Anda di halaman 1dari 62

DIARY TRAVELLING SINGAPORE MALAYSIA

yalom! Setelah sempat merasakan liburan beberapa hari di negeri


orang, kini saya ingin berbagi pengalaman dengan sahabat
sekalian. Sebenarnya liburan ini sudah direncanakan jauh-jauh
hari, kalau tidak salah bulan Januari 2014 saya sudah booking tiket
pesawat dari Semarang ke Singapore lalu untuk perjalanan pulangnya
saya pilih rute Singapore-Surabaya semuanya by maskapai Airasia.
Awalnya kami berencana untuk berangkat bertiga (saya dan teman saya
serta adiknya). Namun, karena ada salah satu teman saya dari Tuban
yang ingin ikut juga, akhirnya kami jadi pergi berempat.
Sejak persiapan perjalanan ini
sebenarnya ada saja hal yang di luar rencana.
Misalnya tiket pesawat yang sudah dibooking
jauh-jauh hari, ternyata diundur jadwal
penerbangannya. Semula saya membeli tiket
penerbangan Airasia rute Semarang-Singapore
(dapat harga promo sekitar Rp 350000,00
waktu itu) agar bisa berangkat dengan teman
saya (Vina) dan adiknya (Ricko) dari Semarang.
Waktu itu Vickie yang mau ikut berangkat
belakangan belum membeli tiket. Saya pun
mendesaknya untuk segera membeli tiket
karena takutnya kehabisan atau bahkan
harganya nanti malah semakin mahal. Akhirnya
Vickie membeli tiket Airasia rute Yogyakarta-
Singapore untuk hari keberangkatan yang sama.
Tak disangka dan tak diduga, beberapa hari
setelah Vickie membeli tiket penerbangan dari
Yogyakarta itu, jadwal penerbangan Airasia dari
Semarang diundur sehari! Tentu saja saya jadi
merasa tidak enak hati karena sayalah yang
mendesak Vickie untuk cepat membeli tiket..eh
ternyata malah penerbangan saya diundur
sehari. Akhirnya saya putuskan untuk
membatalkan penerbangan dari Semarang
(karena reschedule penerbangan dari Airasia
jadi tiket bisa direfund full dengan dipotong
biaya administrasi) dan membeli tiket
penerbangan dari Yogyakarta juga supaya bisa
berangkat bersama Vickie tadi. Hal yang sama
terjadi pula pada tiket pulang..karena
penerbangannya direschedule sehari, saya
akhirnya juga membeli tiket penerbangan lain
dari Singapore melalui maskapai Jetstar rute
Singapore-Surabaya.
Setelah urusan tiket pesawat beres, kami mulai
menyusun jadwal rencana perjalanan
(itinerary). Sebenarnya Vickie yang bikin sih,
karena dia semangat sekali bikinnya saya Cuma
komentar sedikit saja dari itinerary bikinan dia,
toh itinerary itu sudah sangat detail. Karena
berangkat terpisah dengan Vina dari Semarang,
kami merancang jadwal sehingga kami bisa
bertemu di Singapore. Nah, karena waktu
liburan saya lebih lama sehari daripada Vina,
saya dan Vickie memutuskan untuk mampir ke
Kuala Lumpur, Malaysia. Lumayan lah mampir
sehari, jadi selama liburan nanti kami bisa
berkunjung ke Malaysia dan Singapore. Kami
pun membooking tiket hostel di Malaysia
(meskipun kami tidak menginap di sana, hanya
untuk istirahat sebentar, mandi dan menitipkan
barang-barang), hostel di Singapore, tiket
kereta api menuju Kuala Lumpur, dan tiket bus
menuju Singapore. Untuk voucher hostel di
Malaysia kami memesan lewat
travelhemat.com, sedangkan voucher hostel di
Singapore (Beary Nice Hostel) kami pesan lewat
Agoda. Untuk tiket kereta api Johor Baru-Kuala
Lumpur serta tiket bus ke Singapore kami pesan
online melalui website masing-masing, yaitu
S
www.ktmb.com.my/ untuk KA Johor Baru-KL
serta www.easibook.com untuk pemesanan
tiket bus KL-Singapore, dengan pembayaran
menggunakan kartu kredit (pertama kalinya
juga mencoba pembayaran dengan credit card,
mana credit card nya pinjam pula..hehehe)
Seminggu sebelum berangkat, kami
mengajukan cuti kerja di kantor. Kebetulan
karena sedang tidak banyak pekerjaan, kami
diizinkan cuti meskipun sebenarnya cuti yang
kami ajukan termasuk cukup lama (lima hari
kerja). Kami juga mulai mempersiapkan
boarding pass keberangkatan (untuk Airasia,
boarding pass bisa diurus H-14 keberangkatan).
Karena kami tidak memilih tempat duduk,
waktu melakukan check in online lewat website
Airasia, tempat duduk kami sudah dipilihkan.
Puji Tuhan ternyata saya dan Vickie mendapat
tempat duduk bersebelahan, meskipun dekat
dengan sayap pesawat (mungkin itu risiko tiket
promo ya..hehe).
Kami mulai packing dan mempersiapkan
barang-barang yang akan dibawa, termasuk
memastikan barang-barang yang dilarang
dibawa ke kabin karena kami tidak
menggunakan fasilitas bagasi. Saya juga baru
tahu kalau ternyata di kabin tidak boleh
membawa cairan lebih dari 100 ml per botol
dan maksimal hana boleh membawa 10 botol
cairan.
Kami mulai packing hari Rabu, 9 Juli 2014
(bersamaan dengan Pilpres Indonesia) hehehe.
Setelah packing dan memastikan berat tas
ransel kami tidak lebih dari 7 kg, kami pun siap
untuk memulai perjalanan kami besok sore.
Thursday, 10 July 2014
Hari ini sebenarnya kami masih masuk kerja.
Syukurlah karena ini bulan puasa, jam pulang
kantor kami dimajukan satu jam. Lumayan juga
karena sepulang kerja kami akan langsung
berangkat ke Surabaya sebelum ke Yogyakarta
besok paginya. Akhirnya hari Kamis sore itu
kami membawa semua barang yang sudah kami
siapkan dan berangkat ke Surabaya dari Tuban
dengan mengendarai motor. Ternyata lumayan
juga perjalanan dari Tuban ke Surabaya, apalagi
jalan di dalam kota Surabaya sore hari agak
padat. Kami sampai di rumah Vickie sekitar pk
19.00 WIB. Di sini kami disambut oleh kakak
ipar Vickie yang sengaja dimintai tolong untuk
menemani kami di rumah, karena sebenarnya
rumah Vickie ini kosong karena orang tuanya
berada di Yogyakarta. Setelah berbincang
sebentar dengan kakak iparnya Vickie, kami pun
beristirahat sebentar, mandi, kemudian makan
malam. Setelah itu kami beristirahat untuk siap-
siap berangkat ke Yogyakarta menggunakan
kereta api besok pagi.

Day 0~Friday, 11 July 2014
This is my birthday!! Hahaha..kebetulan saja sebenarnya hari ini saya berulang tahun. Banyak juga
ternyata yang ingat dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya (senangnya )
Pagi-pagi saya dan Vickie mencari sarapan walau banyak warung yang tutup karena ini masih masuk
bulan puasa. Akhirnya kami sarapan nasi soto di dekat pasar di daerah dekat rumah Vickie itu.
Setelah itu kami segera kembali ke rumah, mengambil barang-barang lalu naik angkutan kota
menuju Stasiun Gubeng Surabaya.

My First Train Ticket on my Birthday
Oh iya, ini juga pengalaman pertama saya naik
kereta api lhoo...hehe makanya saya sangat
excited. Saya sampai takut ketinggalan kereta
dan Vickie harus berkali-kali meyakinkan saya
bahwa kami tidak akan ketinggalan kereta.
Memang waktu itu kereta yang akan kami naiki
datang terlambat (saya takutnya jangan-jangan
kami nggak sadar dan keretanya sudah
berangkat tadi hehehe). Anyway, ternyata naik
kereta api itu enak juga, dan seperti yang
dikatakan Vickie, kalau merasa bosan kita bisa
jalan-jalan di kereta, berbeda dengan di bus
dimana kita harus duduk sepanjang perjalanan.
Ruangan di dalam gerbong ini luas juga, jarak
pandang juga lebih luas daripada di bus. Meski
demikian, saya juga tidak jalan-jalan selama di
kereta karena saya merasa ngantuk jadi saya
putuskan untuk tidur di kereta api tersebut
sembari menunggu sampai di Yogyakarta.
Kereta yang kami naiki, KA Pasundan, berangkat
sekitar pk 09.30 WIB dari Stasiun Gubeng,
Surabaya dan sampai di Stasiun Lempuyangan,
Yogyakarta sekitar pk 14.00 WIB. Dari stasiun
Yogyakarta kami berjalan kaki ke rumah Vickie
di Yogyakarta. Kebetulan rumahnya terletak
tidak jauh dari stasiun. Setelah sampai di sana,
kami diterima dengan ramah dan dijamu
dengan makan siang dan snack yang lezat
(many many thanks untuk keluarga Vickie ini!
). Setelah mandi, sebenarnya kami berencana
untuk pergi ke Marlioboro, tetapi apa daya
hujan turun sejak sore. Akhirnya kami hanya
beristirahat dan bersantai di rumah. Malam
harinya saya diajak mencari minuman hangat
(bahasa Jawanya wedang). Dengan berbekal
payung kami pun berjalan menuju warung
wedang tersebut, tapi eh ternyata warungnya
tidak buka . Ya sudah lah, berarti kami
memang harus istirahat di rumah hehehe.
Akhirnya setelah bersyukur atas tahun-tahun
kehidupan yang telah saya lewati selama dua
puluh lima tahun ini, serta berdoa untuk
kelancaran liburan kami, saya pun tidur dan
bersiap untuk berangkat ke Singapore dari
Bandara Adisutjipto keesokan harinya.

Day 1~Saturday, 12 July 2014
Hari ini saya bangun pk 05.00 WIB. Setelah mandi dan sarapan, saya dan Vickie diantar oleh ayah
Vickie ke bandara. Bandara waktu itu masih sepi dan kami menunggu sampai sekitar pk 06.00
dimana pintu masuk untuk penerbangan internasional dibuka. Setelah membayar airport tax, kami
menuju bagian imigrasi lalu pengecekan barang. Proses pra-keberangkatan ini cukup cepat. Hanya
saja saat akan masuk ke ruang tunggu, saya sempat ditanya oleh petugas bandara apakah saya
berangkat seorang diri. Waktu saya bilang saya berangkat dengan teman saya, saya diminta untuk
menunjukkan tiket pulang dari Singapore ke Surabaya. Awalnya saya heran mengapa hanya saya
yang ditanya demikian, lalu setelah saya ingat-ingat lagi, kemungkinan karena status saya di paspor
masih pelajar jadi mungkin petugas itu takut kalau saya akan lama berada di Singapore tanpa visa.

Foto Boarding Pass Airasia YOG-SIN dan Kupon Airport tax Bandara Adisutjipto


Suasana keberangkatan menuju pesawat Airasia rute Yogyakarta - Singapura
Kami pun menunggu di ruang tunggu penerbangan. Karena jadwal penerbangan kami pk 07.00, kami
menunggu sekitar empat puluh lima menit sampai diizinkan naik ke pesawat. Oh iya, kekhawatiran
kami akan pengecekan barang yang akan memakan waktu lama ternyata tidak terjadi. Kami pun naik
pesawat dan menduduki kursi sesuai dengan nomor seat pada tiket kami, hanya saja saya bertukar
tempat dengan Vickie yang ingin duduk di dekat jendela, mungkin karena ingin menjajal kamera
barunya yang sengaja dibeli sebelum liburan kami ke Singapura ini. Next...penerbangan
Adisutjipto-Changi Airport pun dimulai...
Penerbangan kami berlangsung selama kurang lebih dua jam. Tidak lama setelah pesawat lepas
landas, kami diberi kartu embarkasi yang harus kami isi dan kami tunjukkan saat pemeriksaan
imigrasi nanti. Sempat agak bingung juga waktu pertama kali mengisi kartu ini (maklum, pertama kali
ke luar negeri sih hehehe). Setelah membaca-baca majalah yang ada di bangku kami, saya
memutuskan untuk tidur sementara Vickie beberapa kali memotret pemandangan yang tampak dari
jendela pesawat (sayangnya sebagian pemandangan tertutup oleh sayap pesawat ).

Foto-foto dari dalam pesawat, sayangnya sebagian pemandangan tertutup sayap pesawat
Kami tiba di Changi Airport sekitar pk 12.35 waktu setempat (waktu di Singapore satu jam lebih awal
daripada waktu Indonesia bagian barat). Setelah turun dari pesawat dan sampai di Changi Airport
(Terminal 1), tempat pertama yang kami cari adalah: Toilet! Hehehe.. Kebetulan di depan lorong
menuju toilet itu ada free potable water. Kami pun mengisi botol minum kosong yang sudah kami
siapkan dengan free potable water tersebut. Walaupun agak susah mengisi botol minum kami
sampai penuhkarena sepertinya keran potable water itu memang dirancang untuk langsung
minum di tempat, bukan untuk isi ulang tapi kami tetap bersyukur bisa memperoleh air minum
gratis di sini (apalagi setelah tahu harga air mineral di Singapore). Air minum di bandara ini segar
sekali lho, bahkan menurut saya lebih segar dan nikmat daripada air mineral yang saya beli di salah
satu foodcourt di Singapura (apa karena gratis jadi terasa lebih segar ya? Hehehe)
Setelah merapikan diri, kami mulai mengagumi bandara yang luasnya berkali lipat luas mall yang
pernah saya jumpai di Indonesia. Kami pun mulai mencari informasi peta bandara dan ke mana kami
harus pergi selanjutnya. Beberapa brosur berisi wisata dan peta Singapura sempat kami ambil di
bandara. Setelah berkeliling sebentar sambil mencari lokasi keberangkatan (untuk persiapan besok
ketika kami pulang nanti), kami pun bertanya kepada petugas bandara ke mana kami harus pergi
untuk menuju ke stasiun MRT terdekat. Petugas itu mengatakan supaya kami naik skytrain ke
Terminal 2 dan kami pun segera mencari skytrain lalu menuju ke Terminal 2 Changi Airport.

Arrival at Changi Airport
Sebagai sesama first-time traveller di negeri orang, saya dan Vickie sama-sama tidak tahu bahwa
setelah tiba di bandara tujuan pun kami seharusnya pergi ke bagian imigrasi untuk pengecekan
passport. Karena di Terminal 1 tadi kami sibuk berkeliling, kami sampai tidak sadar bahwa mungkin
penumpang pesawat yang lain sudah pergi ke bagian imigrasi. Nah, begitu hendak mencari stasiun
MRT barulah kami sadar bahwa kami harus melewati imigrasi. Di sini pun kami bingung karena
bagian imigrasi ini sangat sepi. Kami sama-sama tidak tahu bagaimana prosedur pengecekan di
negeri Singapura ini. Ketika Vickie bermaksud untuk maju mengantre, tiba-tiba ia seolah ditolak
oleh sang petugas imigrasi. Ternyata ada garis antrean yang tidak boleh dilewati dan kami tidak
melihatnya. Tiba-tiba petugas imigrasi yang lain memanggil saya. Saya pun berjalan menuju ke
tempat petugas itu. Setelah passport saya diperiksa dan ditanya berapa lama saya akan stay di
Singapura, saya pun diperbolehkan lewat. Oh iya, kartu embarkasi yang sudah saya isi tadi sebagian
disimpan oleh bagian Imigrasi dan sebagian diselipkan di dalam paspor saya. Yang jelas, saya ingat
wanti-wanti supaya jangan sampai kartu embarkasi itu hilang. Rupanya tidak lama kemudian, Vickie
juga sudah selesai pengecekannya di counter lain. Saya jadi geli sendiri kalau ingat kejadian
ini...memang sama-sama baru pertama kali ke luar negeri, tidak ada yang jadi contoh pula..jadi kami
seperti orang cupu saja hehe.
Setelah melewati imigrasi, kami pun mencari tempat untuk membeli EZ link card yang berfungsi
sebagai semacam debit card untuk pembayaran transportasi di Singapura (bus maupun MRT). Kami
mengantre di depan sebuah counter MRT, mengikuti orang-orang yang juga sepertinya mau
membeli tiket MRT, sampai tiba-tiba seorang ibu menyapa Vickie dan mengatakan bahwa kami bisa
membeli EZ link card di counter lain. Kami pun diantar ibu itu ke counter tsb dan ibu itu mengatakan
kepada petugasnya bahwa kami ingin membeli EZ link card. Setelah itu kami membeli dua buah EZ
link card seharga SGD 12 plus top up sebesar SGD 20 untuk tiap orang. Puji Tuhan ibu tadi begitu
baik hati memberitahu kami sehingga kami tidak perlu mengantre di counter sebelumnya
(antreannya lumayan panjang sih hehehe). Saya dan Vickie menduga, mungkin ibu itu juga orang
Indonesia dan melihat kami tampak seperti orang yang baru pertama kali datang ke Singapura
(Anyway, thanks a lot untuk Tante baik hati itu!)

EZ Link Card
Setelah memegang EZ link card, kami pun
menuju ke tempat keberangkatan MRT dan
menunggu bersama penumpang lain. Oh iya,
pertama kali akan menggunakan EZ link card ini
saya sempat kebingungan. Sebelum masuk ke
ruang tunggu keberangkatan, kita harus mescan
EZ link card tsb di suatu mesin, barulah pintu
menuju ruang tunggu akan terbuka. Nah waktu
itu saya mencoba menscan EZ link card saya
tapi tidak terjadi apa-apa..rupanya saya salah
meletakkan kartu saya! Saya ternyata
menempelkan EZ link card saya di layar monitor
yang seharusnya menampilkan saldo EZ link
card saya, bukan di tempat scanning
seharusnya..what a stupid mistake..haha.
Untunglah petugas di stasiun MRT
memberitahu saya dan akhirnya saya pun bisa
masuk melewati pintu itu . Oh iya, di setiap
stasiun MRT selalu ada papan penunjuk dan
peta MRT yang memudahkan setiap
pengunjung untuk menentukan MRT yang akan
dinaikinya. Ini sangat membantu lho, apalagi
untuk pendatang pertama kali seperti kami .
Nah kami pun menaiki MRT pertama kami dari
Changi Airport menuju stasiun MRT Paya Lebar.
Sesuai itinerary yang sudah dirancang, kami
berencana untuk makan siang di Geylang Serai
Market Food court yang lokasinya tidak begitu
jauh dari Stasiun Paya Lebar.
Perjalanan menggunakan MRT ternyata bukan
hanya cepat, tapi super cepaaaaat! Ini harus
jadi contoh untuk Indonesia..selain kendaraan
umum yang dilengkapi AC, bersih, dan nyaman,
ternyata selang waktu antarkedatangan MRT
pun tidak terlalu lama. Sejauh yang kami alami,
paling lama lima menit kami menunggu MRT
selanjutnya datang. Kalau fasilitas transportasi
umum di Indonesia seperti ini, saya yakin kok
akan banyak orang yang memilih untuk naik
kendaraan umum sehingga banyaknya jumlah
kendaraan pribadi yang berpotensi
meningkatkan kemacetan dan polusi pun bisa
ditekan. Lama perjalanan antarstasiun juga
begitu cepat, nyaris tak terasa. Rasanya baru
sebentar duduk kok sudah sampai hehehe...ini
juga yang membuat saya kadang-kadang malah
agak malas duduk dan memilih untuk berdiri
(kecuali waktu saya merasa capek) karena
perjalanan antarstasiun rata-rata hanya 2
menit! Benar-benar sesuai dengan namanya:
Mass Rapid Transit, bukan hanya sekedar nama
tapi benar-benar rapid alias cepaaat!
Dari stasiun MRT Changi ke Paya Lebar kami
melewati tiga stasiun MRT. Sepanjang
perjalanan, kami sempat melihat apartemen
dan gedung-gedung tinggi dengan beraneka
model. Yang menarik perhatian saya adalah
begitu banyaknya apartemen di Singapura ini.
Kalau di Indonesia orang lebih banyak memilih
tinggal di rumah, ternyata di Singapura ini justru
apartemen yang banyak peminatnya. Mungkin
karena harga tanah yang sangat mahal ya. Coba
saja bandingkan luas daratan Singapura dengan
Indonesia (jadi merasa beruntung tinggal di
Indonesia, masih bisa punya rumah dan tanah
sendiri).
Nah, di apartemen-apartemen yang kami lihat
ini tampak banyak tiang jemuran. Jadi, dari
jendela apartemen tampak sebatang tiang yang
menjulur keluar untuk digunakan sebagai
tempat menggantung pakaian. Lucu juga sih
melihat teknik menjemur yang digunakan di
rumah-rumah susun di Indonesia ternyata
dipakai juga di negara modern seperti
Singapura .
Hanya dalam waktu beberapa menit, kami
sampai di stasiun Paya Lebar. Dengan mengikuti
Vickie yang mengikuti arah petunjuk di stasiun
(jujur saja saya agak buta arah dan sulit
mengingat-ingat jalan hehehe), kami pun keluar
dari stasiun MRT dan bersiap menuju Geylang
Serai Market.
Perjalanan menuju Geylang Seri Market food
court ternyata tidak semulus bayangan
kami.Dari stasiun MRT Paya Lebar, kami
berjalan mengikuti papan penunjuk jalan yang
ada sambil mencari tulisan Geylang. Kami
berjalan cukup lama sampai akhirnya kami
merasa perjalanan kami sudah terlalu jauh.
Kami pun bertanya kepada orang lewat..orang
pertama yang kami tanyai ternyata sama-sama
turis juga..lalu orang kedua yang kami tanya
malah menyarankan kami untuk naik taksi saja
.
Akhirnya dengan berbekal peta hasil print dari
Google Map, kami pun kembali menelusuri
jalan yang sudah kami lalui tadi sambil mengira-
ngira lokasi Geylang Serai Market tersebut. Kata
Vickie sih, tersesat itu justru yang mewarnai
perjalanan seorang backpacker haha
Setelah memutari lagi suatu kompleks pasar
rakyat, kami berhenti sejenak dan membuka
peta Singapore yang kami ambil di bandara
Changi tadi. Saat itu lewatlah seorang om-om
mengendarai sepeda. Awalnya beliau berlalu
melewati kami, tapi tiba-tiba saja beliau
kembali lalu menghampiri kami yang sedang
membuka peta Singapore. Beliau bertanya
dengan ramah, Where are you going? Vickie
pun menjawab, Geylang serai market food
court,. Kemudian Om tadi memberi petunjuk
arah food court yang beliau tahu. Ternyata
lokasi yang ditunjukkan oleh Om itu sebetulnya
sudah dekat dengan tempat yang kami lewati
tadi..bahkan sudah dua kali kami mengitari
daerah tersebut. Ini jadi pengalaman juga untuk
kami agar lebih berhati-hati mencari lokasi
lewat Google Map..hehehe. Anyway, finally
kami pun berhasil menemukan Geylang serai
market food court itu..What a relief!






