yalom! Setelah sempat merasakan liburan beberapa hari di negeri
orang, kini saya ingin berbagi pengalaman dengan sahabat sekalian. Sebenarnya liburan ini sudah direncanakan jauh-jauh hari, kalau tidak salah bulan Januari 2014 saya sudah booking tiket pesawat dari Semarang ke Singapore lalu untuk perjalanan pulangnya saya pilih rute Singapore-Surabaya semuanya by maskapai Airasia. Awalnya kami berencana untuk berangkat bertiga (saya dan teman saya serta adiknya). Namun, karena ada salah satu teman saya dari Tuban yang ingin ikut juga, akhirnya kami jadi pergi berempat. Sejak persiapan perjalanan ini sebenarnya ada saja hal yang di luar rencana. Misalnya tiket pesawat yang sudah dibooking jauh-jauh hari, ternyata diundur jadwal penerbangannya. Semula saya membeli tiket penerbangan Airasia rute Semarang-Singapore (dapat harga promo sekitar Rp 350000,00 waktu itu) agar bisa berangkat dengan teman saya (Vina) dan adiknya (Ricko) dari Semarang. Waktu itu Vickie yang mau ikut berangkat belakangan belum membeli tiket. Saya pun mendesaknya untuk segera membeli tiket karena takutnya kehabisan atau bahkan harganya nanti malah semakin mahal. Akhirnya Vickie membeli tiket Airasia rute Yogyakarta- Singapore untuk hari keberangkatan yang sama. Tak disangka dan tak diduga, beberapa hari setelah Vickie membeli tiket penerbangan dari Yogyakarta itu, jadwal penerbangan Airasia dari Semarang diundur sehari! Tentu saja saya jadi merasa tidak enak hati karena sayalah yang mendesak Vickie untuk cepat membeli tiket..eh ternyata malah penerbangan saya diundur sehari. Akhirnya saya putuskan untuk membatalkan penerbangan dari Semarang (karena reschedule penerbangan dari Airasia jadi tiket bisa direfund full dengan dipotong biaya administrasi) dan membeli tiket penerbangan dari Yogyakarta juga supaya bisa berangkat bersama Vickie tadi. Hal yang sama terjadi pula pada tiket pulang..karena penerbangannya direschedule sehari, saya akhirnya juga membeli tiket penerbangan lain dari Singapore melalui maskapai Jetstar rute Singapore-Surabaya. Setelah urusan tiket pesawat beres, kami mulai menyusun jadwal rencana perjalanan (itinerary). Sebenarnya Vickie yang bikin sih, karena dia semangat sekali bikinnya saya Cuma komentar sedikit saja dari itinerary bikinan dia, toh itinerary itu sudah sangat detail. Karena berangkat terpisah dengan Vina dari Semarang, kami merancang jadwal sehingga kami bisa bertemu di Singapore. Nah, karena waktu liburan saya lebih lama sehari daripada Vina, saya dan Vickie memutuskan untuk mampir ke Kuala Lumpur, Malaysia. Lumayan lah mampir sehari, jadi selama liburan nanti kami bisa berkunjung ke Malaysia dan Singapore. Kami pun membooking tiket hostel di Malaysia (meskipun kami tidak menginap di sana, hanya untuk istirahat sebentar, mandi dan menitipkan barang-barang), hostel di Singapore, tiket kereta api menuju Kuala Lumpur, dan tiket bus menuju Singapore. Untuk voucher hostel di Malaysia kami memesan lewat travelhemat.com, sedangkan voucher hostel di Singapore (Beary Nice Hostel) kami pesan lewat Agoda. Untuk tiket kereta api Johor Baru-Kuala Lumpur serta tiket bus ke Singapore kami pesan online melalui website masing-masing, yaitu S www.ktmb.com.my/ untuk KA Johor Baru-KL serta www.easibook.com untuk pemesanan tiket bus KL-Singapore, dengan pembayaran menggunakan kartu kredit (pertama kalinya juga mencoba pembayaran dengan credit card, mana credit card nya pinjam pula..hehehe) Seminggu sebelum berangkat, kami mengajukan cuti kerja di kantor. Kebetulan karena sedang tidak banyak pekerjaan, kami diizinkan cuti meskipun sebenarnya cuti yang kami ajukan termasuk cukup lama (lima hari kerja). Kami juga mulai mempersiapkan boarding pass keberangkatan (untuk Airasia, boarding pass bisa diurus H-14 keberangkatan). Karena kami tidak memilih tempat duduk, waktu melakukan check in online lewat website Airasia, tempat duduk kami sudah dipilihkan. Puji Tuhan ternyata saya dan Vickie mendapat tempat duduk bersebelahan, meskipun dekat dengan sayap pesawat (mungkin itu risiko tiket promo ya..hehe). Kami mulai packing dan mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa, termasuk memastikan barang-barang yang dilarang dibawa ke kabin karena kami tidak menggunakan fasilitas bagasi. Saya juga baru tahu kalau ternyata di kabin tidak boleh membawa cairan lebih dari 100 ml per botol dan maksimal hana boleh membawa 10 botol cairan. Kami mulai packing hari Rabu, 9 Juli 2014 (bersamaan dengan Pilpres Indonesia) hehehe. Setelah packing dan memastikan berat tas ransel kami tidak lebih dari 7 kg, kami pun siap untuk memulai perjalanan kami besok sore. Thursday, 10 July 2014 Hari ini sebenarnya kami masih masuk kerja. Syukurlah karena ini bulan puasa, jam pulang kantor kami dimajukan satu jam. Lumayan juga karena sepulang kerja kami akan langsung berangkat ke Surabaya sebelum ke Yogyakarta besok paginya. Akhirnya hari Kamis sore itu kami membawa semua barang yang sudah kami siapkan dan berangkat ke Surabaya dari Tuban dengan mengendarai motor. Ternyata lumayan juga perjalanan dari Tuban ke Surabaya, apalagi jalan di dalam kota Surabaya sore hari agak padat. Kami sampai di rumah Vickie sekitar pk 19.00 WIB. Di sini kami disambut oleh kakak ipar Vickie yang sengaja dimintai tolong untuk menemani kami di rumah, karena sebenarnya rumah Vickie ini kosong karena orang tuanya berada di Yogyakarta. Setelah berbincang sebentar dengan kakak iparnya Vickie, kami pun beristirahat sebentar, mandi, kemudian makan malam. Setelah itu kami beristirahat untuk siap- siap berangkat ke Yogyakarta menggunakan kereta api besok pagi.
Day 0~Friday, 11 July 2014 This is my birthday!! Hahaha..kebetulan saja sebenarnya hari ini saya berulang tahun. Banyak juga ternyata yang ingat dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya (senangnya ) Pagi-pagi saya dan Vickie mencari sarapan walau banyak warung yang tutup karena ini masih masuk bulan puasa. Akhirnya kami sarapan nasi soto di dekat pasar di daerah dekat rumah Vickie itu. Setelah itu kami segera kembali ke rumah, mengambil barang-barang lalu naik angkutan kota menuju Stasiun Gubeng Surabaya.
My First Train Ticket on my Birthday Oh iya, ini juga pengalaman pertama saya naik kereta api lhoo...hehe makanya saya sangat excited. Saya sampai takut ketinggalan kereta dan Vickie harus berkali-kali meyakinkan saya bahwa kami tidak akan ketinggalan kereta. Memang waktu itu kereta yang akan kami naiki datang terlambat (saya takutnya jangan-jangan kami nggak sadar dan keretanya sudah berangkat tadi hehehe). Anyway, ternyata naik kereta api itu enak juga, dan seperti yang dikatakan Vickie, kalau merasa bosan kita bisa jalan-jalan di kereta, berbeda dengan di bus dimana kita harus duduk sepanjang perjalanan. Ruangan di dalam gerbong ini luas juga, jarak pandang juga lebih luas daripada di bus. Meski demikian, saya juga tidak jalan-jalan selama di kereta karena saya merasa ngantuk jadi saya putuskan untuk tidur di kereta api tersebut sembari menunggu sampai di Yogyakarta. Kereta yang kami naiki, KA Pasundan, berangkat sekitar pk 09.30 WIB dari Stasiun Gubeng, Surabaya dan sampai di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta sekitar pk 14.00 WIB. Dari stasiun Yogyakarta kami berjalan kaki ke rumah Vickie di Yogyakarta. Kebetulan rumahnya terletak tidak jauh dari stasiun. Setelah sampai di sana, kami diterima dengan ramah dan dijamu dengan makan siang dan snack yang lezat (many many thanks untuk keluarga Vickie ini! ). Setelah mandi, sebenarnya kami berencana untuk pergi ke Marlioboro, tetapi apa daya hujan turun sejak sore. Akhirnya kami hanya beristirahat dan bersantai di rumah. Malam harinya saya diajak mencari minuman hangat (bahasa Jawanya wedang). Dengan berbekal payung kami pun berjalan menuju warung wedang tersebut, tapi eh ternyata warungnya tidak buka . Ya sudah lah, berarti kami memang harus istirahat di rumah hehehe. Akhirnya setelah bersyukur atas tahun-tahun kehidupan yang telah saya lewati selama dua puluh lima tahun ini, serta berdoa untuk kelancaran liburan kami, saya pun tidur dan bersiap untuk berangkat ke Singapore dari Bandara Adisutjipto keesokan harinya.
Day 1~Saturday, 12 July 2014 Hari ini saya bangun pk 05.00 WIB. Setelah mandi dan sarapan, saya dan Vickie diantar oleh ayah Vickie ke bandara. Bandara waktu itu masih sepi dan kami menunggu sampai sekitar pk 06.00 dimana pintu masuk untuk penerbangan internasional dibuka. Setelah membayar airport tax, kami menuju bagian imigrasi lalu pengecekan barang. Proses pra-keberangkatan ini cukup cepat. Hanya saja saat akan masuk ke ruang tunggu, saya sempat ditanya oleh petugas bandara apakah saya berangkat seorang diri. Waktu saya bilang saya berangkat dengan teman saya, saya diminta untuk menunjukkan tiket pulang dari Singapore ke Surabaya. Awalnya saya heran mengapa hanya saya yang ditanya demikian, lalu setelah saya ingat-ingat lagi, kemungkinan karena status saya di paspor masih pelajar jadi mungkin petugas itu takut kalau saya akan lama berada di Singapore tanpa visa.
Suasana keberangkatan menuju pesawat Airasia rute Yogyakarta - Singapura Kami pun menunggu di ruang tunggu penerbangan. Karena jadwal penerbangan kami pk 07.00, kami menunggu sekitar empat puluh lima menit sampai diizinkan naik ke pesawat. Oh iya, kekhawatiran kami akan pengecekan barang yang akan memakan waktu lama ternyata tidak terjadi. Kami pun naik pesawat dan menduduki kursi sesuai dengan nomor seat pada tiket kami, hanya saja saya bertukar tempat dengan Vickie yang ingin duduk di dekat jendela, mungkin karena ingin menjajal kamera barunya yang sengaja dibeli sebelum liburan kami ke Singapura ini. Next...penerbangan Adisutjipto-Changi Airport pun dimulai... Penerbangan kami berlangsung selama kurang lebih dua jam. Tidak lama setelah pesawat lepas landas, kami diberi kartu embarkasi yang harus kami isi dan kami tunjukkan saat pemeriksaan imigrasi nanti. Sempat agak bingung juga waktu pertama kali mengisi kartu ini (maklum, pertama kali ke luar negeri sih hehehe). Setelah membaca-baca majalah yang ada di bangku kami, saya memutuskan untuk tidur sementara Vickie beberapa kali memotret pemandangan yang tampak dari jendela pesawat (sayangnya sebagian pemandangan tertutup oleh sayap pesawat ).
Foto-foto dari dalam pesawat, sayangnya sebagian pemandangan tertutup sayap pesawat Kami tiba di Changi Airport sekitar pk 12.35 waktu setempat (waktu di Singapore satu jam lebih awal daripada waktu Indonesia bagian barat). Setelah turun dari pesawat dan sampai di Changi Airport (Terminal 1), tempat pertama yang kami cari adalah: Toilet! Hehehe.. Kebetulan di depan lorong menuju toilet itu ada free potable water. Kami pun mengisi botol minum kosong yang sudah kami siapkan dengan free potable water tersebut. Walaupun agak susah mengisi botol minum kami sampai penuhkarena sepertinya keran potable water itu memang dirancang untuk langsung minum di tempat, bukan untuk isi ulang tapi kami tetap bersyukur bisa memperoleh air minum gratis di sini (apalagi setelah tahu harga air mineral di Singapore). Air minum di bandara ini segar sekali lho, bahkan menurut saya lebih segar dan nikmat daripada air mineral yang saya beli di salah satu foodcourt di Singapura (apa karena gratis jadi terasa lebih segar ya? Hehehe) Setelah merapikan diri, kami mulai mengagumi bandara yang luasnya berkali lipat luas mall yang pernah saya jumpai di Indonesia. Kami pun mulai mencari informasi peta bandara dan ke mana kami harus pergi selanjutnya. Beberapa brosur berisi wisata dan peta Singapura sempat kami ambil di bandara. Setelah berkeliling sebentar sambil mencari lokasi keberangkatan (untuk persiapan besok ketika kami pulang nanti), kami pun bertanya kepada petugas bandara ke mana kami harus pergi untuk menuju ke stasiun MRT terdekat. Petugas itu mengatakan supaya kami naik skytrain ke Terminal 2 dan kami pun segera mencari skytrain lalu menuju ke Terminal 2 Changi Airport.
Arrival at Changi Airport Sebagai sesama first-time traveller di negeri orang, saya dan Vickie sama-sama tidak tahu bahwa setelah tiba di bandara tujuan pun kami seharusnya pergi ke bagian imigrasi untuk pengecekan passport. Karena di Terminal 1 tadi kami sibuk berkeliling, kami sampai tidak sadar bahwa mungkin penumpang pesawat yang lain sudah pergi ke bagian imigrasi. Nah, begitu hendak mencari stasiun MRT barulah kami sadar bahwa kami harus melewati imigrasi. Di sini pun kami bingung karena bagian imigrasi ini sangat sepi. Kami sama-sama tidak tahu bagaimana prosedur pengecekan di negeri Singapura ini. Ketika Vickie bermaksud untuk maju mengantre, tiba-tiba ia seolah ditolak oleh sang petugas imigrasi. Ternyata ada garis antrean yang tidak boleh dilewati dan kami tidak melihatnya. Tiba-tiba petugas imigrasi yang lain memanggil saya. Saya pun berjalan menuju ke tempat petugas itu. Setelah passport saya diperiksa dan ditanya berapa lama saya akan stay di Singapura, saya pun diperbolehkan lewat. Oh iya, kartu embarkasi yang sudah saya isi tadi sebagian disimpan oleh bagian Imigrasi dan sebagian diselipkan di dalam paspor saya. Yang jelas, saya ingat wanti-wanti supaya jangan sampai kartu embarkasi itu hilang. Rupanya tidak lama kemudian, Vickie juga sudah selesai pengecekannya di counter lain. Saya jadi geli sendiri kalau ingat kejadian ini...memang sama-sama baru pertama kali ke luar negeri, tidak ada yang jadi contoh pula..jadi kami seperti orang cupu saja hehe. Setelah melewati imigrasi, kami pun mencari tempat untuk membeli EZ link card yang berfungsi sebagai semacam debit card untuk pembayaran transportasi di Singapura (bus maupun MRT). Kami mengantre di depan sebuah counter MRT, mengikuti orang-orang yang juga sepertinya mau membeli tiket MRT, sampai tiba-tiba seorang ibu menyapa Vickie dan mengatakan bahwa kami bisa membeli EZ link card di counter lain. Kami pun diantar ibu itu ke counter tsb dan ibu itu mengatakan kepada petugasnya bahwa kami ingin membeli EZ link card. Setelah itu kami membeli dua buah EZ link card seharga SGD 12 plus top up sebesar SGD 20 untuk tiap orang. Puji Tuhan ibu tadi begitu baik hati memberitahu kami sehingga kami tidak perlu mengantre di counter sebelumnya (antreannya lumayan panjang sih hehehe). Saya dan Vickie menduga, mungkin ibu itu juga orang Indonesia dan melihat kami tampak seperti orang yang baru pertama kali datang ke Singapura (Anyway, thanks a lot untuk Tante baik hati itu!)
EZ Link Card Setelah memegang EZ link card, kami pun menuju ke tempat keberangkatan MRT dan menunggu bersama penumpang lain. Oh iya, pertama kali akan menggunakan EZ link card ini saya sempat kebingungan. Sebelum masuk ke ruang tunggu keberangkatan, kita harus mescan EZ link card tsb di suatu mesin, barulah pintu menuju ruang tunggu akan terbuka. Nah waktu itu saya mencoba menscan EZ link card saya tapi tidak terjadi apa-apa..rupanya saya salah meletakkan kartu saya! Saya ternyata menempelkan EZ link card saya di layar monitor yang seharusnya menampilkan saldo EZ link card saya, bukan di tempat scanning seharusnya..what a stupid mistake..haha. Untunglah petugas di stasiun MRT memberitahu saya dan akhirnya saya pun bisa masuk melewati pintu itu . Oh iya, di setiap stasiun MRT selalu ada papan penunjuk dan peta MRT yang memudahkan setiap pengunjung untuk menentukan MRT yang akan dinaikinya. Ini sangat membantu lho, apalagi untuk pendatang pertama kali seperti kami . Nah kami pun menaiki MRT pertama kami dari Changi Airport menuju stasiun MRT Paya Lebar. Sesuai itinerary yang sudah dirancang, kami berencana untuk makan siang di Geylang Serai Market Food court yang lokasinya tidak begitu jauh dari Stasiun Paya Lebar. Perjalanan menggunakan MRT ternyata bukan hanya cepat, tapi super cepaaaaat! Ini harus jadi contoh untuk Indonesia..selain kendaraan umum yang dilengkapi AC, bersih, dan nyaman, ternyata selang waktu antarkedatangan MRT pun tidak terlalu lama. Sejauh yang kami alami, paling lama lima menit kami menunggu MRT selanjutnya datang. Kalau fasilitas transportasi umum di Indonesia seperti ini, saya yakin kok akan banyak orang yang memilih untuk naik kendaraan umum sehingga banyaknya jumlah kendaraan pribadi yang berpotensi meningkatkan kemacetan dan polusi pun bisa ditekan. Lama perjalanan antarstasiun juga begitu cepat, nyaris tak terasa. Rasanya baru sebentar duduk kok sudah sampai hehehe...ini juga yang membuat saya kadang-kadang malah agak malas duduk dan memilih untuk berdiri (kecuali waktu saya merasa capek) karena perjalanan antarstasiun rata-rata hanya 2 menit! Benar-benar sesuai dengan namanya: Mass Rapid Transit, bukan hanya sekedar nama tapi benar-benar rapid alias cepaaat! Dari stasiun MRT Changi ke Paya Lebar kami melewati tiga stasiun MRT. Sepanjang perjalanan, kami sempat melihat apartemen dan gedung-gedung tinggi dengan beraneka model. Yang menarik perhatian saya adalah begitu banyaknya apartemen di Singapura ini. Kalau di Indonesia orang lebih banyak memilih tinggal di rumah, ternyata di Singapura ini justru apartemen yang banyak peminatnya. Mungkin karena harga tanah yang sangat mahal ya. Coba saja bandingkan luas daratan Singapura dengan Indonesia (jadi merasa beruntung tinggal di Indonesia, masih bisa punya rumah dan tanah sendiri). Nah, di apartemen-apartemen yang kami lihat ini tampak banyak tiang jemuran. Jadi, dari jendela apartemen tampak sebatang tiang yang menjulur keluar untuk digunakan sebagai tempat menggantung pakaian. Lucu juga sih melihat teknik menjemur yang digunakan di rumah-rumah susun di Indonesia ternyata dipakai juga di negara modern seperti Singapura . Hanya dalam waktu beberapa menit, kami sampai di stasiun Paya Lebar. Dengan mengikuti Vickie yang mengikuti arah petunjuk di stasiun (jujur saja saya agak buta arah dan sulit mengingat-ingat jalan hehehe), kami pun keluar dari stasiun MRT dan bersiap menuju Geylang Serai Market. Perjalanan menuju Geylang Seri Market food court ternyata tidak semulus bayangan kami.Dari stasiun MRT Paya Lebar, kami berjalan mengikuti papan penunjuk jalan yang ada sambil mencari tulisan Geylang. Kami berjalan cukup lama sampai akhirnya kami merasa perjalanan kami sudah terlalu jauh. Kami pun bertanya kepada orang lewat..orang pertama yang kami tanyai ternyata sama-sama turis juga..lalu orang kedua yang kami tanya malah menyarankan kami untuk naik taksi saja . Akhirnya dengan berbekal peta hasil print dari Google Map, kami pun kembali menelusuri jalan yang sudah kami lalui tadi sambil mengira- ngira lokasi Geylang Serai Market tersebut. Kata Vickie sih, tersesat itu justru yang mewarnai perjalanan seorang backpacker haha Setelah memutari lagi suatu kompleks pasar rakyat, kami berhenti sejenak dan membuka peta Singapore yang kami ambil di bandara Changi tadi. Saat itu lewatlah seorang om-om mengendarai sepeda. Awalnya beliau berlalu melewati kami, tapi tiba-tiba saja beliau kembali lalu menghampiri kami yang sedang membuka peta Singapore. Beliau bertanya dengan ramah, Where are you going? Vickie pun menjawab, Geylang serai market food court,. Kemudian Om tadi memberi petunjuk arah food court yang beliau tahu. Ternyata lokasi yang ditunjukkan oleh Om itu sebetulnya sudah dekat dengan tempat yang kami lewati tadi..bahkan sudah dua kali kami mengitari daerah tersebut. Ini jadi pengalaman juga untuk kami agar lebih berhati-hati mencari lokasi lewat Google Map..hehehe. Anyway, finally kami pun berhasil menemukan Geylang serai market food court itu..What a relief!
