I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Usia : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Laksana Raya, Kartini, Jakarta Pusat
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Pemeriksaan : 30 Oktober 2013
II. AUTOANAMNESA
Keluhan utama : bercak kehitaman dan kemerahan pada kedua lipat paha sejak 3
bulan yang lalu
Keluhan tambahan : disertai dengan rasa gatal
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS TK. II Moh. Ridwan Meuraksa dengan
keluhan terdapatnya bercak kehitaman dan kemerahan pada kedua lipat paha sejak 3 bulan
yang lalu.
Awalnya keluhan gatal disertai kemerahan timbul pada kedua lipat paha pasien. Rasa
gatal bertambah berat bila kedua lipat paha pasien berkeringat. Karena rasa gatal, pasien
membeli salep 88, tetapi keluhan tidak berkurang. Kemudian pada kedua lipat paha pasien
terdapat bercak kehitaman dan kemerahan yang disertai rasa gatal. Pasien mengaku mandi
dan mengganti celana dalam dua kali sehari. Pasien menyangkal bertukar handuk atau
pakaian dengan orang lain. Keluhan bercak kehitaman dan kemerahan yang disertai gatal
pada bagian lipatan tubuh lain di sangkal pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pernah menderita penyakit kulit yang sama disangkal pasien.
Riwayat diabetes mellitus disangkal pasien.
Riwayat Alergi makanan atau obat disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama seperti pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 56 kg
Tinggi Badan : 153 cm
IMT : 23.92
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,5C
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax :
Pulmo : I : Simetris dalam statis dan dinamis
P : Taktil fremitus kanan = kiri
P : sonor di seluruh lapang paru
A : suara dasar vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Cor : I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : batas jantung dalam batas normal
A : BJ I, II regular, murmur -, gallop
Abdomen : I : datar
P : supel, NT (-)
P : timpani pada seluruh abdomen
A : Bising usus (+)
Ekstremitas : Hangat, edema -, sianosis
Status Dermatologis
Lokasi : Regio inguinalis dextra et sinistra
Efloresensi : Makula berwarna merah dan hitam, berukuran plakat, bentuk lesi teratur,
bilateral.
RESUME
Perempuan usia 62 tahun datang dengan keluhan terdapat bercak kehitaman dan
kemerahan pada bagian tepi di kedua lipat paha sejak 3 bulan yang lalu.
Awalnya keluhan gatal disertai kemerahan timbul pada kedua lipat paha pasien. Rasa
gatal bertambah berat bila kedua lipat paha pasien berkeringat. Karena rasa gatal, pasien
membeli salep 88, tetapi keluhan tidak berkurang. Kemudian pada kedua lipat paha pasien
terdapat bercak kehitaman dan kemerahan pada bagian tepi yang disertai rasa gatal. Pasien
mengaku mandi dan mengganti celana dalam dua kali sehari. Pasien menyangkal bertukar
handuk atau pakaian dengan orang lain. Keluhan bercak kehitaman dan kemerahan yang
disertai gatal pada bagian lipatan tubuh lain di sangkal pasien.
Sebelumnya pasien tidak pernah mempunyai keluhan seperti ini. Pasien menyangkal
mempunyai penyakit diabetes mellitus dan alergi makanan atau obat. Keluarga pasien tidak
ada yang mempunyaii keluhan seperti pasien.
Pada pemeriksaan status generalis dalam batas nomal. Pemeriksaan status dermatologis
di regio inguinalis dextra et sinistra, dengan efloresensi makula berwarna merah dan hitam,
berukuran plakat, bentuk lesi teratur, bilateral.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum dilakukan
V. DIAGNOSA BANDING
Tinea Cruris
Kandidosis
Eritrasma
VI. DIAGNOSA KERJA
Tinea cruris
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan KOH 10-15%
VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
Sistemik : Ketokonazol 1x200 mg
Chlorpheniramine Maleate (CTM) 1x1
Topikal : Ketokonazol cream
Edukasi :
Pakaian dicuci bersih
Menggunakan pakaian yng tidak terlalu ketat
Hindari menggaruk di tempat lesi
Jaga hygiene dengan meningkatkan frekuensi mandi dan mengeringkan area
kemaluan dan lipat paha setelah buang air kecil atau besar.
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
TINEA CRURIS
I. Definisi
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang
berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja atau
bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian
tubuh yang lain. Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch,
ringworm of the groin, dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005).
II. Etiologi
Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) danEpidermophython
fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%) (Boel,
Trelia.Drg. M.Kes.2003).
