Babii 131024190305 Phpapp01
Babii 131024190305 Phpapp01
BAB II
DASAR TEORI
2.1
Pengukuran Poligon
Poligon merupakan serangkaian garis berurutan yang panjang dan arahnya
telah ditentukan dari pengukuran di lapangan. Sedangkan metode poligon adalah
salah satu cara penentuan posisi horizontal banyak titik dimana titik satu dengan
lainnya dihubungkan satu sama lain dengan pengukuran sudut dan jarak sehingga
membentuk rangkaian titik-titik. (Rahayuningsih, Titi : 2012)
Dengan demikian pengukuran poligon ini dapat digunakan sebagai kerangka kontrol
peta pengukuran sudut dan jarak antar titik-titik poligon.
Pengukuran poligon merupakan salah satu cara penentuan posisi horizontal
banyak titik dimana titik satu dengan yang lainnya dihubungkan satu sama lain
dengan pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik-titik.
(Hamdani, Adi)
Penentuan titik dengan cara poligon ini sangat fleksibel karena prosedur
pengukurannya dapat dipilih menurut kehendak kita yang disesuaikan dengan daerah
atau lokasi pengukuran untuk mempermudah pelaksanaan pengukuran.
Ada dua bentuk dasar polygon (PDF, Bahan Ajar Jadi) :
1. Poligon tertutup merupakan poligon yang titik awal dan akhirnya menjadi satu,
poligon semacam ini merupakan poligon yang paling disukai dilapangan karena
tidak membutuhkan titik ikat yang banyak yang memang sulit didapatkan
dilapangan, namun hasil ukurannya cukup terkontrol. Karena bentuknya yang
tertutup maka akan membentuk segi banyak atau segi n (n adalah banyaknya titik
poligon). Oleh karena itu syarat syarat geometris dari poligon tertutup adalah :
1. Syarat sudut
= (n-2)*180, apabila sudut dalam,
= (n+2)*180, apabila sudut luar.
2. Syarat absis
d sin = 0
d cos = 0
Adapun prosedur perhitungannya sama dengan prosedur perhitungan
pada poligon terikat sempurna.
2. Poligon terbuka merupakan poligon dengan titik awal dan titik akhir tidak
berhimpit pada titik yang sama.
Poligon ini dibedakan lagi menjadi :
Keterangan gambar :
12
1, 2, 3,..
Keterangan gambar :
d1, d2, d3,..
1, 2, 3,..
2.2
Pengukuran Waterpass
2.2.1
sipat
datar/waterpass
memanjang
adalah
suatu
metode
pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara dua buah titik di permukaan bumi
yang letaknya berjauhan, atau dengan kata lain untuk mendapatkan ketinggian titiktitik utama yang telah diorientasikan di permukaan bumi dengan membagi jarak
antara titik secara berantai atau menjadi slag-slag yang kecil secara memanjang yang
ditempuh dalam satu hari pergi-pulang.
1
Keterangan gambar :
B
A,1,2,B
1 slag
(H ) = H awal + hn
Keterangan rumus :
h
bt (belakang)
bt (muka)
Hn
: elevasi titik n
H awal
: elevasi awal
1
2.2.2
Keterangan gambar :
A, A1, A2,
I, II
rb
: Rambu belakang
rt
: Rambu tengah
rm
: Rambu muka
Rumus perhitungan yang berlaku untuk pengukuran sipat datar profil memanjang
adalah :
Beda tinggi
(h)
= bt (belakang) bt (muka)
Elevasi
(H)
= H (awal) + h
Jarak
(d )
= ( ba bb ) * 100
Keterangan rumus :
h
: beda tinggi
: elevasi
: jarak
bt
ba
bb
Keterangan gambar :
A
= TI - btn
Elevasi
= Hawal + hn
(Hn)
Keterangan rumus :
hn
Hn
TI
: tinggi instrumen
btn
Hawal
: elevasi awal
2.3
Lengkungan (Kurva)
Pemanfatan garis lengkung (kurva) di lapangan sering kali dijumpai pada
proyek-proyek pembangunan jalan raya, jalan baja (rel kereta api), saluran irigasi,
perencanaan jalur pipa dan lain-lain.
