Anda di halaman 1dari 13

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
1. Pengertian, Tujuan, dan Fungsi P2K3
Pelaksanaan dan penerapan SMK3 di perusahaan tidak terlepas dari peran
serta P2K3. P2K3 merupakan suatu badan yang dibentuk perusahaan sebagai
organisasi fungsional yang mengembangkan kerja sama antara pengusaha dan
manajemen di satu pihak, dengan tenaga kerja atau karyawan di lain pihak dalam
melaksanakan kewajiban bersama untuk meningkatkan keselamatan kerja,
pencegahan kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja di perusahaan. Dengan
demikian perusahaan mempunyai suatu panitia yang selain dapat memberikan saran
dan pertimbangan baik diminta maupun tidak diminta kepada pengusaha/ pengawas
tempat kerja yang bersangkutan tentang masalah-masalah keselamatan dan kesehatan
kerja,juga sebagai sarana yang efektif untuk mempercepat pembinaan program-
program K3 kepada para karyawan serta sebaliknya untuk meneruskan keluhan-
keluhan yang dialami karyawan tentang kekurangan perlindungan K3 di perusahaan
(5).
P2K3 dibentuk di perusahaan dengan tujuan untuk menjamin kelancaran
program produksi secara aman, efisien serta berhasil dengan baik dan menjamin
tercegahnya kecelakaan, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dengan
11



segala konsekuensinya (5). Selain itu juga Unit P2K3 merupakan badan penasehat
bagi pimpinan perusahaan dibidang K3 memberikan penerangan kepada tenaga kerja
mengenai segala upaya pencegahan kecelakaan ditempat kerja dengan mengadakan
safety day untuk sosialisasi pelaksanaan K3 dan demo pemakaian APD (Alat
Pelindung diri) (11).
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
PER.04/MEN/1987, P2K3 mempunyai fungsi (12):
a. Menghimpun dan mengolah data tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
tempat kerja
b. Membantu menunjukan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja
1) Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan
keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk bahaya kebakaran dan peledakan
serta cara penanggulangannya.
2) Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
3) Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
4) Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya;
c. Membantu pengusaha atau pengurus dalam:
1) Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja.
2) Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik.
3) Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja.
12



4) Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta
mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
5) Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja,
hygiene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomik.
6) Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan
makanan di perusahaan.
7) Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja.
8) Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.
9) Mengembangkan laboratorium kesehatan dan keselamatan kerja, melakukan
pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan.
10) Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higene perusahaan dan
kesehatan kerja.
d. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan
pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higene
perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.
2. Dasar Hukum Pembentukan, Keanggotaan dan Mekanisme Kerja P2K3
Adapun, perundang-undangan yang mendasari terlaksananya P2K3 di
perusahaan adalah (5):
a. UU No. 1 Tahun 1970, Pasal 10
b. KEPMENAKER No. 155/MEN/1984 tentang P2K3 dan DK3N/DK3W.
c. KEPMENAKER No. 04/MEN/1987 tentang P2K3 serta tata cara penunjukan
13



Ahli Keselamatan Kerja.
d. PERMENAKER No. 02/MEN/1970 tentang penetapan pembentukan P2K3 di
tempat kerja.
3. Pembentukan dan Keanggotaan P2K3
Ada dua hal yang menjadi syarat pembentukan P2K3 di perusahaan yaitu (5):
a. Setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu, pengusaha/pengurus wajib
membentuk P2K3
1) Tenaga kerja 50 orang
2) Tenaga kerja < 50 orang dengan tingkat bahaya tinggi.
3) Kelompok tempat kerja (sentra industry kecil), dimana tenaga kerja 50 orang
untuk anggota kelompok tempat kerja/perusahaan.
b. P2K3 disahkan oleh Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk
Langkah yang harus ditempuh dalam pembentukan P2K3 adalah (5):
a. Tahap persiapan
Hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh perusahaan antara lain adanya kebijakan K3
yang dituang secara tertulis, inventarisasi calon anggota, konsultasi ke
Kandepnaker setempat. Disamping itu pemerintah juga perlu melakukan
inventarisasi perusahaan agar yang sudah memenuhi ketentuan dapat membentuk
P2K3.
b. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini perusahaan sendiri akan membentuk P2K3 dan melaporkannya ke
14



