Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.1.1 Pengertian status gizi
Pengertian status di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan
(Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
Istilah gizi diambil dari bahasa Arab yaitu giza, yang berarti zat makanan.
Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut Nutrition yang dapat berarti bahan
makanan atau zat gizi (Irianto, 2007).
Sedangkan pengertian gizi secara luas adalah suatu proses penggunaan
makanan yang dikonsumsi oleh organisme melalui proses proses seperti digesti,
absopsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat - zat yang
tidak digunakan untuk melanjutkan kehidupannya serta menghasilkan energi
(Supariasa, 2002; Irianto, 2007).
Status gizi (Nutritional Status) merupakan hasil konsumsi makanan yang
terlihat melalui keadaan tubuh (Almatsier, 2009). Hasilnya dapat dibedakan menjadi
obesitas, gemuk, normal, kurus, dan sangat kurus.
2.1.2 Sumber gizi dan manfaatnya
Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi
berbagai bahan makanan. Zat - zat yang diperoleh dari bahan makanan yang
dikonsumsi disebut dengan zat gizi. Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2010), Zat
gizi ini mempunyai nilai yang sangat penting (tergantung dari macam - macam bahan
makanannya) untuk:
a. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan, terutama
bagi mereka yang masih dalam pertumbuhan. Termasuk dalam memelihara
proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yaitu penggantian sel -
sel yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh (dengan cara menjaga
keseimbangan cairan tubuh). Proses tubuh dalam pertumbuhan dan
perkembangan yang terpelihara dengan baik akan menunjukkan baiknya
kesehatan yang dimiliki seseorang.
b. Memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari - hari.
Nutrien penghasil energi terdiri dari karbohidrat dan lemak serta protein
dalam jumlah sedikit yang terdapat di dalam diet dengan proporsi yang bervariasi
antara populasi manusia dan hewan (Murrey, 2003).
Zat gizi merupakan bahan penyusun dari suatu makanan. Zat gizi ini ada lima
jenis, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Namun ada juga ahli
gizi yang memasukkan air sebagai bagian dari zat gizi (Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012).
Menurut Irianto (2007), secara umum ada 6 macam kelompok zat - zat gizi
yang dibutuhkan oleh manusia, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, air dan
mineral.
a. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan satu atau beberapa senyawa kimia yang terdiri
dari unsur C, H, dan O, dengan rumus kimianya C
n
(H
2
O)
n
. Adapun sumber
utama karbohidrat adalah berasal dari tanaman (Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyaarakat Universitas
Indonesia, 2012).
Berdasarkan gugus penyusun gulanya, Irianto (2007)
membedakannya menjadi:
1. Monosakarida adalah karbohidrat dengan molekul terkecil sehingga
disebut juga karbohidrat paling sederhana. Monosakarida jika dikonsumsi
maka akan langsung diserap di usus halus dan dibawa dalam peredaran
darah. Sumber karbohidrat sederhana ini adalah seperti jagung manis,
berbagai buah - buahan dan sayur sayuran, serta madu, dan sebagainya.
2. Disakarida merupakan karbohidrat yang terdiri dari gabungan dua
monosakarida. Karbohidrat jenis disakarida banyak terdapat dalam gula
tebu, gula aren, susu, dan sebagainya.
3. Polisakarida merupakan karbohidrat yang tersusun atas banyak
monosakarida. Karbohidrat jenis ini dibedakan menjadi dua, yaitu
polisakarida yang dapat dicerna dan tidak dapat dicerna. Umumnya
polisakarida tidak berasa atau malah berasa pahit dan tidak larut dalam air.
Yang termasuk ke dalam polisakarida yaitu:
(i) Pati atau tepung, merupakan polisakarida yang bersumber dari biji -
bijian, buah tanaman yang belum matang, akar - akaran dan umbi -
umbian.
(ii) Selulosa adalah jenis polisakarida yang berasal dari komponen dinding
sel tanaman yang tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan manusia.
(iii) Glikogen, yaitu jenis karbohidrat yang disimpan di hati dan otot.
Kurang lebih 4% berat hati merupakan simpanan glikogen, sedangkan
di otot hanya 0,7% dari berat otot. Glikogen ini digunakan sebagai
pemenuhan energi pada saat tubuh menjalani kerja berat atau latihan
berat.
Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2010), manfaat karbohidrat
secara umum adalah:
1. Sekitar 80% energi yang diperoleh tubuh berasal dari karbohidrat.
Sehingga karbohidrat merupakan sumber energi utama tubuh.
2. Sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen.
3. Mengatur gerakan peristaltik, terutama pada usus besar.
4. Melakukan penghematan persediaan protein.
b. Lemak
Lemak adalah senyawa organik yang tersusun atas unsur C, H, dan O
yang hampir sama seperti karbohidrat, namun memiliki jumlah atom yang
lebih banyak. Dan akan membentuk lipoid-fosfatid dan sterol jika zat lemak
bergabung dengan zat lain. Sumber lemak bisa berasal dari hewan (seperti
daging sapi, kuning telur, dll) dan dari tumbuhan (seperti miyak jagung,
miyak zaitun, kelapa, kelapa sawit, dll) (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2010).
Lemak di dalam tubuh memiliki berbagai fungsi, diantaranya adalah:
1. Tiap gram lemak dapat menghasilkan sebanyak 9,3 kalori.
2. Dapat melarutkan vitamin tertentu, seperti vitamin A, D, E dan K agar
bisa digunakan tubuh.
3. Menjaga tubuh dari temperatur rendah.
4. Penghasil asam lemak esensial.
c. Protein
Protein berasal dari bahasa latin yaitu Proteos, yang berarti yang
didahulukan atau yang utama. Jadi protein merupakan bahan keperluan hidup
yang menduduki tempat utama. Protein relatif sama dengan karbohidrat dan
lemak karena sama sama tersusun atas unsur - unsur organik karbon (C),
hidrogen (H), dan oksigen (O), namun pada protein terdapat unsur nitrogen
(N). Unsur nitrogen merupakan penyusun sekitar 16% dari berat protein.
Protein diperoleh melalui berbagai tumbuh - tumbuhan (protein nabati) dan
melalui hewan (protein hewani) (Almatsier, 2009).
Semua protein dibangun oleh unit utama berupa asam amino (AA).
Asam amino membangun sel - sel dan jaringan secara sangat spesifik seperti
hemoglobin dalam sel darah merah, myosin dalam jaringan otot, dan kolagen
terletak dalam jaringan ikat tubuh (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012).
Menurut Irianto (2007), ada berbagai macam fungsi protein di dalam
tubuh, diantaranya:
1. Mengganti sel - sel tubuh yang telah rusak, setiap orang pasti pernah
mengalami cedera, baik parah maupun ringan seperti lecet, tertusuk jarum,
bahkan fraktur. Pada keadaan seperti ini maka protein akan bekerja
mengganti sel sel yang telah rusak.
2. Membangun sel tubuh, semakin bertambah usia anak maka berat
badannya juga bertambah, hal ini terjadi karena terbentuknya jaringan
jaringan yang baru berupa otot maupun tulang.
3. Membuat protein darah, dalam hal ini hemoglobin terdiri atas serum dan
protein.
4. Membentuk zat - zat pengatur seperti enzim dan hormone.
5. Membuat air susu, sebab air susu ibu terdiri atas protein.
6. Menjaga keseimbangan asam basa cairan tubuh, karena jika terjadi
kelebihan asam maupun basa dalam cairan tubuh maka protein akan
mengikat kelebihan asam maupun basa tersebut sehingga cairan tubuh
yang netral dapat dipertahankan.
7. Pemberi kalori, dalam hal ini tiap gram protein dapat menghasilkan sekitar
4,1 kalori. Kalori yang dihasilkan oleh protein hanya dipakai terutama
pada keadaan yang memaksa.
8. Serta protein juga berperan dalam pembentukan antibodi.
d. Vitamin
Vitamin merupakan senyawa organik kompleks yang dibutuhkan oleh
tubuh dalam jumlah kecil untuk mengatur fungsi yang spesifik dari tubuh.
Umumnya vitamin tidak bisa dibentuk oleh tubuh, namun diperoleh dari
makanan. Vitamin digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu: (Almatsier,
2009)
1. Kelompok vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B dan C. Vitamin
ini tidak dapat disimpan di dalam tubuh, sehingga jika berlebihan di dalam
tubuh maka akan dikeluarkan melalui urin
2. Kelompok vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E dan K.
Vitamin jenis ini dapat disimpan bahkan dalam jumlah yang banyak,
terutama disimpan di hati.
Seseorang yang kekurangan vitamin dapat mengalami avitaminosis,
sedangkan yang berlebihan akan vitamin dapat mengalami hipervitaminosis.