Geylang Serai Market Food court Kami pun masuk ke food court itu dan memilih tempat untuk membeli makanan. Di Geylang Serai Market ini ada berbagai counter makanan yang menjual beraneka jenis masakan. Ada masakan ala India, melayu, Chinese food, bahkan ada juga masakan Indonesia. Setelah berkeliling, kami memutuskan untuk memesan nasi lemak dan nasi jenganan di kedai Sinar Harapan Nasi Padang (meskipun namanya nasi padang tapi penjualnya bukan orang Padang lho..hehehe). Namun, karena nasi jenganan tidak tersedia, saya pun beralih memesan kweetiauw goreng di counter Al-Rahman Muslim Food. Nasi lemak yang kami beli seharga 3 SGD sedangkan kweetiauw goreng seharga 3.5 SGD. Nasi lemak ini lebih mirip nasi rames..nasi dilengkapi sayur dan lauknya berupa ayam goreng. Kata Vickie sih, masih jauh lebih enak nasi campur di Indonesia hehehe. Kweetiauw goreng yang saya santap pun citarasanya berbeda sekali dengan kweetiauw goreng yang biasa saya makan di Indonesia. Kalau biasanya kweetiauw goreng di Indonesia identik dengan Chinese food, di sini penjualnya orang keturunan India.Tidak heran kweetiauw goreng yang biasanya terasa soft kini terasa sekali bumbu rempah-rempahnya. Lauk pelengkapnya pun bukan daging ayam atau udang seperti di Indonesia, melainkan daging kambing. Bagi saya yang terbiasa menyantap kweetiauw goreng ala Chinese food, tentu saja makanan ini terasa asing di lidah saya.Tapi ya berhubung sudah lapar dan sudah terlanjur pesan, akhirnya kami habiskan kedua menu makanan itu. Di sini saya juga membeli sebotol air mineral 600 ml seharga 1 SGD..cukup mahal ya dibandingkan dengan harga air mineral di Indonesia (ini yang membuat kami bergerilya mencari minuman murah termasuk free refill potable water).
Beli nasi lemak di sini nih... Kalau beli kweetiauw nya di sini..
Botanic Garden Setelah mengisi perut, kami bersiap untuk perjalanan berikutnya menuju Botanic Garden. Kami pun kembali ke Stasiun MRT Paya Lebar lalu naik MRT menuju Botanic Garden.Ternyata stasiun MRT Botanic Garden ini ada di dalam kompleks tempat wisata Botanic Garden itu sendiri. Karena untuk masuk ke Botanic Garden ini free of charge, kami pun langsung mulai berjalan mengelilingi taman Botanic ternama di Singapura itu sambil melihat-lihat lokasi yang bagus untuk berfoto . Botanic Garden ini sangat luas dan butuh waktu juga untuk bisa mengitari setiap bagian dari taman ini. Sesuai namanya, Botanic Garden ini berisi beraneka ragam spesies tanaman. Mulai dari jenis lumut (saya agak kaget juga melihat bebatuan yang sengaja dijadikan habitat tumbuhnya lumut), bunga, hingga pepohonan. Sayangnya, karena saya bukan termasuk pecinta tumbuhan, saya pun hanya melewati tanaman-tanaman itu sambil lalu. Seandainya saya adalah seorang pecinta tanaman, mungkin saya akan sangat tertarik dengan beraneka tanaman yang ada di sini, apalagi di setiap bagian taman ada papan nama yang menuliskan nama tanaman tersebut.
Selain sebagai cagar alam tumbuhan, Botanic Garden ini juga banyak dimanfaatkan wisatawan untuk bersantai dan bahkan berolahraga. Beberapa kali kami jumpai orang-orang yang jogging di area taman (mungkin karena area yang luas dan kondisi taman yang sejuk dan asri, banyak orang yang senang jogging di situ). Ada pula sekelompok orang yang bermain sepak bola dan soft ball. Tidak mengherankan, karena di Botanic Garden ini ada area seperti padang rumput yang cukup luas. Kita bisa bersantai tiduran di padang rumput itu sambil menggelar tikar seperti orang-orang camping..duduk santai sambil makan bekal dan menikmati panorama alam di sekitar. Di sini juga terdapat gazebo-gazebo yang dimanfaatkan pengunjung untuk berkumpul bersantai bersama. Bagi masyarakat Singapura yang sepertinya terbiasa hidup dengan kondisi serbacepat, Botanic Garden ini cocok sekali digunakan untuk refreshing di akhir pekan bersama orang-orang terkasih. Suasana yang nyaman dan tenang bisa membantu mendamaikan pikiran yang mungkin suntuk setelah bekerja selama week days. Anyway, di Botanic Garden ini saya dan Vickie hanya berjalan berkeliling sambil sesekali berfoto di spot-spot yang menarik.
Rencana kami sedikit berubah karena semula kami merancang waktu sekitar satu setengah jam untuk explore Botanic Garden, tetapi kenyataannya kami hanya menghabiskan waktu sekitar empat puluh menit saja di sini. Itu juga karena kami tidak masuk ke National Orchird Park nya (kalau masuk ke National Orchird Park, ada tambahan charge tiket masuk). Setelah itu kami kembali ke stasiun MRT untuk melanjutkan perjalanan sesuai rencana ke Holland Village.
Holland Village Dalam bayangan kami, di Holland Village kami akan menemui area pemukiman yang khas dengan gaya Belanda seperti misalnya adanya kincir angin. Namun ternyata, Holland Village yang kami jumpai adalah sebuah kompleks ruko dan caf bergaya Eropa modern. Di sini kami pun hanya berjalan berkeliling dan mengambil beberapa foto. Oh iya, di Holland Village ini ada sebuah caf yang tempatnya terbuat dari kontainer lho..tempatnya dekat sekali dengan pintu masuk Holland Village. Setelah berkeliling dan berfoto-foto, kami pun bersiap melanjutkan perjalanan ke Chinese and Japanese Garden menggunakan MRT.
Chinese Garden Sekali lagi, ini adalah salah satu tempat wisata gratis di Singapura. Namun jangan kita terapkan slogan ada harga ada rupa untuk tempat- tempat wisata di Singapura ini ya. Meskipun gratis, keindahan dan kebersihan di tempat wisata ini sungguh terjaga dengan baik. Menurut saya, Chinese and Japanese Garden ini adalah salah satu tempat wisata yang menarik. Memasuki kompleks Chinese and Japanese Garden kita bisa memilih bagian mana dulu yang ingin dieksplore. Saya dan Vickie memilih untuk lebih dulu mengeksplore Chinese Garden karena saya sangat tertarik dengan Pagoda yang ada di sana. Berbeda dengan bayangan akan suasana desa Holland yang tidak terpenuhi di Holland Village, di Chinese Garden ini saya benar-benar terpuaskan oleh spot-spot wisata yang ada. Mengawali perjalanan masuk ke Chinese Garden, kami melewati jembatan yang dibuat menyerupai jembatan ala negeri Tiongkok kuno, khas dengan susunan kayu sebagai tempat pijakan dan warna merah menghiasi bagian pegangan jembatan. Jembatan ini dibuat menyeberangi sungai kecil menuju ke Pagoda tujuh tingkat yang menjulang di depan. Untuk mencapai pagoda tersebut, kami harus menaiki beberapa puluh anak tangga (tenang, nggak tinggi-tinggi amat kok). Di dalam Pagoda sendiri ada anak tangga melingkar yang akan membawa pengunjung mencapai puncak Pagoda. Kami sempat pesimis menaiki pagoda itu karena kami masih membawa ransel seberat tujuh kilogram di punggung kami yang sudah kami bawa sejak dari Changi Airport tadi. Akhirnya di tingkat kelima Pagoda, Vickie menyarankan untuk meninggalkan sementara tas ransel kami di sebuah sudut supaya kami bisa naik ke puncak pagoda dengan lebih leluasa. Thank God, setidaknya selama beberapa saat kami bisa menaiki anak tangga yang melingkar itu tanpa beban . Dari puncak Pagoda, kita bisa melihat pemandangan area Chinese Garden dari atas. Tatanan sungai yang dilengkapi jembatan dan replika kapal, kompleks patung tokoh-tokoh Tiongkok kuno, serta taman yang hijau nan asri tampak indah dilihat dari serambi puncak Pagoda ini. Setelah mengambil beberapa foto, kami pun menuruni kembali anak tangga di dalam Pagoda dan berjalan menuju kompleks patung tokoh-tokoh Tiongkok kuno. Oh iya waktu kami turun dari Pagoda ini, ternyata ada pasangan yang sedang berfoto pre-wedding di sini lho.. Pasangan koko dan cici yang difoto itu berbaring di lantai dasar pagoda, sedangkan fotografernya mengambil gambar dari atas, mungkin supaya kelihatan anak tangga pagoda yang melingkar seperti spiral. Kalau mendengar cara bicaranya sih sepertinya mereka orang Indonesia juga. Hebat amat ya, foto prewed saja sampai dibela-belain ke Singapura hehehe.
Foto di jembatan ala Tiongkok Pagoda Tujuh Tingkat Pak Senior bisa capek juga naik Pagoda
Dari ketujuh patung tokoh Tiongkok kuno yang ada, saya agak kaget melihat sebuah patung bertuliskan Hua Mu Lan di bawahnya. Selama ini saya kira kisah Mulan hanyalah dongeng fiksi yang diangkat menjadi film kartun oleh Disney, tetapi ternyata di bagian bawah patung tersebut terdapat penjelasan singkat sejarah tentang Hua Mulan, seorang anak perempuan jendral yang menyamar menjadi pria demi menggantikan ayahnya untuk berperang. Sepertinya kisah Mulan ini juga menjadi legenda di Tiongkok.
Foto bersama Mulan Foto di Peta Chinese and Japanese Garden dekat entrance gate
Setelah berfoto bersama figure-figure Tiongkok klasik tersebut, kami melanjutkan eksplorasi kami ke bagian yang lebih dalam dari Chinese Garden ini. Tidak jauh dari kompleks patung Tiongkok tadi, terdapat sebuah danau dan di atasnya ada sebuah replika kapal ala Tiongkok juga. Ternyata di dekat replika kapal tersebut terdapat dua pagoda lagi, tetapi ukurannya lebih kecil daripada pagoda pertama yang kami masuki tadi. Menyeberangi danau tadi, terdapat sebuah jalan pendek. Jalan menyeberangi danau ini dilengkapi dengan atap model bangunan Tiongkok, jadi serasa melewati jembatan di istana Tiongkok yang sering kita lihat di film-film Mandarin seperti Putri Huang Zhou . Nah, setelah melewati jalan tersebut kami pun berjalan menuju museum kura-kura yang ada di dalam kompleks tersebut. Desain gedung museum kura-kura ini dari luar sepertinya meniru desain bangunan rumah ala bangsawan Tiongkok. Di bagian tengah terdapat kolam penuh dengan ikan hias (sepertinya ikan koi) dan di sekeliling kolam itu terdapat ruangan- ruangan, salah satunya adalah museum kura- kura. Namun, kami tidak masuk ke dalam museum kura-kura tersebut dan memilih untuk mengitari kompleks taman yang sangat asri itu. Dari lokasi museum kura-kura tadi ada sebuah jembatan besar menuju ke sisi lain taman. Rupanya sisi lain dari taman itu banyak digunakan untuk berolah raga. Kami sering sekali berpapasan dengan orang-orang yang jogging. Nah, di taman ini juga kami menemukan keran potable water dan kami pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mengisi persediaan air minum kami sebagai bekal ke Malaysia nanti malam (tahu sendiri harga air mineral di Singapore ini lumayan mahal untuk kantong orang Indonesia yang biasa saja seperti kami )
Gapura menuju perbatasan taman Pemandangan Chinese Garden tampak dari atas Pagoda
Setelah puas berkeliling, kami bermaksud mengakhiri wisata kami di Chinese Garden ini karena hari telah sore dan kami harus mengejar waktu agar tidak terlambat naik kereta ke Kuala Lumpur. Kami pun berjalan terus mencari pintu keluar. Semakin jauh kami berjalan, kami tidak juga melihat tulisan pintu keluar maupun petunjuk lokasi stasiun MRT. Vickie mulai curiga dan berkata bahwa kemungkinan Chinese Garden ini one way, artinya masuk dan keluar dari pintu yang sama. Kami coba lagi berkeliling dan bertanya kepada orang yang kami temui di jalan, tetapi sepertinya mereka juga tidak tahu dengan pasti jalur terdekat keluar dari taman tersebut menuju stasiun MRT. Kami memang sempat menemukan sebuah gerbang mirip pintu keluar, tetapi gerbang itu sudah tertutup dan kami tidak bisa melewati gerbang itu. Akhirnyatiada pilihan lain selain kembali lagi ke pintu masuk tadi. Padahal lokasi kami sekarang sudah cukup jauh dari pintu masuk. Dengan berbekal semangat dan energi first-time traveller (biasanya yang pemula-pemula itu semangatnya lebih tinggi ), kami pun bergerak cepat kembali menuju pintu masuk. Ternyata sepertinya dari jalur tadi kami bisa juga kembali ke pintu masuk deh..jadi seharusnya tidak perlu balik ke jalur awal tadi hahaha. Kalau tahunya belakangan rasanya jadi menyesal ya..kami pun teringat kata-kata yang pernah diucapkan bosnya Vickie, Ketidaktahuan itu mahal. Lebih baik kita tidak tahu kenyataannya daripada nanti malah menyesal. Sayang memang kami belum sempat mengunjungi Japanese Garden, tapi ya nggak apa-apa lah. Kami sudah cukup terpuaskan dengan wisata Chinese Garden yang menawan tadi. By the way, setelah kembali ke Indonesia dan saya coba cek peta Chinese&Japanese Garden, sepertinya benar, dari jalur kami yang tersesat kemarin di Chinese Garden masih bisa kok menuju ke Japanese Garden lalu kembali ke pintu masuk...ya sudah lah, untuk pengalaman saja...warga lokal juga belum tentu paham rute di negaranya sendiri (saya sendiri mungkin di Indonesia juga begitu hehehe). Finally, kembali juga kami ke Stasiun MRT. Ternyata perjuangan belum berakhir..hahaha. Saya baru tahu kalau ternyata di stasiun MRT ini kadang-kadang dilakukan random checking. Kebetulan sore itu, saya dan Vickie cukup beruntung menjadi sampel random checking tersebut. Kami diminta untuk membuka tas kami untuk diperiksa isinya. Setelah dilihat bahwa tas kami berisi pakaian, kami pun dipersilakan melanjutkan perjalanan . Kami pun melanjutkan perjalanan ke Jurong East untuk makan malam.
Jurong East Sesampainya di Jurong East, kami langsung mencari food court yang katanya menjual makanan dengan harga tidak terlalu mahal. Setelah berkeliling melihat-lihat counter makanan yang ada, Vickie merekomendasikan Ananas Caf, yang katanya banyak direkomendasikan oleh para traveler di blog mereka. Di sini kami membeli nasi plus bebek panggang (roasted duck) seharga SGD 1.5 per porsi. Murah sekali ya?? Kami juga terharu ternyata masih ada makanan murah di Singapore..hehe. Namun demikian, ya namanya murah, tentu porsinya juga kecil. Setidaknya lumayan lah untuk mengganjal perut kami sampai besok pagi. Yang jelas, soal rasa sih menurut saya oke kok..justru menurut kami, makanan ini lebih enak daripada makanan yang kami santap di Geylang Serai Market (bukan karena harganya murah terus jadi terasa lebih enak lhoo..hehe bener kok rasa makanan di Ananas Cafe ini oke punya). Karena tidak ada tempat khusus untuk makan di Ananas Cafe ini, maka kami pun mencari tempat yang nyaman untuk makan. Akhirnya kami memilih duduk di rerumputan tidak jauh dari counter-counter makanan tadi. Di depan kami ada sebuah panggung yang sedang menampilkan orkestra. Kami pun menikmati makan malam sederhana kami sambil mendengarkan alunan musik orkestra yang terlantun apik dari para pemainnya. Seusai makan, kami masih bersantai sejenak sembari menikmati musik orkestra tadi. Tiba-tiba ada sebuah lagu yang saya kenal (dari tadi lagunya nggak ada yang familiar sih hehehe). Lagu itu adalah instrumental dari lagu Peng You (artinya teman), salah satu lagu Mandarin yang cukup populer (biasanya dinyanyikan di karaoke-karaoke oleh para pecinta lagu mandarin tempo dulu).
Setelah cukup beristirahat dan menikmati suasana di sekitar Jurong East, kami pun melanjutkan perjalanan ke MRT Jurong East. Sebelumnya kami sempat berfoto dengan background Jurong East Mall di malam hari. Cukup lah sebagai bukti rekam jejak kami di tempat ini sekalipun kami tidak sempat masuk ke mall-nya hehe. Dari stasiun MRT Jurong East, kami menuju ke Marsiling. Dari stasiun MRT Marsiling ini kami harus naik bus nomor 950 menuju ke Woodlands Check Point. Nah, inilah pertama kalinya kami naik bus di Singapore. Kami pun mencari terminal pemberhentian bus tersebut dan menemukan sebuah terminal di seberang stasiun MRT. Setelah menyeberang melalui jembatan penyeberangan, kami pun tiba di terminal pemberhentian bus tersebut. Kami sempat agak bingung karena ketika kami bertanya kepada seorang yang juga menunggu bus di situ, katanya kami harus naik bus nomor lain untuk menuju ke Woodlands. Ternyata bus yang ditunjukkan orang tadi sepertinya hanya berhenti di Woodlands, sedangkan bus no. 950 yang akan kami naiki akan mengantar kami sampai ke Johor Baru (untung saja kami nggak naik bus yang salah hehe) Road to Kuala Lumpur Setelah menunggu beberapa saat, tampaklah bus no. 950 ini dan kami pun segera naik. Ternyata banyak juga orang yang naik di bus ini. Setelah sampai di imigrasi Singapore, bus ini berhenti dan semua penumpang bergegas naik eskalator menuju ke bagian imigrasi. Sebelumnya Vickie sempat memberitahu bahwa semakin cepat sampai ke imigrasi, semakin cepat pula kita bisa kembali ke bus untuk kemudian berangkat ke Johor Baru. Jangan sampai lah kita sampai ketinggalan bus dan harus menunggu lama kedatangan bus berikutnya. Bus yang dinaiki untuk ke Johor Baru nanti juga tidak harus sama dengan bus yang kita naiki dari Marsiling sebelumnya kok, yang penting sama-sama nomor 950 . Sesampainya di sana ternyata antrean di imigrasi sudah cukup panjang. Beruntunglah untuk warga Singapura karena untuk warga dengan paspor Singapura ternyata ada jalur khusus yang antreannya tentu tidak sepanjang jalur antrean untuk all passport. Untunglah proses di imigrasi ini juga cukup cepat. Kami pun bergegas kembali untuk naik bus no.950 lagi untuk diantar ke Johor Baru (sekali lagi harus cepat-cepatan naik bus ini karena peminatnya banyak). Nah setelah sampai di imigrasi Malaysia, kami segera turun dari bus dan menuju bagian imigrasi. Sama seperti di keimigrasian Singapura, kami pun mengantre untuk proses imigrasi ini. Setelah beres semuanya, kami pun berjalan menuju stasiun kereta Johor Baru Sentral yang lokasinya dekat sekali dengan keimigrasian Malaysia tadi. Nah, setelah sampai di JB Sentral ini tenang sudah rasanya. Kami tiba cukup awal, sekitar pk 22.30 waktu setempat (waktu di Singapore sama dengan waktu di Johor Baru Malaysia). Karena proses pemesanan tiket sudah kami lakukan secara online di Indonesia beberapa hari sebelumnya melalui website KTM online (pembayarannya dengan credit card jugayang sekali lagi kami pinjam dari kenalan kami hehe), kami tidak perlu lagi ribet membeli tiket kereta. Kereta yang akan kami tumpangi adalah kereta api malam Senandung Sutera. Vickie juga sudah bertanya ke bagian tiket dan memastikan bahwa E-tiket yang sudah kami print dan kami siapkan dari Indonesia tidak perlu lagi ditukar dengan tiket.
E-Ticket KA Senandung Sutera Awalnya kami berencana untuk numpang mandi di stasiun ini. Maklum lah, sudah sejak siang kami berjalan berkeliling ke sana kemari dan bekas keringat yang mengering pun menempel di badan kami. Seandainya bisa mandi tentu sangat menyegarkan. Vickie meminta saya menunggu di ruang tunggu sementara dia mencari lokasi kamar mandinya. Setelah agak lama berkeliling, Vickie pun kembali sambil senyum-senyum. Dia bercerita bahwa setelah berkeliling lama dan mencari tulisan toilet, dia tidak bisa menemukannya. Namun, dia melihat papan penunjuk dengan gambar mirip gambar yang biasa digunakan untuk petunjuk toilet, tetapi di situ bukan tertulis toilet melainkan tandas. Setelah coba dicek, ternyata benar bahwa tandas itu adalah toilet....hahaha. Ya, ini sih baru permulaan kami menemukan nama-nama unik dalam bahasa Melayu yang mungkin menurut kita sebagai orang Indonesia, terasa lucu dan janggal . Sayangnya tandas di stasiun ini tidak bisa dipakai mandi karena tidak ada shower atau bak mandinya, murni hanya toilet saja. Akhirnya kami hanya membersihkan diri seperlunya dengan tissue basah lalu menunggu kedatangan kereta yang akan membawa kami ke Kuala Lumpur.
