Anda di halaman 1dari 19

Teori Kecerdasan Pelbagai diperkenalkan oleh Dr. Howard Gardner pada tahun 1983.

Beliau
merupakan profesor dalam bidang pendidikan di Harvard Universiti. Menurut Gardner, kaedah
lama untuk mengukur tahap kecerdasan manusia, iaitu berdasarkan ujian IQ adalah terlalu
terhad. Justeru, Dr. Gardner telah mengemukakan 8 jenis kecerdasan yang berbeza sebagai
satu cara untuk mengukur potensi kecerdasan manusia, kanak-kanak dan dewasa. Kecerdasan-
kecerdasan yang telah dikenal pasti adalah seperti berikut:
1 Linguistic intelligence ("word smart"):
2. Logical-mathematical intelligence ("number/reasoning smart")
3. Spatial intelligence ("picture smart")
4. Bodily-Kinesthetic intelligence ("body smart")
5. Musical intelligence ("music smart")
6. Interpersonal intelligence ("people smart")
7. Intrapersonal intelligence ("self smart")
8. Naturalist intelligence ("nature smart")
Berikut adalah bagaimana teori kecerdasan pelbagai boleh diaplikasikan dalam situasi
pengajaran dan pembelajaran secara hubungan berikut:
2. PERKATAAN (linguistic intelligence)
3. NOMBOR ATAU LOGIK (logical-mathematical intelligence)
4. GAMBAR (spatial intelligence)
5. MUZIK (musical intelligence)
6. REFLEKSI KENDIRI (intrapersonal intelligence)
7. PENGALAMAN FIZIKAL (bodily-kinesthetic intelligence)
8. PENGALAMAN SOSIAL (interpersonal intelligence), and/or
9. PENGALAMAN DENGAN ALAM SEMULAJADI (naturalist intelligence)
1. Kecerdasan Verbal - Linguistik [authors]

Kemampuan menggunakan perkataan secara berkesan sama ada secara lisan atau tulisan,
termasuk - keboleban memanipulasikan ayat, gaya bahasa dan pengucapan dengan baik dan
sempurna.
Contoh aktiviti: Perbahasan, perbendaharaan kata, ucapan formal, penulisan kreatif, bacaan,
jurnal, diari, puisi, jenaka dan bercerita.

KERJAYA: Sasterawan: Penulis, Penyajak, Penceramah, Pensyarah dalam bidang sastera.
CONTOH: Faisal Tehrani, A. Samad Said, William Shakespeare, Rene Blanco, Sir Arthur Conan
Doyle


2. Kecerdasan Logik - Matematik [scientists]

Kebolehan menggunakan nombor, menaakul, mengenal pasti pola abstrak, perkaitan, sebab
dan akibat (logik). Melibatkan pemikiran saintifik, termasuk pemikiran secara heuristik, induktif
dan deduktif, membuat inferens, mengkategori, generalisasi, perhitungan dan pengujian
hipotesis.
Contoh aktiviti: Penggunaan simbol, rumus, urutan nombor, pola abstrak, perkaitan sebab dan
akibat (logik), penyelesaian masalah, pengurusan grafik dan pengiraan.

KERJAYA: Ahli matematik, Saintis, Jurutera, Akauntan
CONTOH: Carl Friedrich Gauss, Al-Khawarizmi, Isaac Newton


3. Kecerdasan Fizikal - Kinestatik [dancers]

Berkaitan dengan pergerakan dan kemahiran fizikal seperti koordinasi, keseimbangan dan
kelenturan badan. Menggunakan anggota badan untuk meluahkan idea dan perasaan.
Contoh aktiviti: Tarian kreatif, drama, main peranan, aktiviti jasmani, latihan fizikal, pemain
sukan dan seni pertahanan diri.

KERJAYA: Atlit sukan, pemain bola sepak, peninju, penari, pelakon, tentera, polis.
CONTOH: Nicole David, Michael Jordan, David Beckham, Shazlin Zulkifli, Muhammad Ali, Shah
Rukh Khan, Rosyam Noor, Jackie Chan


4. Kecerdasan Visual - Spatial [architects]

Kebolehan mencipta gambaran mental dan mengamati dunia visual. Berkepekaan terhadap
warna, garis, rentuk dan ruang. Berkebolehan menvisual secara spatial dan mengorientasi diri
dalam matriks ruang.
Contoh aktiviti: melukis, mengecat, skema warna, garis rentuk dan ruang, mencipta gambaran
mental, imaginasi aktif, peta minda, menvisual secara spatial dan mengorientasi diri dalam
matriks ruang.

KERJAYA: Pelukis, pengukir, arkitek.
CONTOH: Hijjaz Kasturi. Minoru Yamasaki, Alexander Thomson Alexander, Pablo Picasso,
Leonardo Da Vinci


5. Kecerdasan Muzikal-Ritma [musicians]

Kemampuan untuk menggemari, mendiskriminasi dan meluahkan perasaan melalui muzik.
Kecendenmgan ini termasuk kepekaan terhadap ritma, melodi atau kelangsingan suatu hasil
muzik.
Contoh aktiviti: Persembahan muzik, bunyi vokal, bunyi instrumental, nyanyian dan drama lagu.

KERJAYA: Komposer, penyanyi, penggubah lagu, pemain muzik.
CONTOH: Adnan Abu Hassan, Ajai, M. Nasir, Yasin, Kitaro, Beethoven, Mozart, P. Ramlee, Siti
Nurhaliza, Misha Omar


6. Kecerdasan Intrapersonal [therapists]

Berpengetahuan kendiri dan berkebolehan untuk menilai diri sendiri. Mempunyai gambarann
yang tepat tentang diri sendiri, kesedaran terhadap mood dalaman, kehendak, motivasi,
kemarahan, dorongan dan kemampuan untuk mendisipIinkan diri dan jati diri.
Contoh aktiviti: Teknik metakognisi, strategi pemikinm, proses emosi, prnktis mind fullness,
taakulan tahap tinggi, disiplin diri dan amalan pemusatan.

KERJAYA: Pengarang, Penyajak, Ahli falsafah, Ahli Motivasi, Pakar Kaunseling, Ahli Psikologi
CONTOH: H.M Tuah Iskandar, Dr. Fadzilah Kamsah, Albert Ellis, Willaim Glasser, Howard
Gardner, Jean Piaget

7. Kecerdasan Interpersonal [entrepreneurs]

Kemampuan untuk rnendiskriminasi antara pelbagai petanda interpersonal dan kebolehan
untuk berkornunikasi dengan berkesan secara pragmatik terhadap petanda tersebut.
Contoh aktiviti: kornunikasi antara individu, latilhan ernpati, latihan kolaboratif, rnernberi
maklurn balas, strategi pernbelajaran kooperatif dan sedia bekerja sama

KERJAYA: Ahli politik, Peniaga, Pengacara, Usahawan
CONTOH: Donald Trump, David Letterman, Aznil Hj. Nawawi


8. Kecerdasan Naturalis [naturalists]

Mengenali, menyusun dan mengkategorikan pelbagai jenis flora dan fauna

KERJAYA: Petani, Ahli botani, Ahli biologi, Perancang Bandar, Geologist
CONTOH: Louis Agassiz, David Starr Jordan, Edward D. Cope, Charles Darwin


Dengan memanfaatkan kecerdasan masing-masing. Semua tokoh di atas menempa nama dalam
bidang masing-masing. Masa depan yang cerah, menjadi penyumbang utama dalam sejarah
manusia, dihormati sepanjang zaman. http://dukeamienerev.blogspot.com
Dragonizer Sat Oct 15, 2005 8:35 pm Post #2

Administrator/Anggota SPTians

Posts:
2,790
Group:
Admin
Member
#1
Joined:
October 6, 2004
nota: Artikel di bawah akan diterjemah ke dalam Bahasa Melayu, apabila ada kelapangan.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

SRIWIJAYA POST
Senin, 17 Februari 2003
http://www.indomedia.com/sripo

[size=7]Biarkan Kecerdasan Linguistik Anak Berkembang[/size]

TAK jarang kita dibuat terperangah oleh sikap seorang ibu, yang memarahi putra atau putrinya
nan tengah berceloteh dengan manis. Lebih mengenaskan lagi, ada orangtua yang memarahi
anak-anak mereka dengan mengatakan,Bicara pinter, tetapi matematika bodoh.

Tampaknya orangtua tersebut tidak berbeda dengan kebanyakan orangtua lainnya, tidak tahu
bahwa anaknya memiliki aspek Kecerdasan Linguistik yang menonjol. Tetapi mereka justru
menganggap matematika sebagai tolok ukur kecerdasan anak-anak. Umumnya para orangtua
sangat sedih bila anak-anak mereka tidak mendapat nilai bagus untuk pelajaran matematika.
Berbagai upaya dilakukan agar si anak menjadi pintar, termasuk dengan memaksa mereka
mengikuti les matematika bahkan dengan menggaji guru privat.

Para orangtua mestinya menyadari bahwa kecerdasan, menurut perkembangan teori terbaru,
mempunyai sembilan aspek yang disebut dengan istilah Multiple Intelligences. Kesembilan
aspek itu adalah Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Logika-Matematika, Kecerdasan Kinestetik,
Kecerdasan Spasial (Ruang-Tempat), Kecerdasan Bermusik, Kecerdasan Interpersonal,
Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Naturalis, dan Kecerdasan Moral.
Setiap anak memiliki Multiple Intelligences (Kecerdaan Berganda) itu, tetapi pada masing-
masing mereka ada aspek-aspek yang paling menonjol.

Dari sini terlihat, anak yang mempunya Kecerdasan Linguistik atau Kemampuan Berbahasa lebih
baik dari anak-anak lain, akan mendapat nilai tinggi untuk pelajaran bahasa. Artinya, ia memiliki
Kecerdasan Linguistik di atas rata-rata. Ini prestasi bagus.
Kecerdasan Linguistik sendiri adalah kemampuan berbicara, berbahasa, dan menggunakan
kata-kata secara efektif. Setiap anak bahkan setiap orang memiliki kecerdasan linguistik
berbeda-beda. Ada yang mampu berbicara dan menguasai bahasa dengan lebih mudah
dibandingkan orang-orang lain, karena memiliki kecerdasan linguistik di atas rata-rata.

Ciri-ciri anak dengan Kecerdasan Linguistik yang menonjol antara lain; Mempunyai
keterampilan pendengaran sangat berkembang
l Menikmati bermain-main dengan bahasa bunyi
l Paling cepat belajar dengan menggunakan
kata-kata, mendengar, atau melihatnya
l Gemar membaca
l Sibuk menulis cerita atau puisi
l Suka bercerita atau mendongeng
l Sangat mudah menghafal lirik lagu, kalimat ringkas.

Dalam kehidupan, Kecerdasan Linguistik memberikan kemampuan dalam berbicara,
mendengarkan, membaca berbagai simbol dan tanda, karya tulis mulai dari sebuah memo,
koran, majalah, buku hingga karya sastra yang bermutu tinggi. Dalam hal menulis pun, orang
dengan Kecerdasan Linguistik tinggi akan mampu membuat tulisan mulai dari menulis memo,
kalimat pendek, pantun, puisi, ringkasan laporan hingga laporan yang butuh analisa lengkap.
Di era modern ini, banyak orang memiliki Kecerdasan Linguistik yang menonjol menjadi
seleberiti atau figur-figur publik yang sukses. Sebut saja di ataranya, Dr Andi Alfian
Mallarangeng, yang di samping seorang ahli tata negara, juga merupakan pembicara sekaligus
presenter hebat. Demikian pula dengan para penyiar, pengamat sosial, sekretaris, bahkan
politisi.
Para pakar kecerdasan menyarankan ibu-ibu merangsang Kecerdasan Linguistik anak-anak
dengan;
1. Aktif mengajak mereka berkomunikasi sejak masih dalam kandungan.
2. Ketika anak berusia balita, ibu harus sering mengajaknya berbicara, mendongeng, dan
mendengarkan berbagai bunyi-bunyian.
3. Nutrisi yang tepat mesti diberikan, dengan tidak lupa memberi mereka susu, bahkan sejak si
anak masih dalam kandungan hingga masa pertumbuhkan.
Ciri-ciri lebih lanjut anak-akan memiliki potensi Kecerdasan Linguistik antara lain suka menulis
kreatif, mengkhayal atau bercerita, mengeja kata-kata dengan tepat dan mudah, suka mengisi
teka-teki silang, menikmati mendengarkan kata-kata dan cerita, mendengarkan radio, dongeng,
mempunyai kosa kata yang lebih baik untuk anak-anak seusianya, dan unggul dalam pelajaran
bahasa.
Bila memiliki anak-anak dengan tanda-tanda di atas, para orangtua tidak boleh memarahi
mereka karena itu akan merusak Kecerdasan Linguistik mereka. Sebaliknya, biarkanlah
kecerdasan itu terus berkembang dan terasah dengan baik dibantu oleh lingkungan--orang-
orang terdekat dengannya, untuk selanjutnya terus meluas seiring meluasnya pergaulan sosial
si anak. (ros/BI) http://dukeamienerev.blogspot.com Dragonizer Sat Oct 15,
2005 8:38 pm Post #3

Administrator/Anggota SPTians

Posts:
2,790
Group:
Admin
Member
#1
Joined:
October 6, 2004
nota: Artikel di bawah akan diterjemah ke dalam Bahasa Melayu, apabila ada kelapangan.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

SUMBER: http://www.mail-archive.com/balita-anda@in...m/msg07186.html


Untuk netters sekalian berikut ini saya coba untuk melengkapi makalah
seminar yang dikirim oleh M'ba Rika yang hanya separuh. Semoga bermanfat
untuk para netter sekalian.

[size=7]"MEMPERSIAPKAN ANAK UNGGUL MILENIUM KE: -III"[/size]

OIeh Kak Seto


Pengantar

Pada dasamya anak-anak sebagai generasi yang unggul tidak akan
tumbuh dengan sendirinya. Mereka sungguh memerlukan Iingkungan yang
subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi
mereka dapat tumbuh dengan optimal.
Dengan demikian, para orang tua memegang peran penting untuk
menciptakan Iingkungan tersebut guna merangsang segenap potensi anak
agar dapat berkembang secara maksimal.
Suasana penuh kasih sayang, mau menerima anak sebagaimana
adanya, rnenghargai potensi anak, memberi rangsangan yang kaya untuk
segala aspek perkembangan anak, baik secara kognitif, efektif maupun
psikomotorik, semua sungguh merupakan jawaban nyata bagi tumbuhnya
generasi unggul di masa yang akan datang. Inilah yang perlu kita
persiapkan pada anak-anak guna menyongsong milenium ke - III.

Kecerdasan Anak

Howani Gardner dalam bukunya yang berjudul 'Multiple
Intelligences"
menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selarna in dipakai ternyata
memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja
yang sukses untuk masa depan seseorang. Gambaran mengenai spectrurn
kecerdasan yang luas telah membuka mata para orang tua maupun guru
tentang adanya wilayah-wilayah yang secara spontan akan diminati oleh
anak-anak dengan semangat yang tinggi. Dengan demikian, masing-masing
anak tersebut akan merasa pas menguasai bidangnya masing-masing. Bukan
hanya cakap pada bidang-bidang tersebut yang memang sesuai dengan
minatnya tersebut, namun juga akan sangat menguasainya sehingga menjadi
amat ahli.

Menurut Gardner, kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur:
Kecerdasan matematik-logika
Kecerdasan bahasa
Kecerdasan musikal
Kecerdasan visual spasial
Kecerdasan kinestetik
Kecerdasan inter-personal
Kecerdasan intra-personal
Kecerdasan naturalis

Disampaikan dalam Seminar "Menjadikan Anak Yang Terbaik Menuju Milenium
III" yang diselenggarakan oleh RS. Mitra Keluarga Bekasi.

Bekasi - 27 November 1999

Kecerdasan matematik-logika sendiri memuat kemampuan seseorang
dalam berpikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berpikir menurut
aturan logika, memahami dan menganalisa pola angka-angka serta
rnemecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir.
Anak-anak dengan kecerdasan matematik-logika tinggi cenderung
menyenangi kegiatan menganalisa dan mempelajari sebab-akibat terjadinya
sesuatu. Ia menyenangi berpikir secara konseptual, yaitu misalnya
menyusun
hipotesis, mengadakan kategorisasi dan klasifikasi terhadap apa yang
dihadapinya. Anak-anak semacam ini cenderung menyukai aktifitas
berhitung
dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem matematika.
Apabila kurang memahami, maka mereka akan cenderung berusaha untuk
bertanya dan mencari jawaban atas hal yang kurang dipahami tersebut.
Anak-anak ini juga sangat menyukai berbagai permainan yang banyak
melibatkan kegiatan berpikir aktif, seperti : catur, bermain teka-teki
dan sebagainya.

Kecerdasan bahasa memuat kemampuan seseorang untuk rnenggunakan
bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan dalarn berbagai
bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.
Anak-anak dengan kecerdasan bahasa yang tinggi, umumnya ditandai
dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan
suatu bahasa seperti membaca, menulis karangan, membuat puisi, menyusun
kata-kata mutiara dan sebagainya. Anak-anak seperti ini juga cenderung
memiliki daya ingat yang kuat misalnya terhadap nama-nama seseorang,
istilah-istilah baru maupun hal-hal yang sifatnya detil. Mereka
cenderung lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi.
Dalam hal penguasan suata bahasa baru, anak-anak ini umumnya memiliki
kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak lainnya.

Kecerdasan musikal memuat kemampuan seseorang untuk peka
terhadap suara-suara non verbal yang berada di sekelilingnya. termasuk
dalam hal ini adalah nada dan irama.
Anak-anak jenis ini cenderung senang sekali mendengarkan nada
dan
irama yang indah, apakah itu melalui senandung yang dilagukannya
sendiri,
mendengarkan kaset/ radio, pertunjukan orkestra atau alat musik yang
dimainkannya sendiri. Mereka juga lebih mudah mengingat sesuatu dan
mengekspresikan gagasan-gagasan apabila dikaitkan dengan musik.

Kecerdasan visual spasial memuat kemampuan seseorang untuk
memahami secara lebih mendalam hubungan antara obyek dan ruang.
Anak-anak ini memiliki kemampuan misalnya untuk menciptakan imajinasi
bentuk dalam pikirannya, atau kemampuan untuk menciptakan bentuk-bentuk
tiga dimensi seperti dijumpai pada orang dewasa yang menjadi pemahat
patung atau arsitek suatu bangunan. Kemampuan membayangkan suatu bentuk
nyata dan kemudian memecahkan berbagai masalah sehubungan dengan
kemampuan ini adalah hal yang menonjol pada jenis kecerdasan
visual-spasial ini. Anak-anak demikian akan unggul dalam pernainan
mencari jejak pada suatu kegiatan di kepramukaan misalnya.

Kecerdasan kinestetik memuat kemampuan seseorang untuk secara
aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk
berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah. Hal ini dapat dijumpai
pada anak-anak yang unggul pada salah satu cabang olaraga, seperti
misalnya bulu tangkis,
sepakbola, tenis, berenang, dan sebagainya. Atau bisa pula tampil pada
anak-anak yang pandai menari, trampil bermain acrobat atau unggul dalam
bermain sulap.

Kecerdasan Inter-personal menunjukkan kemampuan seseorang untuk
peka terhadap perasaan orang lain, Mereka cenderung untuk memahami dan
berinteraksi dengan orang lain, sehingga rnudah dalam bersosialisasi
dengan lingkungan disekelilingnya. Kecerdasan semacam ini juga sering
disebut sebagai kecerdasan sosial, dimana selain seorang anak mampu
rnenjalin persahabatan yang akrab dengan teman-termannya juga termasuk
kemampuan seperti memimpin, mengorganisasi, menangani perselisihan antar
teman, memperoleh simpati dari anak-anak yang lain, dan sebagainya.

Kecerdasan Intra-personal menunjukkan kemampuan seseorang untuk
peka terhadap perasaaan dirinya sendiri, Ia cenderung mampu untuk
mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya
sendiri. Anak-anak semacam ini senang melakukan introspeksi diri,
mengkoreksi kekurangan maupun kelemahannya, kemudian mencoba untuk
memperbaiki diri. Beberapa diantaranya cenderung menyukai kesunyian dan
kesendirian, merenung dan berdialog dengan dirinya sendiri.

Kecerdasan Naturalis yaitu kemampuan seseorang untuk peka
terhadap Lingkungan alam. Misalnya senang berada di lingkungan alam yang
terbuka seperti pantai, gunung, cagar alam, hutan, dan sebagainya.
Anak-anak dengan kecerdasan seperti ini cenderung suka mengobservasi
lingkungan alam seperti aneka macam bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah,
aneka macam flora dan fauna, benda-benda di angkasa, dan sebagainya.
Melalui konsepnya mengenali kecerdasan multiple atau kecerdasan
ganda ini, Gardner ingin mengkoreksi keterbatasan cara berpikir yang
konvensional mengenai kecerdasan. Dimana seolah-olah kecerdasan hanya
terbatas pada apa yang diukur oleh beberapa test inteligensi yang sempit
saja, atau sekedar melihat prestasi yang ditampilkan seorang anak
melalui
ulangan maupun ujian di sekolah belaka.

Teori Gardner ini kemudian dikembangkan dan juga semakin
dilengkapi oleh para ahli lain. Di antaranya adalah Daniel Goleman
melalui bukunya yang terkenal "Emotional Intelligence" atau Kecerdasan
Emosional.

Dari ke tujuh spektrum kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner
di atas, Goleman mencoba memberi tekanan pada aspek kecerdasan
intra-personal atau antar pribadi. Inti dari kecerdasan in adalah
mencakup kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana
hati, temperamen, motivasi dan hasrat Iceing;nsn orafla ~ M~'fl
fl}en~llr~lt fl~rdner kecerdasan antar-pribadi ini Iebih menekankan pada
aspek kognisi atau pemahaman.
Sementara faktor emosi atau perasaan kurang diperhatikan. Padahal
menurut
Goleman, faktor emosi ini sangat penting dan memberikan suatu warna yang
kaya dalam kecerdasan antar-pribadi ini.
Selanjutnya oleb tokoh-tokoh seperti Sternberg dan
Salovey,
sebagaimana diungkapkan oleh Goleman, disebutkan adanya Lima wilayah
kecerdasan pribadi dalam bentuk kecerdasan emosional.

Lima wilayah tersebut adalah:
- Kemampuan mengenali emosi diri
- Kemampuan mengelola emosi
- Kemampuan memotivasi diri
- Kemampuan mengenali emosi orang lain
- Kemampuan membina hubungan

Berikut ini adalah uraian dari ke lima wilayah di atas.
Kemampuan mengenali emosi diri adalah kemampuan seseorang dalam
mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul.
Ini sering dikatakan sebagai dasar dari kecerdasan emosional. Seseorang
yang mampu mengenali emosinya sendiri adalah bila ia memiliki kepekaan
yang tajam atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian
mengambil keputusan-keputusan secara mantap. Dalam hal ini misalnya
sikap yang diambil dalam menentukan berbagai pilihan, seperti memilih
sekolah, sahabat, pekerjaan sampai kepada pemilihan pasangan hidup.

Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan seseorang untuk
mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya
dapat mernpengaruhi perilakunya secara salah. Mungkin dapat di
ibaratkan sebagai seorang pilot pesawat yang dapat membawa pesawatnya
ke suatu kota tujuan dan kemudian mendaratkannya secara mulus.
Misalnya seseorang yang sedang marah, maka kemarahan itu, tetap dapat
dikendalikan secara baik tanpa harus menimbulkan akibat yang akhirnya
disesalinya di kemudian hari.

Kemampuan memotivasi diri adalah kemampuan untuk memberikan
semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan
bermanfaat. Dalam hal ini terkandung adanya unsur harapan dan optimisme
yang tinggi, sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk
melakukan suatu aktivitas tertentu. Misalnya dalam hal belajar, bekerja,
menolong orang lain dan sebagainya.

Kemampuan mengenali ernosi orang lain adalah kemampuan untuk
mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain akan
merasa senang dan dimengerti perasaannya. Anak-anak yang memiliki
kemampuan ini, yaitu sering pula disebut sebagai kemampuan berempati,
mampu menangkap pesan non-verbal dan orang lain seperti : nada bicara,
gerak-gerik maupun ekspresi wajah dari orang lain tersebut. Dengan
demikian anak-anak ini akan cenderung disukai orang.

Kemampuan membina hubungan adalah kemampuan untuk mengelola
emosi orang lain, sehingga tercipta ketrampilan sosial yang tinggi dan
membuat pergaulan seseorang menjadi lebih luas. Anak-anak dengan
kemampuan ini cenderung mempunyai banyak teman, pandai bergaul dan
menjadi lebih populer.

Di sini dapat kita simpulkan betapa pentingnya kecerdasan
emosional
dikembangkan pada diri anak. Karena betapa banyak kita jumpai anak-anak,
dimana mereka begitu cerdas di sekolah, begitu cemerlang prestasi
akademiknya, namun bila tidak dapat mengelola emosinya, seperti mudah
marah, mudah putus asa atau angkuh dan sombong, maka prestasi tersebut
tidak akan banyak bermanfaat untuk dirinya. Ternyata kecerdasan
emosional perlu lebih dihargai dan dikembangkan pada anak sejak usia
dini. Karena hal inilah yang mendasari ketrampilan seseorang di tengah
masyarakat kelak, sehingga akan membuat seluruh potensinya dapat
berkembang secara lebih optimal.

Hal yang hampir senada juga dikemukakan oleh Robert Coles dalam
bukunya yang berjudul "The Moral Intelligence of Children", bahwa
disamping
IQ, ada suatu jenis kecerdasan yang disebut sebagai kecerdasan moral
yang
juga memegang peranan amat penting bagi kesuksesan seseorang dalam
hidupnya.
Hal ini ditandai dengan kemampuan seorang anak untuk bisa
menghargai dirinya sendiri maupun diri orang lain, memahami perasaan
terdalam orang-orang di sekelilingnya, mengikuti aturan-aturan yang
berlaku, semua ini termasuk merupakan kunci keberhasilan bagi seorang
anak di masa depan.
Bagaimana hal ini dapat diwujudkan pada anak-anak kita sejak
usia
dini sebagai persiapan menyongsong milenium ke - III?

Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam keluarga,
contoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain,
ketekunan dan keuletan menghadapi kesulitan, sikap disiplin dan penuh
semangat, tidak mudah putus asa, lebih banyak tersenyum daripada
cemberut, semua ini memungkinkan anak mengembangkan kemampuan yang
berhubungan dengan kecerdasan kognitif, kecerdasan emosional maupun
kecerdasan moralnya.

Penutup

Sebagaimana dikemukakan oleh para ahli, perkembangan kecerdasan
anak pun sangat dipengaruhi oleh berbagai rangsangan-rangsangan mental
yang kaya sejak usia dini. Di samping guru, orang tua pun mernegang
peranan penting bagi usaha pengembangan potensi tersebut secara optimal.
Dalam hal ini tentu dibutuhkan suatu kesungguhan dan para orang tua
untuk secara tekun dan rendah hati melakukan hal yang terbaik bagi
putra-putrinya.
Kiranya uraian di atas dapat memberikan sedikit ~ ~"'~"'?~g tt'?
.~+iil' ~ usaha. tersebut

Semoga.

Bekasi, 27 November 1999 http://dukeamienerev.blogspot.com Dragonizer Sat
Oct 15, 2005 8:41 pm Post #4

Administrator/Anggota SPTians

Posts:
2,790
Group:
Admin
Member
#1
Joined:
October 6, 2004
nota: Artikel di bawah akan diterjemah ke dalam Bahasa Melayu, apabila ada kelapangan.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KOMPAS CYBER MEDIA
Selasa, 6 Agustus 2002
http://www.kompas.com/kompas-cetak/


[size=7]Kecerdasan Intelektual Tak Cuma Logika dan Bahasa[/size]

Yogyakarta, Kompas -Praktisi pendidikan anak Dr Seto Mulyadi menilai, sistem pendidikan
nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik semata-mata pada kemampuan logika
(matematis) dan bahasa perlu direvisi. Kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup dua
parameter itu, tetapi juga bisa dilihat dari aspek kinetis, musikal, visual spasial, interpersona,
intrapersona, serta naturalis.

Seto Mulyadi mengutarakan itu saat berbincang-bincang dengan pers di Yogyakarta, pekan lalu.
Mantan pembawa cara anak-anak di TVRI-lalu ia pun lebih akrab disapa Kak Seto-itu berada di
Yogyakarta dalam rangka merintis pembukaan cabang Kelompok Bermain "Si Komo", taman
bermain yang dikelolanya di Jakarta selama ini.

"Begitu banyak orang-orang unggul tidak terpantau kecerdasannya-bahkan dianggap bodoh-
hanya karena tidak mahir pelajaran matematika yang mengandalkan logika atau bahasa yang
mengandalkan kemampuan berbicara. Selama sistem pendidikan nasional kita masih mengukur
kecerdasan anak dengan dua parameter itu, selama itu pula kita memasung kreativitas anak,"
katanya.

Ditegaskan, ada banyak parameter lain yang hendaknya juga menjadi acuan dalam mengukur
kecerdasan intelektual anak. Kecerdasan kinetis, misalnya, bisa dilihat dari kemampuan anak
melakukan gerakan-gerakan olahraga yang memungkinkan anak bersangkutan berprestasi di
bidang olahraga. Ada juga kecerdasan musikal, yang ditandai dengan kemampuannya
memainkan alat musik dan menyanyi. Selanjutnya, kecerdasan visual spasial, ditandai dengan
kemampuan mendesain ruangan, busana, rambut dan sebagainya.

Ada pula kecerdasan interpersona. Ini ditandai dengan kemampuan seorang anak
mempengaruhi orang lain, seperti ahli organisasi, ahli memimpin, politikus, pedagang, dan
semacamnya. Sebaliknya, ada juga kecerdasan intrapersona, yang diukur dari kemampuan
seorang anak mengendalikan emosi jiwanya, serta memotivasi dirinya sendiri untuk berbuat
lebih baik.

"Ada juga kecerdasan yang sifatnya diukur dari kemampuan bergaul dan memahami alam.
Namanya kecerdasan naturalis, seperti Ully Sigar yang mampu menangkap gejala alam untuk
dijadikan lagu," papar Seto Mulyadi.

Kekeliruan besar

Jadi, tambahnya, keliru besar jika setiap masa kenaikan kelas prestasi anak didik hanya diukur
dari kemampuan matematis dan bahasa. Begitu banyak aspek yang mestinya jadi penentu.
"Kalau kita terus menganut paradigma yang sempit, ibaratnya kita mengukur jarak Yogya-Solo
dengan satuan kilogram. Menggunakan pengukuran yang salah, berarti kita bergelimang
dengan kerancuan," paparnya.

Menurut Seto, akibat kerancuan yang dianut selama ini, anak didik cenderung berpikir seperti
robot, apalagi jika kondisi sekolahnya tidak menyenangkan bagi anak untuk bermain. Anak
cenderung menjadi pemikir pasif, yakni berpikir dengan pola menghafal. Pola berpikir ini
tingkatannya tergolong paling rendah karena tidak kritis.

"Dari dulu mereka cuma bisa menghafal masa Perang Diponegoro tahun 1825-1830, tanpa
berupaya membandingkannya dengan Perang Imam Bonjol. Mereka cuma diminta menghafal
bahwa kambing kakinya empat, tanpa diarahkan mencari persamaan dan perbedaannya
dengan ayam," kata Seto seraya menambahkan bahwa di negara-negara maju, seperti
Skandinavia, parameter kecerdasan anak diukur dengan parameter majemuk tanpa terbatas
logika dan bahasa. (NAR) http://dukeamienerev.blogspot.com Dragonizer Sat
Oct 15, 2005 8:44 pm Post #5

Administrator/Anggota SPTians

Posts:
2,790
Group:
Admin
Member
#1
Joined:
October 6, 2004
nota: Artikel di bawah akan diterjemah ke dalam Bahasa Melayu, apabila ada kelapangan.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Tak Ada Anak Bodoh atau Pintar
[size=7]Kembangkan Kreativitas dan Kemampuan Anak[/size]
SUMBER: http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/

BANDUNG, (PR).-
Tidak ada anak yang bodoh, hal ini perlu dipahami oleh semua orang. Saat ini, masih banyak
orang yang berpendapat ada anak bodoh dan anak pintar, padahal setiap anak pasti
mempunyai satu kemampuan. Dengan begitu, yang terpenting bagaimana mengembangkan
kemampuan yang dimiliki anak tersebut.

"Dalam ilmu pengetahuan modern, tidak ada istilah anak bodoh. Yang ada, anak yang belum
dijuruskan kepada kreativitas yang dimilikinya. Hal ini perlu dipahami, karena masih banyak
orang yang berpendapat ada anak bodoh dan anak pintar," ungkap Direktur Perguruan Darul
Hikam, Drs.H. Djadja Djahari, M.Pd.

Ia mengatakan hal tersebut kepada "PR", seusai memberikan sambutan pada Lomba Kreativitas
Anak Indonesia, belum lama ini, di halaman barat Gedung Sate Bandung.

Kreativitas tersebut, lanjut Djadja, oleh Thomas Amstrong disebut sebagai delapan kecerdasan
anak. Kecerdasan itu meliputi kecerdasan matematika - logika, kecerdasan bahasa (linguistik),
kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestik, kecerdasan interpersonal,
kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis

"Setiap anak pasti memiliki satu dari delapan kecerdasan itu. Namun, tidak tertutup
kemungkinan, seorang anak bisa saja memiliki lebih dari satu kecerdasan. Misalnya seorang
wartawan, karena memiliki kemampuan linguistiknya, maka bisa dikatakan mempunyai
kecerdasan linguistik.

Sebab, tidak semua orang bisa menjadi seorang wartawan. Namun, wartawan sendiri belum
tentu ia bisa menari, atau membuat desain. Jadi bisa dikatakan, seseorang hanya memiliki satu
kemampuan," jelasnya.

Berkaitan dengan hal itu, tinggal orang tua pandai-pandai melihat kecerdasan apa yang dimiliki
anaknya. Bila orangtua telah mengetahui kecerdasan yang dimiliki anaknya, ia kemudian
mengarahkan anaknya sesuai dengan kecerdasannya tersebut.

"Untuk mengetahui mengenai kecerdasan dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang anak,
maka para orangtua perlu bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti dengan guru dan
psikologi. Namun, yang pertama bisa dilakukan adalah melalui pengamatan diri sendiri,"
katanya.

Pada bagian lain, Djadja juga mengingatkan agar para orang tua umumnya jangan
mengharapkan atau menuntut anak-anaknya untuk bisa melakukan atau menguasai segala
macam keterampilan. Namun, yang perlu diperhatikan, adalah melihat kemampuan apa yang
dimiliki anaknya tersebut, untuk selanjutnya dikembangkan dan diarahkan. (A-62)***
http://dukeamienerev.blogspot.com Dragonizer Sat Oct 15, 2005 8:54 pm Post
#6

Administrator/Anggota SPTians

Posts:
2,790
Group:
Admin
Member
#1
Joined:
October 6, 2004
nota: Artikel di bawah akan diterjemah ke dalam Bahasa Melayu, apabila ada kelapangan.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

[size=7]Sistem Penjurusan di SMU, tidak Maksimalkan Potensi Siswa[/size]
Oleh TUSSIE AYU RIEKASAPTI
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/

ADA hal yang harus kita kritisi dalam pendidikan di Indonesia, yaitu sistem penjurusan di SMU.
Saya merasakan sendiri, betapa kurikulum 1994 begitu memberatkan siswanya, terutama
sistem penjurusannya yang saya nilai tidak efektif.

Pada kurikulum 1994, siswa SMU memasuki jurusan pada kelas tiga, sesuai dengan nilai-nilai
yang diperolehnya selama kelas dua (bukan berdasarkan minat). Ada tiga jurusan yang dapat
menjadi pilihan siswa, yaitu IPA, IPS dan bahasa. Namun sebagian sekolah hanya memiliki
jurusan IPA dan IPS, karena kurangnya tenaga guru bahasa asing.

Saya adalah siswa IPS, dan saya ingat benar, IPA adalah jurusan favorit. Sehingga stereotipe
siswa IPA adalah siswa-siswa pintar. Sedangkan stereotipe siswa IPS adalah siswa bodoh dan
malas, sehingga ketika pertama kali saya masuk kelas tiga, yang pertama kali dilakukan guru
saya adalah membangun mental siswa-siswa IPS agar kami tidak merasa sebagai orang bodoh
yang tidak memiliki masa depan. Guru saya meyakinkan bahwa masa depan siswa IPS sama
cerahnya dengan masa depan siswa IPA.

Mengapa sampai tercipta stereotipe seperti itu? Penyebab pertama adalah minimnya
pengetahuan masyarakat mengenai jurusan-jurusan yang ada. Jurusan IPA mencakup mata
pelajaran matematika, fisika, kimia dan biologi. Sedangkan IPS adalah jurusan yang mencakup
mata pelajaran sosiologi, antropologi, tata negara, ekonomi dan akuntansi. Di luar pelajaran-
pelajaran itu, ada juga pelajaran-pelajaran wajib seperti PPKN, agama, bahasa Indonesia, dan
lain-lain yang wajib dipelajari semua jurusan. Di Indonesia, orang yang mampu menguasai
pelajaran eksakta seperti matematika, fisika dan kimia dianggap pintar. Sedangkan pelajaran
non eksakta dianggap ilmu yang bisa dipelajari semua orang, jadi tidak ada istimewanya orang
yang mempelajari ilmu-ilmu sosial.

Penyebab kedua, kurikulum pendidikan yang tidak efektif. Untuk itu, ada baiknya kita melihat
ke belakang, kurikulum apa saja yang pernah diterapkan di Indonesia?

Metamorfosis kurikulum pendidikan Indonesia

Pada tahun 1975, SMU (ketika itu SMA) memakai sistem penjurusan IPA, IPS dan bahasa. Pada
tahun 1984, SMU (SMA) dibagi menjadi dua jurusan, yaitu A dan B. Program A dibagi menjadi
A1, A2, A3 dan A4. A1 terfokus pada pelajaran matematika dan fisika, A2 pada kimia dan
biologi, A3 pada ekonomi dan akuntansi, A4 pada bahasa dan sastra. Program B dibagi menjadi
B1, B2, B3 dan B4. Namun pada kenyataannya, program B tidak berhasil dan tidak pernah
terdengar gaungnya di lapangan. Kurikulum 1984 kemudian diganti Kurikulum 1994. Dalam
Kurikulum 1994 yang masih dipakai hingga kini, penjurusan di SMU kembali menjadi tiga seperti
Kurikulum 1975, yaitu IPA, IPS, dan bahasa.

Ketika saya masih SMU, penjurusan dilakukan tatkala siswa duduk di kelas tiga. Kini, penjurusan
dilakukan ketika siswa duduk di kelas dua. Namun ada beberapa SMU yang belum menjuruskan
siswanya pada kelas dua. Kemungkinan penjurusan pada kelas dua SMU di seluruh Indonesia,
baru dilaksanakan pada tahun ajaran baru nanti.

Sistem penjurusan seperti sekarang ini (kurikulum 1994) memiliki beberapa kekurangan.
Pertama, beban siswa sangat berat. Sebelum penjurusan (selama kelas satu dan dua) siswa
dibebani tidak kurang dari tiga belas mata pelajaran yang mencakup semua disiplin ilmu,
seperti matematika, fisika, kimia, biologi, sosiologi, geografi, bahasa Indonesia, ekonomi dan
lain-lain. Jarang sekali ada manusia yang bisa menguasai begitu banyak disiplin ilmu. Apabila
seseorang menguasai matematika dan fisika, belum tentu ia menguasai sosiologi dan ekonomi,
begitu juga sebaliknya. Hanya siswa yang super jenius yang bisa menguasai semua pelajaran itu.
Jadi kurikulum ini hanya diciptakan untuk superman dan supergirl!

Kedua, siswa tidak bisa memaksimalkan potensi yang ia miliki, sehingga menghambat untuk
mencapai cita-cita. Hal ini dikarenakan konsentrasi siswa akan terbagi untuk beberapa
pelajaran, bahkan setelah ia memasuki penjurusan. Misalnya seorang siswa ingin menjadi
dokter, maka yang harus ia kuasai adalah pelajaran biologi dan kimia. Sedangkan dalam jurusan
IPA, ia tetap harus mempelajari matematika dan fisika. Sehingga rata-rata nilai yang ia peroleh
tetap saja jelek, karena mendapatkan nilai jelek pada pelajaran matematika dan fisika. Dengan
sistem pendidikan seperti ini, potensi dan minat siswa belum tergali secara mendalam.

Klasifikasi kecerdasan manusia

Menurut Howard Gardner seorang peneliti ternama di Harvard, ada delapan macam
kecerdasan atau inteligensia (Hernowo, "Mengikat Makna, Mengubah Paradigma Membaca
dan Menulis Secara Radikal", Kaifa, Bandung, 2002).

Pertama, kecerdasan linguistik. Yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan
verbal. Orang yang memiliki kecerdasan linguistik cenderung piawai dalam menulis, membaca,
berbicara dan berdebat. Kecerdasan jenis ini kebanyakan dimiliki oleh pengarang, penyair, atau
orator.

Kedua, kecerdasan logika matematika, yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan
kemampuan seseorang dalam perangkaan, pengenalan pola, dan bermain dengan argumentasi
yang logis. Kecerdasan jenis ini biasanya dimiliki oleh para ilmuwan, ahli matematika, pengacara
atau hakim.

Ketiga, kecerdasan spasial (spacial), yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan
untuk berpikir secara "meruang" atau menciptakan dan menyusun kembali suatu citra atau
situasi tertentu. Kecerdasan ini dapat kita temui pada orang-orang yang berprofesi sebagai
arsitek, pematung, pelukis, navigator, ataupun pilot.

Keempat, kecerdasan musikal, yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan
seseorang menciptakan irama. Kecerdasan ini dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi sebagai
musisi, komposer, atau pemimpin orkestra.

Kelima, kecerdasan kinestetik, yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan
seseorang menggerakkan tubuh atau hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas fisik. Kebanyakan
kecerdasan ini dimiliki oleh atlet, pedansa dan pesenam.

Keenam, kecerdasan interpersonal, yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan
seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Biasanya dimiliki oleh salesman,
negosiator dan orang-orang yang mampu membangkitkan motivasi.

Ketujuh, kecerdasan intrapersonal, yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan
seseorang dalam memahami dirinya. Orang yang memiliki kecerdasan ini mampu merenungkan
dirinya dan kemudian mengekspresikan dirinya secara kuat. Kecerdasan jenis ini biasanya
dimiliki oleh psikolog atau filsuf.

Kedelapan, kecerdasan naturalis, yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk berinteraksi dengan alam secara harmonis. Kecerdasan ini ada pada para
pencinta alam atau penyayang binatang.

Setiap manusia minimal memiliki satu dari delapan kecerdasan itu. Namun sayangnya, tidak
semua orang dapat menemukan kecerdasannya. Delapan kecerdasan ini tentu tidak akan dapat
ditemukan hanya dengan sistem penjurusan IPA, IPS dan bahasa. Bagaimana dengan orang
yang memiliki kecerdasan musikal, kinestetik atau intrapersonal? Selama ini kita hanya terpaku
pada kecerdasan logika matematik. Padahal parameter kecerdasan seseorang bukan hanya
diukur dari kecerdasannya dalam bidang matematika atau fisika.

Saran saya, sebagai salah seorang yang merasakan beratnya kurikulum 1994 adalah, pertama,
penjurusan sudah dilakukan ketika siswa masuk SMU. Untuk itu, sejak SLTP siswa sudah dibekali
dengan pelajaran untuk mendukungnya di jurusan yang akan dipilih sesuai minat.

Kedua, sistem penjurusan dikembalikan lagi seperti kurikulum 1984, sehingga diharapkan
pengetahuan dan keahlian siswa lebih spesifik dengan penjurusan yang lebih efektif.

Ketiga, ditambahnya alokasi dana untuk ekstrakurikuler. Kemudian disediakan satu hari khusus
untuk ekstrakurikuler, sehingga kecerdasan siswa yang tidak tergali di ruang kelas seperti
kecerdasan musikal dan naturalis, dapat terasah melalui ekstrakurikuler.

Dengan demikian, kecerdasan siswa diharapkan bisa tergali sebagai bekal untuk menentukan
minat dan jurusan yang akan mereka pilih selepas dari SMU. Dengan jurusan yang mereka
minati dan sesuai dengan kecerdasan mereka, mudah-mudahan mereka tidak terbebani dengan
banyaknya pelajaran yang sebenarnya tidak sesuai dengan kecerdasan masing-masing. Cukup
saya dan ribuan orang lain yang merasakan beratnya kurikulum 1994. Semoga pemerintah bisa
memperbaiki kurikulum dan sistem penjurusan, sehingga tercipta tunas-tunas bangsa yang
unggul.

Anda mungkin juga menyukai