Setiap vitamin memiliki fungsi khusus seperti vitamin A, C, dan E berfungsi
sebagai antioksidan. Beberapa vitamin bekerja sama dalam mengatur fungsi
tubuh, seperti memacu dan memelihara hal hal berikut ini: (Irianto, 2003)
1. Pertumbuhan.
2. Kekuatan dan kesehatan tubuh.
3. Reproduksi.
4. Pencernaan.
5. Selera makan.
6. Stabilitas sistem saraf.
e. Air
Air merupakan zat yang membangun sekitar 60 - 70% berat tubuh
orang dewasa. Oleh karena itu air merupakan komponen yang sangat
diperlukan oleh tubuh. Kebutuhan air di dalam tubuh diatur oleh kelenjar
hipofise, kelenjar anak ginjal, kelenjar tiroid, dan kelenjar keringat
(Kartasapoetra dan Marsetyo, 2010).
Menurut Irianto (2007), fungsi air bagi tubuh adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pelarut.
2. Menjaga stabilitas temperatur tubuh.
3. Mempertahankan volume darah dalam keadaan seimbang.
4. Sebagai media transport zat - zat gizi dan membuang sisa metabolisme.
f. Mineral
Mineral merupakan zat organik yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah
kecil. Zat ini antara lain: kalsium (Ca), fosfat (P), besi (Fe), fluoride (F),
natrium (Na), klorida (Cl), iodium (I), kalium (K) (Kartasapoetra dan
Marsetyo, 2010).
Mineral pada dasarnya berada di dalam tanah. Tumbuhan menyerap
berbagai macam mineral guna untuk pertumbuhan. Mineral ini disimpan di
buah, daun, batang, dan akar. Hewan yang memakan tanaman akan
menyimpan mineral dari tanaman tersebut di tubuhnya. Dan manusia dapat
memperoleh mineral dengan memakan tumbuhan dan hewan (Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, 2012).
Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tubuh, maka zat mineral ini
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Mayor mineral, yaitu zat mineral yang dibutuhkan oleh tubuh lebih dari
100 mg/hari. Yang termasuk mayor mineral yaitu: kalsium (Ca), fosfat
(P), natrium (Na), klorida (Cl), kalium (K), magnesium (Mg) dan sulfat
(S). Diantara mineral ini yang paling banyak terdapat di dalam tubuh
adalah kalsium. Sekitar 99% kalsium ada di tulang dan gigi.
2. Trace mineral, yaitu zat mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kurang dari
100 mg/hari. Zat mineral yang termasuk trace mineral adalah besi (Fe),
fluoride (F), iodium (I), mangan (Mn), seng (Zn), dan tembaga (Cu).
Menurut Irianto (2007), sumber dari mineral ini sangatlah beragam,
begitu juga dengan fungsinya yang bermacam macam. Sumber mineral
tersebut diantaranya:
a. Kalium dapat diperoleh dari daging, susu, sayuran, sereal, kacang, dan
buah segar.
b. Natrium dapat diperoleh dari garam meja dan ikan.
c. Kalsium dapat diperoleh dari keju, susu, kacang dan ikan kecil yang
dimakan beserta tulangnya, brokoli, serta kuning telur dan udang.
d. Magnesium dapat diperoleh dari daging, produk susu, sereal, dan ikan,
serta sayuran hijau.
e. Fosfor dapat diperoleh dari beras, daging, susu, dan sereal, serta mentega
dan telur.
f. Zat besi dapat diperoleh dari kacang, biji - bijian, dan daging merah.
g. Zat seng dapat diperoleh dari daging, seafood, dan sayuran.
h. Zat tembaga dapat diperoleh dari kepiting, daging, kerang, dan kacang.
i. Iodium dapat diperoleh dari seafood, telur, dan produk susu.
j. Fluoride dapat diperoleh dari seafood, dan air teh.
k. Mangan dapat diperoleh dari kacang, buah kering, dan beras.


Secara umum fungsi mineral didalam tubuh adalah sebagai berikut:
1. Membantu fungsi organ, yaitu membantu kontraksi otot, keseimbangan
asam basa, memelihara irama jantung.
2. Menyediakan komponen penyusun tulang dan gigi.
3. Memelihara keteraturan metabolisme seluler.
2.1.3 Kebutuhan gizi
Kecukupan gizi individu untuk tumbuh dan berkembang dapat terpenuhi
melalui konsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman (Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, 2011).
Setiap orang dalam mempertahankan hidup maupun meningkatkan kualitas
hidup membutuhkan zat zat gizi dalam jumlah yang cukup, tidak kurang maupun
berlebihan. Namun dalam mengkonsumsi makanan sehari - hari hendaknya bervariasi
agar kekurangan zat gizi pada suatu makanan dapat dilengkapi oleh keunggulan zat
gizi dari makanan yang lain (Paath, Yuyum dan Heryati, 2005).