Suasana stasiun kereta JB Sentral Upper bed di Kereta Senandung Sutera menuju KL Sembari menunggu kereta datang, ada seorang wanita berhijab yang duduk di samping saya mengajak saya mengobrol. Kacaunya, dia mengajak saya ngobrol dengan bahasa Melayu. Untunglah dia segera sadar bahwa saya orang Indonesia, mungkin dari cara bicara saya ya hehe. Tapi tetap saja..dia mengajak bicara dan bertanya dengan bahasa Melayu (ampun deh!) Pokoknya bagi saya bahasa Melayu ini susah dimengerti. Meskipun dibilang mirip dengan bahasa Indonesia, tetap saja saya susah mencerna pembicaraan dengan bahasa Melayu ini. Menurut saya lebih baik berkomunikasi dengan bahasa Inggris saja deh..haha. Sekitar pk 23.45 kereta pun tiba. Kami segera mengantre untuk pengecekan tiket sampai akhirnya kami masuk ke dalam kereta sesuai dengan gerbong yang tertera di tiket kami. Kami memesan coach tipe ADNS, yaitu gerbong berisi tempat tidur susun dengan model seperti bangsal. Gerbongnya sama dengan gerbong biasa kok, hanya saja kalau gerbong kereta api biasanya diisi dengan kursi, untuk coach tipe ini isinya adalah tempat tidur susun. Kalau mau sih ada juga coach yang tipe VIP, jadi satu ruangan berisi satu bunch bed (1 upper bed dan 1 lower bed) serta dilengkapi kamar mandi dalam. Saya dan Vickie memilih upper bed. Katanya sih supaya nggak terganggu dengan orang yang lalu lalang di gerbong. Tempat tidur di coach tipe ADNS ini cukup nyaman. Walau tidak luas, tapi cukup ruang untuk bisa tidur dengan leluasa (asal nggak ekstrim-ekstrim amat posisi tidurnya). Sayangnya di sini hanya disediakan kain tipis sebagai selimut. Alhasil, saya yang tadinya hanya mengenakan celana pendek akhirnya memakai celana panjang saya juga sebagai antisipasi kalau-kalau nanti kedinginan. Dengan mengenakan jaket, celana panjang, dan kaos kaki, saya pun bersiap untuk tidur sementara kereta melaju menuju ke Kuala Lumpur. Oh iya, soal barang bawaan tidak perlu khawatir, masih ada ruang kok di tempat tidur ini untuk tempat tas. Di sini juga disediakan kantong untuk tempat sepatu. Selain itu, di setiap tempat tidur juga dilengkapi dengan tirai, jadi buat yang tidur suka ngiler atau bergaya aneh-aneh nggak perlu khawatir jadi tontonan khalayak umum . Jadilah malam hari pertama kami di negeri asing ini kami lewatkan di dalam kereta api Senandung Sutera rute Johor Baru- Kuala Lumpur. Have a nice dream and good rest, prepare for tomorrows new adventure!
Day 2~Sunday, 13 July 2014 Pagi-pagi sekitar pk 05.00 saya terbangun. Sepertinya sudah alarm alami tubuh saya untuk bangun pk 05.00 (kebiasaan persiapan berangkat ke kantor). Setelah menyadari bahwa kami masih cukup jauh dari tujuankarena menurut jadwal kami seharusnya sampai di Kuala Lumpur sekitar pk 07.00saya pun memutuskan untuk kembali berbaring. Ternyata celana panjang yang saya pakai cukup berguna lho, saya jadi tidak merasa terlalu dingin. Semalam tadi juga sebenarnya saya tidur cukup nyenyak, tetapi sejak bangun saya jadi tidak bisa tidur lagi. Saya merasakan ketika kereta berhenti di stasiun-stasiun tertentu. Akhirnya sekitar pk 06.00 saya kembali bangun dan memutuskan untuk cuci muka dan gosok gigi. Setelah itu saya merapikan barang-barang saya dan kembali berbaring sambil melihat pemandangan di luar jendela kecil di samping tempat tidur saya. Sempat terdengar suara dengkuran dari penumpang lain (saya tidak tahu dari mana asalnya..jangan-jangan dari Vickie sendiri di bed sebelah..hehehe). Saya pikir, pulas sekali ya orang-orang ini. Tapi ada juga beberapa orang yang sudah bangun dan mulai berjalan-jalan di gerbong, ngobrol dengan sesama temannya yang sudah bangun. Kebanyakan orang berbicara dengan bahasa Mandarin, jadi saya pun tidak tahu apa yang mereka bicarakan sekalipun mereka berbincang dengan suara agak keras. Sekitar pukul tujuh pagi, ada pemberitahuan melalui speaker bahwa kereta akan segera tiba di stasiun KL Sentral. Saya pun bangkit dan membuka tirai tempat tidur saya. Saya menoleh ke samping dan melihat tirai tempat tidur Vickie masih tertutup rapi. Wah, pasti masih tidur pulas orang ini, pikir saya. Beberapa saat kemudian, seorang petugas berkeliling dan mengumumkan lagi bahwa kereta akan segera tiba di stasiun terakhir. Berhubung tidak ada tanda-tanda pergerakan dari bed Vickie, dengan mengabaikan rasa sungkan, saya pun membuka sedikit tirai tempat tidur Vickie itu dan mengatakan bahwa kereta sudah hampir sampai. Ternyata benar dia baru saja terbangun. Akhirnya dia pun segera bangun dan bersiap-siap untuk turun. Eh ternyata masih banyak juga yang baru saja bangun..sepertinya memang kereta api malam dengan model bed ini sangat nyaman untuk perjalanan, siapa tahu ya bisa jadi inspirasi untuk PT KAI . KL Sentral Station Setibanya kami di stasiun KL Sentral, kami pun mencari tempat pembelian kartu Rapid Trans (mirip MRT di Singapore). Setelah diberi petunjuk dan mencari-cari, akhirnya kami pun menemukan tempat pembelian kartu tsb. Kami membeli kartu myRapid tersebut seharga MYR 10 plus top up sebesar MYR 10 (total pulsa yang ada di dalam kartu sebesar MYR 15). Nah, setelah itu kami pun bersiap untuk naik monorail ke Stasiun Bukit Bintang. Memang ada perubahan jadwal dari itinerary kami karena kami takut terlambat ke datang ke gereja. Setelah menemukan stasiun monorail, kami pun menaiki monorail tersebut. Kami duduk santai di dalam monorail sembari menikmati pemandangan kota Kuala Lumpur yang dilewati sepanjang jalur monorail. Berbeda dengan MRT atau Rapid Trans, monorail ini melaju dengan kecepatan rendah.
Foto my rapid KL (mirip EZ link card) Stasiun Bukit Bintang yang menjadi tujuan kami seharusnya kami capai setelah melewati Stasiun Hang Tuah dan Stasiun Imbi. Tanpa saya sadari, di Stasiun Hang Tuah, monorail ini ternyata berbalik arah kembali ke KL Sentral! Vickie bilang, semua penumpang turun di Stasiun Hang Tuah kecuali kami berdua. Saya sendiri malah tidak sadar. Memang kemudian monorail ini bergerak kembali ke arah KL Sentral. Wah..ada something wrong, nih. Apakah seharusnya kami turun di stasiun tadi lalu naik monorail lain menuju Bukit Bintang? Padahal di peta monorailnya terlihat bahwa seharusnya monorail yang kami naiki tadi juga menuju ke Bukit Bintang. Saya pun bertanya kepada seorang penumpang (seorang cicik-cicik yang baru saja selesai foto-foto selfie di dalam monorail). Saya bertanya apakah monorail ini menuju ke Bukit Bintang. Dia menjawab, katanya kami naik monorail yang salah, tapi sepertinya dia juga tidak terlalu tahu bagaimana menuju ke Bukit Bintang dengan monorail. Akhirnya kami memutuskan untuk tetap berada di dalam monorail dan nanti akan turun di stasiun Hang Tuah. Kami sempat turun dari monorail tadi dan melihat peta jalur monorail, kalau- kalau kami naik monorail yang salah dari KL sentral tadi, tapi ternyata memang monorail yang kami naiki sudah benar. Ya sudah, kami tunggu sampai di Hang Tuah lagi. Sesampainya di stasiun Hang Tuah, ternyata benar, semua penumpang turun dan sopir pun berpindah posisi ke arah KL sentral lagi. Kami pun turun dari monorail dan mencari papan petunjuk monorail menuju Bukit Bintang. Setelah mengikuti papan petunjuk itu, kami pun menunggu monorail menuju Bukit Bintang di sisi seberang tempat kami berhenti tadi (harapan kami sih begitu). Ternyata setelah Vickie bertanya kepada seorang penumpang yang baru saja datang dan menunggu monorail, tempat kami menunggu pun akan membawa kami kembali ke KL Sentral! Nah lho! Haha..akhirnya kami pun bertanya kepada petugas stasiun, dan ternyata oh ternyata...jalur monorail dari Hang Tuah menuju Bukit Bintang sedang diperbaiki (Hang Tuah-Imbi- Bukit Bintang). Jika ingin ke Bukit Bintang naik monorail, kami harus berjalan kaki menuju stasiun Imbi lalu baru bisa naik monorail ke Bukit Bintang. Kami pun bergegas keluar dari stasiun Hang Tuah dan menuju ke Stasiun Imbi yang sepertinya tidak jauh dari situ. Namun, karena sepertinya nanggung juga kalau jalan kaki ke stasiun Imbi lalu naik monorail ke Bukit Bintang, kami memutuskan untuk berjalan kaki menuju Bukit Bintang. Dengan berbekal peta lokasi dari Google Map dan bertanya kepada beberapa orang sepanjang jalan, kami pun sampai di Bukit Bintang. Nah, sekarang tinggal mencari lokasi hostel kami: Serenity Hostel. Kami bahkan melewati gereja yang nantinya akan kami datangi untuk kebaktian. Vickie bilang, seharusnya hostel kami tidak jauh dari situ. Setelah berjalan cukup lama dan bertanya ke sana sini, kami pun menemukan alamat hostel tersebut (saya sih hanya mengikuti Vickie saja, karena seperti sudah saya sebutkan, saya agak buta arah soal jalan hehe). Vickie mengingat alamat hostel itu ada di daerah Changkat, Bukit Bintang, nomor 60. Namun, ternyata di alamat tersebut tidak terdapat Serenity hostel. Kami pun terus berjalan sampai akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat sebentar sambil Vickie mengecek peta dan alamat Serenity Hostel tersebut. Betapa terkejutnya kami karena ternyata alamatnya bukan nomor 60, melainkan nomor 20..hahaha. Saya langsung tertunduk lemas. Saya sudah tidak merasa kesal atau marah karena salah alamat itu...sepertinya karena lelah berjalan jadi sudah tidak ada lagi energi untuk marah atau kesal, malah bisa bikin tambah capek saja hehehe. Vickie pun menyemangati saya untuk meneruskan perjalanan kembali mencari si Serenity Hostel ini dan finally...kami pun berhasil menemukannya.
Sesampainya di Serenity Hostel, kami bermaksud untuk menitipkan barang dan numpang mandi sebelum kami ke gereja. Waktu itu sudah sangat mepet dengan jadwal kebaktian, jadi ya sudah bisa dipastikan kami terlambat datang ke kebaktian nanti. Tapi ya sudah lah, mau gimana lagi. Setelah Vickie bernegoisasi dengan si pengurus hostel, kami pun diizinkan untuk numpang mandi dan menitipkan barang-barang kami, meskipun kami belum bisa check in karena jadwal check in nya adalah pukul satu siang. Kami pun segera mandi dan bersiap untuk pergi ke gereja yang kami lewati tadi. Untunglah lokasi gereja itu dekat dengan hostel kami. Dengan berjalan kaki, kami pun menuju ke gereja. Dalam perjalanan menuju gereja, saya akui mood saya agak jelek, mungkin pengaruh capek juga berjalan tadi dan karena sudah tahu akan terlambat datang kebaktian. Di situ Vickie sempat menyindir, katanya saya tidak cocok berwisata ala backpacker. Dalam hati saya kesal juga..ya gimana lagi, orang memang capek juga, dan entah kenapa sejak pagi napas saya juga tidak bisa los, seperti tertahan begitu, makanya saya juga tidak bisa jalan cepat-cepat mengimbangi dia. Akhirnya kami pun tiba di gereja. Rupanya bukan kami saja yang baru saja datang, padahal kami sudah terlambat setengah jam dari jadwal kebaktian. Namun, kami tetap diizinkan masuk. Ini pertama kalinya saya mengikuti kebaktian di gereja Kristen. Memang sangat berbeda ya dengan perayaan ekaristi dalam gereja Katolik yang saya ikuti setiap Minggu yang sarat dengan ritual dan tata perayaan liturgi yang baku. Di sini kebaktian berlangsung dengan bahasa Inggris (untunglah, bukan bahasa Melayu hehehe). Nah, waktu pertama kali datang, kami disambut oleh seorang usher. Dia menanyakan apakah kami baru pertama kali datang ke gereja itu dan saya mengiyakan. Kemudian kami diminta untuk mengisi formulir, mungkin setiap orang yang baru pertama kali datang memang diminta mengisi formulir tersebut (saya memberikan form itu kepada Vickie supaya dia saja yang mengisi ). Puji Tuhan setelah tiba di gereja, mood saya pun membaik (memang saya sering berubah- ubah mood sih hehehe) Kami pun mengikuti kebaktian yang berlangsung: mendengarkan khotbah, berdoa, dan menyanyikan pujian. Seusai kebaktian, kami didatangi lagi oleh usher yang menyambut kami. Kami pun diantar untuk menuju kafetaria. Di situ kami dipertemukan dengan beberapa orang yang juga baru pertama kali datang ke gereja itu. Ada seorang pemuda keturunan India dan seorang gadis keturunan Tionghoa bersama ibunya. Pemuda keturunan India ini pindah ke Kuala Lumpur untuk bekerja, sedangkan gadis keturunan Tionghoa tadi ternyata warga Singapore yang kebetulan sering berkunjung ke Malaysia untuk urusan pekerjaan. Selanjutnya kami dipertemukan dengan seorang Om, kemungkinan seorang pengurus gereja. Dia menanyakan beberapa hal tentang biodata kami seperti nama, asal, pekerjaan, dan apa yang kami lakukan di Bukit Bintang. Karena saya dan Vickie ini cuma turis, kami hanya diberi sedikit info tentang tempat wisata di Kuala Lumpur, sedangkan dua orang lainnya diberi informasi mengenai kegiatan-kegiatan gereja di luar kebaktian. Kami disuguhi segelas kopi panas (benar-benar panas lho), lumayan juga untuk sedikit melepas dahaga. Akhirnya setelah berbincang sebentar dan sempat berfoto bersama, kami pun pulang ke tempat masing- masing. Saya dan Vickie yang belum sarapan sejak pagi pun berjalan menuju Pecinan di daerah Alor untuk mencari sarapan .
Foto dengan jemaat gereja Baptist Church, KL Suasana Pecinan (Alor) siang hari Pada siang hari, di pinggir jalan sepanjang Alor banyak restoran menawarkan masakannya. Setelah melewati beberapa rumah makan, kami pun menjatuhkan pilihan pada sebuah kedai yang menyediakan layanan prasmanan. Jadi kami bisa memilh sendiri menu yang akan kami makan. Di situ terdapat berbagai macam pilihan makanan. Kami pun mulai memilih sendiri menu kami. Seperti halnya restoran Chinese food di Singapura, restoran di sini juga tidak segan menawarkan masakan berbahan dasar daging babi. Banyak juga ragam masakan dari daging babi ini, seperti babi kecap, babi goreng, baikut, dan lain-lain jenis masakan yang saya tidak tahu namanya . Saya memilih menu ca sawi, babi goreng tepung, dan babi kecap. Menu makanan Vickie pun sepertinya tidak jauh beda...masih berkutat di seputar daging babi juga hehehe. Harga makanan ini per porsi nya MYR 8, cukup murah dibandingkan dengan harga makanan di Singapore. Untuk minumannya, Vickie membeli air mineral di Circle K yang berada tidak jauh dari tempat kami makan. Harga air mineral botol pun jauh lebih murah daripada di Singapura, yaitu MYR 2 untuk 1 liter air mineral. Kami pun menikmati makanan kami sambil bersantai sejenak. Di situ saya juga dinasihati untuk mengenakan penutup telinga jika merasa dingin. Kemungkinan sesak napas yang saya alami itu juga efek dari kedinginan. Oke, noted deh nasihat dari pak senior backpacker travelling, bisa dipraktikkan buat next trip .
Menu Makan Siang di Alor Street Setelah mengenyangkan perut dengan masakan ala Chinese, kami pun kembali ke hotel sekalian untuk check in. Petugas hostel itu menunjukkan lokasi kamar mandi, toilet, dapur dan kamar kami. Ternyata air mineral di hostel ini tidak gratis . Setelah check in, kami pun bersantai sejenak. Vickie juga punya kesempatan untuk mengisi baterai kameranya untuk persiapan di Batu Caves dan Petronas Tower nanti. Sekitar pk 14.00 kami bersiap untuk berangkat ke Batu Caves. Vickie menanyakan kepada penjaga hostel mengenai transportasi yang bisa digunakan menuju Batu Caves. Petugas hostel itu menyarankan untuk naik bus menuju ke Pasar Seni kemudian naik bus lagi menuju ke Batu Caves. Rute ini berbeda dengan rencana kami untuk naik monorail dari Bukit Bintang menuju Titiwangsa kemudian naik bus ke Batu Caves. Kami pun mencoba mengikuti saran dari petugas hostel. Setelah berjalan menuju tempat perhentian bus, kami naik bus untuk menuju ke Pasar Seni. Di sini saya sempat melakukan kesalahan bodoh hahaha.. Karena terbiasa scan kartu ketika naik bus, saya kira untuk naik bus ini pun kami harus scan kartu. Saya memang tidak melihat orang-orang yang naik sebelum saya scan kartu atau tidak. Nah, saya pun menanyakan kepada Vickie kenapa dia tidak menyecan kartunya. Ternyata waktu Vickie bermaksud untuk menyecan kartu, sopir bus tersebut mengatakan bahwa tidak perlu scan kartu karena ternyata bus yang kami naiki itu free of charge. Wow, enak juga ya, ada fasilitas bus gratis begini. Pantas saja penumpangnya pun berjibun. Sepertinya Vickie agak kesal karena kami terlihat seperti orang bingung di bus tadi. Dia pun berpesan, Lain kali dilihat dulu penumpang yang lain gimana, jangan kelihatan kaya orang bingung. Iya deh.... Setelah tiba di Pasar Seni kami pun turun. Dari situ seharusnya kami naik bus lagi menuju Batu Caves. Ternyata setelah bertanya kepada seseorang, untuk ke Batu Caves kami seharusnya tidak berhenti di tempat tadi, tetapi di dekat gedung HSBC. Jadilah kami berjalan lagi ke dekat HSBC. Di situ banyak bus yang lewat, dan akhirnya ada bus bertuliskan Pinggiran Batu Cave. Kami pun menaiki bus tersebtu. Ternyata bus itu tidak bisa membawa kami ke Batu Caves, hanya ke daerah pinggirnya saja. Untuk ke Batu Caves sendiri kami harus naik bus lagi (Rapid KL Bus) menuju ke sana. Oke lah...namanya juga sudah terlanjur, yang penting kami bisa sampai ke Batu Caves. Bus yang kami tumpangi ini tidak jauh beda dengan bus-bus di Indonesia. Armada busnya yang sudah tidak muda lagi, bus yang sering ngetem sesuka hati, jalan yang macet...rasanya benar- benar seperti di Indonesia. Bahkan saya sempat mengambil gambar yang tampak seperti kemacetan di daerah Johar, Semarang hehehe. Oh iya, untuk ongkos bus (metro bus) ini kami membayar cash, per orang sebesar MYR 2. Perjalanan kami ke Batu Caves terkendala oleh macet. Benar-benar deh...ternyata di Malaysia macet juga sepertinya jadi makanan sehari-hari. Saya pun memutuskan untuk tidur saja sembari menunggu bus sampai di pemberhentian nanti. Akhirnya sekitar pk 15.00 kami tiba di pemberhentian bus untuk selanjutnya naik Rapid KL menuju ke Batu Caves. Sekali lagi di sini kami diminta untuk bersabar. Rapid KL yang seharusnya kami naiki memang sudah ada dan mesinnya pun menyala...yang kurang hanya sopirnya! Kami menunggu cukup lama sampai Rapid KL dengan nomor armada yang sama datang. Mungkin memang Rapid KL ini akan berangkat setelah armada yang lain datang. Benarlah, setelah sekitar setengah jam menanti, akhirnya kami pun berangkat menuju Batu Caves. Vickie sudah sempat uring-uringan karena para petugas Rapid KL itu tampak santai- santai saja membaca koran dan main catur sementara penumpang menunggu tanpa kepastian hehe. Ini juga nih yang membuat jadwal kami kacau. Jam empat sore kami baru sampai di Batu Caves, padahal seharusnya jam 4 kami sudah kembali ke KLCC untuk foto-foto dengan background Petronas Tower .