Geylang Serai Market Food court
Kami pun masuk ke food court itu dan memilih
tempat untuk membeli makanan. Di Geylang
Serai Market ini ada berbagai counter makanan
yang menjual beraneka jenis masakan. Ada
masakan ala India, melayu, Chinese food,
bahkan ada juga masakan Indonesia. Setelah
berkeliling, kami memutuskan untuk memesan
nasi lemak dan nasi jenganan di kedai Sinar
Harapan Nasi Padang (meskipun namanya nasi
padang tapi penjualnya bukan orang Padang
lho..hehehe). Namun, karena nasi jenganan
tidak tersedia, saya pun beralih memesan
kweetiauw goreng di counter Al-Rahman
Muslim Food. Nasi lemak yang kami beli
seharga 3 SGD sedangkan kweetiauw goreng
seharga 3.5 SGD. Nasi lemak ini lebih mirip nasi
rames..nasi dilengkapi sayur dan lauknya
berupa ayam goreng. Kata Vickie sih, masih jauh
lebih enak nasi campur di Indonesia hehehe.
Kweetiauw goreng yang saya santap pun
citarasanya berbeda sekali dengan kweetiauw
goreng yang biasa saya makan di Indonesia.
Kalau biasanya kweetiauw goreng di Indonesia
identik dengan Chinese food, di sini penjualnya
orang keturunan India.Tidak heran kweetiauw
goreng yang biasanya terasa soft kini terasa
sekali bumbu rempah-rempahnya. Lauk
pelengkapnya pun bukan daging ayam atau
udang seperti di Indonesia, melainkan daging
kambing. Bagi saya yang terbiasa menyantap
kweetiauw goreng ala Chinese food, tentu saja
makanan ini terasa asing di lidah saya.Tapi ya
berhubung sudah lapar dan sudah terlanjur
pesan, akhirnya kami habiskan kedua menu
makanan itu. Di sini saya juga membeli sebotol
air mineral 600 ml seharga 1 SGD..cukup mahal
ya dibandingkan dengan harga air mineral di
Indonesia (ini yang membuat kami bergerilya
mencari minuman murah termasuk free refill
potable water).

Beli nasi lemak di sini nih... Kalau beli kweetiauw nya di sini..


Botanic Garden
Setelah mengisi perut, kami bersiap untuk perjalanan berikutnya menuju Botanic Garden. Kami pun
kembali ke Stasiun MRT Paya Lebar lalu naik MRT menuju Botanic Garden.Ternyata stasiun MRT
Botanic Garden ini ada di dalam kompleks tempat wisata Botanic Garden itu sendiri. Karena untuk
masuk ke Botanic Garden ini free of charge, kami pun langsung mulai berjalan mengelilingi taman
Botanic ternama di Singapura itu sambil melihat-lihat lokasi yang bagus untuk berfoto .
Botanic Garden ini sangat luas dan butuh waktu juga untuk bisa mengitari setiap bagian dari taman
ini. Sesuai namanya, Botanic Garden ini berisi beraneka ragam spesies tanaman. Mulai dari jenis
lumut (saya agak kaget juga melihat bebatuan yang sengaja dijadikan habitat tumbuhnya lumut),
bunga, hingga pepohonan. Sayangnya, karena saya bukan termasuk pecinta tumbuhan, saya pun
hanya melewati tanaman-tanaman itu sambil lalu. Seandainya saya adalah seorang pecinta
tanaman, mungkin saya akan sangat tertarik dengan beraneka tanaman yang ada di sini, apalagi di
setiap bagian taman ada papan nama yang menuliskan nama tanaman tersebut.


Selain sebagai cagar alam tumbuhan, Botanic Garden ini juga banyak dimanfaatkan wisatawan untuk
bersantai dan bahkan berolahraga. Beberapa kali kami jumpai orang-orang yang jogging di area
taman (mungkin karena area yang luas dan kondisi taman yang sejuk dan asri, banyak orang yang
senang jogging di situ). Ada pula sekelompok orang yang bermain sepak bola dan soft ball. Tidak
mengherankan, karena di Botanic Garden ini ada area seperti padang rumput yang cukup luas. Kita
bisa bersantai tiduran di padang rumput itu sambil menggelar tikar seperti orang-orang
camping..duduk santai sambil makan bekal dan menikmati panorama alam di sekitar. Di sini juga
terdapat gazebo-gazebo yang dimanfaatkan pengunjung untuk berkumpul bersantai bersama. Bagi
masyarakat Singapura yang sepertinya terbiasa hidup dengan kondisi serbacepat, Botanic Garden ini
cocok sekali digunakan untuk refreshing di akhir pekan bersama orang-orang terkasih. Suasana yang
nyaman dan tenang bisa membantu mendamaikan pikiran yang mungkin suntuk setelah bekerja
selama week days. Anyway, di Botanic Garden ini saya dan Vickie hanya berjalan berkeliling sambil
sesekali berfoto di spot-spot yang menarik.

Rencana kami sedikit berubah karena semula kami merancang waktu sekitar satu setengah jam
untuk explore Botanic Garden, tetapi kenyataannya kami hanya menghabiskan waktu sekitar empat
puluh menit saja di sini. Itu juga karena kami tidak masuk ke National Orchird Park nya (kalau masuk
ke National Orchird Park, ada tambahan charge tiket masuk). Setelah itu kami kembali ke stasiun
MRT untuk melanjutkan perjalanan sesuai rencana ke Holland Village.

Holland Village
Dalam bayangan kami, di Holland Village kami akan menemui area pemukiman yang khas dengan
gaya Belanda seperti misalnya adanya kincir angin. Namun ternyata, Holland Village yang kami
jumpai adalah sebuah kompleks ruko dan caf bergaya Eropa modern. Di sini kami pun hanya
berjalan berkeliling dan mengambil beberapa foto. Oh iya, di Holland Village ini ada sebuah caf
yang tempatnya terbuat dari kontainer lho..tempatnya dekat sekali dengan pintu masuk Holland
Village. Setelah berkeliling dan berfoto-foto, kami pun bersiap melanjutkan perjalanan ke Chinese
and Japanese Garden menggunakan MRT.


Chinese Garden
Sekali lagi, ini adalah salah satu tempat wisata
gratis di Singapura. Namun jangan kita terapkan
slogan ada harga ada rupa untuk tempat-
tempat wisata di Singapura ini ya. Meskipun
gratis, keindahan dan kebersihan di tempat
wisata ini sungguh terjaga dengan baik.
Menurut saya, Chinese and Japanese Garden ini
adalah salah satu tempat wisata yang menarik.
Memasuki kompleks Chinese and Japanese
Garden kita bisa memilih bagian mana dulu
yang ingin dieksplore. Saya dan Vickie memilih
untuk lebih dulu mengeksplore Chinese Garden
karena saya sangat tertarik dengan Pagoda yang
ada di sana.
Berbeda dengan bayangan akan suasana desa
Holland yang tidak terpenuhi di Holland Village,
di Chinese Garden ini saya benar-benar
terpuaskan oleh spot-spot wisata yang ada.
Mengawali perjalanan masuk ke Chinese
Garden, kami melewati jembatan yang dibuat
menyerupai jembatan ala negeri Tiongkok kuno,
khas dengan susunan kayu sebagai tempat
pijakan dan warna merah menghiasi bagian
pegangan jembatan. Jembatan ini dibuat
menyeberangi sungai kecil menuju ke Pagoda
tujuh tingkat yang menjulang di depan. Untuk
mencapai pagoda tersebut, kami harus menaiki
beberapa puluh anak tangga (tenang, nggak
tinggi-tinggi amat kok). Di dalam Pagoda sendiri
ada anak tangga melingkar yang akan
membawa pengunjung mencapai puncak
Pagoda. Kami sempat pesimis menaiki pagoda
itu karena kami masih membawa ransel seberat
tujuh kilogram di punggung kami yang sudah
kami bawa sejak dari Changi Airport tadi.
Akhirnya di tingkat kelima Pagoda, Vickie
menyarankan untuk meninggalkan sementara
tas ransel kami di sebuah sudut supaya kami
bisa naik ke puncak pagoda dengan lebih
leluasa. Thank God, setidaknya selama
beberapa saat kami bisa menaiki anak tangga
yang melingkar itu tanpa beban . Dari puncak
Pagoda, kita bisa melihat pemandangan area
Chinese Garden dari atas. Tatanan sungai yang
dilengkapi jembatan dan replika kapal,
kompleks patung tokoh-tokoh Tiongkok kuno,
serta taman yang hijau nan asri tampak indah
dilihat dari serambi puncak Pagoda ini. Setelah
mengambil beberapa foto, kami pun menuruni
kembali anak tangga di dalam Pagoda dan
berjalan menuju kompleks patung tokoh-tokoh
Tiongkok kuno.
Oh iya waktu kami turun dari Pagoda ini,
ternyata ada pasangan yang sedang berfoto
pre-wedding di sini lho.. Pasangan koko dan cici
yang difoto itu berbaring di lantai dasar pagoda,
sedangkan fotografernya mengambil gambar
dari atas, mungkin supaya kelihatan anak
tangga pagoda yang melingkar seperti spiral.
Kalau mendengar cara bicaranya sih sepertinya
mereka orang Indonesia juga. Hebat amat ya,
foto prewed saja sampai dibela-belain ke
Singapura hehehe.


Foto di jembatan ala Tiongkok Pagoda Tujuh Tingkat Pak Senior bisa capek juga naik Pagoda

Dari ketujuh patung tokoh Tiongkok kuno yang ada, saya agak kaget melihat sebuah patung
bertuliskan Hua Mu Lan di bawahnya. Selama ini saya kira kisah Mulan hanyalah dongeng fiksi
yang diangkat menjadi film kartun oleh Disney, tetapi ternyata di bagian bawah patung tersebut
terdapat penjelasan singkat sejarah tentang Hua Mulan, seorang anak perempuan jendral yang
menyamar menjadi pria demi menggantikan ayahnya untuk berperang. Sepertinya kisah Mulan ini
juga menjadi legenda di Tiongkok.

Foto bersama Mulan Foto di Peta Chinese and Japanese Garden dekat entrance gate

Setelah berfoto bersama figure-figure Tiongkok
klasik tersebut, kami melanjutkan eksplorasi
kami ke bagian yang lebih dalam dari Chinese
Garden ini. Tidak jauh dari kompleks patung
Tiongkok tadi, terdapat sebuah danau dan di
atasnya ada sebuah replika kapal ala Tiongkok
juga. Ternyata di dekat replika kapal tersebut
terdapat dua pagoda lagi, tetapi ukurannya
lebih kecil daripada pagoda pertama yang kami
masuki tadi.
Menyeberangi danau tadi, terdapat sebuah
jalan pendek. Jalan menyeberangi danau ini
dilengkapi dengan atap model bangunan
Tiongkok, jadi serasa melewati jembatan di
istana Tiongkok yang sering kita lihat di film-film
Mandarin seperti Putri Huang Zhou . Nah,
setelah melewati jalan tersebut kami pun
berjalan menuju museum kura-kura yang ada di
dalam kompleks tersebut. Desain gedung
museum kura-kura ini dari luar sepertinya
meniru desain bangunan rumah ala bangsawan
Tiongkok. Di bagian tengah terdapat kolam
penuh dengan ikan hias (sepertinya ikan koi)
dan di sekeliling kolam itu terdapat ruangan-
ruangan, salah satunya adalah museum kura-
kura. Namun, kami tidak masuk ke dalam
museum kura-kura tersebut dan memilih untuk
mengitari kompleks taman yang sangat asri itu.
Dari lokasi museum kura-kura tadi ada sebuah
jembatan besar menuju ke sisi lain taman.
Rupanya sisi lain dari taman itu banyak
digunakan untuk berolah raga. Kami sering
sekali berpapasan dengan orang-orang yang
jogging. Nah, di taman ini juga kami
menemukan keran potable water dan kami pun
tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk
mengisi persediaan air minum kami sebagai
bekal ke Malaysia nanti malam (tahu sendiri
harga air mineral di Singapore ini lumayan
mahal untuk kantong orang Indonesia yang
biasa saja seperti kami )

Gapura menuju perbatasan taman Pemandangan Chinese Garden tampak dari atas Pagoda

Setelah puas berkeliling, kami bermaksud
mengakhiri wisata kami di Chinese Garden ini
karena hari telah sore dan kami harus mengejar
waktu agar tidak terlambat naik kereta ke Kuala
Lumpur. Kami pun berjalan terus mencari pintu
keluar. Semakin jauh kami berjalan, kami tidak
juga melihat tulisan pintu keluar maupun
petunjuk lokasi stasiun MRT. Vickie mulai curiga
dan berkata bahwa kemungkinan Chinese
Garden ini one way, artinya masuk dan keluar
dari pintu yang sama. Kami coba lagi berkeliling
dan bertanya kepada orang yang kami temui di
jalan, tetapi sepertinya mereka juga tidak tahu
dengan pasti jalur terdekat keluar dari taman
tersebut menuju stasiun MRT. Kami memang
sempat menemukan sebuah gerbang mirip
pintu keluar, tetapi gerbang itu sudah tertutup
dan kami tidak bisa melewati gerbang itu.
Akhirnyatiada pilihan lain selain kembali lagi
ke pintu masuk tadi. Padahal lokasi kami
sekarang sudah cukup jauh dari pintu masuk.
Dengan berbekal semangat dan energi first-time
traveller (biasanya yang pemula-pemula itu
semangatnya lebih tinggi ), kami pun
bergerak cepat kembali menuju pintu masuk.
Ternyata sepertinya dari jalur tadi kami bisa
juga kembali ke pintu masuk deh..jadi
seharusnya tidak perlu balik ke jalur awal tadi
hahaha. Kalau tahunya belakangan rasanya jadi
menyesal ya..kami pun teringat kata-kata yang
pernah diucapkan bosnya Vickie,
Ketidaktahuan itu mahal. Lebih baik kita tidak
tahu kenyataannya daripada nanti malah
menyesal.
Sayang memang kami belum sempat
mengunjungi Japanese Garden, tapi ya nggak
apa-apa lah. Kami sudah cukup terpuaskan
dengan wisata Chinese Garden yang menawan
tadi. By the way, setelah kembali ke Indonesia
dan saya coba cek peta Chinese&Japanese
Garden, sepertinya benar, dari jalur kami yang
tersesat kemarin di Chinese Garden masih bisa
kok menuju ke Japanese Garden lalu kembali ke
pintu masuk...ya sudah lah, untuk pengalaman
saja...warga lokal juga belum tentu paham rute
di negaranya sendiri (saya sendiri mungkin di
Indonesia juga begitu hehehe).
Finally, kembali juga kami ke Stasiun MRT.
Ternyata perjuangan belum berakhir..hahaha.
Saya baru tahu kalau ternyata di stasiun MRT ini
kadang-kadang dilakukan random checking.
Kebetulan sore itu, saya dan Vickie cukup
beruntung menjadi sampel random checking
tersebut. Kami diminta untuk membuka tas
kami untuk diperiksa isinya. Setelah dilihat
bahwa tas kami berisi pakaian, kami pun
dipersilakan melanjutkan perjalanan . Kami
pun melanjutkan perjalanan ke Jurong East
untuk makan malam.

Jurong East
Sesampainya di Jurong East, kami langsung mencari food court yang katanya menjual makanan
dengan harga tidak terlalu mahal. Setelah berkeliling melihat-lihat counter makanan yang ada, Vickie
merekomendasikan Ananas Caf, yang katanya banyak direkomendasikan oleh para traveler di blog
mereka. Di sini kami membeli nasi plus bebek panggang (roasted duck) seharga SGD 1.5 per porsi.
Murah sekali ya?? Kami juga terharu ternyata masih ada makanan murah di Singapore..hehe. Namun
demikian, ya namanya murah, tentu porsinya juga kecil. Setidaknya lumayan lah untuk mengganjal
perut kami sampai besok pagi. Yang jelas, soal rasa sih menurut saya oke kok..justru menurut kami,
makanan ini lebih enak daripada makanan yang kami santap di Geylang Serai Market (bukan karena
harganya murah terus jadi terasa lebih enak lhoo..hehe bener kok rasa makanan di Ananas Cafe ini
oke punya). Karena tidak ada tempat khusus untuk makan di Ananas Cafe ini, maka kami pun
mencari tempat yang nyaman untuk makan. Akhirnya kami memilih duduk di rerumputan tidak jauh
dari counter-counter makanan tadi.
Di depan kami ada sebuah panggung yang sedang menampilkan orkestra. Kami pun menikmati
makan malam sederhana kami sambil mendengarkan alunan musik orkestra yang terlantun apik dari
para pemainnya. Seusai makan, kami masih bersantai sejenak sembari menikmati musik orkestra
tadi. Tiba-tiba ada sebuah lagu yang saya kenal (dari tadi lagunya nggak ada yang familiar sih
hehehe). Lagu itu adalah instrumental dari lagu Peng You (artinya teman), salah satu lagu
Mandarin yang cukup populer (biasanya dinyanyikan di karaoke-karaoke oleh para pecinta lagu
mandarin tempo dulu).

Setelah cukup beristirahat dan menikmati suasana di sekitar Jurong East, kami pun melanjutkan
perjalanan ke MRT Jurong East. Sebelumnya kami sempat berfoto dengan background Jurong East
Mall di malam hari. Cukup lah sebagai bukti rekam jejak kami di tempat ini sekalipun kami tidak
sempat masuk ke mall-nya hehe. Dari stasiun MRT Jurong East, kami menuju ke Marsiling. Dari
stasiun MRT Marsiling ini kami harus naik bus nomor 950 menuju ke Woodlands Check Point. Nah,
inilah pertama kalinya kami naik bus di Singapore. Kami pun mencari terminal pemberhentian bus
tersebut dan menemukan sebuah terminal di seberang stasiun MRT. Setelah menyeberang melalui
jembatan penyeberangan, kami pun tiba di terminal pemberhentian bus tersebut. Kami sempat agak
bingung karena ketika kami bertanya kepada seorang yang juga menunggu bus di situ, katanya kami
harus naik bus nomor lain untuk menuju ke Woodlands. Ternyata bus yang ditunjukkan orang tadi
sepertinya hanya berhenti di Woodlands, sedangkan bus no. 950 yang akan kami naiki akan
mengantar kami sampai ke Johor Baru (untung saja kami nggak naik bus yang salah hehe)
Road to Kuala Lumpur
Setelah menunggu beberapa saat, tampaklah
bus no. 950 ini dan kami pun segera naik.
Ternyata banyak juga orang yang naik di bus ini.
Setelah sampai di imigrasi Singapore, bus ini
berhenti dan semua penumpang bergegas naik
eskalator menuju ke bagian imigrasi.
Sebelumnya Vickie sempat memberitahu bahwa
semakin cepat sampai ke imigrasi, semakin
cepat pula kita bisa kembali ke bus untuk
kemudian berangkat ke Johor Baru. Jangan
sampai lah kita sampai ketinggalan bus dan
harus menunggu lama kedatangan bus
berikutnya. Bus yang dinaiki untuk ke Johor
Baru nanti juga tidak harus sama dengan bus
yang kita naiki dari Marsiling sebelumnya kok,
yang penting sama-sama nomor 950 .
Sesampainya di sana ternyata antrean di
imigrasi sudah cukup panjang. Beruntunglah
untuk warga Singapura karena untuk warga
dengan paspor Singapura ternyata ada jalur
khusus yang antreannya tentu tidak sepanjang
jalur antrean untuk all passport. Untunglah
proses di imigrasi ini juga cukup cepat. Kami
pun bergegas kembali untuk naik bus no.950
lagi untuk diantar ke Johor Baru (sekali lagi
harus cepat-cepatan naik bus ini karena
peminatnya banyak). Nah setelah sampai di
imigrasi Malaysia, kami segera turun dari bus
dan menuju bagian imigrasi. Sama seperti di
keimigrasian Singapura, kami pun mengantre
untuk proses imigrasi ini. Setelah beres
semuanya, kami pun berjalan menuju stasiun
kereta Johor Baru Sentral yang lokasinya dekat
sekali dengan keimigrasian Malaysia tadi. Nah,
setelah sampai di JB Sentral ini tenang sudah
rasanya. Kami tiba cukup awal, sekitar pk 22.30
waktu setempat (waktu di Singapore sama
dengan waktu di Johor Baru Malaysia).
Karena proses pemesanan tiket sudah kami
lakukan secara online di Indonesia beberapa
hari sebelumnya melalui website KTM online
(pembayarannya dengan credit card jugayang
sekali lagi kami pinjam dari kenalan kami hehe),
kami tidak perlu lagi ribet membeli tiket kereta.
Kereta yang akan kami tumpangi adalah kereta
api malam Senandung Sutera. Vickie juga sudah
bertanya ke bagian tiket dan memastikan
bahwa E-tiket yang sudah kami print dan kami
siapkan dari Indonesia tidak perlu lagi ditukar
dengan tiket.

E-Ticket KA Senandung Sutera
Awalnya kami berencana untuk numpang mandi di stasiun ini. Maklum lah, sudah sejak siang kami
berjalan berkeliling ke sana kemari dan bekas keringat yang mengering pun menempel di badan
kami. Seandainya bisa mandi tentu sangat menyegarkan. Vickie meminta saya menunggu di ruang
tunggu sementara dia mencari lokasi kamar mandinya. Setelah agak lama berkeliling, Vickie pun
kembali sambil senyum-senyum. Dia bercerita bahwa setelah berkeliling lama dan mencari tulisan
toilet, dia tidak bisa menemukannya. Namun, dia melihat papan penunjuk dengan gambar mirip
gambar yang biasa digunakan untuk petunjuk toilet, tetapi di situ bukan tertulis toilet melainkan
tandas. Setelah coba dicek, ternyata benar bahwa tandas itu adalah toilet....hahaha. Ya, ini sih
baru permulaan kami menemukan nama-nama unik dalam bahasa Melayu yang mungkin menurut
kita sebagai orang Indonesia, terasa lucu dan janggal . Sayangnya tandas di stasiun ini tidak bisa
dipakai mandi karena tidak ada shower atau bak mandinya, murni hanya toilet saja. Akhirnya kami
hanya membersihkan diri seperlunya dengan tissue basah lalu menunggu kedatangan kereta yang
akan membawa kami ke Kuala Lumpur.