Kandepnaker setempat. Selanjutnya pemerintah akan menerbitkan SK
Pengesahan P2K3 dan melaksanakan pelantikan.
P2K3 merupakan suatu badan dimana keanggotaannya menurut UU memiliki
syarat antara lain (5):
a. Susunan P2K3 dimulai dari ketua, (wakil ketua), sekretaris dan anggota
b. Jumlah anggota untuk tenaga kerja 100 orang adalah sedikitnya 12 orang, 6
orang mewakili pengusaha/pengurus dan 6 orang mewakili tenaga kerja. Untuk
tenaga kerja yang berjumlah 50-100 orang maka jumlah anggota paling sedikit 6
orang dengan perincian 3 orang mewakili pengusaha dan 3 orang mewakili
pekerja. Untuk tenaga kerja berjumlah kurang dari 50 orang maka jumlah anggota
juga sedikitnya 6 orang terdiri dari 3 orang perwakilan pengusaha/pengurus dan 3
orang dari pekerja.
4. P2K3 sebagai organisasi
Berdasarkan Keputusan Menteri No. 125/MEN/1982 tentang pembentukan
Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, telah dibentuk DK3N yang merupakan
organisasi tripatrit yang terdiri dari wakil pemerintah, wakil serikat pekerja, dan
wakil pengusaha (5).
Dari dewan K3 Nasional ini akan diperoleh masukan-masukan yang akan
menjadi pedoman pemerintah dalam menetapkan peraturan perundang-undangan
tentang norma-norma K3 yang harus dipenuhi dan dipedomani. Di tingkat provinsi,
Dewan K3 ini dinamakan DK3W (Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
15



Wilayah) yang susunan pengurusnya ditetapkan melalui keputusan Kepala Kanwil
Departemen Tenaga Kerja setempat. Di tingkat perusahaan dibentuklah P2K3 sebagai
organisasi K3 yang berada di bawah DK3W. P2K3 ini merupakan badan bipatrit yang
mengandung unsur pengusaha dan tenaga kerja (5).
P2K3 terdiri dari sekurang kurangnya ketua, sekretaris dan anggota P2K3.
Ketua P2K3 memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan P2K3. Sekretaris
memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas sekretariat dan melaksanakan
keputusan P2K3. Anggota P2K3 bekewajiban mengikuti rapat serta melaksanakan
tugas-tugas yang diberikan P2K3 (5).
Ketua P2K3 sebaiknya manajemen tertinggi di suatu tempat kerja atau
setidaknya manajemen yang paling dekat dengan pimpinan puncak, sedangkan
sekretaris P2K3 adalah seorang tenaga professional K3, yaitu manajer K3, atau ahli
K3 (5).
B. Pelatihan
Organisasi dalam hal ini adalah perusahaan harus mengembangkan standar
pelatihan bagi seluruh individu di lingkungannya. Sesuai dengan filosofi K3 dari
IASP (International Association of Safety Professional), pekerja harus dilatih
mengenai K3. Pemahaman atau budaya K3 tidak datang dengan sendirinya, namun
harus dibentuk melalui pelatihan dan pembinaan. Pelatihan dimaksudkan untuk
meningkatkan Knowledge (pengetahuan), Skill (kemampuan), dan Attitude (sopan
16