2.1.3.1 Kebutuhan gizi remaja
Ada dua masa di kehidupan ini yang paling mempengaruhi pertumbuhan fisik
seseorang, yaitu tahun pertama kehidupan dan masa remaja. Pada masa remaja inilah
diperoleh sekitar 25% tinggi badan saat dewasa. pada masa ini juga terjadi berbagai
permasalahan gizi yang penyebab utamanya adalah kuantitas dan kualitas dari
makanan yang dikonsumsi sehari - hari. Sehingga sumber makanan yang adekuat
sangat dibutuhkan pada masa ini (Fatmah, 2010).
Pada masa remaja terjadi pertumbuhan yang cepat dan diikuti dengan proses
pematangan seksual. Sehingga kebutuhan akan nutien mengalami peningkatan yang
drastis untuk mendukung proses pertumbuhan fisik (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyaarakat Universitas Indonesia, 2012).
Jika terjadi ketidakseimbangan pemasukan dan pengeluaran energi pada masa
remaja maka akibat yang ditimbulkan akan berlanjut hingga masa dewasa dan masa
lansia (Arisman, 2007).
Zat gizi yang dibutuhkan remaja secara umum mengacu pada Recomended
Daily Allowances (RDA) yang disusun berdasarkan perkembangan kronologis.
Energi yang dibutuhkan remaja putra umumnya lebih banyak dari pada remaja putri,
jumlah energi paling banyak dibutuhkan remaja putra yaitu pada usia 16 tahun
dengan kebutuhan energi sekitar 3.470 kkal/hari sedangkan pada remaja putri puncak
energi paling banyak dibutuhkan yaitu pada usia 12 tahun dengan kebutuhan energi
sekitar 2.550 kkal/hari. Setelah melewati usia tersebut baik pada remaja putra maupun
putri kebutuhan akan energinya relatif berkurang (Arisman, 2007).
2.1.4 Faktor faktor yang mempengaruhi status gizi
Status gizi seseorang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor faktor
tersebut dapat dibagi menjadi:
1. Faktor ekonomi
Penghasilan yang rendah menjadikan masyarakat harus membagi bagikan
pendapatannya untuk beragam kebutuhan sehari hari di samping adanya kebutuhan
pokok berupa keperluan makan keluarga. Dengan beragamnya kebutuhan tersebut
menjadikan persentase penyediaan makanan pokok yang kecil. Hal ini menjadikan
kebanyakan mereka memakan makanan yang kurang bergizi (Kartasapoetra dan
Marsetyo, 2010).
2. Faktor sosial dan budaya
Lingkungan sosial mempengaruhi seseorang dalam mengkonsumsi makanan
melalui tekanan sosial dari teman dan keluarga yang menjadikan seseorang mengikuti
pola perilaku makan yang sudah disiapkan pada lingkungan sosial tersebut. Selain itu,
pola budaya juga dapat mempengaruhi kebiasaan makan pada keluarga (Gibney,
2009).
3. Faktor religius
Perilaku makan juga dipengaruhi oleh kepercayaan religius. Ini dapat dilihat
melalui perilaku seseorang, seperti perilaku tidak mengkonsumsi daging sapi yang
dilakukan orang Sihk, perilaku tidak masak pada hari Sabat yang dilakukan oleh
orang Yahudi, ataupun perilaku puasa ramadhan yang dilakukan orang Islam dan
Rahib Budha yang tidak memakan makanan sesudah tengah hari (Gibney, 2009).
4. Faktor pengetahuan
Pengetahuan dapat mempengaruhi status gizi karena melalui pengetahuan
seseorang mengetahui tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat,
mengetahui jenis jenis makan bergizi, dan manfaat makanan bergizi bagi kesehatan,
serta pentingnya olahraga dan istirahat yang cukup bagi kesehatan (Notoatmodjo,
2007).
5. Faktor pola makan
Faktor pola makan berupa jumlah makanan, dan kualitas serta kandungan zat
gizi di dalam makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi status gizi pada
seseorang. Namun pola makan ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan, daya beli dan
ketersediaan makanan, kesenangan dan ketidaksenangan, kepercayaan, aktualisasi
diri, dan faktor agama serta psikologis (Gibney, 2009; Hartono, 2006).
2.1.5 Penilaian status gizi
2.1.5.1 Penilaian status gizi secara langsung
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menilai status gizi secara
langsung pada kelompok masyarakat. Secara umum penilaian secara langsung dibagi
menjadi empat, yaitu penilaian stastu gizi secara biofisik, biokimia, klinis, dan
antropometri (Supariasa, 2002).