Suasana stasiun kereta JB Sentral Upper bed di Kereta Senandung Sutera menuju KL
Sembari menunggu kereta datang, ada seorang
wanita berhijab yang duduk di samping saya
mengajak saya mengobrol. Kacaunya, dia
mengajak saya ngobrol dengan bahasa Melayu.
Untunglah dia segera sadar bahwa saya orang
Indonesia, mungkin dari cara bicara saya ya
hehe. Tapi tetap saja..dia mengajak bicara dan
bertanya dengan bahasa Melayu (ampun deh!)
Pokoknya bagi saya bahasa Melayu ini susah
dimengerti. Meskipun dibilang mirip dengan
bahasa Indonesia, tetap saja saya susah
mencerna pembicaraan dengan bahasa Melayu
ini. Menurut saya lebih baik berkomunikasi
dengan bahasa Inggris saja deh..haha.
Sekitar pk 23.45 kereta pun tiba. Kami segera
mengantre untuk pengecekan tiket sampai
akhirnya kami masuk ke dalam kereta sesuai
dengan gerbong yang tertera di tiket kami. Kami
memesan coach tipe ADNS, yaitu gerbong berisi
tempat tidur susun dengan model seperti
bangsal. Gerbongnya sama dengan gerbong
biasa kok, hanya saja kalau gerbong kereta api
biasanya diisi dengan kursi, untuk coach tipe ini
isinya adalah tempat tidur susun. Kalau mau sih
ada juga coach yang tipe VIP, jadi satu ruangan
berisi satu bunch bed (1 upper bed dan 1 lower
bed) serta dilengkapi kamar mandi dalam.
Saya dan Vickie memilih upper bed. Katanya sih
supaya nggak terganggu dengan orang yang lalu
lalang di gerbong. Tempat tidur di coach tipe
ADNS ini cukup nyaman. Walau tidak luas, tapi
cukup ruang untuk bisa tidur dengan leluasa
(asal nggak ekstrim-ekstrim amat posisi
tidurnya). Sayangnya di sini hanya disediakan
kain tipis sebagai selimut. Alhasil, saya yang
tadinya hanya mengenakan celana pendek
akhirnya memakai celana panjang saya juga
sebagai antisipasi kalau-kalau nanti kedinginan.
Dengan mengenakan jaket, celana panjang, dan
kaos kaki, saya pun bersiap untuk tidur
sementara kereta melaju menuju ke Kuala
Lumpur. Oh iya, soal barang bawaan tidak perlu
khawatir, masih ada ruang kok di tempat tidur
ini untuk tempat tas. Di sini juga disediakan
kantong untuk tempat sepatu. Selain itu, di
setiap tempat tidur juga dilengkapi dengan tirai,
jadi buat yang tidur suka ngiler atau bergaya
aneh-aneh nggak perlu khawatir jadi tontonan
khalayak umum . Jadilah malam hari pertama
kami di negeri asing ini kami lewatkan di dalam
kereta api Senandung Sutera rute Johor Baru-
Kuala Lumpur. Have a nice dream and good
rest, prepare for tomorrows new adventure!

Day 2~Sunday, 13 July 2014
Pagi-pagi sekitar pk 05.00 saya terbangun.
Sepertinya sudah alarm alami tubuh saya untuk
bangun pk 05.00 (kebiasaan persiapan
berangkat ke kantor). Setelah menyadari bahwa
kami masih cukup jauh dari tujuankarena
menurut jadwal kami seharusnya sampai di
Kuala Lumpur sekitar pk 07.00saya pun
memutuskan untuk kembali berbaring. Ternyata
celana panjang yang saya pakai cukup berguna
lho, saya jadi tidak merasa terlalu dingin.
Semalam tadi juga sebenarnya saya tidur cukup
nyenyak, tetapi sejak bangun saya jadi tidak
bisa tidur lagi. Saya merasakan ketika kereta
berhenti di stasiun-stasiun tertentu. Akhirnya
sekitar pk 06.00 saya kembali bangun dan
memutuskan untuk cuci muka dan gosok gigi.
Setelah itu saya merapikan barang-barang saya
dan kembali berbaring sambil melihat
pemandangan di luar jendela kecil di samping
tempat tidur saya. Sempat terdengar suara
dengkuran dari penumpang lain (saya tidak tahu
dari mana asalnya..jangan-jangan dari Vickie
sendiri di bed sebelah..hehehe). Saya pikir,
pulas sekali ya orang-orang ini. Tapi ada juga
beberapa orang yang sudah bangun dan mulai
berjalan-jalan di gerbong, ngobrol dengan
sesama temannya yang sudah bangun.
Kebanyakan orang berbicara dengan bahasa
Mandarin, jadi saya pun tidak tahu apa yang
mereka bicarakan sekalipun mereka berbincang
dengan suara agak keras.
Sekitar pukul tujuh pagi, ada pemberitahuan
melalui speaker bahwa kereta akan segera tiba
di stasiun KL Sentral. Saya pun bangkit dan
membuka tirai tempat tidur saya. Saya menoleh
ke samping dan melihat tirai tempat tidur Vickie
masih tertutup rapi. Wah, pasti masih tidur
pulas orang ini, pikir saya. Beberapa saat
kemudian, seorang petugas berkeliling dan
mengumumkan lagi bahwa kereta akan segera
tiba di stasiun terakhir. Berhubung tidak ada
tanda-tanda pergerakan dari bed Vickie, dengan
mengabaikan rasa sungkan, saya pun membuka
sedikit tirai tempat tidur Vickie itu dan
mengatakan bahwa kereta sudah hampir
sampai. Ternyata benar dia baru saja
terbangun. Akhirnya dia pun segera bangun dan
bersiap-siap untuk turun. Eh ternyata masih
banyak juga yang baru saja bangun..sepertinya
memang kereta api malam dengan model bed
ini sangat nyaman untuk perjalanan, siapa tahu
ya bisa jadi inspirasi untuk PT KAI .
KL Sentral Station
Setibanya kami di stasiun KL Sentral, kami pun
mencari tempat pembelian kartu Rapid Trans
(mirip MRT di Singapore). Setelah diberi
petunjuk dan mencari-cari, akhirnya kami pun
menemukan tempat pembelian kartu tsb. Kami
membeli kartu myRapid tersebut seharga MYR
10 plus top up sebesar MYR 10 (total pulsa
yang ada di dalam kartu sebesar MYR 15). Nah,
setelah itu kami pun bersiap untuk naik
monorail ke Stasiun Bukit Bintang. Memang ada
perubahan jadwal dari itinerary kami karena
kami takut terlambat ke datang ke gereja.
Setelah menemukan stasiun monorail, kami pun
menaiki monorail tersebut. Kami duduk santai
di dalam monorail sembari menikmati
pemandangan kota Kuala Lumpur yang dilewati
sepanjang jalur monorail. Berbeda dengan MRT
atau Rapid Trans, monorail ini melaju dengan
kecepatan rendah.


Foto my rapid KL (mirip EZ link card)
Stasiun Bukit Bintang yang menjadi tujuan kami seharusnya kami capai setelah melewati Stasiun
Hang Tuah dan Stasiun Imbi. Tanpa saya sadari, di Stasiun Hang Tuah, monorail ini ternyata berbalik
arah kembali ke KL Sentral! Vickie bilang, semua penumpang turun di Stasiun Hang Tuah kecuali
kami berdua. Saya sendiri malah tidak sadar. Memang kemudian monorail ini bergerak kembali ke
arah KL Sentral. Wah..ada something wrong, nih. Apakah seharusnya kami turun di stasiun tadi lalu
naik monorail lain menuju Bukit Bintang? Padahal di peta monorailnya terlihat bahwa seharusnya
monorail yang kami naiki tadi juga menuju ke Bukit Bintang. Saya pun bertanya kepada seorang
penumpang (seorang cicik-cicik yang baru saja selesai foto-foto selfie di dalam monorail). Saya
bertanya apakah monorail ini menuju ke Bukit Bintang. Dia menjawab, katanya kami naik monorail
yang salah, tapi sepertinya dia juga tidak terlalu tahu bagaimana menuju ke Bukit Bintang dengan
monorail. Akhirnya kami memutuskan untuk tetap berada di dalam monorail dan nanti akan turun di
stasiun Hang Tuah. Kami sempat turun dari monorail tadi dan melihat peta jalur monorail, kalau-
kalau kami naik monorail yang salah dari KL sentral tadi, tapi ternyata memang monorail yang kami
naiki sudah benar. Ya sudah, kami tunggu sampai di Hang Tuah lagi.
Sesampainya di stasiun Hang Tuah, ternyata benar,
semua penumpang turun dan sopir pun berpindah
posisi ke arah KL sentral lagi. Kami pun turun dari
monorail dan mencari papan petunjuk monorail
menuju Bukit Bintang. Setelah mengikuti papan
petunjuk itu, kami pun menunggu monorail menuju
Bukit Bintang di sisi seberang tempat kami berhenti
tadi (harapan kami sih begitu). Ternyata setelah Vickie
bertanya kepada seorang penumpang yang baru saja
datang dan menunggu monorail, tempat kami
menunggu pun akan membawa kami kembali ke KL
Sentral! Nah lho! Haha..akhirnya kami pun bertanya kepada petugas stasiun, dan ternyata oh
ternyata...jalur monorail dari Hang Tuah menuju Bukit Bintang sedang diperbaiki (Hang Tuah-Imbi-
Bukit Bintang). Jika ingin ke Bukit Bintang naik monorail, kami harus berjalan kaki menuju stasiun
Imbi lalu baru bisa naik monorail ke Bukit Bintang. Kami pun bergegas keluar dari stasiun Hang Tuah
dan menuju ke Stasiun Imbi yang sepertinya tidak jauh dari situ. Namun, karena sepertinya
nanggung juga kalau jalan kaki ke stasiun Imbi lalu naik monorail ke Bukit Bintang, kami memutuskan
untuk berjalan kaki menuju Bukit Bintang.
Dengan berbekal peta lokasi dari Google Map dan bertanya kepada beberapa orang sepanjang jalan,
kami pun sampai di Bukit Bintang. Nah, sekarang tinggal mencari lokasi hostel kami: Serenity Hostel.
Kami bahkan melewati gereja yang nantinya akan kami datangi untuk kebaktian. Vickie bilang,
seharusnya hostel kami tidak jauh dari situ. Setelah berjalan cukup lama dan bertanya ke sana sini,
kami pun menemukan alamat hostel tersebut (saya sih hanya mengikuti Vickie saja, karena seperti
sudah saya sebutkan, saya agak buta arah soal jalan hehe). Vickie mengingat alamat hostel itu ada di
daerah Changkat, Bukit Bintang, nomor 60. Namun, ternyata di alamat tersebut tidak terdapat
Serenity hostel. Kami pun terus berjalan sampai akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat
sebentar sambil Vickie mengecek peta dan alamat Serenity Hostel tersebut. Betapa terkejutnya kami
karena ternyata alamatnya bukan nomor 60, melainkan nomor 20..hahaha. Saya langsung tertunduk
lemas. Saya sudah tidak merasa kesal atau marah karena salah alamat itu...sepertinya karena lelah
berjalan jadi sudah tidak ada lagi energi untuk marah atau kesal, malah bisa bikin tambah capek saja
hehehe. Vickie pun menyemangati saya untuk meneruskan perjalanan kembali mencari si Serenity
Hostel ini dan finally...kami pun berhasil menemukannya.


Sesampainya di Serenity Hostel, kami
bermaksud untuk menitipkan barang dan
numpang mandi sebelum kami ke gereja. Waktu
itu sudah sangat mepet dengan jadwal
kebaktian, jadi ya sudah bisa dipastikan kami
terlambat datang ke kebaktian nanti. Tapi ya
sudah lah, mau gimana lagi. Setelah Vickie
bernegoisasi dengan si pengurus hostel, kami
pun diizinkan untuk numpang mandi dan
menitipkan barang-barang kami, meskipun kami
belum bisa check in karena jadwal check in nya
adalah pukul satu siang. Kami pun segera mandi
dan bersiap untuk pergi ke gereja yang kami
lewati tadi. Untunglah lokasi gereja itu dekat
dengan hostel kami. Dengan berjalan kaki, kami
pun menuju ke gereja. Dalam perjalanan
menuju gereja, saya akui mood saya agak jelek,
mungkin pengaruh capek juga berjalan tadi dan
karena sudah tahu akan terlambat datang
kebaktian. Di situ Vickie sempat menyindir,
katanya saya tidak cocok berwisata ala
backpacker. Dalam hati saya kesal juga..ya
gimana lagi, orang memang capek juga, dan
entah kenapa sejak pagi napas saya juga tidak
bisa los, seperti tertahan begitu, makanya saya
juga tidak bisa jalan cepat-cepat mengimbangi
dia.
Akhirnya kami pun tiba di gereja. Rupanya
bukan kami saja yang baru saja datang, padahal
kami sudah terlambat setengah jam dari jadwal
kebaktian. Namun, kami tetap diizinkan masuk.
Ini pertama kalinya saya mengikuti kebaktian di
gereja Kristen. Memang sangat berbeda ya
dengan perayaan ekaristi dalam gereja Katolik
yang saya ikuti setiap Minggu yang sarat
dengan ritual dan tata perayaan liturgi yang
baku. Di sini kebaktian berlangsung dengan
bahasa Inggris (untunglah, bukan bahasa
Melayu hehehe). Nah, waktu pertama kali
datang, kami disambut oleh seorang usher. Dia
menanyakan apakah kami baru pertama kali
datang ke gereja itu dan saya mengiyakan.
Kemudian kami diminta untuk mengisi formulir,
mungkin setiap orang yang baru pertama kali
datang memang diminta mengisi formulir
tersebut (saya memberikan form itu kepada
Vickie supaya dia saja yang mengisi ).
Puji Tuhan setelah tiba di gereja, mood saya
pun membaik (memang saya sering berubah-
ubah mood sih hehehe) Kami pun mengikuti
kebaktian yang berlangsung: mendengarkan
khotbah, berdoa, dan menyanyikan pujian.
Seusai kebaktian, kami didatangi lagi oleh usher
yang menyambut kami. Kami pun diantar untuk
menuju kafetaria. Di situ kami dipertemukan
dengan beberapa orang yang juga baru
pertama kali datang ke gereja itu. Ada seorang
pemuda keturunan India dan seorang gadis
keturunan Tionghoa bersama ibunya. Pemuda
keturunan India ini pindah ke Kuala Lumpur
untuk bekerja, sedangkan gadis keturunan
Tionghoa tadi ternyata warga Singapore yang
kebetulan sering berkunjung ke Malaysia untuk
urusan pekerjaan. Selanjutnya kami
dipertemukan dengan seorang Om,
kemungkinan seorang pengurus gereja. Dia
menanyakan beberapa hal tentang biodata
kami seperti nama, asal, pekerjaan, dan apa
yang kami lakukan di Bukit Bintang. Karena saya
dan Vickie ini cuma turis, kami hanya diberi
sedikit info tentang tempat wisata di Kuala
Lumpur, sedangkan dua orang lainnya diberi
informasi mengenai kegiatan-kegiatan gereja di
luar kebaktian. Kami disuguhi segelas kopi
panas (benar-benar panas lho), lumayan juga
untuk sedikit melepas dahaga. Akhirnya setelah
berbincang sebentar dan sempat berfoto
bersama, kami pun pulang ke tempat masing-
masing. Saya dan Vickie yang belum sarapan
sejak pagi pun berjalan menuju Pecinan di
daerah Alor untuk mencari sarapan .

Foto dengan jemaat gereja Baptist Church, KL Suasana Pecinan (Alor) siang hari
Pada siang hari, di pinggir jalan sepanjang Alor banyak restoran menawarkan masakannya. Setelah
melewati beberapa rumah makan, kami pun menjatuhkan pilihan pada sebuah kedai yang
menyediakan layanan prasmanan. Jadi kami bisa memilh sendiri menu yang akan kami makan. Di
situ terdapat berbagai macam pilihan makanan. Kami pun mulai memilih sendiri menu kami. Seperti
halnya restoran Chinese food di Singapura, restoran di sini juga tidak segan menawarkan masakan
berbahan dasar daging babi. Banyak juga ragam masakan dari daging babi ini, seperti babi kecap,
babi goreng, baikut, dan lain-lain jenis masakan yang saya tidak tahu namanya . Saya memilih
menu ca sawi, babi goreng tepung, dan babi kecap. Menu makanan Vickie pun sepertinya tidak jauh
beda...masih berkutat di seputar daging babi juga hehehe. Harga makanan ini per porsi nya MYR 8,
cukup murah dibandingkan dengan harga makanan di Singapore. Untuk minumannya, Vickie
membeli air mineral di Circle K yang berada tidak jauh dari tempat kami makan. Harga air mineral
botol pun jauh lebih murah daripada di Singapura, yaitu MYR 2 untuk 1 liter air mineral. Kami pun
menikmati makanan kami sambil bersantai sejenak. Di situ saya juga dinasihati untuk mengenakan
penutup telinga jika merasa dingin. Kemungkinan sesak napas yang saya alami itu juga efek dari
kedinginan. Oke, noted deh nasihat dari pak senior backpacker travelling, bisa dipraktikkan buat next
trip .

Menu Makan Siang di Alor Street
Setelah mengenyangkan perut dengan masakan
ala Chinese, kami pun kembali ke hotel sekalian
untuk check in. Petugas hostel itu menunjukkan
lokasi kamar mandi, toilet, dapur dan kamar
kami. Ternyata air mineral di hostel ini tidak
gratis . Setelah check in, kami pun bersantai
sejenak. Vickie juga punya kesempatan untuk
mengisi baterai kameranya untuk persiapan di
Batu Caves dan Petronas Tower nanti. Sekitar
pk 14.00 kami bersiap untuk berangkat ke Batu
Caves. Vickie menanyakan kepada penjaga
hostel mengenai transportasi yang bisa
digunakan menuju Batu Caves. Petugas hostel
itu menyarankan untuk naik bus menuju ke
Pasar Seni kemudian naik bus lagi menuju ke
Batu Caves. Rute ini berbeda dengan rencana
kami untuk naik monorail dari Bukit Bintang
menuju Titiwangsa kemudian naik bus ke Batu
Caves. Kami pun mencoba mengikuti saran dari
petugas hostel. Setelah berjalan menuju tempat
perhentian bus, kami naik bus untuk menuju ke
Pasar Seni. Di sini saya sempat melakukan
kesalahan bodoh hahaha.. Karena terbiasa scan
kartu ketika naik bus, saya kira untuk naik bus
ini pun kami harus scan kartu. Saya memang
tidak melihat orang-orang yang naik sebelum
saya scan kartu atau tidak. Nah, saya pun
menanyakan kepada Vickie kenapa dia tidak
menyecan kartunya. Ternyata waktu Vickie
bermaksud untuk menyecan kartu, sopir bus
tersebut mengatakan bahwa tidak perlu scan
kartu karena ternyata bus yang kami naiki itu
free of charge. Wow, enak juga ya, ada fasilitas
bus gratis begini. Pantas saja penumpangnya
pun berjibun. Sepertinya Vickie agak kesal
karena kami terlihat seperti orang bingung di
bus tadi. Dia pun berpesan, Lain kali dilihat
dulu penumpang yang lain gimana, jangan
kelihatan kaya orang bingung. Iya deh....
Setelah tiba di Pasar Seni kami pun turun. Dari
situ seharusnya kami naik bus lagi menuju Batu
Caves. Ternyata setelah bertanya kepada
seseorang, untuk ke Batu Caves kami
seharusnya tidak berhenti di tempat tadi, tetapi
di dekat gedung HSBC. Jadilah kami berjalan lagi
ke dekat HSBC. Di situ banyak bus yang lewat,
dan akhirnya ada bus bertuliskan Pinggiran
Batu Cave. Kami pun menaiki bus tersebtu.
Ternyata bus itu tidak bisa membawa kami ke
Batu Caves, hanya ke daerah pinggirnya saja.
Untuk ke Batu Caves sendiri kami harus naik
bus lagi (Rapid KL Bus) menuju ke sana. Oke
lah...namanya juga sudah terlanjur, yang
penting kami bisa sampai ke Batu Caves. Bus
yang kami tumpangi ini tidak jauh beda dengan
bus-bus di Indonesia. Armada busnya yang
sudah tidak muda lagi, bus yang sering ngetem
sesuka hati, jalan yang macet...rasanya benar-
benar seperti di Indonesia. Bahkan saya sempat
mengambil gambar yang tampak seperti
kemacetan di daerah Johar, Semarang hehehe.
Oh iya, untuk ongkos bus (metro bus) ini kami
membayar cash, per orang sebesar MYR 2.
Perjalanan kami ke Batu Caves terkendala oleh
macet. Benar-benar deh...ternyata di Malaysia
macet juga sepertinya jadi makanan sehari-hari.
Saya pun memutuskan untuk tidur saja sembari
menunggu bus sampai di pemberhentian nanti.
Akhirnya sekitar pk 15.00 kami tiba di
pemberhentian bus untuk selanjutnya naik
Rapid KL menuju ke Batu Caves. Sekali lagi di
sini kami diminta untuk bersabar. Rapid KL yang
seharusnya kami naiki memang sudah ada dan
mesinnya pun menyala...yang kurang hanya
sopirnya! Kami menunggu cukup lama sampai
Rapid KL dengan nomor armada yang sama
datang. Mungkin memang Rapid KL ini akan
berangkat setelah armada yang lain datang.
Benarlah, setelah sekitar setengah jam menanti,
akhirnya kami pun berangkat menuju Batu
Caves. Vickie sudah sempat uring-uringan
karena para petugas Rapid KL itu tampak santai-
santai saja membaca koran dan main catur
sementara penumpang menunggu tanpa
kepastian hehe. Ini juga nih yang membuat
jadwal kami kacau. Jam empat sore kami baru
sampai di Batu Caves, padahal seharusnya jam
4 kami sudah kembali ke KLCC untuk foto-foto
dengan background Petronas Tower .