santun) sehingga harus dirancang sesuai atau spesifik dengan kebutuhan setiap
pekerja (13) .
Pelatihan-pelatihan bagi karyawan dapat dilakukan dengan cara (14)
1. Dilaksanakan di dalam dan oleh perusahaan sendiri (On the Job training)
2. Dilaksanakan di luar perusahaan dan oleh Lembaga lain (Off the Job Training).
Adapun metode On the Job yang digunakan dalam pelatihan sebagai berikut
(14):
1. Coaching adalah bentuk pelatihan dan pengembangan yang dilakukan di tempat
kerja oleh atasan dengan membimbing petugas melakukan pekerjaan secara
informal dan tidak terencana
2. Planned Progression adalah pemindahan karyawan dalam saluran yang
ditentukan melalui tingkatan organisasi yang berbeda
3. Rotasi jabatan adalah pemindahan karyawan melalui jabatan-jabatan yang
bervariasi atau program yang direncanakan secara formal dengan cara
menugaskan pegawai pada beberapa pekerjaan yang berbeda dan dalam bagian
yang berbeda dengan organisasi untuk menambah pengetahuan mengenai
pekerjaan.
4. Penugasan sementara adalah awahan ditetapkan pada posisi sistem manajemen
tertentu dengan jangka waktu yang ditetapkan.
5. Penilaian prestasi formal adalah penilaian yang sesuai dengan produktifitas kerja
yang dihasilkan.
17



6. Job Instruction Training atau latihan instruksi jabatan adalah pelatihan untuk
manajer atau supervisor yang bertindak sebagai pelatih untuk menginstruksikan
bagaimana melakukan pekerjaan tertentu dalam proses kerja
7. Apprenticeship adalah pelatihan yang mengkombinasikan antara pelajaran di klas
dengan praktek lapangan.
Adapun metode off the job dilakukan dengan cara (14):
1. Mengirim tenaga kerja atau karyawan pada lembaga-lembaga lainnya untuk
mengikuti pelatihan
2. Mengundang pelatih dari lembaga lain untuk memberikan pelatihan para
karyawan dilaksanakan di luar perusahaan.
3. Latihan Laboratorium, seseorang belajar menjadi lebih sensitif terhadap orang
lain
4. Studi Kepustakaan, metode ini menggunakan bahan-bahan bacaan yang ada atau
laporanlaporan penelitian yang diharapkan dapat menambah pengetahuan peserta
pelatihan. Metode ini paling tua namun tetap dipakai hingga saat ini walaupun
hanya sebagai pendamping
5. Diskusi, peserta aktif berbicara dalam memecahkan problem-problem yang
didiskusikan dan para peserta dapat mengembangkan leadership, kerjasama dan
komunikatif yang efektif
6. Dinamika Kelompok merupakan teknik simulasi atau role playing. Peserta dilatih
lebih peka terhadap tingkah laku kelompok. Dinamika dimaksud adalah:
18



Komunikasi, konflik, penolakan-penolakan, perubahan tingkah laku serta
kekuasaan dan kebersamaan
7. Role Playing, peserta diberikan kesempatan memainkan sebuah peran atau lebih
dan pada akhir permainan semua peserta diminta menilai peran yang telah
dimainkan, sehingga dapat diketahui: Kekurangan maupun kelebihannya dan
Multiple Technic (teknik untuk mengatasi kekurangan/teknik camouran)
C. Pengetahuan dan Kinerja Karyawan
1. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (15). Pengetahuan
memiliki 6 tingkatan yaitu sebagai berikut (16,17):
a. Tahu (know). Tahu diartikan hanya sebagai recall (mengulang) memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan seseorang harus dapat
menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya.
c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan bahwa obyek dapat menggunakan atau
mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang lain.
19



d. Analisis (analysis). Analisis diartikan sebagai kemampuan menjabarkan materi
atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis). Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
f. Evaluasi (evaluation). Evaluasiberkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap sesuatu materi atau objek.
Terdapat dua dimensi kritikal yang perlu untuk memahami pengetahuan
dalam konteks organisasi, yaitu pertama, pengetahuan eksis di setiap individu,
kelompok atau organisasi; kedua, pengetahuan dapat dilihat dari sebagai sesuatu yang
dapat disimpan, dan sebagai suatu proses yaitu proses untuk mengetahui sesuatu.
Berdasarkan 2 dimensi tersebut, pengetahuan dapat dibagi menjadi tacid dan explicit
knowledge (18).
Tacid knowledge adalah pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan, dan susah didefinisikan dimana biasanya
dibagikan lewat diskusi-diskusi, cerita-cerita. Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995)
dalam Aldi (2005), tacid knowledge diartikan sebagai suatu pengetahuan yang
personal, spesifik, dan umumnya susah diformalisasi dan dikomunikasi kepada pihak
lain (18).
20



Sedangkan explicit knowledge adalah pengetahuan yang sudah
diformulasikan, biasanya disajikan dalam bentuk tulisan misalnya peraturan, buku-
buku, literature-literatur. Dalam organisasi proses penyebaran/sharing pengetahuan
akan membantu pencapaian tujuan organisasi. Explicit atau codified knowledge
diartikan sebagai pengetahuan yang dapat ditransformasikan dalam bentuk formal
dan bahasa yang sisematis (18).
Pengetahuan kinerja adalah informasi atau pengetahuan yang dimiliki oleh
karyawan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya di perusahaan
termasuk tentang SOP (standar operasional prosedur) karyawan, prosedur kerja,
hingga gaji yang sesuai dengan pekerjaannya serta kinerja atau hasil kerja yang harus
dicapai oleh karyawan. Namun pada kenyataannya, rendahnya pengetahuan terhadap
pekerjaan seringkali mengarahkan pekerja pada pilihan kontrak kerja yang keliru. Hal
ini tentu saja mengakibatkan kondisi-kondisi yang merugikan perusahaan dimasa
yang akan datang. Pekerja yang tidak memahami pekerjaan mereka dan tidak
mengetahui kinerja mereka sesungguhnya cenderung akan memilih kontrak kerja
yang tidak sesuai kemampuannya (19).
Latihan atau training bukanlah suatu tujuan, akan tetapi suatu alat dari
manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan yang mana merupakan usaha dan
tanggung jawab pimpinan terhadap karyawan. Latihan merupakan proses timbal balik
yang bersifat membantu dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
21



memperbaiki tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari para karyawan yang
sesuai dengan keinginan dari perusahaan (20).
2. Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan yang merupakan hasil olah pikir dan tenaga dari seorang
karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, dapat berujud, dilihat, dihitung
jumlahnya, akan tetapi dalam banyak hal hasil olah pikiran dan tenaga tidak dapat
dihitung dan dilihat, seperti ide-ide pemecahan suatu persoalan, inovasi baru suatu
produk barang atau jasa, bisa juga merupakan penemuan atas prosedur kerja yang
lebih efisien (21). Kinerja seorang karyawan hendaknya selalu dinilai atau diukur
secara berkala. Karena hal tersebut sangat penting untuk menilai dan mengetahui
apakah seorang karyawan telah melaksanakan seluruh pekerjaannya secara
keseluruhan. Penilaian kinerja adalah sistem formal untuk memeriksa/ mengkaji dan
mengevaluasi secara berkala kinerja seseorang (8).
Menurut Bernadin dan Russel (dalam Handayani, 2011), mengajukan beberapa
kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja seorang karyawan dalam suatu
perusahaan, yaitu (8):
a. Quality (kualitas). Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan
kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
b. Quantity (kuantitas). Merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya jumlah rupiah, unit,
dan siklus kegiatan yang dilakukan.
22



c. Timeliness (ketepatan waktu). Merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada
waktu yang telah dikehendaki, dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu
yang tersedia untuk kegiatan orang lain.
d. Cost effectiveness (efektifitas biaya). Merupakan tingkat sejauh mana penggunaan
sumber daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi dan material) dimaksimalkan
untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit pengguanaan
sumber daya.
e. Need for supervision (keandalan). Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat
melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor
untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan..
f. Interpersonal impact (hubungan kerja). Merupakan tingkat sejauh mana pegawai
memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama diantara rekan kerja dan
bawahannya.

Anda mungkin juga menyukai