1. Penilaian status gizi dengan metode biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah suatu cara menentukan status gizi
melalui cara melihat kemampuan fungsi dan perubahan struktur dari suatu jaringan.
Untuk mengetahui kemampuan fungsi jaringan maka dapat dilakukan tes terhadap
kemampuan kerja, adaptasi sikap dan energi exspenditure. Sedangkan untuk
mengetahui perubahan struktur jaringan dapat dilihat secara klinis melalui pengerasan
kuku, menurunnya elastisitas kartilago dan rambut yang tumbuh abnormal. Namun
ada juga yang tidak bisa dilihat secara klinis sehingga dibutuhkan pemeriksaan
radiologi (Supariasa, 2002).
2. Penilaian status gizi secara biokimia
Penilaian status gizi melalui biokimia adalah melakukan penilaian dengan
cara memeriksa spesimen di laboratorium. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap urin,
tinja, darah, dan jaringan tubuh seperti otot dan hati. Penilaian status gizi dengan
metode ini merupakan penilaian yang lebih tepat dan objektif dibandingkan penilaian
status gizi dengan cara yang lain (Supariasa, 2002).
3. Penilaian status gizi dengan pemeriksaan klinis
Penilaian status gizi dengan pemeriksaan klinis merupakan penilaian status
gizi dengan melihat perubahan perubahan yang terjadi lalu dihubungkan dengan
gizi yang tidak cukup. Hal ini dapat dilihat pada mata, kulit, mukosa oral, rambut dan
kelenjar tiroid. Namun perubahan perubahan yang terjadi bisa saja bukan karena
kurang gizi melainkan akibat dari faktor higiene yang jelek atau terkena panas sinar
matahari (Supariasa, 2002).
4. Penilaian status gizi dengan pemeriksaan antropometri
Istilah antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti tubuh dan
metros yang berarti ukuran. Jadi arti antropometri adalah ukuran tubuh. Secara
definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh manusia dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi (Supariasa, 2002).
Dalam melakukan penelitian epidemiologi gizi, antropometri berperan sangat
penting. Ukuran tubuh dapat mencerminkan gambaran yang khas pajanan kumulatif
terhadap pola makan dan keadaan sakit. Melalui ukuran ini juga dapat dinilai
pertumbuhan anak anak yang sesuai dengan standar internasional, dan pada orang
dewasa dapat ditafsirkan kemungkinan morbiditas dan mortalitas yang akan
menyertainya (Gibney, 2009).
Antropometri merupakan penilaian ketidakseimbangan asupan karbohidrat
maupun protein yang paling umum digunakan. Sebab gangguan dari
ketidakseimbangan ini dapat dilihat dari pertumbuhan fisik dan jaringan tubuh,
misalnya proporsi lemak dan otot di tubuh, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa,
2002).
Pengukuran antropometri merupakan pemeriksaan dengan cara mengukur
tinggi badan, berat badan dan lingkar bagian - bagian tubuh tertentu serta mengukur
lipatan kulit (Gibney, 2009).
Pengukuran antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan
dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut:
a. Umur
b. Berat badan
c. Tinggi badan
Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes
RI) tahun 2010 untuk mengukur status gizi remaja dapat digunakan pengukuran
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) untuk anak berusia 5 sampai 18 tahun
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan kombinasi antara pengukuran berat
badan dan tinggi badan. Rumus pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT):
Indeks Massa Tubuh (IMT) = BB (kg)
TB (m
2
)
Keterangan:
BB: Berat Badan dengan satuan kilogram (kg)
TB: Tinggi Badan dengan satuan meter (m)
Untuk kategori dan ambang batas status gizi anak usia 5 18 tahun tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut ini:








Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 5 18 Tahun.
Indeks

Ambang Batas (Z-Score)
Kategori Status
Gizi
Indeks Massa Tubuh
menurut Umur
(IMT/U) Anak Umur
5 18 Tahun


<-3 SD Sangat Kurus
-3 SD sampai dengan <-2 SD Kurus
-2 SD sampai dengan 1 SD Normal
>1 SD sampai dengan 2 SD Gemuk
>2 SD Obesitas
Sumber: Kepmenkes RI 2010
Sedangkan hasil dari penilaian status gizi tersebut dilihat pada tabel 2.2 dan
tabel 2.3 yang dikeluarkan oleh Mentri Kesehatan (lampiran 1).
