Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk menjaga mutu dan profesionalisme maka harus dilakukan upaya-upaya peningkatan
mutu yang terus menerus dengan harapan setiap pasien mendapatkan pelayanan yang terbaik sesuai
dengan kaidah medis yang berlaku. Audit klinis merupakan salah satu perangkat bagi rumah sakit dalam
hal peningkatan mutu pelayanan yang diberikan kepada pelanggan (Nicklin 2012). Beberapa aspek kritis
dapat dipilih untuk dilakukan audit sehingga kinerja pelayanan dapat diketahui dan kekurangankekurangan dapat diperbaiki secara sistematis baik dari segi provider, manajemen maupun infrastruktur
pelayanan. Sehingga boleh dibilang audit klinis adalah salah satu tools untuk memecahkan masalah
pelayanan yang ada (NHS 2002). Oleh karena itu maka komite medik rumah sakit X melaksanakan rapat
audit klinis tiap bulan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam hal pelayanan. Setelah
komite medik rumah sakit X melakukan rapat, maka berdasar:

data laporan rutin unit rawat inap rumah sakit bahwa demam tifoid adalah masuk 10 besar penyakit
yang ada di unit rawat inap.

hasil telusur bulanan ketua komite medik terhadap rekam medik bahwa ada beberapa rekam medik
rawat inap dengan diagnosa demam tifoid tidak lengkap dalam pengisiannya.

laporan rutin unit rekam medik bahwa diagnosa demam tifoid masuk sepuluh besar rekam medik
tidak lengkap dalam hal pengisian.

usul dari bagian unit rawat inap, rekam medik dan rawat jalan pada saat rapat bulanan dalam hal
penentuan topik audit klinis.

Adanya kelengkapan SOP demam tifoid

maka dipilihlah audit klinis dengan topik demam tifoid.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui apakah penatalaksanaan pasien dengan demam tifoid sudah sesuai dengan SOP yang
ada.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi
Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih
merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit akut ini merupakan
penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah (WHO 2003).
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi yang disebarkan melalui tinja, muntahan, urin
orang yang terinfeksi. Kuman terbawa secara pasif oleh lalat dan mengkontaminasi makanan. Insiden
demam tifoid di Indonesia termasuk tinggi yaitu berkisar 352-810 kasus per 100.000 penduduk
pervtahun atau 600.000-1.500.000 kasus per tahun. Angka kematian diperkirakan 2,5-6% atau 50.000
orang per tahun. Penyakit ini menyerang semua umur teta[I kebanyakan pada anak-anak umur 5-9
tahun dengan perbandingan pria dan wanita 2:1 (Widodo 2009).

2.2 Patofisiologi
Patofisiologi demam tifoid adalah sebagai berikut, kuman salmonella typhi masuk ke dalam
tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar (Kapita selekta kedokteran 2000).
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque pleyeri di liteum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi kemudian menembus ke
dalam lamina profia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga mengalami
hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, salmonella typhi masuk aliran darah melalui
duktus toracicus. Kuman-kuman salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari
usus. Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari sistem retikulo
endotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam tifoid disebabkan oleh
endotoksemia,

tetapi

kemudian

berdasarkan

penelitian

eksperimental

disimpulkan

bahwa

endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid.
Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan dalam patogenesis demam tifoid, karena
membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typhi berkembang biak.
Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan
pelepasan septi pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (Corwin 2000).

2.3 Manifestasi klinis


Proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat, yaitu 24-72 jam setelah
masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-organ hati, kandung
empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman sampai dengan
timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada
masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak (Corwin 2000).
Sedangkan manifestasi klinis klasik yang umum ditemui pada penderita demam tifoid biasanya
disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan
lingkungan dengan perincian :

Minggu pertama, demam lebih dari 40C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut nadi 80100 per menit.

Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering mengkilat,
denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.

Minggu ketiga, jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang. Jika
keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi
inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan perut
meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat
terjadinya degenerasi mikardial toksik.

Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun pada
awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis
(Soedarto 2007).