Patung Dewa Murugan setinggi 140 kaki Di dalam gua Batu Caves setelah naik 272 anak tangga
Finally, tiba juga kami di Batu Caves. Dari
gerbang masuk sudah tampak patung Dewa
Wisnu yang menjulang tinggi. Kami sudah
sepakat untuk cepat saja di sini. Kami pun mulai
menaiki anak tangga menuju ke gua tempat
kuil-kuil pemujaan agama Hindu. Ternyata
setelah tiba di atas, masih ada lagi anak tangga
menuju ke tempat kuil pemujaan yang lain.
Kami hanya foto-foto saja di sini dan tidak
masuk ke kuil-kuil atau tempat pemujaan di
situ. Setelah selesai berfoto-foto ria, kami pun
bergegas menuruni kembali anak tangga itu
agar tidak terlalu sore sampai di Petronas
Tower, karena menurut Vickie, Petronas Tower
itu bagus dijadikan background foto ketika
langit masih terang.
Dari Batu Caves kami berjalan menuju
pemberhentian bus untuk naik bus jurusan
Chow Kit. Setibanya di stasiun Chow Kit, kami
bermaksud naik monorail menuju Bukit Nanas
untuk kemudian jalan kaki ke KLCC. Di sini kami
men-top up kartu rapid KL kami sebesar MYR 10
(minimum jumlah top up). Sebetulnya sayang
juga sih, karena setelah itu ternyata kami tidak
menggunakan kartu rapid KL lagi (masih sisa
saldonya nih hehehe). Nah, waktu kami
menyecan kartu kami, berkali-kali kami coba
kok tidak bisa juga. Memang sih sejak naik bus
pun, kartu rapid KL ini seperti agak susah
terdeteksi (tidak seperti EZ link card yang
mudah sekali terdeteksi). Kami pun bertanya
kepada petugas di stasiun monorail tersebut.
Waktu itu beliau menanyakan sesuatu dengan
bahasa Melayu, ...yasldfafhlfj@#$%&*#@...
bas? Apa sih maksudnya?? Setelah berusaha
mencerna, saya baru bisa menangkap kalau
ternyata beliau bertanya yang intinya, Apakah
tadi kartu ini dipakai untuk naik bus? Saya pun
mengiyakan. Setelah disetting sesuatu, akhirnya
kartu kami baru berhasil di-scan untuk
membuka pintu menuju ruang tunggu monorail.
Aih, ada-ada saja deh kejadian di Kuala Lumpur
ini...

Uniknya bahasa Melayu bagi orang Indonesia
Kami pun naik monorail menuju stasiun Bukit Nanas. Dari situ kami berjalan kaki menuju KLCC dan
memulai foto session dengan background Petronas Tower dan sekitarnya . Sayangnya karena
sudah terlalu sore, kami tidak sempat masuk ke Petrosains dan juga tidak sempat naik sampai
jembatan penghubung antara Petronas Tower. Namun demikian, kami menyempatkan diri masuk ke
mall Suria KLCC dan menginjakkan kaki sebentar ke dalam menara Petronas. Setelah itu kami
melanjutkan menuju Petaling Street (Chinatown) dengan menggunakan LRT (Light Rail Transit).

Background Petronas Tower dan sekitarnya Foto inside Mall Suria KLCC

Kami berhenti di stasiun Pasar Seni lalu berjalan menuju Petaling Street. Di sini suasananya mirip
dengan pasar malam di Pecinan (kalau di Semarang ada Pasar Semawis). Kami membeli minuman
sari kedelai seharga MYR 1.2 per gelas. Sembari menikmati sari kedelai nan segar tadi, kami pun
berjalan sepanjang Petaling street ini sembari melihat-lihat jajanan dan barang-barang yang dijual di
sana. Tadinya kami berencana makan malam di sini, tetapi rencana kami berubah. Di sini kami
membeli burger ayam dan telur untuk bekal sarapan kami besok pagi di Singapura. Vickie bertanya
kepada seorang penjual tentang arah ke pasar rakyat dan penjual tadi pun memberikan penjelasan
dengan bahasa Melayu. Jujur saja saya sih tidak paham apa yang dikatakannya, tapi untunglah Vickie
ini bisa mengerti maksud perkataan Tante ini. Kami pun berjalan menuju Pasar Rakyat dan membeli
oleh-oleh di situ. Seperti kebanyakan orang, kami pun membeli gantungan kunci sebagai oleh-oleh
(murah meriah sih hehe). Vickie juga sempat membeli hiasan magnet dengan gambar tempat wisata
di Malaysia. Sayangnya di Pasar Rakyat ini harganya sudah pas, tidak bisa tawar-tawaran lagi, jadi
gagal deh mengaplikasikan ilmu tawar-menawar khas ibu-ibu hehehe . Setelah puas belanja oleh-
oleh, kami pun kembali ke Bukit Bintang.

Suasana Petaling Street malam hari
Akhirnya kami memutuskan untuk makan
malam di Alor (lagi). Ternyata suasana malam
hari jauh berbeda dengan siang tadi. pada
malam hari, sepanjang jalan Alor dipenuhi
dengan meja dan kursi untuk para pengunjung
restoran. Kami pun memilih sebuah kedai dan
memesan makanan di situ (coba-coba saja, toh
juga nggak tahu yang mana yang enak hehehe).
Kami memesan sayur kaylan yang digoreng
garing dengan tambahan sedikit kuah serta
daging babi lagi sebagai lauknya. Untuk
minumannya...sekali lagi Vickie membelikan air
mineral botol satu liter di Circle K seperti yang
kami beli tadi pagi .
Kami tidak bisa berlama-lama di situ karena
harus mengejar jadwal keberangkatan bus
menuju Singapura. Setelah makan, kami pun
bergegas kembali ke hostel. Di sepanjang jalan
yang penuh dengan cafe-cafe, tampak orang
sudah mulai ramai berdatangan. Maklum lah,
malam ini kan bertepatan dengan final World
Cup 2014 antara Jerman vs Argentina. Sayang
sekali kami terpaksa melewatkan pertandingan
itu karena jadwalnya bertepatan dengan jadwal
perjalanan bus kami menuju Singapura. Setelah
tiba di hotel, kami pun cepat-cepat mandi dan
berkemas. Karena waktu itu sudah sekitar pk
22.00, kami memutuskan untuk naik taksi
menuju ke Terminal Bersepadu Selatan. Setelah
bertanya kepada petugas hostel, kami
diberitahu kira-kira ongkos taksi menuju
terminal adalah MYR 25. Angka itu pun menjadi
patokan ketika Vickie menawar ongkos taksi.
Setelah deal dengan ongkos MYR 25 menuju
TBS, kami pun berangkat. Sepanjang perjalanan,
sopir taksi yang ramah ini mengajak kami
ngobrol. Vickie yang antusias menanggapi
dengan sok-sok bergaya bahasa Melayu..ada-
ada saja haha. Saya memilih untuk diam
daripada malah merusak suasana, maklum lah
saya tidak pandai berakting seperti Vickie
Akhirnya kami pun tiba di terminal. Setelah
menunjukkan tiket kepada petugas, kami pun
masuk ke ruang tunggu dan menanti bus
Konsortium yang akan membawa kami ke
Singapura. Sekitar pk 24.00 bus pun datang.
Kami segera duduk di belakang sopir sesuai
tempat duduk yang sudah kami pesan secara
online di Indonesia sebelumnya. Saya pun mulai
memejamkan mata sementara bus melaju
kencang membawa kami kembali ke Negeri
Singa .



Ruang tunggu di Terminal Bersepadu Selatan Suasana di Terminal Bersepadu Selatan

Tiket bus Konsortium Bus Konsortium KL-Singapore

Day 3 ~ Monday, 14 July 2014
Sekitar pk 04.00 saya dibangunkan oleh Vickie
untuk segera menuju imigrasi Malaysia. Tidak
terasa kami sudah sampai di Johor Baru lagi.
Setelah melewati imigrasi Malaysia, kami segera
kembali ke bus dan menuju ke Woodland
Checkpoint untuk mengurus imigrasi Singapore.
Ketika sudah mengantre dan akhirnya tiba di
depan petugas, saya baru diberitahu bahwa
ternyata kami harus mengisi lagi form
embarkasi hahaha. Akhirnya jadilah saya dan
Vickie mengisi lagi form embarkasi itu. Setelah
selesai mengisi, kami pun kembali mengantre.
Seusai proses di imigrasi, kami pun kembali lagi
ke bus yang sudah menunggu di tempat
pemberhentian bus. Dari situ kami diantar
sampai ke Golden Mile Complex, tempat
pemberhentian terakhir bus Konsortium
(sepertinya juga tempat pemberhentian
terakhir untuk bus-bus dari KL ke Singapore
lainnya). Kami tiba sekitar pk 04.30, masih
sangat pagi. Langit pun masih gelap..ya iya
lah..di sini langit baru mulai terang sekitar pukul
tujuh. Karena sarana transportasi umum di
Singapore (kecuali taksi) baru mulai beroperasi
sekitar pk 06.00, kami pun harus menunggu di
situ. Vickie sempat pergi sebentar melihat-lihat
sekitar. Ternyata dia pergi ke kafetaria di dekat
situ dan sempat menyaksikan akhir
pertandingan final World Cup 2014 (katanya
mau pergi sebentar eh ternyata pergi
nonton..gak ngajak-ngajak haha). Setelah
menunggu cukup lama, kami pun berjalan
menuju tempat pemberhentian bus dan
menunggu bus yang akan membawa kami ke
Chinatown. Dua bus lewat dan tidak ada yang
menuju ke Chinatown. Kami pun curiga dan
mengecek kembali jalur bus yang lewat terminal
tersebut. Ternyata...memang tidak ada bus
menuju Chinatown yang lewat pemberhentian
bus itu..hahaha. Kami pun memutuskan untuk
berjalan kaki menuju stasiun MRT terdekat,
yaitu stasiun Nicoll Highway. Dari situ kami naik
MRT menuju ke Chinatown (sempat change
jalur MRT juga di stasiun Promenade). Stasiun
MRT Chinatown ini mungkin salah satu stasiun
MRT terbesar yang pernah kami temui.
Setibanya di stasiun ini, kami mengikuti papan
penunjuk menuju ke hostel kami, Beary Nice
Hostel di Smith Street. Tidak sulit menemukan
Smith Street setelah kami mengecek peta.
Namun demikian, kami tidak serta merta
menuju ke hostel. Kami sempat mampir di
Seven-Eleven untuk membeli Sim Card, tetapi
ternyata mereka tidak menjualnya. Sayang
sekali pelayanan di Seven-Eleven ini kurang
memuaskan. Pelayannya sama sekali tidak
ramah!

Vickie yang tidak bisa tidur sepanjang perjalanan dari Kuala
Lumpur ke Singapura tampak mengantuk dan kelelahan. Kami pun
memutuskan untuk bersantai sejenak di Smith street. Di sepanjang
Smith Street (dan juga jalan lain di Pecinan) telah dipenuhi dengan
meja dan kursi yang ramai digunakan pengunjung ketika malam
hari. Kami bersantai sejenak di situ sambil menikmati burger yang
kami beli di Petaling Street kemarin malam . Sayangnya rasanya
kurang sip..saya kira burger ayam ini menggunakan daging ayam
filet, ternyata isinya abon ayam dan telur dadar hahaha. Ya
setidaknya cukup lah untuk mengganjal perut kami.
Sekitar satu jam kami bersantai di situ. Di Chinatown ini ada free
wifi selama lima belas menit dengan login terlebih dahulu
menggunakan nomor handphone. Saya sempat sih menggunakan
fasilitas ini, hanya untuk sekedar membuka facebook dan whatsapp
sebentar. Setelah merasa cukup beristirahat, kami pun melanjutkan
perjalanan ke Beary Nice Hostel yang mestinya tidak jauh dari situ. Ketika melewati Smith Street ini
kami tidak melihat pintu masuk Beary Nice Hostel. Ternyata setelah dilihat lagi, Beary Nice ini ada di
lantai atas dengan pintu masuknya berada di sebelah sebuah rumah makan. Kami pun naik dan
masuk ke Beary Nice Hostel tersebut.

Beary Nice Hostel
Pelayanan di Beary Nice Hostel ini menurut saya lebih baik daripada Serenity Hostel. Kami tidak perlu
negoisasi atau membujuk petugas hostel untuk diizinkan menggunakan kamar mandi dan
menitipkan barang-barang kami. Bahkan kami ditawari untuk breakfast (padahal seharusnya hari itu
Ngantuk karena nggak bisa tidur
selama di bus KL-Singapore

kami belum mendapatkan fasilitas breakfast). Di situ saya sekalian mengisi form check in sekaligus
menyerahkan uang jaminan sebesar SGD 15 per orang. Meskipun belum bisa masuk ke kamar
karena bed kami masih digunakan orang lain yang belum check out, kami diizinkan menggunakan
fasilitas-fasilitas yang ada di situ, termasuk free wifi. Dengan ramah, petugas hostel ini juga
menunjukkan kepada saya tempat mesin cuci yang bisa digunakan apabila saya memerlukannya.

Kuitansi uang jaminan SGD 15 per orang Voucher Beary Nice Hostel!
Kami sempat bersantai sejenak di hostel sambil menonton film Frozen yang tengah diputar di televisi
waktu itu. Sementara Vickie mengupload beberapa fotonya ke Facebook, saya mandi lebih dulu lalu
kembali duduk santai menyaksikan film tadi. Setelah Vickie selesai bersiap-siap, kami pun berangkat
menuju ke Singapore National Museum. Dari Chinatown, kami naik MRT menuju stasiun Dhobby
Ghaut. Oh iya, sempat ada kejadian lucu lho di stasiun MRT Chinatown ini Karena stasiun MRT
Chinatown ini sangat luas, kami sempat bingung bagaimana menuju MRT rute Dhobby Ghout. Ketika
kami sudah masuk melewati mesin scan card, kami malah kebingungan lalu akhirnya keluar lagi.
Ternyata jalur yang kami lalui tadi sudah benar dan kami hanya perlu turun ke lantai bawah dengan
eskalator (yang tidak kami lihat sebelumnya). Akhirnya kami pun masuk lagi melewati mesin scan
kartu hahaha. Jadinya saldo di kartu kami sempat terpotong sebesar SGD 0.8 hanya karena kami
salah jalan menuju ruang tunggu MRT .

Singapore National Museum & Singapore Art Museum
Dari stasiun MRT Dhobby Ghout, kami berjalan kaki menuju ke Singapore National Museum. Dengan
berbekal peta, kami akhirnya berhasil sampai di Singapore National Museum. Dari informasi yang
kami peroleh sebelumnya, untuk masuk dan menyaksikan isi dari museum ini, kami harus membayar
tiket masuk sebesar sekitar SGD 10 per orang.

Setibanya di Singapore National Museum, kami
sempat berfoto di depan gedung museum
tersebut. Gedung museum ini tampak seperti
gedung-gedung pemerintahan tempo dulu. Di
halamannya terdapat balok-balok tulisan yang
membentuk kata masak (entah apa artinya).
Kami pun masuk ke dalam gedung museum ini.
Vickie sempat agak malas masuk ke dalam, tapi
saya sebenarnya ingin melihat isi museum itu.
Ya masa sudah sampai di sini kita hanya foto-
foto di luar museum saja. Bayangan saya sih
museum ini seperti Museum Ronggowarsito
yang ada di Semarang, isinya sangat beragam
dan sangat informatif. Karena itu saya pun
membujuk Vickie untuk masuk ke dalam dan
kalau perlu membayar tiket masuk pun tidak
masalah (sebenarnya masalah utamanya berat
di ongkos sih hehehe). Setelah masuk ke dalam,
pemikiran saya tadi pun berubah. Ketika masuk
dan melihat list benda yang dipamerkan di
setiap lantai museum, saya jadi tidak lagi
merasa tertarik karena ternyata museum ini
banyak berisi lukisan dan foto. Saya yang bukan
penikmat lukisan jujur saja merasa sayang
mengeluarkan uang SGD 10 hanya untuk
melihat-lihat foto dan lukisan. Akhirnya kami
putuskan untuk berkeliling di lantai dasar saja.
Setelah puas berfoto di sini, kami pun lanjut ke
tempat tujuan berikutnya, yaitu Singapore Art
Museum. Nah, kalau yang satu ini, saya sudah
bilang bahwa saya kurang tertarik masuk ke
dalam. Selain karena harus membayar tiket
masuk (sekitar SGD 10 per orang juga), seperti
yang saya sampaikan tadi, saya bukan pecinta
foto atau lukisan, sementara dari informasi
yang saya peroleh melalui websitenya,
Singapore Art Museum ini berisi pameran foto
dan lukisan. Akhirnya jadilah kami hanya
berfoto di luar gedung museum seni tersebut.
Dari Singapore Art Museum, menurut itinerary
kami seharusnya kami kembali ke hostel lalu
kemudian menuju ke Orchard Road. Karena
lokasi Orchard berdekatan dengan lokasi kami
saat itu, rasanya nanggung juga kalau kembali
ke hostel lalu nanti balik lagi ke sini. Akhirnya
kami putuskan untuk langsung lanjut jalan-jalan
ke Orchard. Kami pun berjalan kaki dari
Singapore Art Museum tadi menuju ke Orchard
Road. Dalam perjalanan menuju Orchard, kami
sempat juga berfoto di depan School of Art
Singapore (SOTA).
Di Singapore ini banyak sekali bangunan yang
bentuknya unik. Jadi tidak bosan rasanya
melihat bentuk-bentuk bangunan di sini. Ini
juga yang mungkin menjadi alasan kuat
Singapura bisa menjadi tempat wisata kota
yang sangat menarik.

Orchard Road
Kami pun berjalan menyusuri Orchard Road.
Ternyata yang namanya Orchard Road itu
panjang juga ya hehe. Kami berencana untuk
menuju ke Lucky Plaza karena saya mau
membeli simcard untuk berkomunikasi dengan
Vina yang berangkat dari Semarang, serta
mencari Uncle Ice Cream yang sering disebut-
sebut para wisatawan Singapore ketika
berkunjung ke Orchard. Vickie sendiri sudah
ngidam sejak dari Indonesia. Bahkan sepertinya
buat dia yang penting bisa mencicipi Uncle Ice
Cream ini, terserah deh makan siangnya mau
apa. Apapun makannya, yang penting harus
makan Uncle Ice Cream . Vickie sempat putus
asa karena mengira hari itu sang pedagang
Uncle Ice Cream tidak berjualan. Lalu saya
bilang, sepertinya Uncle Ice Cream itu dijual di
dekat Lucky Plaza. Jadilah kami semakin
bersemangat untuk menuju Lucky Plaza.
Sepanjang Orchard Road ini banyak sekali mall
dan counter-counter merek ternama. Oh iya,
salah satu hal yang sangat mengesankan dan
menyenangkan bagi saya selama berwisata di
Singapore ini adalah betapa ramahnya kota ini
kepada para pejalan kaki. Hampir di setiap jalan
raya ada lampu khusus untuk pejalan kaki yang
dilengkapi dengan tombol untuk menyalakan
lampu hijau. Jika lampu penyeberangan itu
berwarna hijau artinya para pejalan kaki boleh
menyeberang. Sebaliknya, ketika lampu
berwarna merah, pejalan kaki tidak boleh
menyeberang. Selain itu, setiap kendaraan
benar-benar menghormati penyeberang yang
melalui zebra cross. Jika ada pejalan kaki yang
hendak menyeberang melalui zebra cross,
kendaraan akan memperlambat lajunya dan
mempersilakan pejalan kaki untuk
menyeberang lebih dahulu. Hal ini sangat
berkesan buat saya, karena di Indonesia
kenyataan yang terjadi kontras sekali. Saya jadi
ingat kata-kata Tante saya yang sempat
berkunjung ke Indonesia dari Belanda. Beliau
waktu itu berkata, Percuma saja di Indonesia
dikasih zebra cross kalau mobil-mobil dan
kendaraan lain nggak mau ngalah sama pejalan
kaki,. Sayangnya, kenyataannya itulah yang
terjadi di Indonesia. Bahkan mungkin bagi kita,
hal itu sudah menjadi sesuatu yang wajar.
Ketika akan menyeberang, walaupun sudah
lewat zebra cross, bukan kendaraan yang
mengalah pada pejalan kaki melainkan pejalan
kaki yang harus mengalah pada kendaraan-
kendaraan yang melaju kencang. Sungguh suatu
hal yang sangat disayangkan menurut saya.
Saya membayangkan jika orang-orang di
Singapura ini berkunjung ke Indonesia dan
menyeberang lewat zebra cross...kira-kira
bagaimana pendapat mereka, ya?


Foto-foto di sepanjang Orchard Road
Setelah berjalan cukup lama, kami pun tiba di Lucky Plaza. Waktu itu tampak sang kakek penjual
Uncle Ice Cream sedang mempersiapkan dagangannya di dekat Lucky Plaza. Sepertinya beliau juga
baru saja sampai di situ. Kakek dan nenek penjual Uncle Ice Cream itu menggunakan kereta mini
dengan tulisan merek Walls, mirip dengan gerobak es krim Walls yang digunakan di Indonesia.
Karena kami merasa sepertinya persiapan kakek ini masih agak lama sebelum kami bisa membeli es
krim yang terkenal itu, kami pun memilih untuk masuk ke Lucky Plaza terlebih dahulu. Kami segera
menuju ke Seven-Eleven untuk membeli simcard, tapi ternyata stok di situ sudah habis. Kami pun
disarankan untuk membeli di counter handphone di dekat situ, tetapi ternyata setelah kami cek
harga di counter itu mahal sekali..SGD 28 untuk simcard operator Starhub. Kami pun mencoba naik
ke lantai dua dan melihat counter handphone lagi. Di situ saya membeli simcard Starhub seharga
SGD 18 dengan fasilitas internet 1GB plus pulsa untuk telpon dan SMS.
Setelah itu kami berkeliling Lucky Plaza
sebentar sambil melihat-lihat barang-barang
yang dijual di sana. Ternyata isinya ya nggak
jauh-jauh beda lah dengan plaza-plaza di
Indonesia. Pakaian, makanan, produk-produk
rumah tangga, alat elektronik..mungkin ya yang
namanya plaza memang seperti itu saja hehehe.
Karena tidak berencana membeli sesuatu, kami
pun hanya melewati toko-toko tersebut.
Setelah itu kami berencana untuk membeli
Uncle Ice Cream yang kami harapkan sudah
selesai persiapannya. Ternyata...setelah kami
kembali pun, si kakek dan nenek tadi masih
belum selesai bersiap-siap. Akhirnya kami
memutuskan untuk membeli minuman di Lucky
Plaza. Kami membeli Lemon and Barley ice
seharga SGD 1.2 per gelas. Untuk membeli
minum ini saja kami harus mengantre
lho..mungkin karena dibandingkan yang lain,
counter ini yang harga minumannya lumayan
murah. Minuman ini lumayan enak juga kok dan
cukup lah untuk mengobati rasa haus kami.
Setelah membeli minuman tadi, kami pun
kembali ke dekat kakek penjual Uncle Ice
Cream. Kali ini ternyata beliau sudah mulai
melayani pembeli. Ketika kami datang, antrean
sudah terbentuk. Rupanya sejak tadi pun sudah
banyak orang yang menanti untuk bisa membeli
Uncle Ice Cream ini. Kami pun ikut mengantre.
Nah, dalam bayangan kami yang namanya Uncle
Ice Cream ini hanya ada satu macam rasa saja.
Eh ternyata...pilihan rasanya ada banyak, mulai
dari vanilla, coklat, termasuk rasa buah-buahan.
Vickie memilih membeli es krim rasa coklat
sedangkan saya memilih rasa blueberry. Harga
Uncle Ice Cream ini SGD 1.2 per potongnya.
Rupanya si opa ini sudah punya stok es krim
balok dengan berbagai rasa. Ketika ada yang
membeli, beliau tinggal memotong es krim
balok itu dengan ketebalan tertentu lalu
menyelimuti es krim balok tersebut dengan roti
tawar yang berwarna-warni.