2.1.5.2 Penilaian status gizi secara tidak langsung
Untuk menilai status gizi secara tidak langsung ada tiga cara, yaitu statistik
vital, faktor ekologi dan metode survei konsumsi makanan. Ketiga metode ini
dijelaskan sebagi berikut:
1. Statistik vital
Penilaian status gizi dengan metode statistik vital adalah penilaian yang
dilakukan melalui analisa beberapa data statistik kesehatan yang berkaitan dengan
keadaan kesehatan dan gizi, seperti angka morbiditas dan mortalitas, serta penyakit
infeksi yang berkaitan masalah gizi (Supariasa, 2002).
2. Faktor ekologi
Masalah malnutrisi adalah permasalahan pada ekologi sebagai akibat dari
interaksi faktor fisik, lingkungan, budaya dan faktor biologis. Makanan yang tersedia
juga tergantung dari iklim, tanah, maupun air. Pengukuran faktor ekologi sebenarnya
sangat kompleks. Untuk penilaian status gizi secara cepat melalui faktor ekologi yang
sering dilakukan yaitu mengumpulkan jenis data ukuran keluarga, pekerjaan,
pendidikan, rumah, ekonomi, dapur, pola pemberian makan, penyimpanan makan,
air minum, kakus, tanah, sistem pertanian, peternakan dan perikanan serta peralatan
makanan (Supariasa, 2002).
3. Metode survei konsumsi makanan
Penilaian status gizi melalui survei konsumsi makanan yaitu penilaian yang
dilakukan dengan cara melihat zat - zat gizi yang dikonsumsi baik dalam jumlah
maupun jenisnya (Supariasa, 2002).
2.2 Masa Remaja
Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak - anak menuju masa dewasa.
Anak perempuan memasuki masa ini lebih cepat dari pada anak laki laki dengan
rata rata pada usia 10 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun, sedangkan pada anak
laki laki masa ini diawali pada usia rata rata 12 tahun dan berakhir pada usia 20
tahun. Pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada masa ini terjadi dengan sangat
pesat (Narendra, dkk, 2002).
2.2.1 Pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan (growth) didefenisikan sebagai perubahan yang berkaitan
dengan jumlah, ukuran, besar, dan fungsi pada tingkat sel, organ dan individu, yang
dapat dibuktikan dengan pengukuran berat, panjang/tinggi, dan umur tulang serta
keseimbangan metabolik (Supariasa, 2002).
Secara garis besar pertumbuhan memiliki ciri ciri berupa perubahan
perubahan pada tubuh seperti perubahan ukuran dan proporsi tubuh, hilangnya ciri
ciri lama, dan timbulnya ciri ciri baru (Narendra, dkk, 2002).
Pertumbuhan memiliki pola yang berbeda antara satu spesies dengan spesies
yang lain. Pada manusia, pertumbuhan paling cepat ada pada dua periode, pertama
pada waktu masih bayi dan kedua pada saat pubertas lanjut tepat sebelum
pertumbuhan terhenti. Lonjakan pertumbuhan yang terjadi pada masa pubertas
disebabkan oleh berbagai hormone. Pertumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor -
faktor ekstrinsik. Makanan merupakan faktor ekstrinsik yang paling berpengaruh
dalam pertumbuhan. Karena itu makanan yang dikonsumsi harus mengandung gizi
yang cukup (Ganong, 2002; Alpers, 2006 ).
Perkembangan adalah kemampuan (skill) dan fungsi tubuh yang bertambah
menjadi lebih kompleks namun dengan pola yang teratur dan bisa diramalkan karena
proses dari pematangan itu sendiri (Supariasa, 2002).
Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Perkembangan
tersebut merupakan hasil interaksi sistem saraf dengan organ yang dipersarafi.
Perkembangan ini antara lain berupa perkembangan emosi, bicara, neuromuskular
dan sosial (Narendra, dkk, 2002).
2.3 Pola Makan
2.3.1 Pengertian pola makan
Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah
pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu
(Baliwati, 2004).
2.3.2 Pola makan remaja
Pola makan pada remaja banyak dipengaruhi oleh teman, keluarga, maupun
media (seperti iklan di televisi). Sebagian besar makanan yang digemari remaja
adalah makanan sampah (junk food) karena selain mudah diperoleh juga terasa lebih
bergengsi dengan adanya iklan yang menampilkan makanan tersebut. Padahal
kandungan nutrisi pada makanan ini sangat sedikit bahkan sebagian tidak
mengandung nutrisi sama sekali. Selain itu yang sangat memprihatinkan juga adalah
hasil penelitian Daniel pada tahun 1977 mendapatkan sekitar 50% remaja tidak
sarapan pagi. Dengan pola seperti ini dapat dipastikan sangat susah memenuhi
kebutuhan nutrisi pada remaja yang akan berakibat pada waktu dewasa dan generasi
keturunannya di masa mendatang (Arisman, 2004).


