Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

Pada kasus sehari-hari di rumah sakit, seringkali pasien dating dengan
keluhan seperti mual muntah, diare, dan demam yang mempunyai potensi untuk
terjadinya dehidrasi atau kekurangan cairan dalam tubuh akibat penyakit yang
dideritanya. Hal ini seringkali luput dari perhatian tenaga medis untuk
mengembalikan kebutuhan cairan tubuh yang hilang, padahal gejala klinis pada
dehidrasi dapat dilihat dari pemeriksaan fisik seperti turgor kulit yang menurun,
bibir atau mulut yang kering, dan mata yang cekung, sedangkan pada bayi dapat
dijumpai tanda klinis seperti air mata yang berkurang saat menangis dan ubun-
ubun kepala tampak cekung. Jika dilihat dari produksi urine yang keluar maka
dapat dinilai jumlah urine yang berkurang atau disebut juga oliguria. Apabila
keadaan klinis tersebut dibiarkan terlalu lama atau pada masa rawatan, kebutuhan
cairan tubuh pasien tidak dapat dipenuhi dengan tepat maka akan didapat
beberapa gangguan sistem organ dalam tubuh seperti ginjal, jantung dan paru.
Dalam keadaan yang lebih lanjut dapat dijumpai tanda klinis seperti penurunan
kesadaran atau kejang, hal ini terjadi akibat terganggunya fungsi otak karena
kekurangan cairan tubuh, elektrolit dan nutrisi.
Cairan dalam tubuh orang dewasa, termasuk darah, meliputi lebih kurang
60% dari total berat badan. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-
ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh
lingkungan di sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan
keadaan normal disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada
kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara subtansi-subtansi yang
ada di dalam tubuh.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter
penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal
mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur
2

keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan
kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. Ginjal berperan dalam
mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan cara mengatur ion hidrogen
dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan tubuh. Selain ginjal, organ lain
yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan cara
mengekskresikan ion hidrogen dan CO2, dan sisteam dapar (buffer) dalam cairan
tubuh.

























3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Keseimbangan Asam Basa
Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen (H
+
)
pada cairan tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme yang
normal. Meskipun terbentuk banyak asam sebagai hasil metabolisme, namun (H
+
)
cairan tubuh tetap rendah. Kadar (H
+
) normal dalam darah arteri adalah
0,000000004 (4x10
-8
) mEq/L atau sekitar 1 per sejuta dari kadar Na
+
. Meskipun
rendah, kadar (H
+
) yang stabil perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan
normal, karena sedikit fluktuasi (naik-turun) sangant mempengaruhi enzim sel.
Perubahan (H
+
) yang relatif kecil dapat sangat mempengaruhi hidup seseorang
karena berefek terhadap aktivitas enzim sel
1
. Keseimbangan asam basa darah
dikendalikan secara seksama, karena perubahan pH yang sangat kecil saja sudah
dapat memberika efek yang serius terhadap suatu fungsi organ
3
.

2.2 Defenisi Asam Basa
Asam adalah suatu substansi yang mengandug 1 atau lebih ion (H
+
) yang
dapat dilepaskan dalam larutan (donor proton)
1
. Ion hidrogen adalah proton
tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Molekul yang mengandung
atom hidrogen yang dapat melepaskan ion hidrogen dalam larutan dikenal sebagai
asam, salah satu contohnya adalah asam hidroklorida (HCL), yang berionisasi
dalam air membentuk ion hidrogen (H
+
) dan ion klorida (CL
-
). Demikian juga,
asam karbonat (H
2
CO
3
) berionisasi dalam air membentuk ion H
+
dan ion
bikarbonat (HCO
3
)
2
.
Basa mempunyai sifat yang berlawanan dengan asam, basa adalah
substansi yang dapat menangkap atau bersenyawa dengan ion hidrogen sebuah
larutan (akseptor proton)
1
,

sebagai contoh HCO
3
adalah suatu basa karena ion ini
dapat bergabung dengan suatu H
+
untuk membentuk H
2
CO
3.
Protein dalam tubuh
juga berfungsi sebagai basa karena karena beberapa asam amino yang
4

membangun protein memiliki muatan akhir negatif yang dapat dengan mudah
menerima (H
+
)
2
.