Patung Dewa Murugan setinggi 140 kaki Di dalam gua Batu Caves setelah naik 272 anak tangga Finally, tiba juga kami di Batu Caves. Dari gerbang masuk sudah tampak patung Dewa Wisnu yang menjulang tinggi. Kami sudah sepakat untuk cepat saja di sini. Kami pun mulai menaiki anak tangga menuju ke gua tempat kuil-kuil pemujaan agama Hindu. Ternyata setelah tiba di atas, masih ada lagi anak tangga menuju ke tempat kuil pemujaan yang lain. Kami hanya foto-foto saja di sini dan tidak masuk ke kuil-kuil atau tempat pemujaan di situ. Setelah selesai berfoto-foto ria, kami pun bergegas menuruni kembali anak tangga itu agar tidak terlalu sore sampai di Petronas Tower, karena menurut Vickie, Petronas Tower itu bagus dijadikan background foto ketika langit masih terang. Dari Batu Caves kami berjalan menuju pemberhentian bus untuk naik bus jurusan Chow Kit. Setibanya di stasiun Chow Kit, kami bermaksud naik monorail menuju Bukit Nanas untuk kemudian jalan kaki ke KLCC. Di sini kami men-top up kartu rapid KL kami sebesar MYR 10 (minimum jumlah top up). Sebetulnya sayang juga sih, karena setelah itu ternyata kami tidak menggunakan kartu rapid KL lagi (masih sisa saldonya nih hehehe). Nah, waktu kami menyecan kartu kami, berkali-kali kami coba kok tidak bisa juga. Memang sih sejak naik bus pun, kartu rapid KL ini seperti agak susah terdeteksi (tidak seperti EZ link card yang mudah sekali terdeteksi). Kami pun bertanya kepada petugas di stasiun monorail tersebut. Waktu itu beliau menanyakan sesuatu dengan bahasa Melayu, ...yasldfafhlfj@#$%&*#@... bas? Apa sih maksudnya?? Setelah berusaha mencerna, saya baru bisa menangkap kalau ternyata beliau bertanya yang intinya, Apakah tadi kartu ini dipakai untuk naik bus? Saya pun mengiyakan. Setelah disetting sesuatu, akhirnya kartu kami baru berhasil di-scan untuk membuka pintu menuju ruang tunggu monorail. Aih, ada-ada saja deh kejadian di Kuala Lumpur ini...
Uniknya bahasa Melayu bagi orang Indonesia Kami pun naik monorail menuju stasiun Bukit Nanas. Dari situ kami berjalan kaki menuju KLCC dan memulai foto session dengan background Petronas Tower dan sekitarnya . Sayangnya karena sudah terlalu sore, kami tidak sempat masuk ke Petrosains dan juga tidak sempat naik sampai jembatan penghubung antara Petronas Tower. Namun demikian, kami menyempatkan diri masuk ke mall Suria KLCC dan menginjakkan kaki sebentar ke dalam menara Petronas. Setelah itu kami melanjutkan menuju Petaling Street (Chinatown) dengan menggunakan LRT (Light Rail Transit).
Background Petronas Tower dan sekitarnya Foto inside Mall Suria KLCC
Kami berhenti di stasiun Pasar Seni lalu berjalan menuju Petaling Street. Di sini suasananya mirip dengan pasar malam di Pecinan (kalau di Semarang ada Pasar Semawis). Kami membeli minuman sari kedelai seharga MYR 1.2 per gelas. Sembari menikmati sari kedelai nan segar tadi, kami pun berjalan sepanjang Petaling street ini sembari melihat-lihat jajanan dan barang-barang yang dijual di sana. Tadinya kami berencana makan malam di sini, tetapi rencana kami berubah. Di sini kami membeli burger ayam dan telur untuk bekal sarapan kami besok pagi di Singapura. Vickie bertanya kepada seorang penjual tentang arah ke pasar rakyat dan penjual tadi pun memberikan penjelasan dengan bahasa Melayu. Jujur saja saya sih tidak paham apa yang dikatakannya, tapi untunglah Vickie ini bisa mengerti maksud perkataan Tante ini. Kami pun berjalan menuju Pasar Rakyat dan membeli oleh-oleh di situ. Seperti kebanyakan orang, kami pun membeli gantungan kunci sebagai oleh-oleh (murah meriah sih hehe). Vickie juga sempat membeli hiasan magnet dengan gambar tempat wisata di Malaysia. Sayangnya di Pasar Rakyat ini harganya sudah pas, tidak bisa tawar-tawaran lagi, jadi gagal deh mengaplikasikan ilmu tawar-menawar khas ibu-ibu hehehe . Setelah puas belanja oleh- oleh, kami pun kembali ke Bukit Bintang.
Suasana Petaling Street malam hari Akhirnya kami memutuskan untuk makan malam di Alor (lagi). Ternyata suasana malam hari jauh berbeda dengan siang tadi. pada malam hari, sepanjang jalan Alor dipenuhi dengan meja dan kursi untuk para pengunjung restoran. Kami pun memilih sebuah kedai dan memesan makanan di situ (coba-coba saja, toh juga nggak tahu yang mana yang enak hehehe). Kami memesan sayur kaylan yang digoreng garing dengan tambahan sedikit kuah serta daging babi lagi sebagai lauknya. Untuk minumannya...sekali lagi Vickie membelikan air mineral botol satu liter di Circle K seperti yang kami beli tadi pagi . Kami tidak bisa berlama-lama di situ karena harus mengejar jadwal keberangkatan bus menuju Singapura. Setelah makan, kami pun bergegas kembali ke hostel. Di sepanjang jalan yang penuh dengan cafe-cafe, tampak orang sudah mulai ramai berdatangan. Maklum lah, malam ini kan bertepatan dengan final World Cup 2014 antara Jerman vs Argentina. Sayang sekali kami terpaksa melewatkan pertandingan itu karena jadwalnya bertepatan dengan jadwal perjalanan bus kami menuju Singapura. Setelah tiba di hotel, kami pun cepat-cepat mandi dan berkemas. Karena waktu itu sudah sekitar pk 22.00, kami memutuskan untuk naik taksi menuju ke Terminal Bersepadu Selatan. Setelah bertanya kepada petugas hostel, kami diberitahu kira-kira ongkos taksi menuju terminal adalah MYR 25. Angka itu pun menjadi patokan ketika Vickie menawar ongkos taksi. Setelah deal dengan ongkos MYR 25 menuju TBS, kami pun berangkat. Sepanjang perjalanan, sopir taksi yang ramah ini mengajak kami ngobrol. Vickie yang antusias menanggapi dengan sok-sok bergaya bahasa Melayu..ada- ada saja haha. Saya memilih untuk diam daripada malah merusak suasana, maklum lah saya tidak pandai berakting seperti Vickie Akhirnya kami pun tiba di terminal. Setelah menunjukkan tiket kepada petugas, kami pun masuk ke ruang tunggu dan menanti bus Konsortium yang akan membawa kami ke Singapura. Sekitar pk 24.00 bus pun datang. Kami segera duduk di belakang sopir sesuai tempat duduk yang sudah kami pesan secara online di Indonesia sebelumnya. Saya pun mulai memejamkan mata sementara bus melaju kencang membawa kami kembali ke Negeri Singa .
Ruang tunggu di Terminal Bersepadu Selatan Suasana di Terminal Bersepadu Selatan
Tiket bus Konsortium Bus Konsortium KL-Singapore
Day 3 ~ Monday, 14 July 2014 Sekitar pk 04.00 saya dibangunkan oleh Vickie untuk segera menuju imigrasi Malaysia. Tidak terasa kami sudah sampai di Johor Baru lagi. Setelah melewati imigrasi Malaysia, kami segera kembali ke bus dan menuju ke Woodland Checkpoint untuk mengurus imigrasi Singapore. Ketika sudah mengantre dan akhirnya tiba di depan petugas, saya baru diberitahu bahwa ternyata kami harus mengisi lagi form embarkasi hahaha. Akhirnya jadilah saya dan Vickie mengisi lagi form embarkasi itu. Setelah selesai mengisi, kami pun kembali mengantre. Seusai proses di imigrasi, kami pun kembali lagi ke bus yang sudah menunggu di tempat pemberhentian bus. Dari situ kami diantar sampai ke Golden Mile Complex, tempat pemberhentian terakhir bus Konsortium (sepertinya juga tempat pemberhentian terakhir untuk bus-bus dari KL ke Singapore lainnya). Kami tiba sekitar pk 04.30, masih sangat pagi. Langit pun masih gelap..ya iya lah..di sini langit baru mulai terang sekitar pukul tujuh. Karena sarana transportasi umum di Singapore (kecuali taksi) baru mulai beroperasi sekitar pk 06.00, kami pun harus menunggu di situ. Vickie sempat pergi sebentar melihat-lihat sekitar. Ternyata dia pergi ke kafetaria di dekat situ dan sempat menyaksikan akhir pertandingan final World Cup 2014 (katanya mau pergi sebentar eh ternyata pergi nonton..gak ngajak-ngajak haha). Setelah menunggu cukup lama, kami pun berjalan menuju tempat pemberhentian bus dan menunggu bus yang akan membawa kami ke Chinatown. Dua bus lewat dan tidak ada yang menuju ke Chinatown. Kami pun curiga dan mengecek kembali jalur bus yang lewat terminal tersebut. Ternyata...memang tidak ada bus menuju Chinatown yang lewat pemberhentian bus itu..hahaha. Kami pun memutuskan untuk berjalan kaki menuju stasiun MRT terdekat, yaitu stasiun Nicoll Highway. Dari situ kami naik MRT menuju ke Chinatown (sempat change jalur MRT juga di stasiun Promenade). Stasiun MRT Chinatown ini mungkin salah satu stasiun MRT terbesar yang pernah kami temui. Setibanya di stasiun ini, kami mengikuti papan penunjuk menuju ke hostel kami, Beary Nice Hostel di Smith Street. Tidak sulit menemukan Smith Street setelah kami mengecek peta. Namun demikian, kami tidak serta merta menuju ke hostel. Kami sempat mampir di Seven-Eleven untuk membeli Sim Card, tetapi ternyata mereka tidak menjualnya. Sayang sekali pelayanan di Seven-Eleven ini kurang memuaskan. Pelayannya sama sekali tidak ramah!
Vickie yang tidak bisa tidur sepanjang perjalanan dari Kuala Lumpur ke Singapura tampak mengantuk dan kelelahan. Kami pun memutuskan untuk bersantai sejenak di Smith street. Di sepanjang Smith Street (dan juga jalan lain di Pecinan) telah dipenuhi dengan meja dan kursi yang ramai digunakan pengunjung ketika malam hari. Kami bersantai sejenak di situ sambil menikmati burger yang kami beli di Petaling Street kemarin malam . Sayangnya rasanya kurang sip..saya kira burger ayam ini menggunakan daging ayam filet, ternyata isinya abon ayam dan telur dadar hahaha. Ya setidaknya cukup lah untuk mengganjal perut kami. Sekitar satu jam kami bersantai di situ. Di Chinatown ini ada free wifi selama lima belas menit dengan login terlebih dahulu menggunakan nomor handphone. Saya sempat sih menggunakan fasilitas ini, hanya untuk sekedar membuka facebook dan whatsapp sebentar. Setelah merasa cukup beristirahat, kami pun melanjutkan perjalanan ke Beary Nice Hostel yang mestinya tidak jauh dari situ. Ketika melewati Smith Street ini kami tidak melihat pintu masuk Beary Nice Hostel. Ternyata setelah dilihat lagi, Beary Nice ini ada di lantai atas dengan pintu masuknya berada di sebelah sebuah rumah makan. Kami pun naik dan masuk ke Beary Nice Hostel tersebut.
Beary Nice Hostel Pelayanan di Beary Nice Hostel ini menurut saya lebih baik daripada Serenity Hostel. Kami tidak perlu negoisasi atau membujuk petugas hostel untuk diizinkan menggunakan kamar mandi dan menitipkan barang-barang kami. Bahkan kami ditawari untuk breakfast (padahal seharusnya hari itu Ngantuk karena nggak bisa tidur selama di bus KL-Singapore
kami belum mendapatkan fasilitas breakfast). Di situ saya sekalian mengisi form check in sekaligus menyerahkan uang jaminan sebesar SGD 15 per orang. Meskipun belum bisa masuk ke kamar karena bed kami masih digunakan orang lain yang belum check out, kami diizinkan menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada di situ, termasuk free wifi. Dengan ramah, petugas hostel ini juga menunjukkan kepada saya tempat mesin cuci yang bisa digunakan apabila saya memerlukannya.
Kuitansi uang jaminan SGD 15 per orang Voucher Beary Nice Hostel! Kami sempat bersantai sejenak di hostel sambil menonton film Frozen yang tengah diputar di televisi waktu itu. Sementara Vickie mengupload beberapa fotonya ke Facebook, saya mandi lebih dulu lalu kembali duduk santai menyaksikan film tadi. Setelah Vickie selesai bersiap-siap, kami pun berangkat menuju ke Singapore National Museum. Dari Chinatown, kami naik MRT menuju stasiun Dhobby Ghaut. Oh iya, sempat ada kejadian lucu lho di stasiun MRT Chinatown ini Karena stasiun MRT Chinatown ini sangat luas, kami sempat bingung bagaimana menuju MRT rute Dhobby Ghout. Ketika kami sudah masuk melewati mesin scan card, kami malah kebingungan lalu akhirnya keluar lagi. Ternyata jalur yang kami lalui tadi sudah benar dan kami hanya perlu turun ke lantai bawah dengan eskalator (yang tidak kami lihat sebelumnya). Akhirnya kami pun masuk lagi melewati mesin scan kartu hahaha. Jadinya saldo di kartu kami sempat terpotong sebesar SGD 0.8 hanya karena kami salah jalan menuju ruang tunggu MRT .
Singapore National Museum & Singapore Art Museum Dari stasiun MRT Dhobby Ghout, kami berjalan kaki menuju ke Singapore National Museum. Dengan berbekal peta, kami akhirnya berhasil sampai di Singapore National Museum. Dari informasi yang kami peroleh sebelumnya, untuk masuk dan menyaksikan isi dari museum ini, kami harus membayar tiket masuk sebesar sekitar SGD 10 per orang.
Setibanya di Singapore National Museum, kami sempat berfoto di depan gedung museum tersebut. Gedung museum ini tampak seperti gedung-gedung pemerintahan tempo dulu. Di halamannya terdapat balok-balok tulisan yang membentuk kata masak (entah apa artinya). Kami pun masuk ke dalam gedung museum ini. Vickie sempat agak malas masuk ke dalam, tapi saya sebenarnya ingin melihat isi museum itu. Ya masa sudah sampai di sini kita hanya foto- foto di luar museum saja. Bayangan saya sih museum ini seperti Museum Ronggowarsito yang ada di Semarang, isinya sangat beragam dan sangat informatif. Karena itu saya pun membujuk Vickie untuk masuk ke dalam dan kalau perlu membayar tiket masuk pun tidak masalah (sebenarnya masalah utamanya berat di ongkos sih hehehe). Setelah masuk ke dalam, pemikiran saya tadi pun berubah. Ketika masuk dan melihat list benda yang dipamerkan di setiap lantai museum, saya jadi tidak lagi merasa tertarik karena ternyata museum ini banyak berisi lukisan dan foto. Saya yang bukan penikmat lukisan jujur saja merasa sayang mengeluarkan uang SGD 10 hanya untuk melihat-lihat foto dan lukisan. Akhirnya kami putuskan untuk berkeliling di lantai dasar saja. Setelah puas berfoto di sini, kami pun lanjut ke tempat tujuan berikutnya, yaitu Singapore Art Museum. Nah, kalau yang satu ini, saya sudah bilang bahwa saya kurang tertarik masuk ke dalam. Selain karena harus membayar tiket masuk (sekitar SGD 10 per orang juga), seperti yang saya sampaikan tadi, saya bukan pecinta foto atau lukisan, sementara dari informasi yang saya peroleh melalui websitenya, Singapore Art Museum ini berisi pameran foto dan lukisan. Akhirnya jadilah kami hanya berfoto di luar gedung museum seni tersebut. Dari Singapore Art Museum, menurut itinerary kami seharusnya kami kembali ke hostel lalu kemudian menuju ke Orchard Road. Karena lokasi Orchard berdekatan dengan lokasi kami saat itu, rasanya nanggung juga kalau kembali ke hostel lalu nanti balik lagi ke sini. Akhirnya kami putuskan untuk langsung lanjut jalan-jalan ke Orchard. Kami pun berjalan kaki dari Singapore Art Museum tadi menuju ke Orchard Road. Dalam perjalanan menuju Orchard, kami sempat juga berfoto di depan School of Art Singapore (SOTA). Di Singapore ini banyak sekali bangunan yang bentuknya unik. Jadi tidak bosan rasanya melihat bentuk-bentuk bangunan di sini. Ini juga yang mungkin menjadi alasan kuat Singapura bisa menjadi tempat wisata kota yang sangat menarik.
Orchard Road Kami pun berjalan menyusuri Orchard Road. Ternyata yang namanya Orchard Road itu panjang juga ya hehe. Kami berencana untuk menuju ke Lucky Plaza karena saya mau membeli simcard untuk berkomunikasi dengan Vina yang berangkat dari Semarang, serta mencari Uncle Ice Cream yang sering disebut- sebut para wisatawan Singapore ketika berkunjung ke Orchard. Vickie sendiri sudah ngidam sejak dari Indonesia. Bahkan sepertinya buat dia yang penting bisa mencicipi Uncle Ice Cream ini, terserah deh makan siangnya mau apa. Apapun makannya, yang penting harus makan Uncle Ice Cream . Vickie sempat putus asa karena mengira hari itu sang pedagang Uncle Ice Cream tidak berjualan. Lalu saya bilang, sepertinya Uncle Ice Cream itu dijual di dekat Lucky Plaza. Jadilah kami semakin bersemangat untuk menuju Lucky Plaza. Sepanjang Orchard Road ini banyak sekali mall dan counter-counter merek ternama. Oh iya, salah satu hal yang sangat mengesankan dan menyenangkan bagi saya selama berwisata di Singapore ini adalah betapa ramahnya kota ini kepada para pejalan kaki. Hampir di setiap jalan raya ada lampu khusus untuk pejalan kaki yang dilengkapi dengan tombol untuk menyalakan lampu hijau. Jika lampu penyeberangan itu berwarna hijau artinya para pejalan kaki boleh menyeberang. Sebaliknya, ketika lampu berwarna merah, pejalan kaki tidak boleh menyeberang. Selain itu, setiap kendaraan benar-benar menghormati penyeberang yang melalui zebra cross. Jika ada pejalan kaki yang hendak menyeberang melalui zebra cross, kendaraan akan memperlambat lajunya dan mempersilakan pejalan kaki untuk menyeberang lebih dahulu. Hal ini sangat berkesan buat saya, karena di Indonesia kenyataan yang terjadi kontras sekali. Saya jadi ingat kata-kata Tante saya yang sempat berkunjung ke Indonesia dari Belanda. Beliau waktu itu berkata, Percuma saja di Indonesia dikasih zebra cross kalau mobil-mobil dan kendaraan lain nggak mau ngalah sama pejalan kaki,. Sayangnya, kenyataannya itulah yang terjadi di Indonesia. Bahkan mungkin bagi kita, hal itu sudah menjadi sesuatu yang wajar. Ketika akan menyeberang, walaupun sudah lewat zebra cross, bukan kendaraan yang mengalah pada pejalan kaki melainkan pejalan kaki yang harus mengalah pada kendaraan- kendaraan yang melaju kencang. Sungguh suatu hal yang sangat disayangkan menurut saya. Saya membayangkan jika orang-orang di Singapura ini berkunjung ke Indonesia dan menyeberang lewat zebra cross...kira-kira bagaimana pendapat mereka, ya?
Foto-foto di sepanjang Orchard Road Setelah berjalan cukup lama, kami pun tiba di Lucky Plaza. Waktu itu tampak sang kakek penjual Uncle Ice Cream sedang mempersiapkan dagangannya di dekat Lucky Plaza. Sepertinya beliau juga baru saja sampai di situ. Kakek dan nenek penjual Uncle Ice Cream itu menggunakan kereta mini dengan tulisan merek Walls, mirip dengan gerobak es krim Walls yang digunakan di Indonesia. Karena kami merasa sepertinya persiapan kakek ini masih agak lama sebelum kami bisa membeli es krim yang terkenal itu, kami pun memilih untuk masuk ke Lucky Plaza terlebih dahulu. Kami segera menuju ke Seven-Eleven untuk membeli simcard, tapi ternyata stok di situ sudah habis. Kami pun disarankan untuk membeli di counter handphone di dekat situ, tetapi ternyata setelah kami cek harga di counter itu mahal sekali..SGD 28 untuk simcard operator Starhub. Kami pun mencoba naik ke lantai dua dan melihat counter handphone lagi. Di situ saya membeli simcard Starhub seharga SGD 18 dengan fasilitas internet 1GB plus pulsa untuk telpon dan SMS. Setelah itu kami berkeliling Lucky Plaza sebentar sambil melihat-lihat barang-barang yang dijual di sana. Ternyata isinya ya nggak jauh-jauh beda lah dengan plaza-plaza di Indonesia. Pakaian, makanan, produk-produk rumah tangga, alat elektronik..mungkin ya yang namanya plaza memang seperti itu saja hehehe. Karena tidak berencana membeli sesuatu, kami pun hanya melewati toko-toko tersebut. Setelah itu kami berencana untuk membeli Uncle Ice Cream yang kami harapkan sudah selesai persiapannya. Ternyata...setelah kami kembali pun, si kakek dan nenek tadi masih belum selesai bersiap-siap. Akhirnya kami memutuskan untuk membeli minuman di Lucky Plaza. Kami membeli Lemon and Barley ice seharga SGD 1.2 per gelas. Untuk membeli minum ini saja kami harus mengantre lho..mungkin karena dibandingkan yang lain, counter ini yang harga minumannya lumayan murah. Minuman ini lumayan enak juga kok dan cukup lah untuk mengobati rasa haus kami. Setelah membeli minuman tadi, kami pun kembali ke dekat kakek penjual Uncle Ice Cream. Kali ini ternyata beliau sudah mulai melayani pembeli. Ketika kami datang, antrean sudah terbentuk. Rupanya sejak tadi pun sudah banyak orang yang menanti untuk bisa membeli Uncle Ice Cream ini. Kami pun ikut mengantre. Nah, dalam bayangan kami yang namanya Uncle Ice Cream ini hanya ada satu macam rasa saja. Eh ternyata...pilihan rasanya ada banyak, mulai dari vanilla, coklat, termasuk rasa buah-buahan. Vickie memilih membeli es krim rasa coklat sedangkan saya memilih rasa blueberry. Harga Uncle Ice Cream ini SGD 1.2 per potongnya. Rupanya si opa ini sudah punya stok es krim balok dengan berbagai rasa. Ketika ada yang membeli, beliau tinggal memotong es krim balok itu dengan ketebalan tertentu lalu menyelimuti es krim balok tersebut dengan roti tawar yang berwarna-warni.