2.3.3 Pola makan seimbang
Untuk proses pertumbuhan dan perkembangan dibutuhkan pola menu yang
seimbang, yaitu menu yang terdiri dari beraneka macam makanan baik dalam jumlah
maupun proporsi yang sesuai. Di Indonesia, pola menu seimbang dikenal dengan
slogan pola menu empat sehat lima sempurna (Almatsier, 2009). Pola menu ini
terdiri dari:
1. Makanan pokok yang dapat mengenyangkan seperti nasi, singkong, sagu,
jagung, dan sebagainya
2. Lauk yang dapat memberikan rasa nikmat:
a. Lauk hewani, seperti daging, telur, ikan, ayam, dan sebagainya
b. Lauk nabati, seperti tempe, tahu, kacang - kacangan, dan sebagainya
3. Sayuran
4. Buah untuk pencuci mulut seperti jeruk, nenas, pisang, papaya, dan
sebagainya
5. Susu
Disamping adanya slogan empat sehat lima sempurna, terdapat juga
pedoman umum untuk gizi seimbang yang dikeluarkan oleh Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan berupa 13 pesan dasar gizi seimbang (Paath, Yuyum dan
Heryati, 2005), yaitu:
1. Makanlah aneka ragam makanan
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
3. Makanlah makanan sumber kerbohidrat setengah dari kebutuhan energi
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi
5. Gunakan garam beryodium
6. Makanlah makanan sumber zat besi
7. Berilah Air Susu Ibu (ASI) saja pada bayi sampai umur empat bulan
8. Biasakan makan pagi
9. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya
10. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur
11. Hindari minum minuman beralkohol
12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
13. Bacalah label pada makanan yang dikemas
2.3.4 Penilaian pola makan
Menurut Supariasa (2002), pengukuran pola makan yang dilakukan pada
individu akan menghasilkan dua jenis data konsumsi yaitu:
1. Jenis data yang bersifat kualitatif
Jenis data yang bersifat kualitatif diperoleh melalui metode kualitatif,
tujuannya mengetahui frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan
informasi berkaitan dengan kebiasaan makan serta cara yang digunakan untuk
memperoleh makanan tersebut. Metode metode yang bisa digunakan untuk
mengukur konsumsi makanan yang bersifat kualitatif adalah sebagai berikut:
a. Metode telepon
Metode ini dilakukan dengan cara mewawancarai responden melalui
telepon tentang persediaan makanan yang dikonsumsi keluarga selama
periode survei. metode ini memudahkan pengambilan data tanpa harus
mengunjungi responden dan relatif cepat. Namun pengumpulan data
seperti ini tidak bisa dilakukan di daerah yang belum tersedia jaringan
telepon, dan metode telepon ini rawan terjadi kesalahan interpretasi dari
hasil yang diberikan responden.
b. Metode pendaftaran makanan (food list)
Metode ini dilakukan dengan mencatat semua bahan makanan yang
dikonsumsi responden selama periode survei dilakukan. Pencatatan
dilakukan terhadap makanan yang dikonsumsi di rumah maupun diluar
rumah, sedangkan makanan yang terbuang maupun busuk tidak dilakukan
pencatatan. Data yang diperoleh melalui metode ini merupakan perkiraan
dari responden. Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi diperkirakan
dengan ukuran berat atau Ukuran Rumah Tangga (URT). Pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara dan dibantu dengan kuesioner yang
memuat bahan makanan utama yang dikonsumsi keluarga.
c. Metode frekuensi makanan (food frequency)
Metode ini digunakan untuk memperoleh data berupa frekuensi
sejumlah makanan yang dikonsumsi selama periode tertentu seperti
tahun, bulan, minggu maupun hari. Pengumpulan data dibantu dengan
kesioner food frequency yang memuat daftar bahan makanan dan
frekuensi konsumsi makan tersebut selama periode tertentu.
d. Metode dietary history
Metode ini memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan
pengamatan selama periode yang cukup lama (bisa 1 tahun, 1 bulan, 1
minggu). Metode ini terdiri dari tiga komponen, yaitu:
Komponen pertama berupa wawancara untuk mengumpulkan data
tentang makanan yang dikonsumsi responden selama 24 jam terakhir
(recall 24 jam).