Garis tersebut digunakan untuk menghubungkan dua arah atau dua garis lurus
yang saling berpotongan agar perpindahan dari arah yang satu ke arah yang lainnya
diharapkan sama. Untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi ini terdapat dua jenis
lengkungan yang memiliki dasar penyelesaian dan penyelenggaraan yang berbeda
yaitu : kurva vertikal dan kurva horizontal.
Kurva horizontal berkaitan dengan belokan maupun saluran yang memakai
bidang lengkung sebagai basis penyelenggaraan, sedangkan untuk kurva vertikal
berkaitan dengan daerah yang menanjak ataupun menurun.
2.3.1
Kurva Horizontal
Alinyemen horizontal pada dasarnya merupakan proyeksi sumbu jalan pada
bidang horizontal atau dapat disebut juga dengan SITUASI JALAN atau TRASE
JALAN. Alinemen horizontal terdiri dari garis lurus yang dihubungkan dengan garis
lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah busur
peralihan, busur peralihan atau busur lingkaran saja. Yang dimaksud dengan lengkung
/ busur peralihan disini adalah lengkung yang digunakan untuk mengadakan peralihan
dari badan jalan yang lurus kebagian jalan yang mempunyai jari-jari lengkung dengan
miring tikungan tertentu.
Gambar Lengkung FC
Keterangan Gambar ;
TC
TS
: Jarak tangen
: Sudut tikungan
: Panjang Busur
PI
Penggunaan Rumus
Rmin merupakan jari jari lengkung ( Tikungan ) yang di dapat dari perhitungan
berikut :
Rmin=
Kecepatan rencana
(km/jam)
Rmin (m)
120
100
80
60
50
40
30
20
.2 .R
180
rencana
<R
min
(yang terdapat
pada tabel 1)
Ls ditentukan dari 3 rumus dibawah ini dan diambil nilai yang terbesar:
1. Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan
Ls =
VR
T
3.6
Dimana:
T
VR
Ls = 0.022 R 2.727
RC
R
C
Dimana:
e
Superelevasi
Ls
(0.0702V3)/(R.C)
em en .VR
3.6 RC
Dimana:
VR
VR 70 km/jam, re max
0.035 m/m/detik
VR 80 km/jam, re max
0.025 m/m/detik
em
Superelevasi maksimium
en
Superelevasi normal
re
= Superelevasi
90 Ls
Rc
2. c
2s
3. Lc
Rc ; Lc 20 m
4. L
Lc + 2 Ls
5. Xc
Ls 2
Ls 2
Ls 1
;
Yc
=
2
6 Rc
40 Rc
6. p
7. k
xc Rc sin s
180
8. p
p * Ls
9. k
k * Ls
10. Es
( Rc p)
Rc
(cos / 2)
11. Ts
( Rc p)tg
k
2
Sta. PI Ts
Sta. SC
Sta. TS Ls
Sta. CS
Sta. SC Lc
Sta. ST
Sta. CS Ls
Dimana :
TS
SC
CS
ST
Ls
Lc
Tt
Es
TPc
Tpa
Tbs
Pada lengkung ini titik SC berhimpit dengan titik CS, jadi Lc = 0 dan
rumus yang dipakai sama dengan pada S-C-S.