The famous Orchard Uncle Ice Cream Saya dan Vickie pun mulai menikmati Uncle Ice Cream yang terkenal itu di tempat duduk di dekat situ. Bersama kami, banyak juga pembeli es krim yang langsung menikmati es krimnya sambil duduk- duduk di situ. Mulai dari anak-anak sampai om-om dan tante-tante yang sudah berumur pun tampak senang menikmati es krim lezat ini. Ternyata memang benar apa yang dikatakan orang-orang di blog mereka, Uncle Ice Cream ini nikmaaat sekali. Es krimnya yang berbentuk balok tadi ternyata lembut sekali ketika digigit. Rasa blueberry yang saya pilih pun sangat terasa tapi tidak berlebihan. Rasanya seperti bercampur dengan rasa vanilla atau susu. Roti tawar yang menyelimutinya juga enak dan lembut. Pokoknya tidak rugi dan tidak menyesal deh mengeluarkan SGD 1.2 untuk bisa menikmati Uncle Ice Cream ini..hmmm Sembari menunggu saya menghabiskan es krim, Vickie yang sudah lebih dulu menghabiskan es krimnya (ngidamnya akhirnya keturutan juga..hahaha) pergi melihat-lihat rute bus di pemberhentian bus dekat Lucky Plaza, mungkin sambil mengambil beberapa foto. Setelah itu kami menyusun ulang jadwal perjalanan kami. Seharusnya sih kami makan siang di Orchard Road lalu menuju ke City Hall untuk foto-foto dengan Merlion. Nah, karena waktu itu kami merasa masih punya cukup waktu, akhirnya kami putuskan untuk sekalian mengunjungi Little India yang sejatinya akan kami kunjungi besok pagi sebelum ke Universal Studio (USS). Di sana kami berencana untuk sekalian makan siang di Tekka Center, food court terkenal di daerah itu.
Little India Kami pun mencoba naik bus bertingkat dari Orchard menuju ke Little India. Vickie sempat menanyakan kondisi mamanya yang rencananya akan menjalani operasi pengambilan batu ginjal di Yogyakarta, dengan nomor yang baru kami beli di Lucky Plaza tadi. Rencananya operasinya akan dilakukan hari Rabu. Semoga semuanya lancar dan tante bisa sehat kembali seperti sedia kala, amiiin. Saya sempat bertanya kepada Vickie, kalau duduk di atas bagaimana kita bisa tahu kita sudah sampai di Little India? Nah, kebetulan di dekat kami duduk seorang keturunan India. Vickie pun berkelakar bahwa kalau orang itu turun, berarti kita sampai di Little India. Syukurlah ada papan petunjuk yang memudahkan kami untuk tahu bahwa kami sudah hampir sampai di Little India. Kami pun turun dari bus (ternyata orang India tadi malah tidak turun hahaha). Dengan berbekal peta, kami pun mencari Tekka Center untuk makan siang di sana. Setelah agak nyasar sedikit, kami pun berhasil menemukan Tekka Center (ternyata kami sempat memutar padahal lokasi Tekka Center ini ternyata dekat dengan tempat kami turun dari bus tadi ). Nah, seperti halnya di food court lain, di sini tersaji beragam pilihan makanan. Kebetulan waktu itu sepertinya juga pas jam istirahat siang sehingga situasinya cukup ramai. Tampak beberapa orang berpakaian seragam (sepertinya dari kantor yang sama) juga makan di situ. Setelah berkeliling, kami putuskan untuk makan nasi briyani. Nasi briyani ini sebetulnya menjadi menu pilihan kami di Geylang Serai Market, tapi karena waktu itu tidak ada yang menjualnya, kami putuskan untuk menjajal menu khas India itu di sini. Saya memesan nasi briyani dengan daging mutton sedangkan Vickie memesan daging ayam. Awalnya saya juga tidak tahu apa itu mutton (maklum, kosakata bahasa Inggris terbatas hehe), tapi saya menerka-nerka saya kalau mutton itu daging kambing. Ketika kami tanyakan kepada penjualnya apakah mutton = lamb, penjualnya mengiyakan. Sambil menunggu nasi briyani dihidangkan, kami memesan kelapa muda di sebuah counter minuman. Di sini sempat terjadi salah paham. Waktu itu si penjual minuman (orang India juga) menawarkan kelapa muda dan Vickie pun bertanya berapa harganya. How much? tanya Vickie. Si penjual menjawab Two, Kami kira harganya SGD 2 per porsi. Kami pun memesan dua porsi. Eh ternyata ketika kelapa muda itu dihidangkan, si penjual berkata total harganya SGD 14. Nah lho...hahaha. Sepertinya tadi terjadi salah paham deh. Mungkin si penjual berkata two tadi untuk mengkonfirmasi kami memesan dua buah kelapa muda, tapi kami kira harga kelapa mudanya yang SGD 2 per porsi. Karena sudah terlanjur ya sudah lah kami bayar juga SGD 14 untuk dua buah kelapa muda yang segar itu.
Nasi Briyani ala Kedai Yakader, Tekka Market Suasana Tekka Center, Little India
Tidak lama kemudian, dua porsi nasi briyani dihidangkan di meja kami. Begitu melihat porsinya...wow...hahaha saya sempat terpana duluan. Bagaimana tidak, nasi briyani ini dihidangkan di atas nampan yang dilapisi daun pisang, dengan lauk sepotong besar daging kambing serta kuah kental sebagai bumbu pelengkapnya. Bagi saya yang terbiasa makan dengan porsi normal, melihat satu porsi nasi briyani ini tentu sempat membuat saya kaget hehehe. Dengan kemampuan makan saya, satu porsi nasi briyani ini bisa saya makan dua kali lho..benar deh, porsinya besar sekali! Potongan daging kambingnya pun besar. Ya menurut saya sih dengan harga SGD 4.5 per porsi, makanan ini nggak mahal lah. Saya sendiri agak menyesal kenapa kami pesan dua porsi ya hehehe. Kalau dengan porsi segini sih satu porsi bisa dimakan dua orang. Karena sudah terlanjur pesan, kami pun mulai menikmati nasi briyani pesanan kami masing-masing. Seperti halnya makanan khas India, bumbu rempah sangat terasa di nasi briyani ini. Kalau kata Vickie, nasi briyani ini mirip dengan nasi kebuli di Indonesia. Saya pribadi sebenarnya sangat menikmati menu nasi briyani ini. Bumbu rempahnya juga tidak over (tidak seperti kweetiauw goreng yang saya makan di Geylang Serai Market hari Sabtu yang lalu) dan yang sangat penting..daging kambing pelengkapnya ini lembuuuut sekali. Benar- benar nikmat lah makanan ini. Sayangnya, karena porsinya terlalu besar (untuk saya), akhirnya saya tidak bisa menghabiskan seporsi nasi briyani ini...maaf ya pak penjual...saya jadi agak merasa bersalah nih. Kalau boleh jujur memang kalau soal rasa sih oke punya, saya terpaksa nggak menghabiskan bukan karena rasanya tidak enak kok, melainkan karena memang kapasitas perut saya sudah full! Hehe.. Vickie yang biasanya makan dengan porsi dua kali lipat dari porsi makan saya saja mengaku kekenyangan setelah menghabiskan satu porsi nasi briyani tadi (tapi habis lho..itu saja sudah hebat menurut saya..hehehe). Belum lagi kami masih punya kelapa muda yang siap menjadi menu berikutnya. Saya sempat menikmati air kelapa muda ini sembari menyantap nasi briyani tadi. Menurut saya, rasa air kelapa muda yang agak plain ini bisa menjadi penetral bagi nasi briyani yang kaya rasa. Akhirnya saya pun menghabiskan air kelapa muda tadi meskipun daging buahnya tidak saya habiskan..pokoknya perut saya benar-benar kekenyangan di situ...kenyang tapi puas! Haha... Sebenarnya waktu melihat-lihat menu makanan, kami tertarik untuk membeli roti prata, tetapi kebetulan tempat yang menjual roti prata itu tutup. Kalau dipikir-pikir untunglah kami tidak jadi membeli roti prata. Bayangkan saja, dengan makan nasi briyani plus minum air dari satu buah kelapa muda kami sudah kekenyangan. Bagaimana ceritanya kalau kami masih harus makan roti prata?? Hehehe...yang jelas setelah makan kami tidak segera beranjak dari tempat duduk kami. Sebentar kami memberi waktu supaya makanan ini turun dulu
Foto di depan kuil Hindu yang sedang direnovasi Setelah memastikan diri kami bisa berjalan, kami pun beranjak dari Tekka Center menelusuri jalan- jalan di Little India. Tempat wisata yang bisa didapatkan di kawasan ini adalah beberapa kuil pemujaan agama Hindu. Kami pun sampai di depan sebuah kuil besar yang ada di Little India, tetapi sayangnya kuil itu sedang direnovasi. Kami pun hanya berfoto di depan kuil tersebut lalu melanjutkan perjalanan. Sepanjang jalan banyak terdapat toko yang menjual perlengkapan persembahan, wangi-wangian dan bunga tabur. Aroma wewangian pun semerbak menemani perjalanan kami sepanjang jalan di Little India ini. Suasana ini jauh berbeda dengan suasana di sekitar Tekka Center dimana aroma masakan dan bau ikan mentah begitu kentara (di dekat Tekka Center terdapat pusat perbelanjaan yang juga banyak menjual ikan mentah). Akhirnya kami pun mengakhiri petualangan kami di Little India. Dari sini kami berangkat menaiki MRT menuju Merlion dan sekitarnya. Explore City Hall Di daerah yang bisa dibilang pusat kotanya Singapura ini kami menyempatkan diri untuk melihat- lihat dan berfoto dengan latar belakang bangunan serta patung-patung unik yang ada. Seperti saya sebutkan tadi, di Singapura ini banyak sekali bangunan yang unik bentuknya. Kami berjalan menuju kawasan Merlion Park untuk berfoto dengan patung Merlion. Ya, sepertinya nggak afdol kalau pergi ke Singapura tapi belum berfoto bersama si patung singa icon negeri ini. Ternyata lokasi Merlion ini agak jauh juga dari stasiun MRT tadi. Kami sempat menyeberang jalan bersama rombongan anak- anak sekolah yang sepertinya juga menuju ke kawasan Merlion. Setelah sampai di Merlion, kami pun menikmati keindahan kota Singapura. Dari tempat kami berada, kami bisa berfoto dengan latar belakang Esplanade (gedung yang bentuknya mirip kulit buah durian), Singapore Flyer (bianglala besar), serta Marina Bay Sands, sebuah gedung unik yang terdiri dari tiga gedung tinggi yang seperti menyangga sebuah kapal di atasnya. Katanya sih gedung itu menyatukan hotel, pusat belanja, museum, teater, pameran, bahkan taman di dalamnya, sedangkan bagian atas gedung itu (yang bentuknya seperti kapal tadi) digunakan untuk kasino. Kami pun mencari spot-spot yang bagus untuk berfoto. Seperti halnya kami, banyak juga orang yang berfoto di situ. Oh iya, kalau berfoto dekat patung Merlion hati-hati dengan semburan airnya ya, kalau terlalu dekat bisa-bisa baju kita jadi basah terkena cipratan air dari semburan air yang keluar dari mulut si patung singa ini .
Selesai berfoto ria, kami berniat untuk kembali ke hostel. Kami sengaja tidak mengunjungi Gardens by the bay karena menurut informasi yang didapat Vickie, Gardens by the bay justru lebih bagus dikunjungi malam hari. Akhirnya kami pun bersiap untuk kembali ke hostel. Nah, di sini kami sebenarnya bisa memilih mau naik bus atau kembali ke stasiun MRT. Kebetulan di jalan yang kami lalui tadi ada pemberhentian bus. Kami pun mengecek jalur yang dilewati bus dan akhirnya memutuskan untuk coba naik bus yang melewati Dhobby Ghout lalu dari sana kami akan naik MRT ke Chinatown. Ternyata kali ini kami salah pilih hahaha. Kami naik bus seperti biasa. Beberapa saat kemudian Vickie bertanya kepada sopir bus apakah masih jauh menuju ke Dhobby Ghout. Sopir bus itu hanya berkata ia akan memberitahu kami ketika bus hampir sampai di Dhobby Ghout. Kami pun menunggu dengan sabar. Menunggu, menunggu, dan menunggu...kok tidak sampai- sampai ya? Bahkan kami malah melewati Orchard Road lalu bus berjalan ke arah Jurong, semakin jauh dari tempat tujuan kami. Sopir bus tadi juga tidak berkata apa-apa. Vickie yang mulai lelah menunggu mencoba melihat brosur berisi rute yang dilalui bus. Ternyata bus ini tidak melaju sesuai urutan yang ada di brosur itu. Vickie mulai kesal. Untungnya kekesalannya dilampiaskan menjadi sikap yang positif. Ia mulai mencari stasiun MRT terdekat di peta, juga sambil melihat-lihat di sekitar jalan kalau- kalau ada stasiun MRT di dekat situ. Akhirnya setelah hampir satu jam mengikuti perjalanan di dalam bus yang kami tidak tahu juntrungannya ini, Vickie melihat ada stasiun MRT di dekat salah satu pemberhentian bus. Kami pun turun dari bus itu lalu segera bergerak menuju stasiun MRT yang ternyata berada di daerah Ang Mo Kio. Setelah sampai di MRT kami langsung duduk dan menunggu sampai kami tiba di Chinatown. Vickie tadi kelihatan begitu capek, bahkan ia langsung tertidur setelah duduk di MRT . Ya wajar saja sih, seperti tadi saya ceritakan, sepanjang malam perjalanan di bus dari Kuala Lumpur ke Singapura dia tidak bisa tidur. Setibanya di Singapura pun kami hanya beristirahat sebentar lalu segera memulai perjalanan lagi. Niat kami untuk kembali ke hostel lebih awal agar bisa beristirahat sejenak pun kacau gara-gara waktu kami habis di dalam bus yang keliru. Saya maklum saja kalau dia kecapekan. Saya bayangkan juga kalau saya tidak tidur semalaman lalu harus beraktivitas dengan begitu padat, pasti saya juga akan ambruk hahaha. Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke stasiun MRT Chinatown. Keluar dari stasiun MRT Chinatown ini ternyata rute yang kami lalui berbeda dengan rute kedatangan kami tadi. Tapi tidak masalah sih, kami tetap bisa kembali ke Beary Nice Hostel dengan berjalan kaki kok .
Kurang tidur plus kecapekan Tepar Sesampainya di Beary Nice Hostel, kami diberi kunci kamar dan diberitahu cara penggunaannya. Kami juga diberitahu bed yang akan kami gunakan di dalam kamar yang berisi lima bed bertingkat plus satu bed itu. Kami pun membawa barang-barang kami masuk ke dalam kamar. Saya memilih bed yang atas, sedangkan Vickie di bed yang bawah. Kami juga mendapat fasilitas loker untuk meletakkan tas kami. Loker ini bisa diberi gembok sendiri (kami sudah mempersiapkan gembok yang kami beli di Ace Hardware Indonesia). Selain itu di setiap bed juga ada fasilitas sambungan listrik, lumayan lah untuk charge handphone masing-masing hehehe. Oh iya perlu diingat, di Singapura ini koneksi listriknya agak berbeda dengan di Indonesia. Jadi, untuk bisa menggunakan charger di sini kita harus menyiapkan kaki tiga (bukan larutan penyegar cap kaki tiga lho ) untuk menghubungkan charger kita dari Indonesia yang normalnya berkaki dua ke koneksi listrik di Singapura yang berkaki tiga. Sore hari ini sebenarnya saya sudah janjian dengan Vina untuk bertemu di Bugis. Waktu itu kami baru tiba di hostel sekitar pukul enam sore. Saya pun menego Vina untuk bertemu jam delapan malam karena kami masih harus bersiap-siap dan mau istirahat sebentar sebelum jalan-jalan lagi. Vina pun setuju dan dia bilang dia akan berangkat duluan, dan nanti kami bisa bertemu di Bugis Junction jam delapan malam. Saya dan Vickie pun menggunakan waktu yang ada untuk mandi, merapikan barang-barang, dan charge handphone serta kamera. Sekitar pukul delapan kurang, kami pun berjalan ke stasiun MRT Chinatown untuk menuju ke Bugis. Di sini lagi- lagi mood saya berubah. Entah apa yang membuat mood saya jelek waktu itu, tapi yang jelas saya lebih banyak diam sepanjang perjalanan ke Bugis. Vickie yang menyadari perubahan ini pun bertanya kepada saya kenapa saya diam saja. Saya hanya menjawab, kalau saya diam itu berarti mood saya sedang tidak baik. Dia hanya perlu diam saja sampai mood saya kembali seperti semula. Hahaha...memang butuh kesabaran ya pergi dengan para Cancerian, karena mood kami memang sering berubah-ubah dengan alasan tak jelas. Tapi seperti saya bilang, kami cepat pulih kok. Jadi ya biarkan saja kami merenung sendiri sampai akhirnya kami sadar sendiri kalau sudah berbuat bodoh dengan merasa kesal sendiri
Bugis Akhirnya kami tiba juga di Bugis. Sesuai rencana, kami menunggu di Bugis Junction. Nah di sini sebetulnya saya bermaksud untuk menelpon Vina dan Ricko, tapi ketika saya coba hubungi nomor mereka ternyata tidak bisa. Entah apa yang menyebabkan saya tidak bisa menelpon mereka. Saya pun mengirimkan SMS bahwa kami sudah tiba di Bugis. Karena pulsa Ricko habis, dia jadi tidak bisa membalas SMS saya (soal pulsa habis ini sebelumnya saya sudah diberitahu lewat whatsapp lewat fasilitas free wifi di hostel). Di sini saya sempat bingung juga bagaimana ya caranya supaya bisa bertemu. Vickie menyarankan untuk sambil jalan saja di dalam Bugis Junction Mall, semoga bisa bertemu di dalam. Akhirnya sambil jalan- jalan di mall, saya mengirimkan SMS kepada Ricko untuk bertemu di depan mall pukul setengah sembilan malam. Puji Tuhan akhirnya kami bisa bertemu juga di depan mall . Vina dan Ricko memakai kaos bertuliskan I Love Singapore, ternyata kaos itu mereka beli di Chinatown Singapura karena nyaris kehabisan pakaian hahaa. Ketika bertemu dengan Vina dan Ricko, mereka tampak membawa barang- barang belanjaan...wah ternyata habis borong- borong nih mereka hahaha. Mereka bilang sudah berkeliling mall sejak jam tujuh tadi dan sudah membeli beberapa barang juga. Akhirnya kami putuskan untuk sekalian mencari makan malam. Kami sempat melihat-lihat food court di dalam mall, tetapi kok ya sepertinya mirip dengan mall-mall biasa ya hehehe. Vickie mengusulkan untuk makan di Albert Centre, food court di Bugis juga, tapi di luar mall. Kami pun setuju dan berangkat menuju Albert Centre. Di Albert Centre, pilihan makanannya sebenarnya cukup beragam, mirip dengan Tekka Centre dan Geylang Serai Market. Namun, mungkin karena buka sejak siang hari, jadi malam harinya ada beberapa gerai yang tutup. Kami pun memesan makanan ala Chinese (again! Hahaha). Vina dan Ricko memesan nasi dan ayam goreng, sementara Vickie memesan nasi dengan olahan daging babi seharga SGD 6.8. Ada yang lucu waktu kami mau memesan makanan di situ. Waktu itu kami padahal baru melihat-lihat saja menu yang ada dan bermaksud untuk tanya-tanya dulu, eh malah langsung diorderkan oleh si penjual hahaha. Saya sendiri memesan nasi plus baikut di gerai lain seharga SGD 9 seporsi. Memang agak mahal sih harga makanan yang kami beli, tapi melihat porsi makanannya sih menurut saya harga segitu termasuk wajar lah (untuk di Singapura lho ya...) Kami pun menyantap makan malam kami sembari bercerita pengalaman perjalanan kami masing-masing. Ternyata Vina dan Ricko yang sampai di Singapura hari Minggu siang juga sudah berkeliling ke banyak tempat. Oh iya, sekedar pendapat pribadi, menurut saya masakan Chinese food di Singapore ini agak kurang nendang bumbunya. Rasa masakannya agak plain. Kata Vina sih, makanan di Singapore memang seperti itu, bumbunya mungkin kurang terasa bagi lidah orang Indonesia. Ya yang penting kami bisa menikmati makanannya Bugis Street di malam hari
Ketemu juga dengan Vina dan Ricko Selesai makan, kami sempat jalan-jalan sebentar di pasar malam di Bugis Street ini. Beragam barang dijual, mulai dari pilihan oleh- oleh seperti gantungan kunci, bolpoin, pakaian, sampai hiasan-hiasan rumah. Saya dan Vickie sempat membeli minuman di Bugis Street seharga SGD 1 per gelas. Di sini kami berpisah dengan Vina dan Ricko yang sudah mau kembali ke hostel, sementara saya dan Vickie masih mau pergi ke Garden by the bay yang sudah dikunjungi Vina tadi sore. Oh iya, sebelum berpisah, Vina sempat menyerahkan tiket masuk USS plus voucher makan dan voucher souvenir milik saya dan Vickie. Memang saya sengaja titip sekalian dibelikan tiket ini oleh Vina dari Indonesia. Setelah itu saya dan Vickie pun berjalan menuju stasiun MRT Bugis untuk menuju Gardens by the bay.