Komponen kedua adalah tentang frekuensi penggunaan bahan
makanan dengan cara diberikan daftar yang telah disiapkan kepada
responden, tujuannya untuk mengecek recall 24 jam tadi apakah benar
atau tidak.
Komponen ketiga adalah melakukan pengecekan ulang dengan cara
mencatat makanan yang dikonsumsi selama 2-3 hari.
2. Jenis data yang bersifat kuantitatif
Jenis data yang bersifat kuantitatif diperoleh dengan metode
kuantitatif, tujuannya untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi
sehingga konsumsi zat gizinya dapat dihitung dengan menggunakan Daftar
Konversi Mentah Masak (DKMM), Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT),
dan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) serta Daftar Penyerapan
Minyak. Metode metode yang digunakan untuk mengukur konsumsi
makanan yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut:
a. Metode inventaris (inventory method)
Metode ini sering disebut dengan log book method. Data yang
diperoleh dengan metode inventaris dilakukan dengan cara mengukur
semua persediaan makanan yang tersedia di rumah tangga termasuk berat
dan jenisnya mulai awal hingga akhir survei. Pencatatan dilakukan
terhadap semua bahan makanan yang diterima dan dibeli, bahkan
makanan yang terbuang, makanan sisa dan makanan busuk juga
dilakukan pencatatan, pencatatan dilakukan oleh petugas, namun bisa
juga dilakukan oleh responden yang sudah dilatih dan menguasai baca
tulis.
b. Metode food account
c. Metode penimbangan makanan (food weighing)
Metode ini dapat dilakukan oleh responden ataupun petugas dengan
cara menimbang dan mencatat makanan secara keseluruhan yang
dikonsumsi selama 1 hari. Pada metode ini dilakukan juga penimbangan
terhadap sisa makanan setelah makan. Makanan yang ditimbang
selanjutnya dicatat dalam gram dan dianalisis menggunakan DKBM
(Daftar Komposisi Bahan Makanan) atau DKGJ (Daftar Komposisi Gizi
Jajanan). Hasil yang diperoleh dibandingkan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) yang dianjurkan.
d. Perkiraan makanan (estimated food records)
Metode ini dilakukan dengan cara meminta responden untuk mencatat
semua makanan yang akan dikonsumsi dalam ukuran berat (gram) atau
dalam Ukuran Rumah Tangga (URT). Pencatatan dilakukan oleh
responden setiap kali sebelum mengkonsumsi makanan tersebut selama
periode tertentu, termasuk cara mengolah dan mempersiapkannya.
e. Pencatatan (household food records)
f. Metode recall 24 jam
Prinsip dari metode ini adalah melakukan pencatatan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi 24 jam terakhir.
2.4 Pesantren
Pengertian dasar dari pesantren adalah tempat belajar para santri,
sedangkan istilah santri yang berarti orang yang mencari pengetahuan Islam. Jadi
pesantren adalah tempat orang orang mencari ilmu pengetahuan Islam (Nawawi,
2006). Sedangkan menurut Marzuki (2010), pesantren adalah suatu institusi
pendidikan kemasyarakatan yang sudah lama ada dan berkembang di Indonesia.
Berdasarkan sejarah yang ada, pesantren bukan semata - mata berperan
sebagai tempat pendidikan saja, namun pesantren juga digunakan sebagai lembaga
pemberdayaan masyarakat, bimbingan keagamaan, dan tempat pengkaderan para
ulama (Anonimous, 2010).
2.5 Madrasah Aliyah (MA)
Istilah madrasah berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti tempat belajar
para pelajar atau tempat untuk memberikan pelajaran. Namun pemakaian kata
madrasah di Indonesia digunakan untuk sekolah agama. Padahal di madrasah selain
diajarkan ilmu - ilmu keagamaan juga diajarkan ilmu ilmu umum seperti yang
diajarkan di sekolah umum. Adapun Madrasah Aliyah Negeri (MAN) merupakan
tingkat pedidikan setara SMA yang berada di bawah departemen agama dengan status
sekolah negeri, sedangkan Madrasah Aliyah Swasta (MAS) sama seperti MAN hanya
saja sekolah MAS berstatus swasta (Direktorat Pendidikan Madrasah, 2012).









2.6 Kerangka Teori










Status Gizi
Religius
(Gibney, 2009)

Ekonomi
(Kartasapoetra dan Marsetyo,
2010)
Sosial dan Budaya
(Gibney, 2009)

Pola Makan
(Gibney, 2009; Hartono,
2006)

Pengetahuan
(Notoatmodjo, 2007)

Anda mungkin juga menyukai