2.4 Terapi
Non farmakologis: tirah baring, makanan lunak, rendah serat.
Farmakologi: simptomatis dan antimikroba
Antimikroba pilihan utama: kloramfenikol 4x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas panas
Antimikroba alternatif lain :
tiamphenicol 4x 500mg komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan klorampenicol
Kotrimoksazol 2x 2tablet selama 2 minggu
Ampicillin dan amoxicillin 50-150mgkgBB selama 2 minggu
Cephalosporin generasi III yang terbukti efektif adalah ceftriakson 3-4gram dalam dekstrose
100cc selama setengah jam per infus sekali sehari selama 3-5 hari

Dapat pula diberikan cefotaxim 2-3x 1gram, cefoperazon 2x 1gram.


Fluorokuinolon demam biasanya lisis pada hari ke III atau menjelang hari ke IV
Norfloksasin 2x400mg per hari selama 14 hari
Ciprofloksasin 2x 500mg per hari selama 6 hari
Ofloksasin 2x 40mg per hari selama 7 hari
Pefloksasin 400mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400mg/hari selama 7 hari (PAPDI 2005)

BAB 3
METODE

3.1 Pengumpulan dan Besar Sample

Data yang dikumpulkan adalah seluruh pasien dengan diagnosa demam tifoid pada bulan April
2013

Penentuan besar sample menurut JCI, yaitu jika data yang ada kurang dari 58 orang maka
diambil semua, jika lebih maka hanya diambil 58 orang atau rekam medik.

3.2 Analisis data


Setelah data didapat, maka data diolah dengan kriteria proses yaitu dibandingkan dengan
standar atau SOP yang sudah ada.

3.3 Kriteria dan Standar


Kriteria yang dipakai dalam audit demam tifoid kali ini adalah kriteria proses yaitu mengacu
pada proses diagnosis yang berdasar pada anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
dan proses terapi dari demam tifoid. Sebagai standar yang dipakai adalah SOP yang telah disepakati dan
dilaksanakan oleh seluruh komponen tenaga medis yang ada di rumah sakit X.

Standar proses yang ada (SOP demam tifoid)

DEMAM TIFOID

PENGERTIAN
Penyakit sistematik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau
Salmonella partatyphi.

DIAGNOSIS

Anamnesis : Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam
menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama
sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau

diare.

Pemeriksaan Fisik : febris, kesadaran berkabut, bradikardi relative (peningkatan


suhu 10C tidak di ikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang
berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor). Hepatomegali,
splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia).

Laboratorium : Dapat ditmukan leukopeni, leukositosis, atau leukosit normal,


aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia,
gangguan fungsi hati, kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji
Widal > 4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah negative
tidak menyingkirkan diagnosis Uji Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau
H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.

Hepatitis Tifosa
Bisa memenuhi 3 atau lebih criteria Khosia (1990). Hepatomegali, ikterik, kelainan
laboratorium (antara lain : bilirubin > 30,6 umol/1, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan
indeks PT), kelainan histopatologi.
Tifoid Karier
Ditemukannya kuman salmonella typhi dalam biakan feses atau urine pada seseorang
tanpa tanda klinis infeksi pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam tifoid.

DIAGNOSIS BANDING
Infeksi Virus, Malaria

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pembuluh darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu).

TERAPI
Non farmakologis: tirah baring, makanan lunak, rendah serat.
Farmakologi: simptomatis dan antimikroba
Antimikroba pilihan utama: kloramfenikol 4x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas panas
Antimikroba alternatif lain :
tiamphenicol 4x 500mg komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
klorampenicol

Kotrimoksazol 2x 2tablet selama 2 minggu


Ampicillin dan amoxicillin 50-150mgkgBB selama 2 minggu
Cephalosporin generasi III yang terbukti efektif adalah ceftriakson 3-4gram
dalam dekstrose 100cc selama setengah jam per infus sekali sehari selama 3-5
hari
Dapat pula diberikan cefotaxim 2-3x 1gram, cefoperazon 2x 1gram.
Fluorokuinolon demam biasanya lisis pada hari ke III atau menjelang hari ke IV
Norfloksasin 2x400mg per hari selama 14 hari
Ciprofloksasin 2x 500mg per hari selama 6 hari
Ofloksasin 2x 40mg per hari selama 7 hari
Pefloksasin 400mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400mg/hari selama 7 hari
Kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa
kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas
normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4x 500mg dengan ampicillin 4x 1gr
dan dexametason 3x 5mg.
Kombinasi antibiotik hanya diindikasikan pada toxic tifoid, peritonitis atau perforasi,
renjatan septik.
Steroid hanya diindikasikan pada toxic tifoid atau demam tifoid yang mengalami
renjatan septik dengan dosis 3x 5mg.