Garden by the Bay Sesampainya di Garden by the Bay, dari gerbang masuk sudah tampak keindahan Garden by the bay di malam hari. Kami pun berjalan mendekat memasuki taman wisata flora ini. Di dekat pintu masuk, terdapat danau yang memisahkan lokasi kami dengan tempat wisata Garden by the bay. Setelah mencoba mengambil foto di situ (agas sulit ya karena suasananya gelap berhubung sudah malam ), kami pun naik hendak menuju jembatan yang akan membawa kami menyeberangi danau di bawah tadi. Namun, kami memutuskan untuk naik sebentar ke bagian atas dekat pintu masuk. Di sini kita bisa melihat pemandangan kota Singapura dari kejauhan serta lalu lintas jalan Singapura di malam hari. Kerlip lampu yang menghiasi suasana malam di kota Singapura ini sungguh menarik. Sementara Vickie sibuk mengambil foto keindahan lampu di Garden by the Bay, saya pun berjalan-jalan berkeliling melihat-lihat sekitar. Ternyata banyak juga pengunjung yang memilih untuk datang malam hari. Meskipun sudah tidak bisa masuk ke dalam taman, mereka juga sudah cukup puas melihat-lihat Garden by the bay dari sisi luarnya. Banyak juga fotografer yang lengkap dengan kamera dan tripodnya tampak berusaha mengabadikan keindahan Garden by the bay di malam hari. Suasana yang hening ditemani keindahan pancaran lampu berwarna-warni di Garden by the bay ini membuat saya tiba-tiba terkenang akan kilas balik kehidupan saya: betapa banyak berkat yang telah saya terima dari Tuhan, betapa banyak kebaikan yang boleh saya terima melalui orang-orang di sekitar saya. Saya sendiri tidak tahu mengapa tiba-tiba teringat begitu, tetapi yang jelas suasana di Garden by the Bay itu menghanyutkan pikiran saya dan membawa saya dalam permenungan yang lebih dalam.
Garden by the bay at night
Marina Bay Sands at night Setelah puas mengambil foto, kami berjalan melewati jembatan. Di ujung jembatan itu kami bisa melihat sosok di balik keindahan cahaya lampu Garden by the bay tadi dari dekat. Ternyata kalau dilihat dari dekat, kita bisa tahu bahwa sebenarnya keindahan yang terpancar di Garden by the Bay ini tercipta dari sesuatu yang cukup sederhana. Kami hanya sebentar melihat- lihat di situ lalu kemi putuskan untuk kembali ke pintu masuk. Berhubung sudah malam, kami putuskan untuk kembali ke hostel. Rencananya besok pagi kami akan menjajal petualangan di Universal Studio. Kami pun naik MRT ke Chinatown lalu kembali ke hostel. Setelah beres-beres sebentar, mencuci muka, dan gosok gigi, saya pun bersiap untuk tidur (Vickie sepertinya sudah tidur duluan haha). Selamat malam semuanya, selamat beristirahat dan bersiap untuk petualangan besok!
Day 4~Tuesday, 15 July 2014 Selamat pagi! Setelah puas beristirahat, hari ini kami berencana untuk mengunjungi salah satu tempat wisata paling direkomendasikan di Singapura. Ya, apa lagi kalau bukan Universal Studio di Pulau Sentosa! Rencananya kami akan berangkat bersama Vina dan Ricko. Pagi itu jam enam pagi saya sudah terbangun. Di Singapura ini langit baru mulai terang pukul tujuh pagi. Jadi waktu saya bangun, langit masih gelap. Saya memutuskan untuk mandi dan mencuci pakaian kotor yang sudah menumpuk di tas saya. Sementara Vickie masih tertidur pulas, saya pun membawa pakaian kotor saya ke lantai atas hostel dan mencucinya dengan fasilitas mesin cuci dan mesin pengering di situ. Saya sempat meninggalkan pakaian saya untuk dikeringkan karena lumayan lama sih, sekitar empat puluh menit. Waktu itu saya manfaatkan untuk memakai softlens dan make up sederhana . Sekitar pukul tujuh, Vina mengirimkan pesan kepada saya. Katanya dia sedang sarapan di Chinatown dekat dengan hostel tempat saya menginap. Saya pun membangunkan Vickie dan memberitahunya bahwa saat itu sudah pukul tujuh. Rencananya kami akan berangkat pukul sembilan pagi dari stasiun MRT Chinatown. Selagi Vickie bersiap- siap dan mandi, saya mengambil pakaian yang sudah selesai dikeringkan lalu melipatnya dan mengepaknya ke dalam tas saya. Kami sempat sarapan roti dengan selai di hostel. Kebetulan di sini disediakan roti tawar dan sereal untuk sarapan. Pilihan rasa selainya pun ada beberapa macam seperti selai kacang, strawbery, blackberry, nanas, bahkan coconut. Saya tadinya tidak berniat makan di hostel karena Vina mengajak kami sarapan bersama, tapi Vickie membujuk untuk sarapan dulu sedikit. Akhirnya saya makan roti tawar dengan olesan selai kacang dan coconut, sementara Vickie sepertinya sempat sarapan dengan sereal. Saat sarapan, kami sempat ngobrol sebentar dengan salah satu penghuni hostel juga. Namanya Evelyn dari Filipina. Ia datang bersama dua orang temannya untuk liburan. Ia sudah tiba di Singapura sebelum kami. Setelah selesai sarapan dan sempat bertukar ID Facebook dengan Evelyn, kami pun berangkat menemui Vina dan Ricko yang ternyata sedang sarapan di restoran dekat pintu masuk Beary Nice Hostel. Kami berempat juga baru menyadari bahwa hotel kami berdekatan! Jadi ternyata, pintu belakang dari Santa Grand Hotel, tempat Vina dan Ricko menginap, terletak tidak jauh dari hostel kami! Ketika kami tiba, Vina dan Ricko ternyata sudah selesai sarapan. Kami pun duduk berempat dalam satu meja. Saya dan Vickie memesan beberapa menu untuk sarapan di restoran Chinese food ini. Saya memesan spring roll dan bubur ayam dengan pork ribs, sementara Vickie memesan hakau. Rata-rata harga makanan yang kami pesan adalah SGD 3 per porsinya. Bubur ayam yang saya pesan ini enak lho..menurut saya rasanya pas, tidak kurang bumbu seperti makan malam kami kemarin. Spring roll yang saya pesan bentuknya seperti lumpia dengan balutan nori, tapi isinya juga bukan rebung melainkan daging udang dan ayam serta ada campuran tepung dan bawang. Rasa spring roll ini menurut saya oke juga kok. Yang rasanya agak aneh menurut saya hakau yang dipesan Vickie tadi. Entah rasa hakau di Indonesia yang sudah disesuaikan dengan lidah orang Indonesia atau memang hakau di restoran ini saja yang rasanya agak unik ya hehehe...waktu menyantap hakau ini rasanya ada aroma rempah yang tidak biasa..entah jahe atau apa ya, pokoknya rasanya jadi agak aneh. Sebenarnya bentuk hakau ini lucu lho, kulitnya yang transparan dan kenyal mengingatkan kami pada ubur-ubur hahaha. Oh iya, ketika memesan makanan ini sempat ada kejadian yang lucu juga. Waktu itu kami memesan tiga menu, tetapi yang dihidangkan baru dua menu yaitu bubur ayam dan hakau. Nah, kami bermaksud menanyakan spring roll yang belum dihidangkan. Ketika kami menanyakan kepada pelayan restoran itu (yang seorang cicik-cicik), sepertinya pelayan restoran ini tidak paham dengan maksud kami. Kami yang hanya bisa berbahasa Inggris (kalau bahasa Mandarin tahunya cepek gopek saja hehehe) bingung juga bagaimana menjelaskannya. Bahkan si pelayan malah sempat salah tangkap, dikira kami mau memesan spring roll lagi. Nah lho! Hahaha...untunglah kesalahpahaman itu segera berakhir ketika pelayan lain yang memahami maksud kami meluruskan masalah . Vickie pun menyindir saya dan Vina yang sebenarnya masih ada darah keturunan Tionghoa karena kami tidak bisa berbahasa Mandarin...hehehe. Setelah puas sarapan, kami berempat pun berjalan menuju stasiun MRT Chinatown. Dari situ kami naik MRT menuju Harbourfront. Setibanya di Harbourfront, kami pun menuju ke Vivocity mall untuk naik monorail ke Sentosa Island. Setibanya kami di tempat pemberhentian monorail, ternyata sudah banyak orang yang menunggu. Kami pun harus membayar SGD 4 per orang untuk bisa naik monorail tersebut menuju Sentosa Island (bisa pakai EZ link card juga kok). Memang agak mahal ya, tapi ternyata pembayaran SGD 4 tadi bisa digunakan untuk naik monorail ke stasiun monorail lain di Sentosa Island sampai kembali ke Vivo City Mall lagi . Salah satu yang saya sukai dari Singapura (lagi) adalah antrean yang cukup tertib. Tidak seperti di Indonesia dimana orang saling dorong dan berdesakan, setidaknya di Singapura ini orang bisa lebih saling menghormati sesama pengantre. Setelah monorail tiba, kami pun dibawa menuju ke Sentosa Island. Sesuai rencana, kami berhenti di Waterfront Station, dimana USS berada.
USS (Universal Studio Singapore) Waktu baru menunjukkan sekitar pukul sepuluh, tapi antrean tiket sudah lumayan panjang. Kami pun ikut masuk dalam antrean setelah sebelumnya berfoto dulu dengan latar belakang bola dunia bertuliskan Universal Studio. Mengenai tiket masuk USS ini, seperti saya sebutkan sebelumnya, kami membelinya dari Indonesia. Puji Tuhan kami bisa dapat tiket dengan harga lumayan murah, yaitu SGD 68 per orang untuk tiket masuk plus voucher makan SGD 5 dan voucher souvenir SGD 8 untuk pembelian souvenir sebesar SGD 50. Setelah menunjukkan tiket itu kepada petugas, kami pun memasuki area Universal Studio. Ada banyak pilihan atraksi yang bisa dikunjungi di sini, tetapi sebelumnya kami terlebih dulu membeli jas hujan seharga SGD 4 untuk persiapan jika nanti kami masuk ke atraksi yang memungkinkan kami basah kuyup.
Foto-foto di depan Bola Dunia, iconnya USS
Dari banyak atraksi yang ada, yang paling populer adalah Transformer. Kami pun mencari lokasi gedung Transformer itu dengan berbekal peta USS yang kami ambil di pintu masuk USS tadi. Sambil berjalan menuju ke sana, kami sempat mengambil beberapa foto sambil melihat-lihat toko dan bangunan yang ada di sepanjang jalan. Setelah menemukan gedung atraksi Transformer, kami pun ikut mengantre untuk menyaksikan atraksi yang sepertinya memang paling digemari di Universal Studio ini. Antrean untuk bisa menyaksikan atraksi ini cukup panjang. Padahal hari itu bisa dibilang bukan hari libur atau peak season. Bisa dibayangkan sendiri seperti apa antreannya pada waktu weekend atau peak season. Kami harus mengantre selama sekitar lima belas menit sebelum bisa menyaksikan atraksinya. Yang unik, lokasi antrean atraksi Transformer ini dibuat menarik dengan kondisi ruangan seperti markas militer, lengkap dengan replika senjata, layar komunikasi dan desain lorong seperti di markas militer NEST. Sepanjang antrean itu diputarkan juga video yang menampilkan kondisi seolah kami sedang berada dalam situasi gawat militer. Sempat juga muncul gambar Optimus Prime yang menyemangati kami, yang dirancang seolah-olah menjadi sukarelawan untuk ikut melawan musuh, Decepticons. Setelah mengantre cukup panjang, akhirnya kami pun berkesempatan menyaksikan atraksi Transformer. Kami sangat beruntung bisa duduk di barisan bangku paling depan dari kereta yang akan membawa kami mengikuti petualangan Transformer ini! Kebetulan juga, satu baris bangku di kereta ini berkapasitas empat orang. Setelah duduk dengan aman, kami pun mengenakan kacamata 3D yang bisa diambil di salah satu titik lokasi antrean tadi. Selanjutnya, kami pun bersiap menikmati serunya petualangan di dunia Transformer! Serunya petualangan di atraksi Transformer ini tentunya tidak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata. Untuk bisa merasakannya sendiri, saya sangat merekomendasikan untuk mencoba sendiri atraksi ini! Memang kalau dinilai secara obyektif ya atraksinya hanya tampilan 3D sih, tapi alur cerita yang dikemas dan gambar 3D yang ditampilkan benar-benar seru dan sama sekali tidak membosankan! Walaupun sudah tahu apa yang kami lihat hanya tampilan gambar 3D, tetap saja saya kadang merasa apa yang kami lihat itu seolah nyata (saya juga sempat menghindar saat ada adegan barang terlempar ke arah kami hahaha). Yang jelas, saya menikmati setiap titik petualangan kami di atraksi Transformer itu sekalipun durasinya singkat. Ya, meskipun hanya berlangsung sekitar 15 menit, atraksi ini sangat worthed untuk disaksikan! You have to try it by yourself!
Selesai menyaksikan atraksi Transformer, kami sempat berfoto dengan latar belakang figur Optimus Prime dan mobil Camaro yang ada di depan gedung atraksi. Kemudian kami pun berjalan menuju lokasi atraksi yang mau kami saksikan selanjutnya: Ancient Egypt. Masih dengan berbekal peta USS, kami pun sampai di lokasi Ancient Egypt. Satu hal yang sangat menarik dari kompleks USS ini adalah totalitas desain di setiap tema atraksi. Di lokasi Ancient Egypt ini terdapat replika patung-patung seperti di Mesir. Bangunannya pun dibuat dengan warna pasir, menyerupai bangunan di Mesir kuno. Sebelum mengikuti atraksi Ancient Egypt ini, kami diharuskan menitipkan barang-barang kami (tas, kamera) di loker yang telah disediakan. Tidak perlu khawatir, penitipan barang ini aman dan gratis! Hanya saja, jika kita tidak kembali setelah satu jam, maka barulah kita akan dikenakan charge untuk penitipan barang kita. Untuk membuka loker penyimpanan ini pun menggunakan sidik jari, jadi pada awal kita menyimpan barang, data sidik jari kita akan disimpan. Demikian juga pada waktu kita akan mengambil barang nanti, untuk membuka loker kita harus menempelkan jari kita yang tadi sudah diinputkan datanya. Karena barang bawaan kami tidak terlalu banyak, kami berempat cukup menggunakan satu loker. Begitu selesai urusan menitipkan barang, kami pun berjalan menuju antrean atraksi Ancient Egypt. Meskipun sama- sama mengantre, ternyata antrean di atraksi ini tidak sepanjang antrean di Transformer tadi. Sekali lagi, di sepanjang antrean suasananya pun dibuat mirip dengan lokasi bangunan ala Mesir Kuno. Nah, setelah tiba gilirannya, kami berempat pun menaiki roller coaster yang akan membawa kami menelusuri petualangan ala Mesir Kuno! Oh iya, bagi kalian yang memiliki gangguan jantung atau ketakutan naik roller coaster sebaiknya mengurungkan niat untuk ikut atraksi ini (ini sekedar nasihat lho hehehe). Tidak seperti atraksi Transformer yang menonjolkan gambar 3D nya, di Ancient Egyptini yang ditonjolkan adalah pergerakan roller coasternya yang seringkali tidak terduga! Benar-benar sport jantung dan memacu adrenalin deh atraksi ini! Hahaha... Kami berempat berteriak histeris ketika roller coaster mulai bergerak dengan agak ekstrim... Segera setelah turun dari roller coaster indoor tadi, kami berempat menenangkan diri terlebih dahulu hahaha. Tapi sekalipun mendebarkan, atraksi di Ancient Egypt ini sangat seru kok! Apa lagi yang bisa membuat adrenalin kita terpacu selain atraksi-atraksi yang membuat kita sport jantung?
Brosur atraksi di USS
Setelah cukup bisa berjalan dengan tenang, kami pun menuju ke loker penitipan barang tadi. Setelah menempelkan jari di layar scanning, pintu loker pun terbuka dan kami mengeluarkan semua barang bawaan kami dari loker tersebut. Sekali lagi, tidak ada biaya untuk penitipan barang di loker Ancient Egypt ini selama kita langsung mengambil barang kita seusai atraksi Selanjutnya kami berfoto-foto dengan latar belakang desain patung dan bangunan ala Ancient Egypt. Dari Ancient Egypt, kami sebenarnya bermaksud untuk naik mobil petualang di atraksi Treasure Hunter, tetapi melihat antrean yang begitu panjang, kami pun memutuskan untuk menuju atraksi lain lebih dahulu. Setelah melihat-lihat, kami memutuskan untuk masuk ke area The Lost World dan mengikuti atraksi Jurassic Park Rapids Adventure. Nah, di sini kami pun bersiap-siap mengenakan jas hujan yang telah kami beli sebelumnya. Di area ini, kami naik ke boat berbentuk lingkaran dengan kapasitas sekitar sembilan orang. Boat ini selanjutnya akan membawa kami melintasi sungai dengan suasana Jurassic Park di sekelilingnya. Di sisi kanan dan kiri sungai banyak replika dinosaurus yang bisa bergerak. Sesekali kami mendapat kejutan berupa semprotan air, baik dari replika tumbuhan maupun replika dinosaurus yang ada. Yang jelas, semprotan air ini kami tidak tahu darimana asalnya dan kapan munculnya. Benar- benar kejutan! Ini juga nih yang membuat pengunjung mempersiapkan jas hujan lebih dulu. Kami juga sempat jadi korban semprotan air yang mendadak itu. Tapi mungkin ya justru di situ sisi fun atraksi ini ya hehehe. Seusai atraksi Jurassic Park tadi, kami pun melepaskan jas hujan yang telah melindungi diri kami dari semprotan air, sekalipun saya dan Vina masih juga basah karena terkena semprotan air di kepala. Kami pun membuang jas hujan seharga SGD 4 itu (kalau dikurskan ke rupiah sekitar IDR 40000 sebetulnya sayang juga ya hehehe) Saya dan teman-teman saya juga sempat bercanda, kalau bisa membawa jas hujan plastik dari Indonesia, kami bisa membeli jas hujan seharga IDR 5000 saja! Hahaha.... Dari area Jurassic Park, kami sebenarnya ingin lanjut ke atraksi Water World, tetapi karena atraksi ini ditampilkan hanya pada jam-jam tertentu dan waktu itu kami sudah terlambat, kami pun tidak diperbolehkan masuk. Akhirnya kami mencari atraksi lain dan memutuskan untuk naik kereta gantung tanpa sangkar, masih di area The Lost World juga. Untuk bisa menikmati permainan ini, kami harus mengantre cukup lama..kira-kira setengah jam lah. Padahal kami hanya naik permainan ini selama sekitar lima menit hahaha..sepertinya di USS ini memang sebagian besar waktu kita akan habis untuk mengantre. Meski demikian, permainan tadi cukup seru kok, tidak kalah seru dibandingkan roller coaster di Ancient Egypt. Saya sendiri merasa sport jantung juga ketika kereta gantung ini (lebih tepatnya mungkin saya sebut kursi gantung saja ya, karena tidak ada sangkarnya sih..benar-benar hanya kursi yang diikat ke jalur seperti kereta gantung) melaju dengan ketinggian yang lumayan dari atas tanah. Ketika kecepatan kursi gantung ini bertambah saya sempat berteriak juga haha..maklum, refleks cewek . Belakangan, saya baru tahu dari salah satu teman saya bahwa dulu permainan itu pernah direparasi karena sempat terjadi kecelakaan dimana kursi gantung itu putus dari pengikatnya! Oh my God...untunglah kemarin waktu kami menjajal permainan itu semuanya aman dan lancar Siang hari semakin mendekati puncaknya. Sebelum makan siang, kami mampir dulu ke negeri Far Far Away dimana Shrek dan Putri Fiona akan menghibur kami lewat film 3D-nya. Vickie sempat bertanya kenapa areanya dinamakan negeri Far Far Away padahal lokasinya kan tidak jauh juga dari atraksi yang lain. Saya hanya tersenyum dan menjelaskan bahwa nama negeri itu memang disesuaikan dengan nama negeri yang ada di film Shrek. Ya maklum lah, film kartun seperti Shrek mungkin memang kurang menarik untuk penonton cowok ya, jadi banyak yang tidak tahu latar belakang cerita Shrek ini hehehe. Untuk menikmati atraksi ini, sekali lagi, kami harus mengantre. Beberapa saat kemudian, kami yang semula mengantre di depan pintu masuk dan sudah sempat mengambil kacamata 3D pun dipersilakan masuk. Ternyata kami tidak langsung masuk ke gedung bioskopnya. Kami masuk ke area di luar gedung bioskop. Di situ, kami disambut dengan prolog kisah 3D yang akan kami saksikan oleh seorang petugas yang bertindak sebagai narator. Di langit-langit gedung itu tampak tergantung empat benda: tiga buah kotak dan sebuah kantong yang sepertinya masing-masing berisi sesuatu. Kotak itu tertutup dan terikat. Sebelumnya kami tidak tahu apa isi kotak itu sampai akhirnya prolog kisah Shrek 3D pun dimulai. Lampu menyala menyorot keempat benda yang tergantung di langit-langit itu. Sang narator mengajak kami untuk membangunkan salah satu tokoh yang ternyata ada di kantong yang tergantung tadi: Pinokio! Wake up, Pinokio, wake up! teriak kami, para pengunjung, yang dipandu oleh sang narator. Ketika kami pertama kali memanggil, Pinokio masih belum terbangun. Kami pun diminta untuk lebih keras berteriak: Wake up, Pinokio, wake up! Akhirnya sang boneka kayu pun tampak mulai bergerak. Ia pun mulai bercakap-cakap tentang bagaimana ia tertangkap. Selain Pinokio, ternyata three little pigs juga ada di situ! Rupanya merekalah isi dari ketiga kotak yang tergantung bersama Pinokio. Di tengah percakapan Pinokio dan three little pigs, muncul lagi satu tokoh yang ikut nimbrung dan akan menceritakan lebih jelas awal cerita Shrek dan Putri Fiona: Magic Mirror. Si cermin ajaib ini menceritakan kisah awal pertemuan Shrek dan Putri Fiona yang tampil di layar LCD di bagian atas sampai tiba-tiba muncul lagi satu tokoh mungil yang tengah terbaring tak berdaya di atas meja: Gingerbread. Ketika Gingerbread meronta-ronta, muncul sang tokoh antagonis cerita ini: Lord Farquaad! Lho, bukannya dia sudah mati dimakan naga di film Shrek sebelumnya? Yup, benar sekali, karena itu yang ada di sini adalah hantunya! Hantu sang bangsawan ini ternyata masih menyimpan dendam terhadap Shrek yang telah merebut Fiona yang seharusnya menikah dengannya. Ia pun bertekad untuk merebut kembali Fiona dari Shrek. Nah, setelah prolog ini selesai (yang diakhiri dengan ancaman Lord Farquaad kepada kami para pengunjung), pintu masuk gedung bioskop pun terbuka! Spontan saja para pengunjung berebut untuk masuk. Saya dan Vickie pun harus duduk terpisah dari Vina dan Ricko karena di sini pengunjung memang berebut tempat duduk untuk bisa menyaksikan film 3D Shrek ini. Nah, mengenai bagaimana kelanjutan kisah Shrek dan Fiona, serta apakah Lord Farquaad berhasil mencapai tujuannyasilakan datang dan saksikan sendiri di USS ya Film Shrek 3D ini berlangsung lumayan lama, mungkin sekitar 1520 menitan ya. Sepanjang film, sesekali penonton juga dibuat merasakan sedikit adegan yang terjadi, misalnya kami sempat disemprot sedikit air ketika ada adegan si donkey bersin, atau kaki kami sempat digelitik dengan sesuatu ketika ada adegan di kuburan . Yang jelas menurut saya, atraksi Shrek 3D ini cukup menghibur dan bisa jadi alternatif hiburan santai setelah atraksi yang seru dan memacu adrenalin seperti Ancient Egypt dan kursi gantung di Jurassic Park tadi. Dari negeri Far Far Away, kami pun bersiap untuk mengisi energi kami untuk atraksi-atraksi selanjutnya. Tadinya kami berencana untuk makan di kafetaria di area Far Far Away ini, tetapi ternyata kafetaria di sini tutup. Kami pun bertolak ke area The Lost World:Jurassic Park. Di foodcourt ini, kami pun harus mengantre untuk bisa memesan makanan. Di foodcourt ini ada beberapa counter makanan. Nah, berhubung antrean di stand makanan yang lain sangat panjang, si petugas penjaga antrean pun mempersilakan yang ingin memesan makanan di counter mie untuk maju lebih dulu. Kami pun memilih untuk maju duluan daripada kelamaan juga mengantrenya. Di counter aneka mie ini ada beberapa pilihan menu mie, antaralain mie vegetable, mie Laksa, dan mie wonton. Saya memesan mie wonton, sementara Vickie dan Vina memesan mie Laksa, sedangkan Ricko memesan mie vegetable. Harga paket makanan ini adalah SGD 11.5, sudah termasuk tambahan dessert berupa puding kedelai (rasanya seperti susu kedelai) dan tambahan lauk. Tambahan lauk ini ternyata berbeda-beda. Saya, Vickie, dan Ricko mendapat tambahan lauk ca tauge, sedangkan Vina mendapat lauk olahan tahu (mungkin semacam sambal goreng bumbu ya hehe). Oh iya, Vickie juga memesan tambahan 3 pcs chicken wings seharga SGD 6.2yang ternyata ukurannya tidak seperti bayangan kami hahaha. Vickie sampai berkomentar, Kalau wings nya saja sebesar ini, ayamnya sebesar apa? hehehe... saya jadi ingat..sebelumnya kami juga sempat melihat ada stand makanan yang menjual paha kalkun seharga SGD 15! Hmmm....ingin sih sebetulnya mencoba, tapi kok harganya segitu ya..hehehe
Untuk makan siang kami ini, kami menggunakan voucher makan yang kami dapatkan ketika membeli tiket USS. Lumayan lho, dapat potongan SGD 5 per orang. Artinya, dari harga SGD 11.5 untuk mie yang kami pesan, kami akhirnya hanya membayar SGD 6.5 . Menu mie ini porsinya juga cukup besar lho, saya juga kekenyangan menghabiskan mie wonton dan ca taoge ditambah puding kedelai ini. Namun menurut saya, makanan di sini agak kurang bumbu ya (keluhan yang sama seperti waktu kami makan di Albert Center, Bugis haha).