The famous Orchard Uncle Ice Cream
Saya dan Vickie pun mulai menikmati Uncle Ice Cream yang terkenal itu di tempat duduk di dekat
situ. Bersama kami, banyak juga pembeli es krim yang langsung menikmati es krimnya sambil duduk-
duduk di situ. Mulai dari anak-anak sampai om-om dan tante-tante yang sudah berumur pun tampak
senang menikmati es krim lezat ini. Ternyata memang benar apa yang dikatakan orang-orang di blog
mereka, Uncle Ice Cream ini nikmaaat sekali. Es krimnya yang berbentuk balok tadi ternyata lembut
sekali ketika digigit. Rasa blueberry yang saya pilih pun sangat terasa tapi tidak berlebihan. Rasanya
seperti bercampur dengan rasa vanilla atau susu. Roti tawar yang menyelimutinya juga enak dan
lembut. Pokoknya tidak rugi dan tidak menyesal deh mengeluarkan SGD 1.2 untuk bisa menikmati
Uncle Ice Cream ini..hmmm
Sembari menunggu saya menghabiskan es krim, Vickie yang sudah lebih dulu menghabiskan es
krimnya (ngidamnya akhirnya keturutan juga..hahaha) pergi melihat-lihat rute bus di pemberhentian
bus dekat Lucky Plaza, mungkin sambil mengambil beberapa foto. Setelah itu kami menyusun ulang
jadwal perjalanan kami. Seharusnya sih kami makan siang di Orchard Road lalu menuju ke City Hall
untuk foto-foto dengan Merlion. Nah, karena waktu itu kami merasa masih punya cukup waktu,
akhirnya kami putuskan untuk sekalian mengunjungi Little India yang sejatinya akan kami kunjungi
besok pagi sebelum ke Universal Studio (USS). Di sana kami berencana untuk sekalian makan siang di
Tekka Center, food court terkenal di daerah itu.














Little India
Kami pun mencoba naik bus bertingkat dari
Orchard menuju ke Little India. Vickie sempat
menanyakan kondisi mamanya yang
rencananya akan menjalani operasi
pengambilan batu ginjal di Yogyakarta, dengan
nomor yang baru kami beli di Lucky Plaza tadi.
Rencananya operasinya akan dilakukan hari
Rabu. Semoga semuanya lancar dan tante bisa
sehat kembali seperti sedia kala, amiiin.
Saya sempat bertanya kepada Vickie, kalau
duduk di atas bagaimana kita bisa tahu kita
sudah sampai di Little India? Nah, kebetulan di
dekat kami duduk seorang keturunan India.
Vickie pun berkelakar bahwa kalau orang itu
turun, berarti kita sampai di Little India.
Syukurlah ada papan petunjuk yang
memudahkan kami untuk tahu bahwa kami
sudah hampir sampai di Little India. Kami pun
turun dari bus (ternyata orang India tadi malah
tidak turun hahaha).
Dengan berbekal peta, kami pun mencari Tekka
Center untuk makan siang di sana. Setelah agak
nyasar sedikit, kami pun berhasil menemukan
Tekka Center (ternyata kami sempat memutar
padahal lokasi Tekka Center ini ternyata dekat
dengan tempat kami turun dari bus tadi ).
Nah, seperti halnya di food court lain, di sini
tersaji beragam pilihan makanan. Kebetulan
waktu itu sepertinya juga pas jam istirahat siang
sehingga situasinya cukup ramai. Tampak
beberapa orang berpakaian seragam
(sepertinya dari kantor yang sama) juga makan
di situ.
Setelah berkeliling, kami putuskan untuk makan
nasi briyani. Nasi briyani ini sebetulnya menjadi
menu pilihan kami di Geylang Serai Market, tapi
karena waktu itu tidak ada yang menjualnya,
kami putuskan untuk menjajal menu khas India
itu di sini. Saya memesan nasi briyani dengan
daging mutton sedangkan Vickie memesan
daging ayam. Awalnya saya juga tidak tahu apa
itu mutton (maklum, kosakata bahasa Inggris
terbatas hehe), tapi saya menerka-nerka saya
kalau mutton itu daging kambing. Ketika kami
tanyakan kepada penjualnya apakah mutton =
lamb, penjualnya mengiyakan. Sambil
menunggu nasi briyani dihidangkan, kami
memesan kelapa muda di sebuah counter
minuman. Di sini sempat terjadi salah paham.
Waktu itu si penjual minuman (orang India juga)
menawarkan kelapa muda dan Vickie pun
bertanya berapa harganya. How much? tanya
Vickie. Si penjual menjawab Two, Kami kira
harganya SGD 2 per porsi. Kami pun memesan
dua porsi. Eh ternyata ketika kelapa muda itu
dihidangkan, si penjual berkata total harganya
SGD 14. Nah lho...hahaha. Sepertinya tadi
terjadi salah paham deh. Mungkin si penjual
berkata two tadi untuk mengkonfirmasi kami
memesan dua buah kelapa muda, tapi kami kira
harga kelapa mudanya yang SGD 2 per porsi.
Karena sudah terlanjur ya sudah lah kami bayar
juga SGD 14 untuk dua buah kelapa muda yang
segar itu.


Nasi Briyani ala Kedai Yakader, Tekka Market Suasana Tekka Center, Little India

Tidak lama kemudian, dua porsi nasi briyani
dihidangkan di meja kami. Begitu melihat
porsinya...wow...hahaha saya sempat terpana
duluan. Bagaimana tidak, nasi briyani ini
dihidangkan di atas nampan yang dilapisi daun
pisang, dengan lauk sepotong besar daging
kambing serta kuah kental sebagai bumbu
pelengkapnya. Bagi saya yang terbiasa makan
dengan porsi normal, melihat satu porsi nasi
briyani ini tentu sempat membuat saya kaget
hehehe. Dengan kemampuan makan saya, satu
porsi nasi briyani ini bisa saya makan dua kali
lho..benar deh, porsinya besar sekali! Potongan
daging kambingnya pun besar. Ya menurut saya
sih dengan harga SGD 4.5 per porsi, makanan
ini nggak mahal lah. Saya sendiri agak menyesal
kenapa kami pesan dua porsi ya hehehe. Kalau
dengan porsi segini sih satu porsi bisa dimakan
dua orang. Karena sudah terlanjur pesan, kami
pun mulai menikmati nasi briyani pesanan kami
masing-masing. Seperti halnya makanan khas
India, bumbu rempah sangat terasa di nasi
briyani ini. Kalau kata Vickie, nasi briyani ini
mirip dengan nasi kebuli di Indonesia. Saya
pribadi sebenarnya sangat menikmati menu
nasi briyani ini. Bumbu rempahnya juga tidak
over (tidak seperti kweetiauw goreng yang saya
makan di Geylang Serai Market hari Sabtu yang
lalu) dan yang sangat penting..daging kambing
pelengkapnya ini lembuuuut sekali. Benar-
benar nikmat lah makanan ini. Sayangnya,
karena porsinya terlalu besar (untuk saya),
akhirnya saya tidak bisa menghabiskan seporsi
nasi briyani ini...maaf ya pak penjual...saya jadi
agak merasa bersalah nih. Kalau boleh jujur
memang kalau soal rasa sih oke punya, saya
terpaksa nggak menghabiskan bukan karena
rasanya tidak enak kok, melainkan karena
memang kapasitas perut saya sudah full! Hehe..
Vickie yang biasanya makan dengan porsi dua
kali lipat dari porsi makan saya saja mengaku
kekenyangan setelah menghabiskan satu porsi
nasi briyani tadi (tapi habis lho..itu saja sudah
hebat menurut saya..hehehe). Belum lagi kami
masih punya kelapa muda yang siap menjadi
menu berikutnya. Saya sempat menikmati air
kelapa muda ini sembari menyantap nasi
briyani tadi. Menurut saya, rasa air kelapa
muda yang agak plain ini bisa menjadi penetral
bagi nasi briyani yang kaya rasa. Akhirnya saya
pun menghabiskan air kelapa muda tadi
meskipun daging buahnya tidak saya
habiskan..pokoknya perut saya benar-benar
kekenyangan di situ...kenyang tapi puas! Haha...
Sebenarnya waktu melihat-lihat menu
makanan, kami tertarik untuk membeli roti
prata, tetapi kebetulan tempat yang menjual
roti prata itu tutup. Kalau dipikir-pikir untunglah
kami tidak jadi membeli roti prata. Bayangkan
saja, dengan makan nasi briyani plus minum air
dari satu buah kelapa muda kami sudah
kekenyangan. Bagaimana ceritanya kalau kami
masih harus makan roti prata?? Hehehe...yang
jelas setelah makan kami tidak segera beranjak
dari tempat duduk kami. Sebentar kami
memberi waktu supaya makanan ini turun dulu



Foto di depan kuil Hindu yang sedang direnovasi
Setelah memastikan diri kami bisa berjalan, kami pun beranjak dari Tekka Center menelusuri jalan-
jalan di Little India. Tempat wisata yang bisa didapatkan di kawasan ini adalah beberapa kuil
pemujaan agama Hindu. Kami pun sampai di depan sebuah kuil besar yang ada di Little India, tetapi
sayangnya kuil itu sedang direnovasi. Kami pun hanya berfoto di depan kuil tersebut lalu
melanjutkan perjalanan. Sepanjang jalan banyak terdapat toko yang menjual perlengkapan
persembahan, wangi-wangian dan bunga tabur. Aroma wewangian pun semerbak menemani
perjalanan kami sepanjang jalan di Little India ini. Suasana ini jauh berbeda dengan suasana di
sekitar Tekka Center dimana aroma masakan dan bau ikan mentah begitu kentara (di dekat Tekka
Center terdapat pusat perbelanjaan yang juga banyak menjual ikan mentah). Akhirnya kami pun
mengakhiri petualangan kami di Little India. Dari sini kami berangkat menaiki MRT menuju Merlion
dan sekitarnya.
Explore City Hall
Di daerah yang bisa dibilang pusat kotanya Singapura ini kami menyempatkan diri untuk melihat-
lihat dan berfoto dengan latar belakang bangunan serta patung-patung unik yang ada. Seperti saya
sebutkan tadi, di Singapura ini banyak sekali bangunan yang unik bentuknya. Kami berjalan menuju
kawasan Merlion Park untuk berfoto dengan patung Merlion. Ya, sepertinya nggak afdol kalau pergi
ke Singapura tapi belum berfoto bersama si patung singa icon negeri ini. Ternyata lokasi Merlion ini
agak jauh juga dari stasiun MRT tadi. Kami sempat menyeberang jalan bersama rombongan anak-
anak sekolah yang sepertinya juga menuju ke kawasan Merlion.
Setelah sampai di Merlion, kami pun menikmati keindahan kota Singapura. Dari tempat kami berada,
kami bisa berfoto dengan latar belakang Esplanade (gedung yang bentuknya mirip kulit buah durian),
Singapore Flyer (bianglala besar), serta Marina Bay Sands, sebuah gedung unik yang terdiri dari tiga
gedung tinggi yang seperti menyangga sebuah kapal di atasnya. Katanya sih gedung itu menyatukan
hotel, pusat belanja, museum, teater, pameran, bahkan taman di dalamnya, sedangkan bagian atas
gedung itu (yang bentuknya seperti kapal tadi) digunakan untuk kasino.
Kami pun mencari spot-spot yang bagus untuk berfoto. Seperti halnya kami, banyak juga orang yang
berfoto di situ. Oh iya, kalau berfoto dekat patung Merlion hati-hati dengan semburan airnya ya,
kalau terlalu dekat bisa-bisa baju kita jadi basah terkena cipratan air dari semburan air yang keluar
dari mulut si patung singa ini .

Selesai berfoto ria, kami berniat untuk kembali
ke hostel. Kami sengaja tidak mengunjungi
Gardens by the bay karena menurut informasi
yang didapat Vickie, Gardens by the bay justru
lebih bagus dikunjungi malam hari. Akhirnya
kami pun bersiap untuk kembali ke hostel. Nah,
di sini kami sebenarnya bisa memilih mau naik
bus atau kembali ke stasiun MRT. Kebetulan di
jalan yang kami lalui tadi ada pemberhentian
bus. Kami pun mengecek jalur yang dilewati bus
dan akhirnya memutuskan untuk coba naik bus
yang melewati Dhobby Ghout lalu dari sana
kami akan naik MRT ke Chinatown. Ternyata
kali ini kami salah pilih hahaha. Kami naik bus
seperti biasa. Beberapa saat kemudian Vickie
bertanya kepada sopir bus apakah masih jauh
menuju ke Dhobby Ghout. Sopir bus itu hanya
berkata ia akan memberitahu kami ketika bus
hampir sampai di Dhobby Ghout. Kami pun
menunggu dengan sabar. Menunggu,
menunggu, dan menunggu...kok tidak sampai-
sampai ya? Bahkan kami malah melewati
Orchard Road lalu bus berjalan ke arah Jurong,
semakin jauh dari tempat tujuan kami. Sopir
bus tadi juga tidak berkata apa-apa. Vickie yang
mulai lelah menunggu mencoba melihat brosur
berisi rute yang dilalui bus. Ternyata bus ini
tidak melaju sesuai urutan yang ada di brosur
itu. Vickie mulai kesal. Untungnya kekesalannya
dilampiaskan menjadi sikap yang positif. Ia
mulai mencari stasiun MRT terdekat di peta,
juga sambil melihat-lihat di sekitar jalan kalau-
kalau ada stasiun MRT di dekat situ. Akhirnya
setelah hampir satu jam mengikuti perjalanan di
dalam bus yang kami tidak tahu juntrungannya
ini, Vickie melihat ada stasiun MRT di dekat
salah satu pemberhentian bus. Kami pun turun
dari bus itu lalu segera bergerak menuju stasiun
MRT yang ternyata berada di daerah Ang Mo
Kio. Setelah sampai di MRT kami langsung
duduk dan menunggu sampai kami tiba di
Chinatown.
Vickie tadi kelihatan begitu capek, bahkan ia
langsung tertidur setelah duduk di MRT . Ya
wajar saja sih, seperti tadi saya ceritakan,
sepanjang malam perjalanan di bus dari Kuala
Lumpur ke Singapura dia tidak bisa tidur.
Setibanya di Singapura pun kami hanya
beristirahat sebentar lalu segera memulai
perjalanan lagi. Niat kami untuk kembali ke
hostel lebih awal agar bisa beristirahat sejenak
pun kacau gara-gara waktu kami habis di dalam
bus yang keliru. Saya maklum saja kalau dia
kecapekan. Saya bayangkan juga kalau saya
tidak tidur semalaman lalu harus beraktivitas
dengan begitu padat, pasti saya juga akan
ambruk hahaha.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke
stasiun MRT Chinatown. Keluar dari stasiun
MRT Chinatown ini ternyata rute yang kami lalui
berbeda dengan rute kedatangan kami tadi.
Tapi tidak masalah sih, kami tetap bisa kembali
ke Beary Nice Hostel dengan berjalan kaki kok
.

Kurang tidur plus kecapekan Tepar
Sesampainya di Beary Nice Hostel, kami diberi
kunci kamar dan diberitahu cara
penggunaannya. Kami juga diberitahu bed yang
akan kami gunakan di dalam kamar yang berisi
lima bed bertingkat plus satu bed itu. Kami pun
membawa barang-barang kami masuk ke dalam
kamar. Saya memilih bed yang atas, sedangkan
Vickie di bed yang bawah. Kami juga mendapat
fasilitas loker untuk meletakkan tas kami. Loker
ini bisa diberi gembok sendiri (kami sudah
mempersiapkan gembok yang kami beli di Ace
Hardware Indonesia). Selain itu di setiap bed
juga ada fasilitas sambungan listrik, lumayan lah
untuk charge handphone masing-masing
hehehe. Oh iya perlu diingat, di Singapura ini
koneksi listriknya agak berbeda dengan di
Indonesia. Jadi, untuk bisa menggunakan
charger di sini kita harus menyiapkan kaki tiga
(bukan larutan penyegar cap kaki tiga lho )
untuk menghubungkan charger kita dari
Indonesia yang normalnya berkaki dua ke
koneksi listrik di Singapura yang berkaki tiga.
Sore hari ini sebenarnya saya sudah janjian
dengan Vina untuk bertemu di Bugis. Waktu itu
kami baru tiba di hostel sekitar pukul enam
sore. Saya pun menego Vina untuk bertemu jam
delapan malam karena kami masih harus
bersiap-siap dan mau istirahat sebentar
sebelum jalan-jalan lagi. Vina pun setuju dan dia
bilang dia akan berangkat duluan, dan nanti
kami bisa bertemu di Bugis Junction jam
delapan malam. Saya dan Vickie pun
menggunakan waktu yang ada untuk mandi,
merapikan barang-barang, dan charge
handphone serta kamera. Sekitar pukul delapan
kurang, kami pun berjalan ke stasiun MRT
Chinatown untuk menuju ke Bugis. Di sini lagi-
lagi mood saya berubah. Entah apa yang
membuat mood saya jelek waktu itu, tapi yang
jelas saya lebih banyak diam sepanjang
perjalanan ke Bugis. Vickie yang menyadari
perubahan ini pun bertanya kepada saya
kenapa saya diam saja. Saya hanya menjawab,
kalau saya diam itu berarti mood saya sedang
tidak baik. Dia hanya perlu diam saja sampai
mood saya kembali seperti semula.
Hahaha...memang butuh kesabaran ya pergi
dengan para Cancerian, karena mood kami
memang sering berubah-ubah dengan alasan
tak jelas. Tapi seperti saya bilang, kami cepat
pulih kok. Jadi ya biarkan saja kami merenung
sendiri sampai akhirnya kami sadar sendiri kalau
sudah berbuat bodoh dengan merasa kesal
sendiri

Bugis
Akhirnya kami tiba juga di Bugis. Sesuai
rencana, kami menunggu di Bugis Junction. Nah
di sini sebetulnya saya bermaksud untuk
menelpon Vina dan Ricko, tapi ketika saya coba
hubungi nomor mereka ternyata tidak bisa.
Entah apa yang menyebabkan saya tidak bisa
menelpon mereka. Saya pun mengirimkan SMS
bahwa kami sudah tiba di Bugis. Karena pulsa
Ricko habis, dia jadi tidak bisa membalas SMS
saya (soal pulsa habis ini sebelumnya saya
sudah diberitahu lewat whatsapp lewat fasilitas
free wifi di hostel). Di sini saya sempat bingung
juga bagaimana ya caranya supaya bisa
bertemu. Vickie menyarankan untuk sambil
jalan saja di dalam Bugis Junction Mall, semoga
bisa bertemu di dalam. Akhirnya sambil jalan-
jalan di mall, saya mengirimkan SMS kepada
Ricko untuk bertemu di depan mall pukul
setengah sembilan malam. Puji Tuhan akhirnya
kami bisa bertemu juga di depan mall . Vina
dan Ricko memakai kaos bertuliskan I Love
Singapore, ternyata kaos itu mereka beli di
Chinatown Singapura karena nyaris kehabisan
pakaian hahaa. Ketika bertemu dengan Vina
dan Ricko, mereka tampak membawa barang-
barang belanjaan...wah ternyata habis borong-
borong nih mereka hahaha. Mereka bilang
sudah berkeliling mall sejak jam tujuh tadi dan
sudah membeli beberapa barang juga. Akhirnya
kami putuskan untuk sekalian mencari makan
malam. Kami sempat melihat-lihat food court di
dalam mall, tetapi kok ya sepertinya mirip
dengan mall-mall biasa ya hehehe. Vickie
mengusulkan untuk makan di Albert Centre,
food court di Bugis juga, tapi di luar mall. Kami
pun setuju dan berangkat menuju Albert Centre.
Di Albert Centre, pilihan makanannya
sebenarnya cukup beragam, mirip dengan
Tekka Centre dan Geylang Serai Market.
Namun, mungkin karena buka sejak siang hari,
jadi malam harinya ada beberapa gerai yang
tutup. Kami pun memesan makanan ala Chinese
(again! Hahaha). Vina dan Ricko memesan nasi
dan ayam goreng, sementara Vickie memesan
nasi dengan olahan daging babi seharga SGD
6.8. Ada yang lucu waktu kami mau memesan
makanan di situ. Waktu itu kami padahal baru
melihat-lihat saja menu yang ada dan
bermaksud untuk tanya-tanya dulu, eh malah
langsung diorderkan oleh si penjual hahaha.
Saya sendiri memesan nasi plus baikut di gerai
lain seharga SGD 9 seporsi. Memang agak
mahal sih harga makanan yang kami beli, tapi
melihat porsi makanannya sih menurut saya
harga segitu termasuk wajar lah (untuk di
Singapura lho ya...) Kami pun menyantap
makan malam kami sembari bercerita
pengalaman perjalanan kami masing-masing.
Ternyata Vina dan Ricko yang sampai di
Singapura hari Minggu siang juga sudah
berkeliling ke banyak tempat.
Oh iya, sekedar pendapat pribadi, menurut saya
masakan Chinese food di Singapore ini agak
kurang nendang bumbunya. Rasa masakannya
agak plain. Kata Vina sih, makanan di Singapore
memang seperti itu, bumbunya mungkin kurang
terasa bagi lidah orang Indonesia. Ya yang
penting kami bisa menikmati makanannya
Bugis Street di malam hari

Ketemu juga dengan Vina dan Ricko
Selesai makan, kami sempat jalan-jalan
sebentar di pasar malam di Bugis Street ini.
Beragam barang dijual, mulai dari pilihan oleh-
oleh seperti gantungan kunci, bolpoin, pakaian,
sampai hiasan-hiasan rumah. Saya dan Vickie
sempat membeli minuman di Bugis Street
seharga SGD 1 per gelas. Di sini kami berpisah
dengan Vina dan Ricko yang sudah mau kembali
ke hostel, sementara saya dan Vickie masih mau
pergi ke Garden by the bay yang sudah
dikunjungi Vina tadi sore. Oh iya, sebelum
berpisah, Vina sempat menyerahkan tiket
masuk USS plus voucher makan dan voucher
souvenir milik saya dan Vickie. Memang saya
sengaja titip sekalian dibelikan tiket ini oleh
Vina dari Indonesia. Setelah itu saya dan Vickie
pun berjalan menuju stasiun MRT Bugis untuk
menuju Gardens by the bay.