2.3 Skala pH
Peningkatan ion H
+
menyebabkan larutan menjadi bertambah asam dan
penurunannya menyebabkan larutan menjadi bertambah basa. Ion H
+
berada
dalam jumlah yang kecil, sehingga para ahli kimia menggunakan skala pH untuk
menyatakan H
+
. pH adalah logaritma negatif dari kadar ion hydrogen (pH = -log
(H
+
)), dengan demikian H
+
sebesar 0,0000001 g/L = 10
-7
/L (pH = 7). Apabila H
+

meningkat maka pH menurun, yang berarti larutan tersebut lebuh asam,
sedangkan H
+
menurun maka pH meningkat yang berarti larutan tersebut menjadi
basa. Nilai pH rata-rata darah atau cairan ekstrasel (ECF) adalah sedikit basa,
yaitu 7,4 (batas normal pH darah adalah 7,38 -7, 42).
2


2.4 Asam dan Basa yang kuat dan lemah
Asam kuat adalah asam yang dapat terurai dengan cepat dan melepaskan
terutama banyak ion (H
+
) dalam larutan, sebagai contoh adalah HCL. Asam lemah
mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk menguraikan ion-ionnya dan oleh
karena itu, kurang kuat melepaskan ion (H
+
) sebagai contoh yaitu (H
2
CO
3
). Basa
kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan ion (H
+
) dan oleh
karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan sebagai contoh yaitu OH
-
,
yang bereaksi dengan H
+
untuk membentuk air (H
2
O). Basa lemah yang khas
adalah HCO
3
-
karena basa ini berikatan dengan H
+
secara jauh lebih lemah
daripada OH
- 2
. Keseimbangan asam basa darah dikendalikan secara seksama,
karena perubahan pH yang sangat kecil saja sudah dapat memberika efek yang
serius terhadap suatu fungsi organ
3
.

2.5 Buffer
Buffer adalah campuran asam lemah dan garam basanya atau basa lemah
dan garam asamnya. Kadar pH pada keadaan asam atau basa yang setengahnya
5

terurai diebut sebagai pK dari buffer itu, keefektifan suatu buffer ditentukan oleh
kadar dan pK nya, relative terhadap komponen tempat buffer itu bekerja.
1

Terdapat 4 macam sistem buffer utama dalam tubuh yang membantu
memelihara pH agar tetap konstan, yaitu:
1. Sistem buffer karbonat bikarbonat (NaHCO
3
dan H
2
CO
3
). Sistem
buffer ini adalah buffer yang palin banyak secara kuantitarif dan
bekerja dalam cairan ekstraseluler. Buffer ini berperan lebih dari
separuh kapasitas buffer dalam darah, sedangkan sistem buffer non
bikarbonat sisanya bekerja dalam cairan intraselular.
2. Sistem buffer fosfat monosodium-disodium (Na
2
HPO
4
dan NaH
2
PO
4
).
Sistem buffer ini merupakan suatu buffer yang penting dalam eritrosit
dan sel tubulus ginjal. Ion H
+
yang dieksresikan dalam urin di buffer
oleh fosfat dan disebut sebagai asam yang dapat tertitrasi.
3. Sistem buffer oksihemoglobin-hemoglobin dalam eritrosit (HbO
2
-
dan
HHb). Hemoglobin adalah suatu buffer ion H
+
yang efektif diproduksi
dalam eritrosit. Hemoglobin tereduksi mempunyai afinitas yang kuat
dengan ion H
+
, sehingga sebagian besar ion ini menjadi berikatan
dengan hemoglobin.
4. Sistem buffer protein (Pr
-
dan HPr). Sistem buffer ini paling banyak
terapat dalam jaringan dan juga bekerja pada plasma. Lebih dari
separuh dari 70 mmol ion H
+
yang berasal dari diet awalnya di buffer
secara intrasel.
1


2.6 Persamaan Handerson Hasselbalch
Pada keseimbangan, hubungan antara reaktan sistem buffer asam
karbonat-bikarbonat dapat dijabarkan dengan hokum aksi massa
2
:
[

]

Atau dengan persamaan Henderson-Hasselbalch:

[]
[

]

6

pK adalah konstanta disosiasi asam karbonat, HCO
3
-
adalah kadar bikarbonat
plasma dan H
2
CO
3
adalah kadar asam karbonat plasma. Kadar PCO
2
dalam
plasma dalam jumlah yang proporsional terhadapa kadar asama karbonat dan CO
2

yang terurai dalam plasma, maka persamaan Handerson-Hasselbalch dapat
dituliskan sebagai berikut
2
:


[




S adalah konstanta kelarutan CO
2
dengan nilai sebesar 0,03. pK sistem
buffer asam karbonat-bikarbonat adalah suatu konstanta dengan nilai sebesar 0,1.
Dengan mengganti nilai plasma normal untuk bikarbonat (24 mEq/L) dan PCO
2

(40 mmHg) kemudian menghitungnya maka didapat nilai pH normal adalah 7,4.
PErsamaan ini menunjukkan bahwa perbandingan bikarbonat dan asam
karbonat menentukan pH. Dalam tubuh pH sebesar 7,4 maka perbandingan
bikarbonat terhadap asam karbonat harus mencapai 20:1. Selama perbandingan
20:1 dipertahankan, berapapun nilai absolute yang lain pHnya tetap 7,4.2

2.7 Asam-Basa STEWART


Metode Stewart sangat berbeda dengan metode yang selama ini digunakan,
yaitu Handersson-Hasselbalch. Intinya, menurut Stewart bahwa konsentrasi dari
H
+
hanya ditentukan oleh nilai perbedaan konsentrasi elektrolit kuat (SID), jumlah
total asam lemah yang terdisosiasi (A
tot
) dan pCO
2
.