Tiket masuk USS Voucher diskon SGD 8 setiap pembelian souvenir senilai SGD 50 Nota makan siang Nota beli botol minum Transformer-nya Vickie Setelah mengisi energi, kami pun beranjak menuju Water World yang atraksinya akan dimulai sebentar lagi. Kami tiba di lokasi Water World setelah Vina dan Ricko tiba lebih dulu di sana (saya dan Vickie sempat foto-foto dulu di dekat foodcourt tadi hehehe). Saya pun mengambil posisi mengantre di belakang Vina dan Ricko. Para pengunjung lain yang mulai berdatangan pun mulai mengambil posisi antrean di belakang kami. Setelah antrean mulai panjang, Vina sempat menyeletuk Sebenarnya ini ngantre atau nggak sih? Kok orang-orang langsung ngantre di belakang kita ya?. Baru beberapa saat celetukan Vina itu terlontar, seorang petugas di atraksi itu tiba- tiba bertanya (dalam bahasa Inggris, kurang lebih terjemahannya begini), Maaf, apakan Anda mengantre untuk pertunjukan Water World? Karena untuk atraksi ini tidak ada antrean, silakan semuanya berdiri di belakang garis batas, Sontak kami berempat pun tertawa. Ternyata orang-orang ini juga sama-sama tidak tahu dan langsung saja mengikuti kami membuat barisan antrean hahaha. Akhirnya setelah diberi pengumuman tadi, para pengunjung pun segera maju ke depan dan membentuk barisan menyamping (bukan barisan antrean seperti tadi ). Kami harus menunggu sebelum akhirnya pita pembatas pun dibuka. Setelah pita dibuka pun pengunjung tidak bisa langsung menerobos masuk. Kami harus berjalan beriringan di belakang seorang pemandu. Nah, setelah mendekati arena barulah kami mulai memilih-milih tempat duduk. Tempat duduk di arena ini bentuknya seperti tempat duduk di stadion, jadi bertingkat dari bawah ke atas. Nah, di msing-masing deret tempat duduk terdapat keterangan seperti Soak, Splash, dan Dry. Ternyata memang selalu ada makna di balik setiap kata. Keterangan-keterangan yang kami lihat tadi ternyata menunjukkan zona seberapa parah kami akan terkena air! Zona paling bawah ditandai dengan warna biru dan tulisan Soak adalah zona yang mungkin terkena air paling banyak. Sementara zona dimana kami duduk, zona hijau dengan keterangan Splash masih mungkin terkena air meski tidak sebanyak di zona Soak. Nah, yang pasti kering ini nih zona yang paling atas yang berwarna coklat, Dry Zone. Setelah tempat duduk mulai penuh terisi penonton, beberapa orang pemain muncul di hadapan penonton. Oh iya, sampai ada juga yang niat duduk di zona Soak dengan mengenakan jas hujan lho! Hahaha... Para pemain ini sempat menghibur penonton dengan menyiramkan air kepada penonton di zona biru dan hijau. Bahkan sempat juga beberapa pemain berkeliling ke sekitar bangku penonton dan secara tiba-tiba menembakkan air kepada penonton lalu mereka kabur! Hahaha...ada-ada saja yang dilakukan kakak- kakak ini Atraksi ini sekaligus menjalin keakraban dengan penonton, mungkin juga sambil mengisi waktu untuk persiapan atraksi utama yang akan dilakukan.
The Lost World ~ Water World
Setelah prolog sekitar lima belas menit yang cukup membuat penonton deg-degan (karena takut kena semprotan air tiba-tiba), atraksi yang sebenarnya pun dimulai. Dengan tata ruang yang dibuat mirip dengan setting film Water World, muncul para pemain yang melakukan akting dan atraksi mendebarkan. Ada adegan saling serang, ledakan yang memunculkan api, dan paling banyak sih adegan kecemplung di air! Atraksi ini mengingatkan saya pada atraksi yang ada di Taman Safari Prigen. Cukup seru dan mengagumkan apa yang ditampilkan di atraksi Water World ini. Saya sendiri cukup kagum dengan para pemain yang benar-benar totalitas memainkan perannya, padahal mungkin kalau dipikir ya mereka kan hanya beratraksi di taman hiburan ya, tapi aktingnya benar-benar totalitas! Semua adegan sangat menghibur dan banyak adegan yang mendebarkan juga lho. Yang jelas, risiko para pemain di atraksi ini juga saya yakin cukup besar karena adegan-adegannya juga bukan sekedar adegan saling serang biasa. Saya yakin butuh latihan dan persiapan yang sangat matang sampai mereka bisa menampilkan atraksi semeriah ini. Para penonton pun memberikan applause meriah pada akhir atraksi sebagai apresiasi atas atraksi yang sangat menarik tadi. Dari atraksi Water World, kami langsung lanjut menuju atraksi berikutnya yaitu Light! Camera! Action! Di sini katanya kami akan melihat cara pembuatan efek-efek pada film Hollywood ala Steven Spielberg. Memasuki antrean atraksi ini, kami melewati lorong dengan poster film-film karya Steven Spielberg mulai dari zaman dahulu kala sampai dengan yang terbaru. Ketika masuk pertama kali ke ruang atraksi ini, kami disuguhi video Steven Spielberg yang memberi sedikit pengantar sebelum kami menyaksikan sendiri proses pembuatan efek pada film nantinya. Nah, setelah mendengar prolog dari Steven Spielberg tadi, kami pun memasuki ruangan dimana sudah terdapat beberapa piranti yang mungkin akan digunakan pada atraksi nanti. Kebetulan kami mendapatkan posisi baris terdepan. Yang sempat membuat kami was-was adalah area yang ada di bawah kami ternyata air! Kami sempat khawatir akan ada adegan basah-basahan lagi. Vickie juga segera menyelamatkan kameranya dengan menyimpan di tempat yang aman kalau-kalau ada cipratan air atau sejenisnya. Kemudian atraksi pun dimulai. Rupanya saat ini adegan yang muncul adalah adanya badai di kota. Suara hujan dan petir pun mulai terdengar bersamaan dengan bayangan gedung-gedung yang terguyur air hujan yang tampak di hadapan kami. Sebuah televisi kecil menampilkan pembawa berita yang mengabarkan bahwa sedang terjadi badai di kota. Siaran berita pun sempat terganggu sinyalnya. Efek demi efek muncul di hadapan kami. Kami benar-benar seperti menyaksikan proses pembuatan film. Nah...akhirnya yang sempat kami khawatirkan terjadi juga! Tiba-tiba sesuatu terjatuh ke air yang menyebabkan cipratan air mengenai sebagian penonton di baris terdepan! Kami berempat pun termasuk korban dari efek dadakan tadi. Untunglah benda-benda elektronik yang kami bawa terselamatkan hahaha...Ketika keluar dari arena atraksi tadi, Ricko sempat berkomentar, Kesalahan terbesar deh tadi ada di barisan paling depan Selanjutnya, mumpung waktu masih sore, kami melanjutkan perjalanan ke area Madagascar. Di sini kami naik boat dengan kapasitas 4 orang (2 orang di depan dan 2 orang di belakang) menyusuri sungai di hutan Madagascar. Vina dan Ricko langsung mengambil posisi duduk di belakang, mungkin masih trauma dengan insiden di Light! Camera! Action! tadi hehehe.... Replika tokoh-tokoh dalam film Madagascar pun menemani kami sepanjang perjalanan. Alex sang singa sekaligus tokoh utama dalam film Madagascar, Gloria si kuda nil yang genit dan Melman si jerapah yang mengaguminya, para penguinSkipper, Private, Kowalski, dan Rico yang selalu menyusun rencana-rencana aneh, serta si Raja Julian beserta Maurice dan Mort, pengikut-pengikutnya yang setiayang selalu terlibat masalahmengisi perjalanan kami dengan ceria. Atraksi ini bisa dibilang mirip dengan atraksi di Jurassic Park, hanya saja kali ini ada dialog yang diucapkan tokoh-tokoh Madagascar yang kami jumpai sepanjang perjalanan plus hanya ada sedikit cipratan air . Di titik terakhir perjalanan, kami sempat dibuat shock ketika mengira kami harus menembus air terjun! Ternyataaaa...begitu kami nyaris sampai di bawah air terjun tadi, airnya berhenti!!! Hahaha...benar-benar kejutan yang melegakan! Dari Madagascar, kami pun berjalan berkeliling area USS karena sore itu sudah dimulai kegiatan Meet and Greet, dimana para tokoh dari masing-masing area muncul dan bisa berfoto- foto dengan para pengunjung. Para tokoh Sesame Street, Charlie Caplin, dan tokoh-tokoh lain mulai tampak di jalan. Tapi sayang, waktu mau berfoto dengan Cookie Monster dan Oscar (makhluk yang suka keluar dari tong sampah), mereka keburu kembali ke markasnya. Saya sempat sih berfoto bersama si Oscar, itu pun karena Vickie menyuruh saya cepat-cepat berjalan di samping si tong sampah yang mau segera kembali ke posnya . Selanjutnya kami menyempatkan diri mampir ke toko souvenir Sesame Street karena Vina ingin membeli sesuatu. Kami juga mampir ke toko khusus yang menjual cokelat dan permen (kami tidak membeli apa-apa sih, hanya lihat- lihat ). Oh iya kami juga sempat masuk ke toko souvenir ala Despicable Me dan berfoto dengan patung Minion yang ada di depan toko. Di toko souvenir Despicable Me ini ada boneka minion yang bisa bersuara ketika kita menyentuhnya. Saya sebenarnya tertarik dengan boneka itu, tapi begitu lihat harganya..kalau tidak salah sekitar SGD 160, saya langsung mengurungkan niat membelinya hahaha...jumlah segitu lebih besar daripada uang saku saya selama 5 hari liburan ke Singapura . Setelah berkeliling toko souvenir, kami pun kembali ke jalan raya . Dalam perjalanan, kami melihat antrean Meet and Greet lagi. Kali ini tokohnya adalah si jahil Ernie! Karena sebelumnya sempat gagal foto bersama tokoh Sesame Street yang keburu masuk untuk show, kami pun tidak melewatkan kesempatan untuk foto kali ini. Kami ikut mengantre dan Akhirnya terkabul juga foto bersama tokoh Sesame Street .
Foto di depan toko souvenir Despicable Me Akhirnya kesampaian foto dengan tokoh Sesame Street
Dari situ kami sempat masuk ke atraksi Sesame Street. Di atraksi ini kami naik kereta yang akan mengantar kami berkeliling menjelajah dunia luar angkasa ala Sesame Street . Cukup menghibur dan santai, meski memang atraksi ini tidak dibuat untuk memacu adrenalin kita seperti atraksi yang saya ikuti di awal-awal tadi. Menurut saya, untuk keluarga yang punya anak- anak kecil sih atraksi ini pasti cukup bisa membuat anak-anak bersorak gembira melihat boneka-boneka tokoh Sesama Street berbicara sepanjang perjalanan dengan kereta ini. Menjelang pukul lima sore, tampak beberapa cowok berpakaian seragam seperti seragam basket sedang mempersiapkan diri untuk suatu atraksi. Para penonton pun mulai berbaris dan duduk rapi di depan gedung Palace World Premiere. Barisan duduk penonton itu memenuhi setengah lebar jalan di depan gedung itu. Kami pun tertarik untuk menyaksikan atraksi apa yang akan dilakukan oleh cowok-cowok ini. Di tengah persiapan menonton itu, saya melihat seorang tokoh fenomenal tengah berfoto bersama beberapa pengunjung. Tokoh itu adalah Marilyn Monroe! Dengan gaun putih dan rambut blondenya, tokoh ini tampak asyik berpose dengan para penggemarnya. Saya spontan memberitahu Vickie bahwa ada Marilyn Monroe yang sedang foto-foto dengan para penggemarnya. Awalnya dia sepertinya ragu untuk ikut berfoto, tapi tiba- tiba dia berkata mau foto bersama idola legendaris itu . Rupanya Vickie tadi termasuk beruntung lho, karena ternyata jumlah penggemar yang diizinkan foto dengan Marilyn Monroe tadi dibatasi (mungkin karena show nya Marilyn Monroe akan dimulai juga). Nah, Vickie tadi adalah orang terakhir yang diizinkan foto sore itu! Hahaha..ya kalau rezeki memang nggak akan lari ke mana kok. Setelah berfoto- foto, Vickie kembali dengan wajah sumringah. Ia pun duduk dan bersama-sama kami bersiap untuk menyaksikan atraksi ini. Ternyata oh ternyata...lima orang cowok kece ini rupanya dancer! Mereka sempat membangkitkan semangat penonton dengan yel-yel dan meminta penonton untuk bertepuk tangan supaya mereka juga semangat nanti ngedance nya (ya iya lah, kalau ngedance suasananya hening bisa mati kutu tuh dancernya ). Para dancer ini menyapa para penggemar berdasarkan asal negaranya. And you know what, negara pertama yang disebutkan adalah... Indonesia! Hahaha...saya juga nggak tahu kenapa Indonesia yang disebutkan pertama kali, mungkin mereka tahu kalau orang Indonesia itu populasi turis terbesar di Singapura . Setelah puas mendapat sorakan penyemangat dari penonton, musik pun mulai diperdengarkan dan para dancer telah siap pada posisinya masing-masing. Gerakan-gerakan khas ala dancer pun ditampilkan dengan luwes dan apik. Sorakan dari penonton semakin memeriahkan suasana dan menambah semangat para dancer ini. Sesekali mereka unjuk gigi kemampuan individu dengan melakukan gerakan-gerakan yang memancing sorakan meriah dari penonton, tetapi ada pula beberapa kesempatan dimana mereka sengaja menunjukkan gerakan-gerakan centil yang memancing gelak tawa penonton. Overall, sebagai penikmat seni saya rasa atraksi ini cukup menarik dan menghibur!
Aksi para dancer mendukung si bocah untuk dance Foto sama idolanya nih :p
Nah, selesai berunjuk kemampuan, para dancer ini kemudian meminta sukarelawan dari penonton. Ada empat orang yang maju ke depan: seorang pemuda dengan perawakan cukup kekar berkulit gelap, seorang pemuda keturunan China, dan dua orang anak kecil: yang seorang keturunan India, yang seorang lagi keturunan China. Keempat orang ini awalnya diminta untuk melakukan gerakan wave lalu dikembangkan lagi dengan gerakan lain. Satu hal yang menjadi perhatian adalah salah satu anak yang keturunan China tadi (sepertinya usianya juga paling muda sih) tidak bergerak ketika gerakan wave dilakukan. Dia hanya berdiri sambil membentangkan tangannya, sampai-sampai seorang dancer harus membantu anak itu untuk menggerakkan tangannya! Ketika si dancer menggerak- gerakkan anak tadi, anak itu juga tidak menunjukkan ekspresi apapun, ekspresinya datar-datar saja...hahaha..ini yang semakin membuat penonton merasa geli. Nah, pada sesi terakhir, keempat orang sukarelawan tadi diminta untuk unjuk gigi secara individu kemudian akan diikuti dengan jam session dengan para dancer. Kedua pemuda tadi menunjukkan gerakan cukup luwes dengan gerak dancenya, sementara si bocah India juga cukup membuat kagum dengan gerakan break dance nya. Akhirnya...tibalah giliran si bocah cilik tanpa ekspresi tadi..penonton sudah penasaran gerakan seperti apa yang akan ditampilkan bocah itu. Rupanya ia juga berusaha melakukan gerakan patah-patah, tapi tetap saja gerakannya itu mengundang tawa. Para dancer pun mendukung bocah tadi dengan dance bersama (so nice deh kakak-kakak ini ). Akhirnya, para sukarelawan dance tadi kembali dan para dancer pun kembali mempertontonkan aksi dance mereka yang enerjik. Para penonton memberikan applause meriah atas penampilan para dancer itu. Di akhir acara, ada beberapa orang yang berfoto bersama para dancer. Kami berempat memilih untuk berjalan-jalan keliling area USS sekalian persiapan untuk pulang karena hari sudah semakin sore. Seperti telah dijanjikan Vina kepada Ricko (yang sejak awal ngebet membeli souvenir khas Transformer), sebelum pulang kami pun mampir ke toko souvenir Transformer. Ada banyak barang menarik bertema Transformer dijual di sini, mulai dari gantungan kunci, kaos, botol minum, hingga tas dan miniatur Transformer. Vickie sempat membeli botol minum berbahan dasar logam dengan logo Transformer seharga SGD 15, sementara Vina dan Ricko juga sepertinya membeli souvenir sampai seharga SGD 50 karena mereka menggunakan juga kupon diskon souvenir yang didapat waktu kami membeli tiket. Setelah kembali berfoto di depan bola dunia USS, kami pun berembug mengenai rencana selanjutnya. Tadinya, Vina dan Ricko bermaksud langsung kembali ke hostel, tetapi akhirnya mereka setuju juga untuk menengok Siloso Beach dan pantai lainnya di Pulau Sentosa. Kami pun kembali ke stasiun Sentosa Express lalu turun di stasiun berikutnya, Imbiah Station. Di sini terdapat taman dengan patung Merlion juga! Kami hanya berfoto-foto sebentar di sini tanpa masuk lebih dalam ke taman, sebelum akhirnya kembali ke stasiun Sentosa Express untuk menuju ke stasiun berikutnya, Beach Station. Di sini kami melihat Siloso Beach yang ternyata tak seindah bayangan kami. Soal wisata alam sih, Indonesia masih menang jauh lah daripada Singapura, kata Vickie. Di situ kami hanya berjalan sebentar dan berkeliling. Palawan Beach dan Tanjong Beach pun tak jauh beda dengan Siloso Beach. Dari pinggir pantai kita bisa melihat kapal-kapal dermaga. Kali ini benar seperti apa yang dikatakan Vickie, pantai- pantai di Indonesia masih jauh lebih indah kok hehehe. Di Siloso ini sebetulnya ada atraksi Wings of Time, atraksi pengganti Song of The Sea yang biasanya diadakan di Siloso beach. Akan tetapi, karena kami memang tidak berencana untuk menyaksikannya, jadi kami pun tidak membeli tiketnya.
Foto-foto di Taman hiburan di Imbiah Station
Foto bareng elang di Siloso Beach Foto di pantai di Beach Station
Selesai melihat-lihat pantai di Pulau Sentosa ini, kami pun kembali menuju Vivocity Mall. Seperti disampaikan di awal tadi, kami tidak perlu membayar lagi untuk naik Sentosa Express jalur kembai ke Vivocity. Di sini kami hanya melihat- lihat mall ini sebentar (toh yang namanya mall ya dimana-mana seperti itu hehehe). Setelah itu kami pun kembali ke Chinatown untuk membeli oleh-oleh dan makan malam. Kami sepakat untuk bertemu di Smith Street dan makan malam di situ pukul sembilan malam. Sementara itu, kami pun berburu oleh-oleh murah meriah di Chinatown. Saya dan Vickie sempat masuk ke salah satu toko. Di situ saya melihat tas yang cukup bagus dengan harga 10 SGD untuk empat buah tas. Saya dan Vickie pun sepakat untuk join membeli oleh-oleh ini. Ketika melihat-lihat barang- barang di toko itu, saya menemukan lagi tas yang bisa dilipat menjadi kecil dengan harga sama, 10 SGD untuk empat buah tas. Akhirnya kami membeli kedua tipe tas itu. Nah kami pun melanjutkan perburuan oleh-oleh kami. Di seberang toko yang kami masuki tadi, kami melihat kaos Singapore dengan harga 10 SGD untuk 4 buah kaos. Saya membeli satu buah kaos untuk ayah saya, sementara Vickie membeli tiga kaos untuk kerabatnya. Oh iya, kami juga sempat membeli bolpoin mini dengan gambar Merlion di bagian ujungnya untuk oleh- oleh teman-teman kantor kami. Ketika melihat- lihat barang yang dijual di toko ini, kami menemukan juga tas yang sama yang baru saja kami beli dari toko di seberangnya. Harganya sama sih, SGD 10 untuk empat buah tas, tapi kalau di toko ini masih dapat bonus sebuah dompet..jadi agak menyesal juga, kenapa tadi nggak beli di sini ya hehehe. Kami pun jadi teringat lagi kata-kata bos nya Vickie, ketidaktahuan itu mahal Dari situ sebetulnya uang SGD kami sudah menipis dan rencananya akan kami pakai untuk makan malam nanti. Tiba-tiba Vickie punya ide untuk menukarkan sisa MYR dengan SGD. Akhirnya kami pun berkeliling mencari money changer. Setelah bertanya kepada seorang penjual, kami pun menemukan money changer dan menukar sisa MYR yang ada pada kami. Lumayan lho, uang hasil penukaran MYR itu kami gunakan untuk beli oleh-oleh lagi nantinya. Sementara karena sudah hampir jam sembilan malam, kami pun berjalan kembali menuju Smith Street. Sebelumnya kami sempat berburu minuman murah dan akhirnya kami menemukan counter minuman seperti yang ada di Bugis . Saya membeli wintermelon tea seharga SGD 1.5 sedangkan Vickie membeli lemon tea seharga SGD 1. Sambil menunggu Vina dan Ricko yang ternyata sempat kembali ke hotel dulu, saya dan Vickie duduk di salah satu meja di Smith Street. Suasana malam hari di Chinatown memang jauh lebih ramai daripada suasana di siang hari. Banyak sekali penjual makanan menjajakan beraneka masakan. Mulai dari masakan ala Chinese sampai masakan ala India pun ada. Vina dan Ricko lebih dulu berkeliling mencari makanan yang cocok. Akhirnya mereka membeli nasi dengan roasted duck seharga SGD 5 per porsi. Saya tertarik juga dengan menu itu, jadi akhirnya saya pun memesan menu yang sama ditambah segelas aloevera seharga SGD 1.2 (saya lebih banyak minum daripada makan di sini), sementara Vickie memesan nasi dengan sup mutton seharga SGD 6.5. Kami juga sempat memesan roti prata seharga SGD 7 (hasrat makan roti prata yang sempat gagal di Little India akhirnya terlampiaskan di sini hehehe). Ternyata yang namanya roti prata itu kalau di Indonesia namanya Martabak telur! Rasanya juga mirip, bahkan menurut saya sih masih lebih enak (lebih berbumbu) martabak di Indonesia hahaha.... Nah, karena kami sudah terlalu kenyang, akhirnya roti prata yang kami beli tadi hanya kami makan sebagian dan sisanya pun kami bungkus . Selesai makan, kami pun kembali melihat-lihat toko souvenir. Saya dan Vickie pun berpisah dengan Vina dan adiknya. Ketika berjalan sambil melihat-lihat, saya melihat sebuah toko yang menjual kaos Singapore dengan desain cukup menarik. Harganya juga sama, SGD 10 untuk 4 buah kaos. Saya pun membeli dua buah kaos dan Vickie juga membeli dua buah kaos. Malam semakin larut. Vickie bermaksud membeli oleh- oleh yang bisa dibagi-bagikan untuk orang banyak. Setelah berkeliling, kami pun kembali ke toko tempat kami membeli kaos pertama kali tadi. Setelah memilih dan memilah, pilihan kami akhirnya jatuh pada gantungan kuncipadahal teman-teman di kantor sudah berpesan supaya oleh-olehnya jangan gantungan kunci karena setiap orang pulang dari Singapore oleh- olehnya selalu sama, itu-itu saja heheheoleh- oleh yang murah meriah. Harganya pun tidak jauh beda dengan harga gantungan kunci yang kami beli di Malaysia. Nah, waktu itu saya masih mengantongi SGD 6. Karena besok pagi juga kami akan mendapatkan SGD 30 dari hostel sebagai pengembalian uang jaminan, kami sepakat untuk menggunakan sekalian SGD 6 itu. Ketika melihat-lihat barang apa yang bisa kami beli untuk kami berdua di situ, si penjual toko yang ternyata mengingat kami pun menyapa kami. Waktu itu tokonya sudah hampir tutup (karena memang sudah malam). Akhirnya saya memutuskan membeli sebuah gantungan handphone dengan inisial huruf pertama nama saya yang dilengkapi hiasan mini Merlion, sementara Vickie membeli sebuah kalung dengan liontin berupa huruf mandarin sesuai dengan shio-nya. Oh iya, soal shio ini Vickie sempat ragu. Kebetulan karena yang tercantum di kalung itu hanya tahun kelahiran, Vickie mengira ia bershio Macan. Tapi saya berusaha meyakinkan bahwa pergantian shio itu tergantung tahun baru Imlek, bukan tahun baru Masehi. Karena tahun baru Imlek dulu terjadi sekitar pertengahan bulan Februari, menurut saya seharusnya Vickie itu masih masuk shio kerbau, sama seperti kakak saya. Karena masih ragu juga (mungkin karena saya seperti keturunan Tionghoa yang abal-abal), akhirnya saya carikan bukti otentik lewat Om Google dan akhirnya dia pun percaya lalu membeli kalung dengan liontin bertuliskan huruf kanji untuk shio The Ox. Setelah puas berbelanja oleh-oleh, kami pun kembali ke hostel. Karena malam ini adalah malam terakhir kami di Singapura, kami pun menata ulang barang bawaan kami. Dengan mengikuti petunjuk pak Senior backpacker traveller, puji Tuhan kedua tas saya masih muat untuk menampung oleh-oleh yang kami beli tadi. Sementara saya mempacking ulang barang-barang bawaan saya, Vickie mencetak boarding pass untuk penerbangan kami besok siang. Berbeda dengan Airasia yang bisa mencetak boarding pass dua belas hari sebelum penerbangan, boarding pass untuk penerbangan dengan JetstarAirways ternyata baru bisa dicetak 48 jam sebelum penerbangan. Karena itu, kami harus mencetak boarding pass di hostel (untunglah di Beary Nice Hostel! ini menyediakan fasilitas free wifi dan printing dengan harga murah). Setelah selesai mencetak boarding pass, packing, dan mencuci muka serta menggosok gigi, saya pun bersiap untuk tidur, sementara Vickie masih sibuk menata barangnya. Malam terakhir perjalanan kami di Singapura...semoga semuanya bisa tidur nyenyak!
Last Day (Day 5)~Go home~Wednesday, 16 July 2014 Pagi yang cerah di hari Rabu, hari terakhir perjalanan kami kali ini di Singapura. Saya bangun pukul enam pagi. Langit masih gelap, demikian juga kamar kami. Sepertinya belum ada yang bangun selain saya. Sebenarnya kemarin malam kami sempat janjian untuk bertemu di Changi Airport pukul tujuh pagi karena pesawat Vina berangkat pukul sembilan, dua jam lebih awal daripada jadwal keberangkatan pesawat kami. Namun melihat hari masih gelap (Vickie juga masih pulas tertidur), saya pun kembali tidur hahaha. Saya terbangun lagi pukul tujuh. Kali ini langit sudah cukup terang. Saya keluar dari kamar, mandi, lalu menata kembali barang-barang saya. Saya juga mengirimkan pesan kepada Vina bahwa kami sepertinya tidak bisa ke bandara jam tujuh. Sekitar pukul delapan pagi, saya membangunkan Vickie. Dia tampak pulas sekali tertidur. Waktu bangun pun, dia sempat kaget karena ternyata sudah pukul delapan pagi. Setelah saya bilang Vina sudah berangkat duluan, dia pun bersiap untuk mandi. Sebelum berangkat ke bandara, kami menyempatkan diri sarapan di hostel. Dengan menu roti dan selai, kami rasa sudah cukup untuk mengisi perut kami di pagi hari. Akhirnya setelah persiapan kami beres (termasuk mengisi formulir check out dan menerima kembali uang jaminan SGD 15 per orang yang kami serahkan di awal), kami pun pamit dan berangkat ke bandara. Dengan naik MRT dari stasiun MRT Chinatown kami menuju ke Changi Airport. Oh iya, di stasiun MRT Chinatown ini sekali lagi kami menjadi sampel random checking (jadi penasaran..apa tampang kami ini mencurigakan ya? Hehehe). Pada waktu mengecek barang kami, si petugas sempat bertanya kami berasal darimana. Ketika kami jawab bahwa kami berasal dari Indonesia, petugas tadi bertanya lagi tentang kurs SGD terhadap mata uang di Indonesia. Pada waktu saya menjawab bahwa kursnya 1 SGD sekitar IDR 9500, petugas tadi sempat terkejut lho! Hahaha..mungkin nggak nyangka juga kalau kursnya akan setinggi itu ya . Setelah pengecekan singkat itu, kami pun dipersilakan melanjutkan perjalanan. Untunglah saldo di kartu EZ link card kami masih cukup untuk mengantar kami sampai ke Changi (sepertinya ada minimum saldo pada kartu ini untuk bisa digunakan, kalau tidak salah sekitar SGD 3). Bisa dibilang untuk EZ link card ini jumlah top up yang kami lakukan di awal cukup pas untuk mengantar kami berkeliling Singapura selama tiga hari . Sesampainya di bandara, kami pun mencari terminal keberangkatan dengan Jetstar Airways dengan tujuan Surabaya, Indonesia. Tidak sulit untuk bisa menemukan terminal keberangkatan ini. berbeda dengan terminal kedatangan dimana kami sempat bingun, untuk terminal keberangkatan ini relatif mudah kok. Dari Terminal 2 kami naik monorail menuju Terminal 1. Oh iya, saya sempat membuang dulu air minum yang saya bawa (lupa sih kalau nggak boleh bawa cairan lebih dari 100 ml ke kabin pesawat).
Boarding Pass Jetstar Airways SIN-SUB
Passport terisi juga akhirnya
Setelah menunjukkan tiket kepada petugas, kami pun berjalan menuju bagian keimigrasian. Setelah mengantre untuk pengurusan imigrasi (saya sempat salah memilih antrean yang panjang, jadi Vickie yang sudah selesai lebih dulu harus menunggu dulu sampai saya selesai mengantre hehehe). Selesai mengurus imigrasi, Vickie menunjukkan mesin photo box yang ada di dekat bagian keimigrasian itu. Ternyata ada ya yang beginian di bandara hahaha. Di photobox itu kita bisa memilih latar belakang lalu memposisikan diri kita untuk mengambil foto, dan hasil jepretan foto itu juga bisa dikirimkan ke email kita! Wah..menarik juga ya hehehe. Kami sempat berfoto di mesin photo box Changi Airport ini dan mengirimkannya ke email kami sebelum meneruskan perjalanan ke ruang tunggu keberangkatan.
Hasil Jepretan Photobox di Changi Airport
Dari bagian imigrasi ke ruang tunggu ternyata kami harus berjalan lumayan jauh. Untunglah ada papan berjalan (setelah pulang dan searching di internet saya baru tau namanya travellator, bentuknya mirip eskalator tapi datarini ada juga kok di bandara internasional di Indonesia) yang membantu kami mencapai ruang tunggu lebih cepat. Kebetulan ruang tunggu keberangkatan Jetstar ini ternyata berada paling ujung . Akhirnya setelah pemeriksaan tiket, kami pun tinggal menunggu keberangkatan pesawat kami. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya pesawat kami siap. Para penumpang pun bergegas mengantre masuk ke dalam pesawat. Setelah masuk ke pesawat, eh lagi- lagi kami mendapat tempat duduk di dekat sayap pesawat hahaha. Saya pun menikmati perjalanan Singapore-Surabaya ini dengan beristirahat. Seperti halnya penerbangan Surabaya-Singapura, penerbangan balik ini pun kisaran waktunya sekitar dua jam. Lumayan lah untuk memejamkan mata sebentar. Akhirnya tak terasa pesawat kami pun bersiap untuk landing. Syukur kepada Tuhan, kami pun tiba di Surabaya dengan selamat. Setelah turun dari pesawat, kami menuju bagian imigrasi dan pengecekan barang. Saya hampir saja salah masuk counter keimigrasian. Kalau di Singapura, counter khusus untuk pemegang paspor Singapura lebih pendek antreannya daripada counter untuk paspor lain. Sebaliknya, di bandara Juanda ini, counter untuk pemegang paspor Indonesia justru lebih panjang antreannya daripada counter untuk paspor lain. Ini bisa menjadi salah satu parameter yang menunjukkan bahwa ada begitu banyak turis yang datang ke Singapura, sementara di Indonesia, justru orang Indonesia ini banyak yang jadi turis ke negara lain (contohnya ya Singapura tadi hehehe).
Welcome back to Indonesia! Setelah selesai mengurus imigrasi, saya dan Vickie pun berjalan menuju pintu keluar. Kami pun naik bus Damri dari bandara yang akan mengantar kami ke jalan raya dekat rumah Vickie. Tarif bus bandara ini IDR 20000 per orang. Cukup mahal juga ya, kalau dibandingkan bus kota biasa yang paling mahal tarifnya IDR 5000 . Setelah menunggu cukup lama, akhirnya bus pun berangkat. Sebenarnya bus ini bisa mengantar sampai ke Terminal Bungurasih, tetapi saya dan Vickie tidak turun di sana. Kami turun di pinggir Jalan Jend. S. Parman, jalan dimana seminggu yang lalu kami naik angkutan kota untuk menuju ke Stasiun Gubeng. Di situ, Vickie meminta saya menunggu untuk dijemput, sementara dia pulang duluan mengambil sepeda motor sambil membawa barang-barang bawaan kami. Sekitar lima belas menit kemudian Vickie pun datang. Kami pun makan siang sebelum kembali ke rumah Vickie. Akhirnya bisa merasakan kembali makan di warteg dengan harga murah dan rasa enak . Setelah itu kami kembali ke rumah Vickie. Di situ kami membagi oleh-oleh yang kami beli di Malaysia dan Singapura sebelumnya. Setelah itu, kami sempat beristirahat karena sore itu juga kami berencana kembali ke Tuban. Saya pun tidur siang selama kurang lebih satu jam, sebelum akhirnya dibangunkan untuk persiapan kembali ke Tuban. Karena barang-barang saya cukup banyak, akhirnya saya sempat memakai pakaian dobel untuk menghemat tempat di tas saya . Kami pun kembali ke Tuban dengan naik sepeda motor. Nah, dalam perjalanan pulang ini sempat ada insiden yang menyebabkan tuas rem belakang sepeda motor Vickie patah! Namun syukurlah, puji Tuhan, kami bisa sampai di Tuban dengan selamat. Kami berangkat sekitar pukul setengah empat sore dan tiba di Tuban sekitar pukul tujuh malam. Setelah itu kami pun beristirahat di tempat masing-masing. Saya sempat memisahkan pakaian kotor dengan pakaian bersih, juga barang-barang lain yang saya bawa dari Singapura. Nah, karena besok pagi saya masih mengambil cuti sehari, saya pun bisa memanfaatkan waktu itu untuk beristirahat dan merapikan barang-barang saya.
Closing Statement Finally, perjalanan dan petualangan kami di Singapura dan Malaysia selama kurang lebih empat hari pun berakhir. Banyak pengalaman yang saya rasakan dan banyak peristiwa yang terjadi. Berbagai emosi dan perasaan pun sempat saya alami, dan saya yakin teman- teman saya pun mengalaminya. Dalam setiap perjalanan, apapun itu, termasuk perjalanan hidup kita, akan ada banyak hal yang kita rasakan dan kita alami. Dari situlah kita akan belajar dan berkembang. Sekalipun tujuan kami pergi ke Singapura dan Malaysia adalah untuk berwisata, saya percaya serangkaian perjalanan yang kami alami tidak hanya menggenapi tujuan kami itu. Lebih dari itu, ada banyak hal yang baik secara sadar maupun tidak, akan mempengaruhi kehidupan kami selanjutnya. Saya sangat bersyukur karena Tuhan mengizinkan saya menikmati setiap detik perjalanan saya, terlebih karena selama perjalanan kami, perlindungan Tuhan selalu menyertai kami. Begitu banyak kebaikan yang sayadan kamialami. Saya percaya bahwa segala yang terjadi dalam hidup saya, apabila Tuhan memang berkenan hal itu terjadi, maka itulah yang akan terjadi. Ada makna di balik setiap peristiwa. Saat ini, pemaknaan akan perjalanan yang telah saya lakukan pun mungkin baru sebatas sukacita akan wisata yang saya lakukan. Namun di kemudian hari, mungkin saya akan menyadari makna yang lebih mendalam dari suatu kejadian atau pengalaman yang saya rasakan selama perjalanan saya. Karena itulah, saya berusaha membuat tulisan ini, rangkaian perjalanan dan pengalaman ini selengkap mungkin, agar kelak, ketika suatu saat saya membacanya, bisa jadi saya akan diingatkan akan kebaikan Tuhan yang boleh saya alami selama perjalanan ini. Nah, sebagai penutup, satu hal yang berharga dan membekas dalam benak saya adalah penyadaran akan betapa luasnya dunia ini. Betapa banyak tempat di dunia ini yang diciptakanNya untuk kita dan betapa luasnya kesempatan kita untuk menjelajah bumi. Kita harus menghargai dan mencintai tanah kelahiran kita, bangsa dan negara kita. Namun, dengan melihat keluar, belajar dari apa yang ada di luar bangsa kita, menyerap nilai-nilai positifnya dan mencoba menerapkannya untuk perkembangan bangsa yang lebih baik, adalah sesuatu yang luar biasa, bukan? Seperti saya sebutkan tadi, ada begitu banyak hal yang bisa kita pelajaridan akan semakin banyak dengan semakin jauh langkah yang kita ambil. Bahkan, terkadang kita memang perlu mengambil jarak supaya kita memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap apa yang selama ini ada di dekat kita, atau terhadap tempat dimana kita tinggal.
Ambillah satu langkah keluar, berjalanlah, dan berpetualanglah. Lihatlah apa yang ada di luar sana, sadarilah bahwa rahmatNya ada untuk semua bangsa. Belajarlah dari setiap perjalanan dan pengalaman kita. Akhirnya, ketika merasa langkah kita telah terlalu jauh dan kerinduan untuk kembali itu datang, ingatlah bahwa pintu untuk pulang selalu terbuka. Sejauh apapun perjalanan kita, suatu saat kita pasti tetap akan kembali ke rumah kita. Semoga semakin banyak kesempatan dan tempat-tempat di luar sana yang bisa saya kunjungi sepanjang sisa hidup saya, dan semoga setiap perjalanan yang saya lakukan dapat memberikan manfaat lebih daripada yang saya kira. Semoga setiap perjalanan yang kita lakukan dapat membawa kebaikan ketika kita pulang nanti. Selamat berpetualang! Salam backpacker ***