Garden by the Bay
Sesampainya di Garden by the Bay, dari gerbang
masuk sudah tampak keindahan Garden by the
bay di malam hari. Kami pun berjalan mendekat
memasuki taman wisata flora ini. Di dekat pintu
masuk, terdapat danau yang memisahkan lokasi
kami dengan tempat wisata Garden by the bay.
Setelah mencoba mengambil foto di situ (agas
sulit ya karena suasananya gelap berhubung
sudah malam ), kami pun naik hendak menuju
jembatan yang akan membawa kami
menyeberangi danau di bawah tadi. Namun,
kami memutuskan untuk naik sebentar ke
bagian atas dekat pintu masuk. Di sini kita bisa
melihat pemandangan kota Singapura dari
kejauhan serta lalu lintas jalan Singapura di
malam hari. Kerlip lampu yang menghiasi
suasana malam di kota Singapura ini sungguh
menarik. Sementara Vickie sibuk mengambil
foto keindahan lampu di Garden by the Bay,
saya pun berjalan-jalan berkeliling melihat-lihat
sekitar. Ternyata banyak juga pengunjung yang
memilih untuk datang malam hari. Meskipun
sudah tidak bisa masuk ke dalam taman,
mereka juga sudah cukup puas melihat-lihat
Garden by the bay dari sisi luarnya. Banyak juga
fotografer yang lengkap dengan kamera dan
tripodnya tampak berusaha mengabadikan
keindahan Garden by the bay di malam hari.
Suasana yang hening ditemani keindahan
pancaran lampu berwarna-warni di Garden by
the bay ini membuat saya tiba-tiba terkenang
akan kilas balik kehidupan saya: betapa banyak
berkat yang telah saya terima dari Tuhan,
betapa banyak kebaikan yang boleh saya terima
melalui orang-orang di sekitar saya. Saya sendiri
tidak tahu mengapa tiba-tiba teringat begitu,
tetapi yang jelas suasana di Garden by the Bay
itu menghanyutkan pikiran saya dan membawa
saya dalam permenungan yang lebih dalam.

Garden by the bay at night

Marina Bay Sands at night
Setelah puas mengambil foto, kami berjalan
melewati jembatan. Di ujung jembatan itu kami
bisa melihat sosok di balik keindahan cahaya
lampu Garden by the bay tadi dari dekat.
Ternyata kalau dilihat dari dekat, kita bisa tahu
bahwa sebenarnya keindahan yang terpancar di
Garden by the Bay ini tercipta dari sesuatu yang
cukup sederhana. Kami hanya sebentar melihat-
lihat di situ lalu kemi putuskan untuk kembali ke
pintu masuk. Berhubung sudah malam, kami
putuskan untuk kembali ke hostel. Rencananya
besok pagi kami akan menjajal petualangan di
Universal Studio.
Kami pun naik MRT ke Chinatown lalu kembali
ke hostel. Setelah beres-beres sebentar,
mencuci muka, dan gosok gigi, saya pun bersiap
untuk tidur (Vickie sepertinya sudah tidur
duluan haha). Selamat malam semuanya,
selamat beristirahat dan bersiap untuk
petualangan besok!

Day 4~Tuesday, 15 July 2014
Selamat pagi! Setelah puas beristirahat, hari ini
kami berencana untuk mengunjungi salah satu
tempat wisata paling direkomendasikan di
Singapura. Ya, apa lagi kalau bukan Universal
Studio di Pulau Sentosa! Rencananya kami akan
berangkat bersama Vina dan Ricko. Pagi itu jam
enam pagi saya sudah terbangun. Di Singapura
ini langit baru mulai terang pukul tujuh pagi.
Jadi waktu saya bangun, langit masih gelap.
Saya memutuskan untuk mandi dan mencuci
pakaian kotor yang sudah menumpuk di tas
saya. Sementara Vickie masih tertidur pulas,
saya pun membawa pakaian kotor saya ke
lantai atas hostel dan mencucinya dengan
fasilitas mesin cuci dan mesin pengering di situ.
Saya sempat meninggalkan pakaian saya untuk
dikeringkan karena lumayan lama sih, sekitar
empat puluh menit. Waktu itu saya manfaatkan
untuk memakai softlens dan make up
sederhana . Sekitar pukul tujuh, Vina
mengirimkan pesan kepada saya. Katanya dia
sedang sarapan di Chinatown dekat dengan
hostel tempat saya menginap. Saya pun
membangunkan Vickie dan memberitahunya
bahwa saat itu sudah pukul tujuh. Rencananya
kami akan berangkat pukul sembilan pagi dari
stasiun MRT Chinatown. Selagi Vickie bersiap-
siap dan mandi, saya mengambil pakaian yang
sudah selesai dikeringkan lalu melipatnya dan
mengepaknya ke dalam tas saya.
Kami sempat sarapan roti dengan selai di
hostel. Kebetulan di sini disediakan roti tawar
dan sereal untuk sarapan. Pilihan rasa selainya
pun ada beberapa macam seperti selai kacang,
strawbery, blackberry, nanas, bahkan coconut.
Saya tadinya tidak berniat makan di hostel
karena Vina mengajak kami sarapan bersama,
tapi Vickie membujuk untuk sarapan dulu
sedikit. Akhirnya saya makan roti tawar dengan
olesan selai kacang dan coconut, sementara
Vickie sepertinya sempat sarapan dengan
sereal. Saat sarapan, kami sempat ngobrol
sebentar dengan salah satu penghuni hostel
juga. Namanya Evelyn dari Filipina. Ia datang
bersama dua orang temannya untuk liburan. Ia
sudah tiba di Singapura sebelum kami. Setelah
selesai sarapan dan sempat bertukar ID
Facebook dengan Evelyn, kami pun berangkat
menemui Vina dan Ricko yang ternyata sedang
sarapan di restoran dekat pintu masuk Beary
Nice Hostel. Kami berempat juga baru
menyadari bahwa hotel kami berdekatan! Jadi
ternyata, pintu belakang dari Santa Grand
Hotel, tempat Vina dan Ricko menginap,
terletak tidak jauh dari hostel kami!
Ketika kami tiba, Vina dan Ricko ternyata sudah
selesai sarapan. Kami pun duduk berempat
dalam satu meja. Saya dan Vickie memesan
beberapa menu untuk sarapan di restoran
Chinese food ini. Saya memesan spring roll dan
bubur ayam dengan pork ribs, sementara Vickie
memesan hakau. Rata-rata harga makanan yang
kami pesan adalah SGD 3 per porsinya. Bubur
ayam yang saya pesan ini enak lho..menurut
saya rasanya pas, tidak kurang bumbu seperti
makan malam kami kemarin. Spring roll yang
saya pesan bentuknya seperti lumpia dengan
balutan nori, tapi isinya juga bukan rebung
melainkan daging udang dan ayam serta ada
campuran tepung dan bawang. Rasa spring roll
ini menurut saya oke juga kok. Yang rasanya
agak aneh menurut saya hakau yang dipesan
Vickie tadi. Entah rasa hakau di Indonesia yang
sudah disesuaikan dengan lidah orang Indonesia
atau memang hakau di restoran ini saja yang
rasanya agak unik ya hehehe...waktu
menyantap hakau ini rasanya ada aroma
rempah yang tidak biasa..entah jahe atau apa
ya, pokoknya rasanya jadi agak aneh.
Sebenarnya bentuk hakau ini lucu lho, kulitnya
yang transparan dan kenyal mengingatkan kami
pada ubur-ubur hahaha.
Oh iya, ketika memesan makanan ini sempat
ada kejadian yang lucu juga. Waktu itu kami
memesan tiga menu, tetapi yang dihidangkan
baru dua menu yaitu bubur ayam dan hakau.
Nah, kami bermaksud menanyakan spring roll
yang belum dihidangkan. Ketika kami
menanyakan kepada pelayan restoran itu (yang
seorang cicik-cicik), sepertinya pelayan restoran
ini tidak paham dengan maksud kami. Kami
yang hanya bisa berbahasa Inggris (kalau
bahasa Mandarin tahunya cepek gopek saja
hehehe) bingung juga bagaimana
menjelaskannya. Bahkan si pelayan malah
sempat salah tangkap, dikira kami mau
memesan spring roll lagi. Nah lho!
Hahaha...untunglah kesalahpahaman itu segera
berakhir ketika pelayan lain yang memahami
maksud kami meluruskan masalah . Vickie
pun menyindir saya dan Vina yang sebenarnya
masih ada darah keturunan Tionghoa karena
kami tidak bisa berbahasa Mandarin...hehehe.
Setelah puas sarapan, kami berempat pun
berjalan menuju stasiun MRT Chinatown. Dari
situ kami naik MRT menuju Harbourfront.
Setibanya di Harbourfront, kami pun menuju ke
Vivocity mall untuk naik monorail ke Sentosa
Island. Setibanya kami di tempat
pemberhentian monorail, ternyata sudah
banyak orang yang menunggu. Kami pun harus
membayar SGD 4 per orang untuk bisa naik
monorail tersebut menuju Sentosa Island (bisa
pakai EZ link card juga kok). Memang agak
mahal ya, tapi ternyata pembayaran SGD 4 tadi
bisa digunakan untuk naik monorail ke stasiun
monorail lain di Sentosa Island sampai kembali
ke Vivo City Mall lagi . Salah satu yang saya
sukai dari Singapura (lagi) adalah antrean yang
cukup tertib. Tidak seperti di Indonesia dimana
orang saling dorong dan berdesakan, setidaknya
di Singapura ini orang bisa lebih saling
menghormati sesama pengantre. Setelah
monorail tiba, kami pun dibawa menuju ke
Sentosa Island. Sesuai rencana, kami berhenti di
Waterfront Station, dimana USS berada.


USS (Universal Studio Singapore)
Waktu baru menunjukkan sekitar pukul sepuluh, tapi antrean tiket sudah lumayan panjang. Kami
pun ikut masuk dalam antrean setelah sebelumnya berfoto dulu dengan latar belakang bola dunia
bertuliskan Universal Studio. Mengenai tiket masuk USS ini, seperti saya sebutkan sebelumnya, kami
membelinya dari Indonesia. Puji Tuhan kami bisa dapat tiket dengan harga lumayan murah, yaitu
SGD 68 per orang untuk tiket masuk plus voucher makan SGD 5 dan voucher souvenir SGD 8 untuk
pembelian souvenir sebesar SGD 50. Setelah menunjukkan tiket itu kepada petugas, kami pun
memasuki area Universal Studio. Ada banyak pilihan atraksi yang bisa dikunjungi di sini, tetapi
sebelumnya kami terlebih dulu membeli jas hujan seharga SGD 4 untuk persiapan jika nanti kami
masuk ke atraksi yang memungkinkan kami basah kuyup.


Foto-foto di depan Bola Dunia, iconnya USS

Dari banyak atraksi yang ada, yang paling
populer adalah Transformer. Kami pun mencari
lokasi gedung Transformer itu dengan berbekal
peta USS yang kami ambil di pintu masuk USS
tadi. Sambil berjalan menuju ke sana, kami
sempat mengambil beberapa foto sambil
melihat-lihat toko dan bangunan yang ada di
sepanjang jalan. Setelah menemukan gedung
atraksi Transformer, kami pun ikut mengantre
untuk menyaksikan atraksi yang sepertinya
memang paling digemari di Universal Studio ini.
Antrean untuk bisa menyaksikan atraksi ini
cukup panjang. Padahal hari itu bisa dibilang
bukan hari libur atau peak season. Bisa
dibayangkan sendiri seperti apa antreannya
pada waktu weekend atau peak season. Kami
harus mengantre selama sekitar lima belas
menit sebelum bisa menyaksikan atraksinya.
Yang unik, lokasi antrean atraksi Transformer ini
dibuat menarik dengan kondisi ruangan seperti
markas militer, lengkap dengan replika senjata,
layar komunikasi dan desain lorong seperti di
markas militer NEST. Sepanjang antrean itu
diputarkan juga video yang menampilkan
kondisi seolah kami sedang berada dalam
situasi gawat militer. Sempat juga muncul
gambar Optimus Prime yang menyemangati
kami, yang dirancang seolah-olah menjadi
sukarelawan untuk ikut melawan musuh,
Decepticons.
Setelah mengantre cukup panjang, akhirnya
kami pun berkesempatan menyaksikan atraksi
Transformer. Kami sangat beruntung bisa duduk
di barisan bangku paling depan dari kereta yang
akan membawa kami mengikuti petualangan
Transformer ini! Kebetulan juga, satu baris
bangku di kereta ini berkapasitas empat orang.
Setelah duduk dengan aman, kami pun
mengenakan kacamata 3D yang bisa diambil di
salah satu titik lokasi antrean tadi. Selanjutnya,
kami pun bersiap menikmati serunya
petualangan di dunia Transformer!
Serunya petualangan di atraksi Transformer ini
tentunya tidak bisa saya ungkapkan dengan
kata-kata. Untuk bisa merasakannya sendiri,
saya sangat merekomendasikan untuk mencoba
sendiri atraksi ini! Memang kalau dinilai secara
obyektif ya atraksinya hanya tampilan 3D sih,
tapi alur cerita yang dikemas dan gambar 3D
yang ditampilkan benar-benar seru dan sama
sekali tidak membosankan! Walaupun sudah
tahu apa yang kami lihat hanya tampilan
gambar 3D, tetap saja saya kadang merasa apa
yang kami lihat itu seolah nyata (saya juga
sempat menghindar saat ada adegan barang
terlempar ke arah kami hahaha). Yang jelas,
saya menikmati setiap titik petualangan kami di
atraksi Transformer itu sekalipun durasinya
singkat. Ya, meskipun hanya berlangsung sekitar
15 menit, atraksi ini sangat worthed untuk
disaksikan! You have to try it by yourself!

Selesai menyaksikan atraksi Transformer, kami sempat berfoto dengan latar belakang figur Optimus
Prime dan mobil Camaro yang ada di depan gedung atraksi. Kemudian kami pun berjalan menuju
lokasi atraksi yang mau kami saksikan selanjutnya: Ancient Egypt.
Masih dengan berbekal peta USS, kami pun sampai di lokasi Ancient Egypt. Satu hal yang sangat
menarik dari kompleks USS ini adalah totalitas desain di setiap tema atraksi. Di lokasi Ancient Egypt
ini terdapat replika patung-patung seperti di Mesir. Bangunannya pun dibuat dengan warna pasir,
menyerupai bangunan di Mesir kuno. Sebelum mengikuti atraksi Ancient Egypt ini, kami diharuskan
menitipkan barang-barang kami (tas, kamera) di loker yang telah disediakan. Tidak perlu khawatir,
penitipan barang ini aman dan gratis! Hanya saja, jika kita tidak kembali setelah satu jam, maka
barulah kita akan dikenakan charge untuk penitipan barang kita. Untuk membuka loker
penyimpanan ini pun menggunakan sidik jari, jadi pada awal kita menyimpan barang, data sidik jari
kita akan disimpan. Demikian juga pada waktu kita akan mengambil barang nanti, untuk membuka
loker kita harus menempelkan jari kita yang tadi sudah diinputkan datanya. Karena barang bawaan
kami tidak terlalu banyak, kami berempat cukup menggunakan satu loker.
Begitu selesai urusan menitipkan barang, kami pun berjalan
menuju antrean atraksi Ancient Egypt. Meskipun sama-
sama mengantre, ternyata antrean di atraksi ini tidak
sepanjang antrean di Transformer tadi. Sekali lagi, di
sepanjang antrean suasananya pun dibuat mirip dengan
lokasi bangunan ala Mesir Kuno. Nah, setelah tiba
gilirannya, kami berempat pun menaiki roller coaster yang
akan membawa kami menelusuri petualangan ala Mesir
Kuno! Oh iya, bagi kalian yang memiliki gangguan jantung
atau ketakutan naik roller coaster sebaiknya mengurungkan
niat untuk ikut atraksi ini (ini sekedar nasihat lho hehehe).
Tidak seperti atraksi Transformer yang menonjolkan gambar
3D nya, di Ancient Egyptini yang ditonjolkan adalah
pergerakan roller coasternya yang seringkali tidak terduga!
Benar-benar sport jantung dan memacu adrenalin deh
atraksi ini! Hahaha... Kami berempat berteriak histeris
ketika roller coaster mulai bergerak dengan agak ekstrim...
Segera setelah turun dari roller coaster indoor tadi, kami
berempat menenangkan diri terlebih dahulu hahaha. Tapi
sekalipun mendebarkan, atraksi di Ancient Egypt ini sangat
seru kok! Apa lagi yang bisa membuat adrenalin kita
terpacu selain atraksi-atraksi yang membuat kita sport
jantung?

Brosur atraksi di USS


Setelah cukup bisa berjalan dengan tenang,
kami pun menuju ke loker penitipan barang
tadi. Setelah menempelkan jari di layar
scanning, pintu loker pun terbuka dan kami
mengeluarkan semua barang bawaan kami dari
loker tersebut. Sekali lagi, tidak ada biaya untuk
penitipan barang di loker Ancient Egypt ini
selama kita langsung mengambil barang kita
seusai atraksi Selanjutnya kami berfoto-foto
dengan latar belakang desain patung dan
bangunan ala Ancient Egypt.
Dari Ancient Egypt, kami sebenarnya
bermaksud untuk naik mobil petualang di
atraksi Treasure Hunter, tetapi melihat antrean
yang begitu panjang, kami pun memutuskan
untuk menuju atraksi lain lebih dahulu.
Setelah melihat-lihat, kami memutuskan untuk
masuk ke area The Lost World dan mengikuti
atraksi Jurassic Park Rapids Adventure. Nah, di
sini kami pun bersiap-siap mengenakan jas
hujan yang telah kami beli sebelumnya. Di area
ini, kami naik ke boat berbentuk lingkaran
dengan kapasitas sekitar sembilan orang. Boat
ini selanjutnya akan membawa kami melintasi
sungai dengan suasana Jurassic Park di
sekelilingnya. Di sisi kanan dan kiri sungai
banyak replika dinosaurus yang bisa bergerak.
Sesekali kami mendapat kejutan berupa
semprotan air, baik dari replika tumbuhan
maupun replika dinosaurus yang ada. Yang
jelas, semprotan air ini kami tidak tahu
darimana asalnya dan kapan munculnya. Benar-
benar kejutan! Ini juga nih yang membuat
pengunjung mempersiapkan jas hujan lebih
dulu. Kami juga sempat jadi korban semprotan
air yang mendadak itu. Tapi mungkin ya justru
di situ sisi fun atraksi ini ya hehehe.
Seusai atraksi Jurassic Park tadi, kami pun
melepaskan jas hujan yang telah melindungi diri
kami dari semprotan air, sekalipun saya dan
Vina masih juga basah karena terkena
semprotan air di kepala. Kami pun membuang
jas hujan seharga SGD 4 itu (kalau dikurskan ke
rupiah sekitar IDR 40000 sebetulnya sayang
juga ya hehehe) Saya dan teman-teman saya
juga sempat bercanda, kalau bisa membawa jas
hujan plastik dari Indonesia, kami bisa membeli
jas hujan seharga IDR 5000 saja! Hahaha....
Dari area Jurassic Park, kami sebenarnya ingin
lanjut ke atraksi Water World, tetapi karena
atraksi ini ditampilkan hanya pada jam-jam
tertentu dan waktu itu kami sudah terlambat,
kami pun tidak diperbolehkan masuk. Akhirnya
kami mencari atraksi lain dan memutuskan
untuk naik kereta gantung tanpa sangkar,
masih di area The Lost World juga. Untuk bisa
menikmati permainan ini, kami harus
mengantre cukup lama..kira-kira setengah jam
lah. Padahal kami hanya naik permainan ini
selama sekitar lima menit hahaha..sepertinya di
USS ini memang sebagian besar waktu kita akan
habis untuk mengantre. Meski demikian,
permainan tadi cukup seru kok, tidak kalah seru
dibandingkan roller coaster di Ancient Egypt.
Saya sendiri merasa sport jantung juga ketika
kereta gantung ini (lebih tepatnya mungkin saya
sebut kursi gantung saja ya, karena tidak ada
sangkarnya sih..benar-benar hanya kursi yang
diikat ke jalur seperti kereta gantung) melaju
dengan ketinggian yang lumayan dari atas
tanah. Ketika kecepatan kursi gantung ini
bertambah saya sempat berteriak juga
haha..maklum, refleks cewek . Belakangan,
saya baru tahu dari salah satu teman saya
bahwa dulu permainan itu pernah direparasi
karena sempat terjadi kecelakaan dimana kursi
gantung itu putus dari pengikatnya! Oh my
God...untunglah kemarin waktu kami menjajal
permainan itu semuanya aman dan lancar
Siang hari semakin mendekati puncaknya.
Sebelum makan siang, kami mampir dulu ke
negeri Far Far Away dimana Shrek dan Putri
Fiona akan menghibur kami lewat film 3D-nya.
Vickie sempat bertanya kenapa areanya
dinamakan negeri Far Far Away padahal
lokasinya kan tidak jauh juga dari atraksi yang
lain. Saya hanya tersenyum dan menjelaskan
bahwa nama negeri itu memang disesuaikan
dengan nama negeri yang ada di film Shrek. Ya
maklum lah, film kartun seperti Shrek mungkin
memang kurang menarik untuk penonton
cowok ya, jadi banyak yang tidak tahu latar
belakang cerita Shrek ini hehehe. Untuk
menikmati atraksi ini, sekali lagi, kami harus
mengantre.
Beberapa saat kemudian, kami yang semula
mengantre di depan pintu masuk dan sudah
sempat mengambil kacamata 3D pun
dipersilakan masuk. Ternyata kami tidak
langsung masuk ke gedung bioskopnya. Kami
masuk ke area di luar gedung bioskop. Di situ,
kami disambut dengan prolog kisah 3D yang
akan kami saksikan oleh seorang petugas yang
bertindak sebagai narator. Di langit-langit
gedung itu tampak tergantung empat benda:
tiga buah kotak dan sebuah kantong yang
sepertinya masing-masing berisi sesuatu. Kotak
itu tertutup dan terikat. Sebelumnya kami tidak
tahu apa isi kotak itu sampai akhirnya prolog
kisah Shrek 3D pun dimulai. Lampu menyala
menyorot keempat benda yang tergantung di
langit-langit itu. Sang narator mengajak kami
untuk membangunkan salah satu tokoh yang
ternyata ada di kantong yang tergantung tadi:
Pinokio!
Wake up, Pinokio, wake up! teriak kami, para
pengunjung, yang dipandu oleh sang narator.
Ketika kami pertama kali memanggil, Pinokio
masih belum terbangun. Kami pun diminta
untuk lebih keras berteriak:
Wake up, Pinokio, wake up!
Akhirnya sang boneka kayu pun tampak mulai
bergerak. Ia pun mulai bercakap-cakap tentang
bagaimana ia tertangkap. Selain Pinokio,
ternyata three little pigs juga ada di situ!
Rupanya merekalah isi dari ketiga kotak yang
tergantung bersama Pinokio. Di tengah
percakapan Pinokio dan three little pigs, muncul
lagi satu tokoh yang ikut nimbrung dan akan
menceritakan lebih jelas awal cerita Shrek dan
Putri Fiona: Magic Mirror. Si cermin ajaib ini
menceritakan kisah awal pertemuan Shrek dan
Putri Fiona yang tampil di layar LCD di bagian
atas sampai tiba-tiba muncul lagi satu tokoh
mungil yang tengah terbaring tak berdaya di
atas meja: Gingerbread. Ketika Gingerbread
meronta-ronta, muncul sang tokoh antagonis
cerita ini: Lord Farquaad! Lho, bukannya dia
sudah mati dimakan naga di film Shrek
sebelumnya? Yup, benar sekali, karena itu yang
ada di sini adalah hantunya! Hantu sang
bangsawan ini ternyata masih menyimpan
dendam terhadap Shrek yang telah merebut
Fiona yang seharusnya menikah dengannya. Ia
pun bertekad untuk merebut kembali Fiona dari
Shrek. Nah, setelah prolog ini selesai (yang
diakhiri dengan ancaman Lord Farquaad kepada
kami para pengunjung), pintu masuk gedung
bioskop pun terbuka! Spontan saja para
pengunjung berebut untuk masuk. Saya dan
Vickie pun harus duduk terpisah dari Vina dan
Ricko karena di sini pengunjung memang
berebut tempat duduk untuk bisa menyaksikan
film 3D Shrek ini. Nah, mengenai bagaimana
kelanjutan kisah Shrek dan Fiona, serta apakah
Lord Farquaad berhasil mencapai
tujuannyasilakan datang dan saksikan sendiri
di USS ya
Film Shrek 3D ini berlangsung lumayan lama,
mungkin sekitar 1520 menitan ya. Sepanjang
film, sesekali penonton juga dibuat merasakan
sedikit adegan yang terjadi, misalnya kami
sempat disemprot sedikit air ketika ada adegan
si donkey bersin, atau kaki kami sempat digelitik
dengan sesuatu ketika ada adegan di kuburan
. Yang jelas menurut saya, atraksi Shrek 3D ini
cukup menghibur dan bisa jadi alternatif
hiburan santai setelah atraksi yang seru dan
memacu adrenalin seperti Ancient Egypt dan
kursi gantung di Jurassic Park tadi.
Dari negeri Far Far Away, kami pun bersiap
untuk mengisi energi kami untuk atraksi-atraksi
selanjutnya. Tadinya kami berencana untuk
makan di kafetaria di area Far Far Away ini,
tetapi ternyata kafetaria di sini tutup. Kami pun
bertolak ke area The Lost World:Jurassic Park.
Di foodcourt ini, kami pun harus mengantre
untuk bisa memesan makanan. Di foodcourt ini
ada beberapa counter makanan. Nah,
berhubung antrean di stand makanan yang lain
sangat panjang, si petugas penjaga antrean pun
mempersilakan yang ingin memesan makanan
di counter mie untuk maju lebih dulu. Kami pun
memilih untuk maju duluan daripada kelamaan
juga mengantrenya. Di counter aneka mie ini
ada beberapa pilihan menu mie, antaralain mie
vegetable, mie Laksa, dan mie wonton. Saya
memesan mie wonton, sementara Vickie dan
Vina memesan mie Laksa, sedangkan Ricko
memesan mie vegetable. Harga paket makanan
ini adalah SGD 11.5, sudah termasuk tambahan
dessert berupa puding kedelai (rasanya seperti
susu kedelai) dan tambahan lauk. Tambahan
lauk ini ternyata berbeda-beda. Saya, Vickie,
dan Ricko mendapat tambahan lauk ca tauge,
sedangkan Vina mendapat lauk olahan tahu
(mungkin semacam sambal goreng bumbu ya
hehe). Oh iya, Vickie juga memesan tambahan 3
pcs chicken wings seharga SGD 6.2yang
ternyata ukurannya tidak seperti bayangan
kami hahaha. Vickie sampai berkomentar,
Kalau wings nya saja sebesar ini, ayamnya
sebesar apa? hehehe... saya jadi
ingat..sebelumnya kami juga sempat melihat
ada stand makanan yang menjual paha kalkun
seharga SGD 15! Hmmm....ingin sih sebetulnya
mencoba, tapi kok harganya segitu ya..hehehe


