Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Cacingan masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Prevalensi penyakit cacingan berkisar 60% - 90% tergantung lokasi, higine, sanitasi peribadi
dan lingkungan penderita (Hadidjaja, 1994). Tingginya prevalensi ini disebabkan oleh iklim
tropis dan kelembaban udara yang tinggi di Indonesia selain higine dan sanitasi yang rendah
sehingga menjadi lingkungan yang baik untuk perkembangan cacing.
Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus(cacing tambang) merupakan beberapa dari Soil Transmitted
Helminths (STH) yang sering dijumpai pada penderita. Penularan infeksi cacing yang tergolong
STH umumnya terjadi melalui cara tertelan telur infeksius atau larva menembus kulit seperti
cacing tambang. Disebut sebagai STH karena bentuk infektif cacing tersebut berada di tanah
(Srisasi Ganda Husada, 1998).
Infeksi cacing usus merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan
kualitas sumber daya manusia, dalam hal ini, akan menghambat pertumbuhan fisik,
perkembangan, dan kecerdasan bagi anak yang terinfeksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak usia sekolah dasar merupakan golongan
yang sering terkena infeksi cacing usus karena sering berhubungan dengan tanah (DepKes RI,
2004). Dalam laporan hasil survei prevalensi infeksi cacing usus pada 10 propinsi tahun 2004,
Sumatera Utara menduduki peringkat ke 3 (60,4 %) dalam hal penyakit cacingan (DepKes RI,
2004). Kebiasaan hidup kurang higienis menyebabkan angka terjadinya penyakit masih cukup
tinggi

Penggunaan antihelmintik atau obat anti cacing perlu untuk memberantas dan
mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Sebagian besar antihelmintik efektif
terhadap satu macam jenis cacing, sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum
menggunakan obat tertentu. Seharusnya pemberian antihelmintik haruslah mengikut indikasi-
indikasi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengobati cacingan, banyak obat anti cacing diberikan pada anak bertujuan untuk
mengeluarkan cacing segera bersama tinja hanya dalam dosis sekali minum. Obat anti-cacing
yang dipilih harus diperhatikan benar karena tidak semuanya cocok pada anak. Pemberian obat
anti cacing tanpa dasar justru akan merugikan anak yang mana akan memperberat kerja hati.
Diagnosis harus dilakukan dengan menemukan telur/larva dalam tinja, urin, sputum dan darah
atau keluarnya cacing dewasa melalui anus,mulut atau lainnya.

1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana perilaku ibu-ibu terhadap pemberian obat antihelmintik kepada anak-anak
mereka berdasarkan anjuran dokter atau tanpa anjuran dokter?

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.1.1. Untuk mengetahui perilaku ibu-ibu terhadap pemberian antihelmintik kepada
anak-anak mereka berdasarkan anjuran dokter atau tanpa anjuran dokter.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dalam mengobati
infeksi cacing.
1.3.2.2. Untuk mengetahui sikap ibu dalam mengobati cacingan.
1.3.2.3. Untuk mengetahui tindakan ibu dalam mengobati cacingan.

1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Data dan informasi hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
ibu agar memberi obat antihelmintik pada anak sesuai dengan
indikasi.
1.4.2. Data dan informasi hasil penelitian ini sebagai masukan bagi Dinas
Kesehatan Kabupaten Langkat penyuluhan dalam upaya
pengobatan, pencegahan dan pemberantasan infeksi cacing.



Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai