Anda di halaman 1dari 10

TRAUMA TUMPUL

Trauma atau kecelakaan merupakan hal yang sering dijumpai dalam kasus
forensik. Hasil dari trauma atau kecelakaan adalah luka, perdarahan, skar atau
hambatan dalam fungsi organ. Agen penyebab trauma dapat diklasifikasikan dalam
beberapa cara, antara lain akibat kekuatan mekanik, aksi suhu, agen kimia, agen
elektromagnet, asfiksia dan trauma emboli. Dalam prakteknya seringkali terdapat
kombinasi trauma yang disebabkan oleh satu jenis penyebab, sehingga klasifikasi
trauma ditentukan oleh alat penyebab dan usaha yang menyebabkan trauma. Dan
dalam pembahasan makalah ini akan dipaparkan mengenai trauma yang diakibatkan
oleh benda tumpul.

Dasar Dasar Traumatologi
Definisi
Pengertian trauma (injury) dari aspek medikolegal sering berbeda dengan
pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah
hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah
pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
seseorang. Artiya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari
alat atau benda yang dapat menimbulkan kecelderaan. Aplikasinya dalam pelayanan
Kedokteran Forensik adalah untuk membuat terang suatu tindak kekerasan yang terjadi
pada seseoang.

Trauma Mekanik dan Trauma Tumpul
Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai
bentuk, alami atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti
kampak pisau, panah, martil dan lain-lain. Bila ditelusuri, benda-benda ini telah ada
sejak zaman pra sejarah dalam usaha manusia mempertahankan hidup sampai dengan
pembuatan senjata-senjata masa kini seperti senjata api, bom dan senjata penghancur
lainnya.

Akibat pada tubuh dapat dibedakan dari penyebabnya.
Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi,
sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri
adalah
- Tidak bermata tajam
- Konsistensi keras / kenyal
- Permukaan halus / kasar
Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang
mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang bergerak
ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang
hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan.
Luka karena kererasan tumpul dapat berebentuk salah satu atau kombinasi dari
luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.

Luka Akibat Trauma Tumpul
Variasi mekanisme terjadinya trauma tumpul adalah :
1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.
2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.
Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut
terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh
mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya
tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka yakni:
1. Abrasi
2. Laserasi
3. Kontusi/ruptur
4. Fraktur
5. Kompresi
6. Perdarahan



a. Abrasi
Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya
epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih
dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari
lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah
dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat
digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang
kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan
benda yang mengenainya.
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang
mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang.
Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang
digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru
terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari
benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada
abrasi yang luas.

b. Kontusio Superfisial.
Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar
dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh
darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ
dibawahnya.
Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah
terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya. Perubahan warna pada memar
berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung
jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti untuk menentukan
lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.
Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan
menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara
kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.
Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan
waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena
hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan
darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat
menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah
terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada
organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan.
Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian
jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan
saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman
tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.
Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan
subkutan.Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel sel lemak, cairan
lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran
darah dapat menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain
termasuk otak. Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai
sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat
dilakukan dan dilegalkan.

c. Kontusio pada organ dan jaringan dalam.
Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki
karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi
kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi
peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat
menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada
bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit
pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat
menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang
mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan
menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur
organ yang menyebabkan
perdarahan pada rongga tubuh.

d. Laserasi
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan
kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa,
permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang
menyebabkan
laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi
tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan
kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar,
disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda
tersebut yang mengalami indentasi.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi
luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda
tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan.
Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal
kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab
kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi
karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk
semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan
laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow tails. Beberapa benda dapat
menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,
perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu
pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar
kulit atau membran mukosa.
Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung
membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi,
yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di
atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung
apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti
luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan
lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan
yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya
robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus
menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat
menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan
kematian.
Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman
yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam
jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka
yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya
pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat
menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah
kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau
sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat
dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang harus
diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi dalam
jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat.


e. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi.
Luka leceet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama
dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya
dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi
bersamaan pada satu pukulan.

f. Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya
memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur
sederhana dan komplit atau terbuka. Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma
juga dipengaruhi beberapa factor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak
tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi trauma khususnya pada tulang
tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur
tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana
dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan. Pada kasus dimana tidak terlihat adanya
deformitas maka untuk mengetahui ada tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan
menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto polos. Xero radiografi merupakan
teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur. Fraktur mempunyai makna pada
pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat menggambarkan benda penyebabnya
(khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang
yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka
waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang makros dapat
dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian telah
sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan
akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan
daerah penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang
cukup tinggi. Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang
aslinya.
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub
periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut.
Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung
disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat
berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang
banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi
pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya.
Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala
pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan
dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres
pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat
menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau lemak merupakan tanda
antemortem dari sebuah fraktur.
Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi
tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat
hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung
tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan
kesadaran, kejang, koma hingga kematian.

g. Kompresi
Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal
maupun sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak
terjadi pertukaran udara.

h. Perdarahan
Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan
kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang
bermakna. Kehilangan volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam
kondisi berbaring. Kehilangan volume darah dan mendadak dapat menyebabkan
syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada
ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan
terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan
banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa
sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung
lambat dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan
akan mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian
darah dari dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah
diketahui, yaitu perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan
perdarahan yang berasal dari vena.
Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila
terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat
menyebabkan perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan
penyakit hemofili dan gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat
terapi antikoagulan.
Pecandu alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang
normal, sehingga cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap
kematian yang diakibatkan oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh
tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan
atau memperberat situasi perdarahan.

Klasifikasi Trauma Tumpul Berdasarkan Jaringan atau Organ yang Terkena
Klasifikasi luka akibat benda tumpul meurut jaringan atau organ yang terkena
adalah sebagai berikut :
Kulit
1. Luka Lecet
2. Luka Memar
3. Luka Robek
Kepala
1. Tengkorak
2. Jaringan Otak
Leher dan Tulang Belakang
Dada
1. Tulang
2. Organ dalam dada
Perut
1. Organ Parenchym
2. Organ berongga
Anggota Gerak



DAFTAR PUSTAKA
Apuranto Hariadi. Luka Akibat Benda Tumpul. Diunduh dari
www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen//LUKA%20TUMPUL.pdf
Traumatologi Forensik. Diunduh dari
http://www.freewebs.com/traumatologie2/index.htm
Amir Amri. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. 1995. Medan :
Percetakan Ramadhan. Hal 72-90

Anda mungkin juga menyukai