Untuk makan siang kami ini, kami menggunakan voucher makan yang kami dapatkan ketika membeli
tiket USS. Lumayan lho, dapat potongan SGD 5 per orang. Artinya, dari harga SGD 11.5 untuk mie
yang kami pesan, kami akhirnya hanya membayar SGD 6.5 . Menu mie ini porsinya juga cukup
besar lho, saya juga kekenyangan menghabiskan mie wonton dan ca taoge ditambah puding kedelai
ini. Namun menurut saya, makanan di sini agak kurang bumbu ya (keluhan yang sama seperti waktu
kami makan di Albert Center, Bugis haha).















Tiket masuk USS
Voucher diskon SGD 8 setiap
pembelian souvenir senilai SGD 50
Nota makan siang
Nota beli botol minum
Transformer-nya Vickie
Setelah mengisi energi, kami pun beranjak
menuju Water World yang atraksinya akan
dimulai sebentar lagi. Kami tiba di lokasi Water
World setelah Vina dan Ricko tiba lebih dulu di
sana (saya dan Vickie sempat foto-foto dulu di
dekat foodcourt tadi hehehe). Saya pun
mengambil posisi mengantre di belakang Vina
dan Ricko. Para pengunjung lain yang mulai
berdatangan pun mulai mengambil posisi
antrean di belakang kami. Setelah antrean
mulai panjang, Vina sempat menyeletuk
Sebenarnya ini ngantre atau nggak sih? Kok
orang-orang langsung ngantre di belakang kita
ya?. Baru beberapa saat celetukan Vina itu
terlontar, seorang petugas di atraksi itu tiba-
tiba bertanya (dalam bahasa Inggris, kurang
lebih terjemahannya begini), Maaf, apakan
Anda mengantre untuk pertunjukan Water
World? Karena untuk atraksi ini tidak ada
antrean, silakan semuanya berdiri di belakang
garis batas,
Sontak kami berempat pun tertawa. Ternyata
orang-orang ini juga sama-sama tidak tahu dan
langsung saja mengikuti kami membuat barisan
antrean hahaha. Akhirnya setelah diberi
pengumuman tadi, para pengunjung pun segera
maju ke depan dan membentuk barisan
menyamping (bukan barisan antrean seperti
tadi ). Kami harus menunggu sebelum
akhirnya pita pembatas pun dibuka. Setelah pita
dibuka pun pengunjung tidak bisa langsung
menerobos masuk. Kami harus berjalan
beriringan di belakang seorang pemandu. Nah,
setelah mendekati arena barulah kami mulai
memilih-milih tempat duduk. Tempat duduk di
arena ini bentuknya seperti tempat duduk di
stadion, jadi bertingkat dari bawah ke atas. Nah,
di msing-masing deret tempat duduk terdapat
keterangan seperti Soak, Splash, dan Dry.
Ternyata memang selalu ada makna di balik
setiap kata. Keterangan-keterangan yang kami
lihat tadi ternyata menunjukkan zona seberapa
parah kami akan terkena air! Zona paling bawah
ditandai dengan warna biru dan tulisan Soak
adalah zona yang mungkin terkena air paling
banyak. Sementara zona dimana kami duduk,
zona hijau dengan keterangan Splash masih
mungkin terkena air meski tidak sebanyak di
zona Soak. Nah, yang pasti kering ini nih zona
yang paling atas yang berwarna coklat, Dry
Zone. Setelah tempat duduk mulai penuh terisi
penonton, beberapa orang pemain muncul di
hadapan penonton. Oh iya, sampai ada juga
yang niat duduk di zona Soak dengan
mengenakan jas hujan lho! Hahaha...
Para pemain ini sempat menghibur penonton
dengan menyiramkan air kepada penonton di
zona biru dan hijau. Bahkan sempat juga
beberapa pemain berkeliling ke sekitar bangku
penonton dan secara tiba-tiba menembakkan
air kepada penonton lalu mereka kabur!
Hahaha...ada-ada saja yang dilakukan kakak-
kakak ini Atraksi ini sekaligus menjalin
keakraban dengan penonton, mungkin juga
sambil mengisi waktu untuk persiapan atraksi
utama yang akan dilakukan.

The Lost World ~ Water World

Setelah prolog sekitar lima belas menit yang
cukup membuat penonton deg-degan (karena
takut kena semprotan air tiba-tiba), atraksi yang
sebenarnya pun dimulai. Dengan tata ruang
yang dibuat mirip dengan setting film Water
World, muncul para pemain yang melakukan
akting dan atraksi mendebarkan. Ada adegan
saling serang, ledakan yang memunculkan api,
dan paling banyak sih adegan kecemplung di
air! Atraksi ini mengingatkan saya pada atraksi
yang ada di Taman Safari Prigen. Cukup seru
dan mengagumkan apa yang ditampilkan di
atraksi Water World ini. Saya sendiri cukup
kagum dengan para pemain yang benar-benar
totalitas memainkan perannya, padahal
mungkin kalau dipikir ya mereka kan hanya
beratraksi di taman hiburan ya, tapi aktingnya
benar-benar totalitas! Semua adegan sangat
menghibur dan banyak adegan yang
mendebarkan juga lho. Yang jelas, risiko para
pemain di atraksi ini juga saya yakin cukup
besar karena adegan-adegannya juga bukan
sekedar adegan saling serang biasa. Saya yakin
butuh latihan dan persiapan yang sangat
matang sampai mereka bisa menampilkan
atraksi semeriah ini. Para penonton pun
memberikan applause meriah pada akhir atraksi
sebagai apresiasi atas atraksi yang sangat
menarik tadi.
Dari atraksi Water World, kami langsung lanjut
menuju atraksi berikutnya yaitu Light! Camera!
Action! Di sini katanya kami akan melihat cara
pembuatan efek-efek pada film Hollywood ala
Steven Spielberg. Memasuki antrean atraksi ini,
kami melewati lorong dengan poster film-film
karya Steven Spielberg mulai dari zaman dahulu
kala sampai dengan yang terbaru. Ketika masuk
pertama kali ke ruang atraksi ini, kami disuguhi
video Steven Spielberg yang memberi sedikit
pengantar sebelum kami menyaksikan sendiri
proses pembuatan efek pada film nantinya.
Nah, setelah mendengar prolog dari Steven
Spielberg tadi, kami pun memasuki ruangan
dimana sudah terdapat beberapa piranti yang
mungkin akan digunakan pada atraksi nanti.
Kebetulan kami mendapatkan posisi baris
terdepan. Yang sempat membuat kami was-was
adalah area yang ada di bawah kami ternyata
air! Kami sempat khawatir akan ada adegan
basah-basahan lagi. Vickie juga segera
menyelamatkan kameranya dengan
menyimpan di tempat yang aman kalau-kalau
ada cipratan air atau sejenisnya. Kemudian
atraksi pun dimulai. Rupanya saat ini adegan
yang muncul adalah adanya badai di kota. Suara
hujan dan petir pun mulai terdengar bersamaan
dengan bayangan gedung-gedung yang
terguyur air hujan yang tampak di hadapan
kami. Sebuah televisi kecil menampilkan
pembawa berita yang mengabarkan bahwa
sedang terjadi badai di kota. Siaran berita pun
sempat terganggu sinyalnya. Efek demi efek
muncul di hadapan kami. Kami benar-benar
seperti menyaksikan proses pembuatan film.
Nah...akhirnya yang sempat kami khawatirkan
terjadi juga! Tiba-tiba sesuatu terjatuh ke air
yang menyebabkan cipratan air mengenai
sebagian penonton di baris terdepan! Kami
berempat pun termasuk korban dari efek
dadakan tadi. Untunglah benda-benda
elektronik yang kami bawa terselamatkan
hahaha...Ketika keluar dari arena atraksi tadi,
Ricko sempat berkomentar, Kesalahan
terbesar deh tadi ada di barisan paling depan
Selanjutnya, mumpung waktu masih sore, kami
melanjutkan perjalanan ke area Madagascar. Di
sini kami naik boat dengan kapasitas 4 orang (2
orang di depan dan 2 orang di belakang)
menyusuri sungai di hutan Madagascar. Vina
dan Ricko langsung mengambil posisi duduk di
belakang, mungkin masih trauma dengan
insiden di Light! Camera! Action! tadi hehehe....
Replika tokoh-tokoh dalam film Madagascar
pun menemani kami sepanjang perjalanan. Alex
sang singa sekaligus tokoh utama dalam film
Madagascar, Gloria si kuda nil yang genit dan
Melman si jerapah yang mengaguminya, para
penguinSkipper, Private, Kowalski, dan Rico
yang selalu menyusun rencana-rencana aneh,
serta si Raja Julian beserta Maurice dan Mort,
pengikut-pengikutnya yang setiayang selalu
terlibat masalahmengisi perjalanan kami
dengan ceria. Atraksi ini bisa dibilang mirip
dengan atraksi di Jurassic Park, hanya saja kali
ini ada dialog yang diucapkan tokoh-tokoh
Madagascar yang kami jumpai sepanjang
perjalanan plus hanya ada sedikit cipratan air
. Di titik terakhir perjalanan, kami sempat
dibuat shock ketika mengira kami harus
menembus air terjun! Ternyataaaa...begitu
kami nyaris sampai di bawah air terjun tadi,
airnya berhenti!!! Hahaha...benar-benar
kejutan yang melegakan!
Dari Madagascar, kami pun berjalan berkeliling
area USS karena sore itu sudah dimulai kegiatan
Meet and Greet, dimana para tokoh dari
masing-masing area muncul dan bisa berfoto-
foto dengan para pengunjung. Para tokoh
Sesame Street, Charlie Caplin, dan tokoh-tokoh
lain mulai tampak di jalan. Tapi sayang, waktu
mau berfoto dengan Cookie Monster dan Oscar
(makhluk yang suka keluar dari tong sampah),
mereka keburu kembali ke markasnya. Saya
sempat sih berfoto bersama si Oscar, itu pun
karena Vickie menyuruh saya cepat-cepat
berjalan di samping si tong sampah yang mau
segera kembali ke posnya .
Selanjutnya kami menyempatkan diri mampir
ke toko souvenir Sesame Street karena Vina
ingin membeli sesuatu. Kami juga mampir ke
toko khusus yang menjual cokelat dan permen
(kami tidak membeli apa-apa sih, hanya lihat-
lihat ). Oh iya kami juga sempat masuk ke
toko souvenir ala Despicable Me dan berfoto
dengan patung Minion yang ada di depan toko.
Di toko souvenir Despicable Me ini ada boneka
minion yang bisa bersuara ketika kita
menyentuhnya. Saya sebenarnya tertarik
dengan boneka itu, tapi begitu lihat
harganya..kalau tidak salah sekitar SGD 160,
saya langsung mengurungkan niat membelinya
hahaha...jumlah segitu lebih besar daripada
uang saku saya selama 5 hari liburan ke
Singapura . Setelah berkeliling toko souvenir,
kami pun kembali ke jalan raya . Dalam
perjalanan, kami melihat antrean Meet and
Greet lagi. Kali ini tokohnya adalah si jahil Ernie!
Karena sebelumnya sempat gagal foto bersama
tokoh Sesame Street yang keburu masuk untuk
show, kami pun tidak melewatkan kesempatan
untuk foto kali ini. Kami ikut mengantre dan
Akhirnya terkabul juga foto bersama tokoh
Sesame Street .


Foto di depan toko souvenir Despicable Me Akhirnya kesampaian foto dengan tokoh Sesame Street

Dari situ kami sempat masuk ke atraksi Sesame
Street. Di atraksi ini kami naik kereta yang akan
mengantar kami berkeliling menjelajah dunia
luar angkasa ala Sesame Street . Cukup
menghibur dan santai, meski memang atraksi
ini tidak dibuat untuk memacu adrenalin kita
seperti atraksi yang saya ikuti di awal-awal tadi.
Menurut saya, untuk keluarga yang punya anak-
anak kecil sih atraksi ini pasti cukup bisa
membuat anak-anak bersorak gembira melihat
boneka-boneka tokoh Sesama Street berbicara
sepanjang perjalanan dengan kereta ini.
Menjelang pukul lima sore, tampak beberapa
cowok berpakaian seragam seperti seragam
basket sedang mempersiapkan diri untuk suatu
atraksi. Para penonton pun mulai berbaris dan
duduk rapi di depan gedung Palace World
Premiere. Barisan duduk penonton itu
memenuhi setengah lebar jalan di depan
gedung itu. Kami pun tertarik untuk
menyaksikan atraksi apa yang akan dilakukan
oleh cowok-cowok ini. Di tengah persiapan
menonton itu, saya melihat seorang tokoh
fenomenal tengah berfoto bersama beberapa
pengunjung. Tokoh itu adalah Marilyn Monroe!
Dengan gaun putih dan rambut blondenya,
tokoh ini tampak asyik berpose dengan para
penggemarnya. Saya spontan memberitahu
Vickie bahwa ada Marilyn Monroe yang sedang
foto-foto dengan para penggemarnya. Awalnya
dia sepertinya ragu untuk ikut berfoto, tapi tiba-
tiba dia berkata mau foto bersama idola
legendaris itu . Rupanya Vickie tadi termasuk
beruntung lho, karena ternyata jumlah
penggemar yang diizinkan foto dengan Marilyn
Monroe tadi dibatasi (mungkin karena show
nya Marilyn Monroe akan dimulai juga). Nah,
Vickie tadi adalah orang terakhir yang diizinkan
foto sore itu! Hahaha..ya kalau rezeki memang
nggak akan lari ke mana kok. Setelah berfoto-
foto, Vickie kembali dengan wajah sumringah.
Ia pun duduk dan bersama-sama kami bersiap
untuk menyaksikan atraksi ini.
Ternyata oh ternyata...lima orang cowok kece
ini rupanya dancer! Mereka sempat
membangkitkan semangat penonton dengan
yel-yel dan meminta penonton untuk bertepuk
tangan supaya mereka juga semangat nanti
ngedance nya (ya iya lah, kalau ngedance
suasananya hening bisa mati kutu tuh
dancernya ). Para dancer ini menyapa para
penggemar berdasarkan asal negaranya. And
you know what, negara pertama yang
disebutkan adalah... Indonesia! Hahaha...saya
juga nggak tahu kenapa Indonesia yang
disebutkan pertama kali, mungkin mereka tahu
kalau orang Indonesia itu populasi turis terbesar
di Singapura . Setelah puas mendapat sorakan
penyemangat dari penonton, musik pun mulai
diperdengarkan dan para dancer telah siap
pada posisinya masing-masing.
Gerakan-gerakan khas ala dancer pun
ditampilkan dengan luwes dan apik. Sorakan
dari penonton semakin memeriahkan suasana
dan menambah semangat para dancer ini.
Sesekali mereka unjuk gigi kemampuan individu
dengan melakukan gerakan-gerakan yang
memancing sorakan meriah dari penonton,
tetapi ada pula beberapa kesempatan dimana
mereka sengaja menunjukkan gerakan-gerakan
centil yang memancing gelak tawa penonton.
Overall, sebagai penikmat seni saya rasa atraksi
ini cukup menarik dan menghibur!


Aksi para dancer mendukung si bocah untuk dance Foto sama idolanya nih :p

Nah, selesai berunjuk kemampuan, para dancer
ini kemudian meminta sukarelawan dari
penonton. Ada empat orang yang maju ke
depan: seorang pemuda dengan perawakan
cukup kekar berkulit gelap, seorang pemuda
keturunan China, dan dua orang anak kecil:
yang seorang keturunan India, yang seorang lagi
keturunan China. Keempat orang ini awalnya
diminta untuk melakukan gerakan wave lalu
dikembangkan lagi dengan gerakan lain. Satu
hal yang menjadi perhatian adalah salah satu
anak yang keturunan China tadi (sepertinya
usianya juga paling muda sih) tidak bergerak
ketika gerakan wave dilakukan. Dia hanya
berdiri sambil membentangkan tangannya,
sampai-sampai seorang dancer harus
membantu anak itu untuk menggerakkan
tangannya! Ketika si dancer menggerak-
gerakkan anak tadi, anak itu juga tidak
menunjukkan ekspresi apapun, ekspresinya
datar-datar saja...hahaha..ini yang semakin
membuat penonton merasa geli. Nah, pada sesi
terakhir, keempat orang sukarelawan tadi
diminta untuk unjuk gigi secara individu
kemudian akan diikuti dengan jam session
dengan para dancer. Kedua pemuda tadi
menunjukkan gerakan cukup luwes dengan
gerak dancenya, sementara si bocah India juga
cukup membuat kagum dengan gerakan break
dance nya. Akhirnya...tibalah giliran si bocah
cilik tanpa ekspresi tadi..penonton sudah
penasaran gerakan seperti apa yang akan
ditampilkan bocah itu. Rupanya ia juga
berusaha melakukan gerakan patah-patah, tapi
tetap saja gerakannya itu mengundang tawa.
Para dancer pun mendukung bocah tadi dengan
dance bersama (so nice deh kakak-kakak ini ).
Akhirnya, para sukarelawan dance tadi kembali
dan para dancer pun kembali
mempertontonkan aksi dance mereka yang
enerjik. Para penonton memberikan applause
meriah atas penampilan para dancer itu. Di
akhir acara, ada beberapa orang yang berfoto
bersama para dancer. Kami berempat memilih
untuk berjalan-jalan keliling area USS sekalian
persiapan untuk pulang karena hari sudah
semakin sore.
Seperti telah dijanjikan Vina kepada Ricko (yang
sejak awal ngebet membeli souvenir khas
Transformer), sebelum pulang kami pun
mampir ke toko souvenir Transformer. Ada
banyak barang menarik bertema Transformer
dijual di sini, mulai dari gantungan kunci, kaos,
botol minum, hingga tas dan miniatur
Transformer. Vickie sempat membeli botol
minum berbahan dasar logam dengan logo
Transformer seharga SGD 15, sementara Vina
dan Ricko juga sepertinya membeli souvenir
sampai seharga SGD 50 karena mereka
menggunakan juga kupon diskon souvenir yang
didapat waktu kami membeli tiket.
Setelah kembali berfoto di depan bola dunia
USS, kami pun berembug mengenai rencana
selanjutnya. Tadinya, Vina dan Ricko bermaksud
langsung kembali ke hostel, tetapi akhirnya
mereka setuju juga untuk menengok Siloso
Beach dan pantai lainnya di Pulau Sentosa. Kami
pun kembali ke stasiun Sentosa Express lalu
turun di stasiun berikutnya, Imbiah Station. Di
sini terdapat taman dengan patung Merlion
juga! Kami hanya berfoto-foto sebentar di sini
tanpa masuk lebih dalam ke taman, sebelum
akhirnya kembali ke stasiun Sentosa Express
untuk menuju ke stasiun berikutnya, Beach
Station. Di sini kami melihat Siloso Beach yang
ternyata tak seindah bayangan kami. Soal
wisata alam sih, Indonesia masih menang jauh
lah daripada Singapura, kata Vickie. Di situ kami
hanya berjalan sebentar dan berkeliling.
Palawan Beach dan Tanjong Beach pun tak jauh
beda dengan Siloso Beach. Dari pinggir pantai
kita bisa melihat kapal-kapal dermaga. Kali ini
benar seperti apa yang dikatakan Vickie, pantai-
pantai di Indonesia masih jauh lebih indah kok
hehehe. Di Siloso ini sebetulnya ada atraksi
Wings of Time, atraksi pengganti Song of The
Sea yang biasanya diadakan di Siloso beach.
Akan tetapi, karena kami memang tidak
berencana untuk menyaksikannya, jadi kami
pun tidak membeli tiketnya.