Penghitungan asam-basa
menurut metode Stewart adalah sebagai berikut
4
:



7

1. Free Water : 0,3 x (Na
+
- 140)

2. Chloride Effect : 102 (Cl
-
x 140 )
Na
+

3. Albumin Effect : (0,148 x pH 0,818)(42 albumin)

4. Unmeasured anion : BE (1+2+3) mEq/L
Interpretasi : hasil (+) --> alkalinisasi; hasil (-) --> asidifikasi

Gangguan asam-basa akut disebabkan karena perubahan pada SID.
Mekanismenya adalah :
1. Perubahan volume air dalam plasma (contraction alkalosis dan dilutional
acidosis)

2. Perubahan konsentrasi ion klorida dalam plasma (hyperchloremic acidosis and
hypochloremic alkalosis)

3. Peningkatan konsentrasi anion-anion yang tidak teridentifikasi

Analisis secara matematis menunjukkan bahwa penentuan H
+
adalah
perbedaan aktivitas ion-ion kuat atau yang disebut dengan strong ion difference.
Menurut Waters, setiap perubahan komposisi elektrolit dalam suatu larutan akan
menghasilkan perubahan pada H
+
atau OH
-
dalam rangkaian mempertahankan
kenetralan muatan listrik (electroneutrality)
10
. Peningkatan ion klorida yang
bermuatan negatif, akan menyebabkan peningkatan H
+
untuk mempertahankan
kenetralan muatan listrik. Peningkatan ini dikenal sebagai asidosis
4
.






(+) SID (-)
Gambar 2.3 Sketsa hubungan SID, ]H
+
], dan [OH
-
]. (Dikutip dari Mustafa I, George YWH)
4

H
+
OH
-



8

Hubungan terbalik antara H
+
dengan OH
-
, maka akan lebih mudah menilai
perubahan pH melalui perubahan pada OH
-
. Peningkatan OH
-
manyebabkan
alkalosis, sedangkan penurunan akan menyebabkan asidosis
.
10

Perubahan pada
SID merupakan mekanisme utama dalam menentukan perbedaan status asam-basa
antar membran dibandingkan pCO
2
dan A
tot
. Prosesnya dapat melalui pertukaran
(Na
+
- H
+
) atau (K
+
- H
+
) melewati membran
4
.
Pada Handersson-Hasselbalch, penilaian keseimbangan asam-basa hanya
didasarkan pada pemeriksaan analisa gas darah, dengan komponen pengukurnya
adalah pH, ekses basa, pCO2, HCO
3
dan pO
2
. Penilaian keseimbangan asam-basa
Handersson-Haselbalch dibagi menjadi 2 komponen yaitu respiratorik (pCO
2
dan
pO
2
) dan metabolik (HCO
3
). Hasil penilaiannya didasarkan pada pH akhir dan
komponen yang mempengaruhi perubahan pH tersebut
4
.

2.8 Tinjauan Ketidakseimbangan Asam-Basa primer
Batas normal pH adalah 7,38-7,42 jika menggunakan menggunakan nilai
yang lebih sensitive yaitu 1 standar deviasi dari nilai rata-rata 7,4. pH darah yang
kurang dari 7,35 disebut asidemia dan proses penyebabnya disebut asidosis. pH
7,25 atau kurang dari itu dapat membahayakan jiwa dan jika pH 6,8 hal ini sudah
tidak dapat ditanggulangi lagi oleh tubuh. Demikian juga pH darah yang lebih
besar dari 7,45 disebut alkalemia dan proses penyebabnya disebut alkalosis. pH
yang lebih besar dari 7,55 dapat membahayakan jiwa dan pH yang lebih besar dari
7,8 tidak dapat ditanggulangi oleh tubuh
2
.
Empat gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat diketahui
dengan memakai persamaan handerson-hasselbalch yang telah disederhanakan,
yaitu:

[






Ketidakseimbangan metabolik terjadi jika gangguan primernya adalah
kadar bikarbonat sehingga peningkatan kadar bikarbonat akan meningkatan pH
9

yang disebut alkalosis metabolik. Penurunan kadar bikarbonat menyebabkan
penurunan pH yang disebut sebagai asidosis metabolic. Sedangkan
ketidakseimbangan respiratorik terjadi jika gangguan primernya adalah kadar
karbondioksida (asam karbonat). Peningkatan Paco
2
akan menurunkan ph dan
disebut sebagai asidosis respiratorik (hipoventilasi alveolar/hiperkapnia).
Penurunan Paco
2
akan meningkatkan pH sehingga disebut sebagai alkalosis
respiratorik (hiperventilasi alveolar/ hipokapnia). Dengan demikian, keempat
gangguan asam-basa primer dapat diketahui dengan melihat perbandingan
bikarbonat dan asam karbonat dalam persamaan handerson-hasselbalch
2
.