III. Epidemiologi
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka
kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak
ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yang
kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab
(Wiederkehr, Michael. 2008).
IV. Patofisiologi
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi
jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan
pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan
tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau
cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim
keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan.
Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit
dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula
yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik,
geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain
dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya:
Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling
sering menyerang liapt paha bagian dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi
atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering
terserang penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan
daripada golongan ekonomi yang baik
e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003).
V. Manifestasi Klinis
1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat
meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis
dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat.
Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada
pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian
dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat
menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko
terkena dermatophytosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula
eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika
kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi
dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan
gambaran likenifikasi.
VI. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan
langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur
diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol
70%.
a. Pemeriksaan dengan sediaan basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian tepi lesi
dengan memakai scalpel atau pinggir gelas taruh di obyek glass tetesi KOH 10-15
% 1-2 tetes tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan lihat di mikroskop
dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi
oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang
lama atau sudah diobati, dan miselium
b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium
saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-
mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.
Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)
c. Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya
dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc AcidSchiff, jamur akan tampak
merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak
coklat atau hitam (Wiederkehr, Michael. 2008).
d. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana
akan tampak floresensi merah bata(Wiederkehr, Michael. 2008).
VII. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat
gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang seperti yang telah
disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang ditetesi KOH 10-20%,
sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi, atau penggunaan lampu wood.
VIII. Diagnosis Banding
Kandidosis intertriginosa
Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida
biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat mengenai
mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat
menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun
eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina,
kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit
kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit genetik). Faktor eksogen berupa
iklim panas dan kelembapan, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki
dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur,
kontak dengan penderita.
Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah payudara,
bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari; dapat juga mengenai
daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis (balanopostitis). Pada
sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat, pada sela jari kaki antara jari
keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat, kadang-kadang disertai rasa panas
seperti terbakar.
Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-lenting
yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas
tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut
dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah
meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti
lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas, dan terjadi lecet. Pada
bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih.
Erytrasma
Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang
disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema dan
skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi berukuran
sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama halus kadang terlihat
merah kecoklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit
penderita. Tempat predileksi kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada
penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan
serpiginose. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi yang sama
berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas dari eritrasma.
Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak. Pada
pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral
red) (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)
Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama
yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz,
dan Kobner. Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka,
ekstremitas ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral. Kelainan
kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya.
Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering bagian di
tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi dapat
lentikular, numular atau plakat, dapat berkonfluensi.
Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang mengenai
daerah kepala dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik sebanyak 1-5%
populasi.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat
mengenai bayi sampa orang dewasa. Umumnya pda bayi terjadi pada usia 3 bulan
sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit berupa eritema dan
skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas kurang tegas. Bentuk
yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak disertai
eksudat dan krusta tebal.
IX. Penatalaksanaan
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal saja
dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi. Semuanya
memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek samping.
Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm
diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh.
Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi
dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu
interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila
terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam emapat golongan
yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti
siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14
alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana
truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Goongan Alynamin
menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke
ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian
sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel
sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan
sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole.
Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:
Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
1. Golongan Azol
a. Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris
karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat
pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur
mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa
ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini
tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4
minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak mata.
b. Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak
akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel
jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%,
solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak
sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
c. Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu
menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu
permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan
ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak 2kali
atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
d. Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad
spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur
meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat
dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e. Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat
sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur
mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia
dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun
penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.
f. Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya
yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen
sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan
solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa
(dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).
2. Golongan alinamin
a. Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin
yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga menyebabkan
pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4
minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. .
Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-
4minggu).
b. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide
yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan
kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur. Secara luas pada
penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat
ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama 1-4 minggu
3. Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel
jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk
cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa
dioleskan sebanyak 4kali sehari.
4. Golongan lainnya
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNA
b. Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4
minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c. Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4
minggu(Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal dengan
pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan tinea
cruris:
a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral
yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-4
minggu.
b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat
sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting
pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik
daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa
200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan
tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu.
Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan
bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.
c. Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya
dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg
ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg
microsize /kg/hari.
d. Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak
pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu
20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
>40kg:250mg/ hari selama 2 minggu
Edukasi kepada pasien di rumah :
1. Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering.
2. Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
3. Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti
pakaian yang lembab.
4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun,
tidak ketat dan ganti setiap hari.
5. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan penderita
harus segera dicuci dan direndam air panas.
X. Komplikasi
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada infeksi
jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.
XI. Prognosis
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan kelembapan
dan kebersihan kulit selalu dijaga.