Foto-foto di Taman hiburan di Imbiah Station

Foto bareng elang di Siloso Beach Foto di pantai di Beach Station

Selesai melihat-lihat pantai di Pulau Sentosa ini,
kami pun kembali menuju Vivocity Mall. Seperti
disampaikan di awal tadi, kami tidak perlu
membayar lagi untuk naik Sentosa Express jalur
kembai ke Vivocity. Di sini kami hanya melihat-
lihat mall ini sebentar (toh yang namanya mall
ya dimana-mana seperti itu hehehe). Setelah itu
kami pun kembali ke Chinatown untuk membeli
oleh-oleh dan makan malam. Kami sepakat
untuk bertemu di Smith Street dan makan
malam di situ pukul sembilan malam.
Sementara itu, kami pun berburu oleh-oleh
murah meriah di Chinatown.
Saya dan Vickie sempat masuk ke salah satu
toko. Di situ saya melihat tas yang cukup bagus
dengan harga 10 SGD untuk empat buah tas.
Saya dan Vickie pun sepakat untuk join membeli
oleh-oleh ini. Ketika melihat-lihat barang-
barang di toko itu, saya menemukan lagi tas
yang bisa dilipat menjadi kecil dengan harga
sama, 10 SGD untuk empat buah tas. Akhirnya
kami membeli kedua tipe tas itu. Nah kami pun
melanjutkan perburuan oleh-oleh kami. Di
seberang toko yang kami masuki tadi, kami
melihat kaos Singapore dengan harga 10 SGD
untuk 4 buah kaos. Saya membeli satu buah
kaos untuk ayah saya, sementara Vickie
membeli tiga kaos untuk kerabatnya. Oh iya,
kami juga sempat membeli bolpoin mini dengan
gambar Merlion di bagian ujungnya untuk oleh-
oleh teman-teman kantor kami. Ketika melihat-
lihat barang yang dijual di toko ini, kami
menemukan juga tas yang sama yang baru saja
kami beli dari toko di seberangnya. Harganya
sama sih, SGD 10 untuk empat buah tas, tapi
kalau di toko ini masih dapat bonus sebuah
dompet..jadi agak menyesal juga, kenapa tadi
nggak beli di sini ya hehehe. Kami pun jadi
teringat lagi kata-kata bos nya Vickie,
ketidaktahuan itu mahal
Dari situ sebetulnya uang SGD kami sudah
menipis dan rencananya akan kami pakai untuk
makan malam nanti. Tiba-tiba Vickie punya ide
untuk menukarkan sisa MYR dengan SGD.
Akhirnya kami pun berkeliling mencari money
changer. Setelah bertanya kepada seorang
penjual, kami pun menemukan money changer
dan menukar sisa MYR yang ada pada kami.
Lumayan lho, uang hasil penukaran MYR itu
kami gunakan untuk beli oleh-oleh lagi
nantinya. Sementara karena sudah hampir jam
sembilan malam, kami pun berjalan kembali
menuju Smith Street. Sebelumnya kami sempat
berburu minuman murah dan akhirnya kami
menemukan counter minuman seperti yang
ada di Bugis . Saya membeli wintermelon tea
seharga SGD 1.5 sedangkan Vickie membeli
lemon tea seharga SGD 1.
Sambil menunggu Vina dan Ricko yang ternyata
sempat kembali ke hotel dulu, saya dan Vickie
duduk di salah satu meja di Smith Street.
Suasana malam hari di Chinatown memang jauh
lebih ramai daripada suasana di siang hari.
Banyak sekali penjual makanan menjajakan
beraneka masakan. Mulai dari masakan ala
Chinese sampai masakan ala India pun ada. Vina
dan Ricko lebih dulu berkeliling mencari
makanan yang cocok. Akhirnya mereka
membeli nasi dengan roasted duck seharga SGD
5 per porsi. Saya tertarik juga dengan menu itu,
jadi akhirnya saya pun memesan menu yang
sama ditambah segelas aloevera seharga SGD
1.2 (saya lebih banyak minum daripada makan
di sini), sementara Vickie memesan nasi dengan
sup mutton seharga SGD 6.5. Kami juga sempat
memesan roti prata seharga SGD 7 (hasrat
makan roti prata yang sempat gagal di Little
India akhirnya terlampiaskan di sini hehehe).
Ternyata yang namanya roti prata itu kalau di
Indonesia namanya Martabak telur! Rasanya
juga mirip, bahkan menurut saya sih masih lebih
enak (lebih berbumbu) martabak di Indonesia
hahaha.... Nah, karena kami sudah terlalu
kenyang, akhirnya roti prata yang kami beli tadi
hanya kami makan sebagian dan sisanya pun
kami bungkus .
Selesai makan, kami pun kembali melihat-lihat
toko souvenir. Saya dan Vickie pun berpisah
dengan Vina dan adiknya. Ketika berjalan sambil
melihat-lihat, saya melihat sebuah toko yang
menjual kaos Singapore dengan desain cukup
menarik. Harganya juga sama, SGD 10 untuk 4
buah kaos. Saya pun membeli dua buah kaos
dan Vickie juga membeli dua buah kaos. Malam
semakin larut. Vickie bermaksud membeli oleh-
oleh yang bisa dibagi-bagikan untuk orang
banyak. Setelah berkeliling, kami pun kembali
ke toko tempat kami membeli kaos pertama kali
tadi. Setelah memilih dan memilah, pilihan kami
akhirnya jatuh pada gantungan kuncipadahal
teman-teman di kantor sudah berpesan supaya
oleh-olehnya jangan gantungan kunci karena
setiap orang pulang dari Singapore oleh-
olehnya selalu sama, itu-itu saja heheheoleh-
oleh yang murah meriah. Harganya pun tidak
jauh beda dengan harga gantungan kunci yang
kami beli di Malaysia. Nah, waktu itu saya masih
mengantongi SGD 6. Karena besok pagi juga
kami akan mendapatkan SGD 30 dari hostel
sebagai pengembalian uang jaminan, kami
sepakat untuk menggunakan sekalian SGD 6 itu.
Ketika melihat-lihat barang apa yang bisa kami
beli untuk kami berdua di situ, si penjual toko
yang ternyata mengingat kami pun menyapa
kami. Waktu itu tokonya sudah hampir tutup
(karena memang sudah malam). Akhirnya saya
memutuskan membeli sebuah gantungan
handphone dengan inisial huruf pertama nama
saya yang dilengkapi hiasan mini Merlion,
sementara Vickie membeli sebuah kalung
dengan liontin berupa huruf mandarin sesuai
dengan shio-nya. Oh iya, soal shio ini Vickie
sempat ragu. Kebetulan karena yang tercantum
di kalung itu hanya tahun kelahiran, Vickie
mengira ia bershio Macan. Tapi saya berusaha
meyakinkan bahwa pergantian shio itu
tergantung tahun baru Imlek, bukan tahun baru
Masehi. Karena tahun baru Imlek dulu terjadi
sekitar pertengahan bulan Februari, menurut
saya seharusnya Vickie itu masih masuk shio
kerbau, sama seperti kakak saya. Karena masih
ragu juga (mungkin karena saya seperti
keturunan Tionghoa yang abal-abal), akhirnya
saya carikan bukti otentik lewat Om Google dan
akhirnya dia pun percaya lalu membeli kalung
dengan liontin bertuliskan huruf kanji untuk
shio The Ox.
Setelah puas berbelanja oleh-oleh, kami pun
kembali ke hostel. Karena malam ini adalah
malam terakhir kami di Singapura, kami pun
menata ulang barang bawaan kami. Dengan
mengikuti petunjuk pak Senior backpacker
traveller, puji Tuhan kedua tas saya masih muat
untuk menampung oleh-oleh yang kami beli
tadi. Sementara saya mempacking ulang
barang-barang bawaan saya, Vickie mencetak
boarding pass untuk penerbangan kami besok
siang. Berbeda dengan Airasia yang bisa
mencetak boarding pass dua belas hari sebelum
penerbangan, boarding pass untuk
penerbangan dengan JetstarAirways ternyata
baru bisa dicetak 48 jam sebelum penerbangan.
Karena itu, kami harus mencetak boarding pass
di hostel (untunglah di Beary Nice Hostel! ini
menyediakan fasilitas free wifi dan printing
dengan harga murah). Setelah selesai mencetak
boarding pass, packing, dan mencuci muka
serta menggosok gigi, saya pun bersiap untuk
tidur, sementara Vickie masih sibuk menata
barangnya. Malam terakhir perjalanan kami di
Singapura...semoga semuanya bisa tidur
nyenyak!

Last Day (Day 5)~Go home~Wednesday, 16 July 2014
Pagi yang cerah di hari Rabu, hari terakhir
perjalanan kami kali ini di Singapura. Saya
bangun pukul enam pagi. Langit masih gelap,
demikian juga kamar kami. Sepertinya belum
ada yang bangun selain saya. Sebenarnya
kemarin malam kami sempat janjian untuk
bertemu di Changi Airport pukul tujuh pagi
karena pesawat Vina berangkat pukul sembilan,
dua jam lebih awal daripada jadwal
keberangkatan pesawat kami. Namun melihat
hari masih gelap (Vickie juga masih pulas
tertidur), saya pun kembali tidur hahaha. Saya
terbangun lagi pukul tujuh. Kali ini langit sudah
cukup terang. Saya keluar dari kamar, mandi,
lalu menata kembali barang-barang saya. Saya
juga mengirimkan pesan kepada Vina bahwa
kami sepertinya tidak bisa ke bandara jam
tujuh.
Sekitar pukul delapan pagi, saya
membangunkan Vickie. Dia tampak pulas sekali
tertidur. Waktu bangun pun, dia sempat kaget
karena ternyata sudah pukul delapan pagi.
Setelah saya bilang Vina sudah berangkat
duluan, dia pun bersiap untuk mandi. Sebelum
berangkat ke bandara, kami menyempatkan diri
sarapan di hostel. Dengan menu roti dan selai,
kami rasa sudah cukup untuk mengisi perut
kami di pagi hari. Akhirnya setelah persiapan
kami beres (termasuk mengisi formulir check
out dan menerima kembali uang jaminan SGD
15 per orang yang kami serahkan di awal), kami
pun pamit dan berangkat ke bandara. Dengan
naik MRT dari stasiun MRT Chinatown kami
menuju ke Changi Airport. Oh iya, di stasiun
MRT Chinatown ini sekali lagi kami menjadi
sampel random checking (jadi penasaran..apa
tampang kami ini mencurigakan ya? Hehehe).
Pada waktu mengecek barang kami, si petugas
sempat bertanya kami berasal darimana. Ketika
kami jawab bahwa kami berasal dari Indonesia,
petugas tadi bertanya lagi tentang kurs SGD
terhadap mata uang di Indonesia. Pada waktu
saya menjawab bahwa kursnya 1 SGD sekitar
IDR 9500, petugas tadi sempat terkejut lho!
Hahaha..mungkin nggak nyangka juga kalau
kursnya akan setinggi itu ya . Setelah
pengecekan singkat itu, kami pun dipersilakan
melanjutkan perjalanan.
Untunglah saldo di kartu EZ link card kami
masih cukup untuk mengantar kami sampai ke
Changi (sepertinya ada minimum saldo pada
kartu ini untuk bisa digunakan, kalau tidak salah
sekitar SGD 3). Bisa dibilang untuk EZ link card
ini jumlah top up yang kami lakukan di awal
cukup pas untuk mengantar kami berkeliling
Singapura selama tiga hari .
Sesampainya di bandara, kami pun mencari
terminal keberangkatan dengan Jetstar Airways
dengan tujuan Surabaya, Indonesia. Tidak sulit
untuk bisa menemukan terminal keberangkatan
ini. berbeda dengan terminal kedatangan
dimana kami sempat bingun, untuk terminal
keberangkatan ini relatif mudah kok. Dari
Terminal 2 kami naik monorail menuju Terminal
1. Oh iya, saya sempat membuang dulu air
minum yang saya bawa (lupa sih kalau nggak
boleh bawa cairan lebih dari 100 ml ke kabin
pesawat).












Boarding Pass Jetstar Airways SIN-SUB


Passport terisi juga akhirnya

Setelah menunjukkan tiket kepada petugas, kami pun berjalan menuju bagian keimigrasian. Setelah
mengantre untuk pengurusan imigrasi (saya sempat salah memilih antrean yang panjang, jadi Vickie
yang sudah selesai lebih dulu harus menunggu dulu sampai saya selesai mengantre hehehe).
Selesai mengurus imigrasi, Vickie menunjukkan mesin photo box yang ada di dekat bagian
keimigrasian itu. Ternyata ada ya yang beginian di bandara hahaha. Di photobox itu kita bisa memilih
latar belakang lalu memposisikan diri kita untuk mengambil foto, dan hasil jepretan foto itu juga bisa
dikirimkan ke email kita! Wah..menarik juga ya hehehe. Kami sempat berfoto di mesin photo box
Changi Airport ini dan mengirimkannya ke email kami sebelum meneruskan perjalanan ke ruang
tunggu keberangkatan.

Hasil Jepretan Photobox di Changi Airport

Dari bagian imigrasi ke ruang tunggu ternyata kami harus berjalan lumayan jauh. Untunglah ada
papan berjalan (setelah pulang dan searching di internet saya baru tau namanya travellator,
bentuknya mirip eskalator tapi datarini ada juga kok di bandara internasional di Indonesia) yang
membantu kami mencapai ruang tunggu lebih cepat. Kebetulan ruang tunggu keberangkatan Jetstar
ini ternyata berada paling ujung . Akhirnya setelah pemeriksaan tiket, kami pun tinggal menunggu
keberangkatan pesawat kami. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya pesawat kami siap. Para
penumpang pun bergegas mengantre masuk ke dalam pesawat. Setelah masuk ke pesawat, eh lagi-
lagi kami mendapat tempat duduk di dekat sayap pesawat hahaha. Saya pun menikmati perjalanan
Singapore-Surabaya ini dengan beristirahat. Seperti halnya penerbangan Surabaya-Singapura,
penerbangan balik ini pun kisaran waktunya sekitar dua jam. Lumayan lah untuk memejamkan mata
sebentar.
Akhirnya tak terasa pesawat kami pun bersiap untuk landing. Syukur kepada Tuhan, kami pun tiba di
Surabaya dengan selamat. Setelah turun dari pesawat, kami menuju bagian imigrasi dan pengecekan
barang. Saya hampir saja salah masuk counter keimigrasian. Kalau di Singapura, counter khusus
untuk pemegang paspor Singapura lebih pendek antreannya daripada counter untuk paspor lain.
Sebaliknya, di bandara Juanda ini, counter untuk pemegang paspor Indonesia justru lebih panjang
antreannya daripada counter untuk paspor lain. Ini bisa menjadi salah satu parameter yang
menunjukkan bahwa ada begitu banyak turis yang datang ke Singapura, sementara di Indonesia,
justru orang Indonesia ini banyak yang jadi turis ke negara lain (contohnya ya Singapura tadi
hehehe).




Welcome back to Indonesia!
Setelah selesai mengurus imigrasi, saya dan
Vickie pun berjalan menuju pintu keluar. Kami
pun naik bus Damri dari bandara yang akan
mengantar kami ke jalan raya dekat rumah
Vickie. Tarif bus bandara ini IDR 20000 per
orang. Cukup mahal juga ya, kalau
dibandingkan bus kota biasa yang paling mahal
tarifnya IDR 5000 . Setelah menunggu cukup
lama, akhirnya bus pun berangkat. Sebenarnya
bus ini bisa mengantar sampai ke Terminal
Bungurasih, tetapi saya dan Vickie tidak turun di
sana. Kami turun di pinggir Jalan Jend. S.
Parman, jalan dimana seminggu yang lalu kami
naik angkutan kota untuk menuju ke Stasiun
Gubeng. Di situ, Vickie meminta saya menunggu
untuk dijemput, sementara dia pulang duluan
mengambil sepeda motor sambil membawa
barang-barang bawaan kami.
Sekitar lima belas menit kemudian Vickie pun
datang. Kami pun makan siang sebelum kembali
ke rumah Vickie. Akhirnya bisa merasakan
kembali makan di warteg dengan harga murah
dan rasa enak . Setelah itu kami kembali ke
rumah Vickie. Di situ kami membagi oleh-oleh
yang kami beli di Malaysia dan Singapura
sebelumnya. Setelah itu, kami sempat
beristirahat karena sore itu juga kami
berencana kembali ke Tuban. Saya pun tidur
siang selama kurang lebih satu jam, sebelum
akhirnya dibangunkan untuk persiapan kembali
ke Tuban.
Karena barang-barang saya cukup banyak,
akhirnya saya sempat memakai pakaian dobel
untuk menghemat tempat di tas saya . Kami
pun kembali ke Tuban dengan naik sepeda
motor. Nah, dalam perjalanan pulang ini
sempat ada insiden yang menyebabkan tuas
rem belakang sepeda motor Vickie patah!
Namun syukurlah, puji Tuhan, kami bisa sampai
di Tuban dengan selamat. Kami berangkat
sekitar pukul setengah empat sore dan tiba di
Tuban sekitar pukul tujuh malam. Setelah itu
kami pun beristirahat di tempat masing-masing.
Saya sempat memisahkan pakaian kotor
dengan pakaian bersih, juga barang-barang lain
yang saya bawa dari Singapura. Nah, karena
besok pagi saya masih mengambil cuti sehari,
saya pun bisa memanfaatkan waktu itu untuk
beristirahat dan merapikan barang-barang saya.











Closing Statement
Finally, perjalanan dan petualangan kami di
Singapura dan Malaysia selama kurang lebih
empat hari pun berakhir. Banyak pengalaman
yang saya rasakan dan banyak peristiwa yang
terjadi. Berbagai emosi dan perasaan pun
sempat saya alami, dan saya yakin teman-
teman saya pun mengalaminya. Dalam setiap
perjalanan, apapun itu, termasuk perjalanan
hidup kita, akan ada banyak hal yang kita
rasakan dan kita alami. Dari situlah kita akan
belajar dan berkembang. Sekalipun tujuan kami
pergi ke Singapura dan Malaysia adalah untuk
berwisata, saya percaya serangkaian perjalanan
yang kami alami tidak hanya menggenapi tujuan
kami itu. Lebih dari itu, ada banyak hal yang
baik secara sadar maupun tidak, akan
mempengaruhi kehidupan kami selanjutnya.
Saya sangat bersyukur karena Tuhan
mengizinkan saya menikmati setiap detik
perjalanan saya, terlebih karena selama
perjalanan kami, perlindungan Tuhan selalu
menyertai kami. Begitu banyak kebaikan yang
sayadan kamialami.
Saya percaya bahwa segala yang terjadi dalam
hidup saya, apabila Tuhan memang berkenan
hal itu terjadi, maka itulah yang akan terjadi.
Ada makna di balik setiap peristiwa. Saat ini,
pemaknaan akan perjalanan yang telah saya
lakukan pun mungkin baru sebatas sukacita
akan wisata yang saya lakukan. Namun di
kemudian hari, mungkin saya akan menyadari
makna yang lebih mendalam dari suatu
kejadian atau pengalaman yang saya rasakan
selama perjalanan saya. Karena itulah, saya
berusaha membuat tulisan ini, rangkaian
perjalanan dan pengalaman ini selengkap
mungkin, agar kelak, ketika suatu saat saya
membacanya, bisa jadi saya akan diingatkan
akan kebaikan Tuhan yang boleh saya alami
selama perjalanan ini.
Nah, sebagai penutup, satu hal yang berharga
dan membekas dalam benak saya adalah
penyadaran akan betapa luasnya dunia ini.
Betapa banyak tempat di dunia ini yang
diciptakanNya untuk kita dan betapa luasnya
kesempatan kita untuk menjelajah bumi. Kita
harus menghargai dan mencintai tanah
kelahiran kita, bangsa dan negara kita. Namun,
dengan melihat keluar, belajar dari apa yang
ada di luar bangsa kita, menyerap nilai-nilai
positifnya dan mencoba menerapkannya untuk
perkembangan bangsa yang lebih baik, adalah
sesuatu yang luar biasa, bukan? Seperti saya
sebutkan tadi, ada begitu banyak hal yang bisa
kita pelajaridan akan semakin banyak
dengan semakin jauh langkah yang kita ambil.
Bahkan, terkadang kita memang perlu
mengambil jarak supaya kita memiliki sudut
pandang yang berbeda terhadap apa yang
selama ini ada di dekat kita, atau terhadap
tempat dimana kita tinggal.

Ambillah satu langkah keluar, berjalanlah, dan
berpetualanglah. Lihatlah apa yang ada di luar
sana, sadarilah bahwa rahmatNya ada untuk
semua bangsa. Belajarlah dari setiap perjalanan
dan pengalaman kita. Akhirnya, ketika merasa
langkah kita telah terlalu jauh dan kerinduan
untuk kembali itu datang, ingatlah bahwa pintu
untuk pulang selalu terbuka. Sejauh apapun
perjalanan kita, suatu saat kita pasti tetap akan
kembali ke rumah kita. Semoga semakin banyak
kesempatan dan tempat-tempat di luar sana
yang bisa saya kunjungi sepanjang sisa hidup
saya, dan semoga setiap perjalanan yang saya
lakukan dapat memberikan manfaat lebih
daripada yang saya kira. Semoga setiap
perjalanan yang kita lakukan dapat membawa
kebaikan ketika kita pulang nanti.
Selamat berpetualang! Salam backpacker
***

Anda mungkin juga menyukai