Syarat : R rencana < R min
Rumus :
-
Tc Rc(1 cos s)
P<1m
-
Xc Rc sin s
Ls
( Rc )
90
( Rc p)
R
1
cos
2
Es
2 * Ls
Ls 2
)
Ls(1
2
40 Rc
Ls 2
6 Rc
Xc
Yc
Ts = ( Rc p)tg
1
k
2
LS > 20 m
Digunakan SS bila
LS < 20 m
Keterangan gambar :
I
: jari-jari kurva
T1
IT dan IT1
TT1
TT1
AI dan IB
: jarak rantai antara titik A terhadap titik I dan antara titik B terhadap
titik I
1
IT = R * tan [ / 2 ]
TT1 = 2 R * [ / 360 ]o
TC = R * sin [ / 2 ]
CO = R * cos [ / 2 ]
CV = R OC
CV = R - R * cos [ / 2 ]
CV = R ( 1 - cos [ / 2 ] )
Jarak eksternal VI ( external distance VI ) :
( dengan memperhatikan segitiga ITO ! )
[ IO / R ] = sec [ / 2 ]
IO = R * sec [ / 2 ]
VI = IO R
VI = R * sec [ / 2 ] R
VI = R ( sec [ / 2 ] 1 )
Pencapaian superelevasi :
1) Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan normal pada bagian
jalan yang lurus sampai lemiringan yang penuh (superelevasi) pada bagian
lengkung.
2) Pada tikungan S-C-S, pencapaian superelevasi dilakukan secara linier (diawali
dari bentuk normal ke awal lengkung peralihan pada bagian lurus jalan dan
dilanjutkan sampai lengkung penuh pada akhir lengkung peralihan).
3) Pada tikungan FC pencapaian superelevasi dilakukan secara linier (diawali
dari bagian lurus sepanjang
sepanjang
2
Ls sampai dengan bagian lingkaran penuh
3
1
Ls )
3
2.3.2
Kurva Vertikal
Pada dasarnya kurva vertikal digunakan untuk menentukan ketinggian /
kemiringan baik ke atas maupun ke bawah dari permukaan tanah. Fungsi lengkungan
vertikal ini adalah untuk menghubungkan dua arah vertikal atau garis gradien agar
diperoleh perubahan yang smooth (tidak terlalu drastis). Bila kedua gradien
membentuk bukit, maka dinamakan lengkungan puncak (lengkungan/kurva cembung),
sedangkan bila gradien membentuk lembah maka dihasilkan lengkungan lembah
(lengkungan/kurva cekung).
Karena perubahan gradien dari lereng ke lengkungan diharuskan mulus dan
berangsur-angsur, maka dipilihlah kurva parabola sebagai bentuk geometri dari
lengkung vertikal ini. Bentuk kurva ini datar di dekat titik-titik singgung. Busur
parabola dapat menyesuaikan perubahan yang bertahap dalam jurusan dan elevasi
sepanjang busur kurva. Kurva vertikal merupakan kurva parabolik pada suatu bidang
vertikal yang digunakan untuk menghubungkan dua garis gradien yang berbeda secara
numerik.
Bentuk persamaan kurva parabola ini adalah y = ax2 + bx + c dengan y adalah
tinggi kurva di atas atau di bawah titik singgung pertama dan pada jarak x darinya,
sedangkan x merupakan jarak yang bervariasi dan menyatakan jarak mendatar dari
kedua titik singgung.
Keterangan gambar :
T
T1
VC
: Ketinggian lengkungan
IV
: Koreksi kemiringan
q1,q2
: Gradien / kemiringan
: Jarak
Gradien atau kemiringan dari permukaan tanah dapat dinyatakan dalam bentuk
H tengah H awal
*100%
1 L
2
H
H awal
q2 = akhir
*100%
1 L
2
x=
q 2 q1
2* L
Keterangan rumus :
q1,q2
: harga kemiringan
Htengah
: elevasi tengah
Hawal
: elevasi awal
: jarak
: elevasi ke-n
Hawal
: elevasi awal
q1
: harga kemiringan
2.4
Staking Out
Staking out adalah suatu cara yag digunakan untuk menentukan route dari
sebuah perencanaan jalan, atau untuk menentukan kembali rencana gambar di
lapangan. Yang dimaksud dengan route umumnya adalah suatu lintasan-lintasan
seperti lintaesan jalan raya dan kereta api. Bangunan-bangunan linier seperti sungai,
saluran untuk pengairan, saluran pembuangan. Termasuk pula lintasan jalur transmisi
listrik.