2.9 Pengendalian Keseimbangan Asam Basa dalam Darah
Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena
perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap
beberapa organ. Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan
keseimbangan asam basa darah yaitu
3
:
1) Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk
amonia. Ginjal memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa
yang dibuang, biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2) Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung
terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu
penyangga pH bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH
suatu larutan. Penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah
bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan
dengan karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang
masuk kedalamaliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat
dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk kedalam
aliran darah, maka akan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit
bikarbonat.
3) Pembuangan Karbondioksida
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen yang
dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan disana
karbondioksida tersebut dikeluarkan. Pusat pernafasan di otak mengatur
10

jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dengan mengendalikan kecepatan
dan kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbondioksida
darah menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar
karbondioksida meningkat dan darah menadi lebih asam. Dengan mengatur
kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru
mampu mengatur pH darah. Adanya kelainan pada satu atau lebih dari
mekanisme pengendalian pH tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari dua
kelainan utama dan keseimbangan asam basa, yaitu asidosis dan alkalosis.
3

Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung
asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan
menurunnya pH darah. Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu
banyak mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang
menyebabkan meningkatnya pH darah.
1.2.5
Asidosis dan alkalosis bukan
merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu akibat dari sejumlah
penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan petunjuk penting dari
adanya masalah metabolisme yang serius. Asidosis dan alkalosis dikelompokkan
menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung kepada penyebab utamanya.
Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh ketidakseimbangan
dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh ginjal. Asidosis
respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-
paru atau kelainan pernafasan.
2,5

a) Asidosis respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena
penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-
paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Tingginya kadar
karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan,
sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam. Asidosis
respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan
karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-
penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti pada :
1.2.3

-Emfisema
-Bronkitis kronis
-Pneumonia berat
11

-Edema pulmoner
- Asma.













b) Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai
dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan
keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar
menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi
lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan
kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon
dioksida.
1.2

Penyebab utama dari asidois metabolik:
- Gagal ginjal
-Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
-Ketoasidosis diabetikum
-Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
-Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,
paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida.
-Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan
karena diare, ileostomi atau kolostomi.

12











c) Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi
basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan
kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.
1.2
Alkalosis
respiratorik disebabkan oleh pernafasan yang cepat dan dalam yang
disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah
karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab
hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan.
Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
- rasa nyeri
- sirosis hati
- kadar oksigen darah yang rendah
- demam
- overdosis aspirin.









13

d) Alkalosis metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan
basa karena tingginya kadar bikarbonat. Alkalosis metabolik terjadi
jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam. Sebagai contoh adalah
kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang
berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung
(seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah
pembedahan perut).
1.2



















14

BAB III
KESIMPULAN

Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem
organ yakni paru dan ginjal. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan
mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa
dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urine sesuai
kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa
adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO
2
dan sistem dapar
(buffer) kimia dalam cairan tubuh
1.2
.
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO
2
akibat hipoventilasi.
Pembentukkan H
2
CO
3
meningkat, dan disosiasi asam ini akan
meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO
2
yang berlebihan
akibat hiperventilasi. Pembentukan H
2
CO
3
menurun sehingga
pembentukkan ion H menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan
ventilasi paru, diare akut, diabetes melitus, olahraga yang terlalu berat dan
asidosis uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar
bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat.
4. Alkalosis metabolik., terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena
defiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat.
Hal ini terjadi karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum
obat-obat alkalis. Hilangnyaion H akan menyebabkan berkurangnya
kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat
plasma meningkat
1.2
.

15

DAFTAR PUSTAKA

1) Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, EGC
Penerbitan Buku Kedokteran, Jakarta, 1987.
2) Price Sylvia Anderson; Wilson Mc. Carty, Pathofisiologi Konsep Klinik
Proses-proses Penyakit, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1993.
3) Sherwood, Lauralee. (2004). Human physiology: From cells to systems. 5th
ed. California: Brooks/ Cole-Thomson Learning, Inc.
4) Mustafa I, George YWH. Keseimbangan Asam-Basa (Paradigma Baru).
Anestesia & Critical Care. Vol 21. Jakarta. 2003
5) Wooten, E Wrenn. Science review: Quantitative acidbase physiology using
the Stewart model. Critical Care 2004, 8:448-452

Anda mungkin juga menyukai