apersepsi 2) eksplorasi 3) diskusi dan penjelasan k onsep serta 4) pengembangan dan aplikasi. Tahap pertama , siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalny a tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan u ntuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahaman tentang konsep itu. Tahap kedua , siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan mene mukan konsep pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasi an data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang guru. Kemudian secara berkelompok didisku sikan dengan kelompok lain. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keinginta huan siswa tentang fenomena alam di sekelilingnya. Tahap ketiga , saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, m aka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak raguragu lagi tentang konsepsinya. Tahap keempat , guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang m emungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya , baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah masalah yang berkaitan deng an isu isu dilingkungannya. Dalam pembelajaran matematika beberapa ahli konstru ktivisme telah menguraikan indikator belajar mengajar berdasarkan konstruktivi sme. Confrey ( Suherman,2001 ) menyatakan: : ...sebagai seorang konstruktivis ketika saya mengajar kan matematika, saya tidak mengajarkan tentang struktur matematika yang objekn ya ada di dunia ini. Saya mengajar mereka, bagaimana mengembangkan kognisi mereka, bag aimana melihat dunia melalui sekumpulan lensa kuantitatif yang saya percaya akan menyediakan suatu cara yang powerful untuk memahami dunia, bagaimana merefleksikan lens a lensa itu untuk menciptakan lensa lensa yang lebih kuat, dan baga imana mengapresiasi peranan dari lensa dalam memainkan pengembangan kultur mereka. S aya mencoba untuk mengajarkan untuk mengembangkan satu alat intelektu al yaitu matematika. Hal ini tercermin bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berfikir, fokus utama mengajar matematika adalah meberdayakan siswa untuk berfikir mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli seb elumnya.