Staking out dilaksanakan dengan pemasangan patok-patok di lapangan yang
telah ditentukan rencana jalan ataupun posisi daripada rencana bangunan dari titiktitik poligon yang telah diukur pada saat pengukuran. Pelaksanaan staking out poligon
untuk menentukan titik-titik planimetris yaitu posisi x dan y.
Adapun metode-metode yang digunakan untuk penentuan staking out adalah
sebagai berikut:
2.4.1
: X1 = R.Sin
Y1 = 2R.Sin2
Titik 2
: X2 = 2 Sin
Y2 = 2R.Sin2
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan cara ini
banyak hitungan yang harus diselesaikan. Namun keuntungannya adalah bahwa titiktitik detail teratur rapi di atas busur lingkaran.
24
2.4.2
tegak lurus di atas titik satu (T1). Untuk menentukan titik-titik detail di atas busur
lingkaran, sehingga jarak antara titik detail tersebut yang merupakan tali busur tetap =
k, maka dihitung terlebih dahulu besarnya (sudut antar garis T0 dan T1. Sudut
antara garis T0 dan T3 menjadi 1 dan seterusnya, sehingga besar sudut antara T0
dan Tn bertambah tiap .
= nx
Jarak (Dn)
= 2R.Sin n ( /2 )
25
2.4.3
yang melalui titik detail belakangnya.Misalkan semua tali busur dibuat sepanjang k
meter maka sudut antara tali busur pertama (T11) dan garis singgung di titik T ada
, sedang sin =
( k)
/R =
(k)
dan
1`1 = k.Sin
dan
2`2 = k.Sin
dan
3`3 = k.Sin
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah hitungan adalah sedikit
sekali, ialah titik 1 : T11` = k.Cos
dan
selanjutnya : jarak k.Cos yang dibuat pada perpanjangan semua tali busur dan
jarak k.Sin tangen dibuat tegak lurus pada perpanjangan semua tali busur.
26
2.4.4
harus dilakukan pada metode selisih busur yang sama panjangnya, tetapi sayangnya
letak titik tidak beraturan di atas busur lingkaran.
: X1 = a
: Y1 = R [ (R)2 (X1)2 ] = R [ (R) 2 ( a ) 2 ]
- Titik 2
: X2 = 2a
: Y2 = R [ (R)2 (X2)2 ] = R [ (R) 2 ( 2a ) 2 ]
2.5
Program AutoCAD
Program ini merupakan suatu kelengkapan dari sistem pengolahan ini karena
secara umum pengukuran dilapangan pada akhirnya akan ditampilkan dalam bentuk
gambar ataupun peta. Sehingga diperlukan suatu program berupa program
CAD/CAM.
Adapun perintah-perintah yang sering dipakai dan digunakan dalam praktikum
ini antara lain :
LINE adalah Perintah ini merupakan perintah dasar dalam program AutoCAD
yakni perintah untuk membuat garis lurus.
TRIM adalah perintah memotong dan menghapus suatu objek dengan terlebih
dahulu menentukan batasan daerah yang akan dihapus.
27
BLOCK adalah perintah untuk membuat suatu grup dari sekumpulan objek
yang akan dipakai dalam proses selanjutnya seperti penghapusan ataupun
pengkopian.
ROTATE adalah perintah untuk memutar suatu objek dalam besaran tertentu
terhadap suatu titik acuan( BASE POINT ).
Dan lain-lain.
AUTOCAD
PENGGAMBARAN DILAYAR
MONITOR
KARTOGRAFI
GAMBAR DIGITAL
28