Kasus tifoid karier

Tanpa kolelitiasis pilihan regimen terapi selama 3 bulan


Ampicillin 100mg/kgBB/hari + probenesid 30mg/kgBB/hari
Amoxicillin 100mg/kgBB/hari + probenesid 30mg/kgBB/hari

Kotrimoksasol 2x 2tablet per hari.

Dengan kolelitiasis kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 28 hari atau


kolesistektomi + salah satu regimen berikut:
Ciprofloksasin 2x 750mg/hari
Norfloksasin 2x 400mg/hari

Dengan infeksi Shistozoma haematobium pada traktus urinarius eradikasi


Schistozoma haematobium

Praziquantel 40mg/kgBB dosis tunggal atau


Metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu
Setelah eradikasi berhasil diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti di atas.

BAB 4
HASIL

4.1 Data rekam medik yang didapat


No.

MRS

Kel. utama/PF

Lab

Terapi

KRS

1.

2-4-2013

KU: Demam, pusing, batuk

HB: 14,8

-nfuse RL 20 tts/mnt

6-4-

PF: KU:cukup T:110/70,

Leu: 15.200

-inj ceftri 2x1

2013

N:100, GCS:4/5/6, S:37, RR:20

Trom: 337.000

-inj ranitidine 2x1

x/mnt

Eri: 6.120.000

-Antasida syr 3x1

St.Generalisata: dbn.

PCV: 45,9

-Pamol 3x1

Widal test:

Curcuma 3x1

ST O: 1/320,
ST H: 1/80
SP A: Negatif
SP B: 1/160

2.

10-4-

KU: Demam disertai menggigil

HB: 13,3

-Infus RL 20 tts/m

14-4-

2013

sejak 5 hr yang lalu.

Leu: 9800

-Inj cefotaxim 3x1

2013

PF: KU:cukup, GCS:4/5/6,

LED: 18

-inj ranitidine 2x1

T:140/80. N:100x/m

Trom: 216.000

PCT 3 x 500 mg

S: 38,8, RR:19 x/m

PCV: 41,2
Widal:
-O: +(1:320)
-H: +(1:80)
-A: +(1:160)
-D: + (1:160)

3.

12-4-

KU: demam sejak 2 hr yl

-thyamfenicol 500

16-4-

2013

disertai nyeri perut, MUal dan

3x1

2013

muntah +.

-Primadex F 2x1

PF: KU:cukup, T 120/80, N 96

-Procur Plus 2x1

x/m, GCS:4/5/6, S:36, RR: 20

-Mecola 1x1

x/m

-Pamol

Status generalisata: dbn

4.

15-4-

Ku: panas (+) naik turun sejam

HB: 13,9

- RL: 20 tts/m

21-4-

2013

4 hr yl.

Leu: 5.800

-Cyprofloxacin 2 x 500

2013

Mual (+), nyeri perut (+)

Trom: 124.000

mg

Widal:

Curcuma 3x1

-ST O:1/160

-Snoralfit syr 3x1

-ST H: 1/180

-Inj Ranitidin 2x1

-SP A: (-)
-SP B: (-)
5.

19-4-

KU: Panas sejak 5 hari yl.

28-1-2013

29-1-2013

20-4-

2013

T:120/80, R:20 x/m

Hb: 13, PCV: 36,8

-IVFD RL 1 liter dalam

2013

N:80 x/m, S:37

leuko:3500,

6 jam kemudian

(dipul

Status generalisata: DBN

Trombo:272.000,

lanjutkan 20 gtt/m

angka

Widal test:

-Avelox

n)

ST O: (+) 1/640

Inj Ozid 2x1

ST H: (+) 1/320

Inj Odan 3x4 mg

SP A: (+) 1/160
SP B: (+) 1/160

30-1-2013
-RL 20 gtt/m

30-1-2-13

-Biothycol

ST O: 1/160

-Inpepsa 3xC1

ST H: (-)

SP A: (-)
SP B: 1/80
6.

13-4-

KU: Nyeri ulu hati (+), mual

13-2-2013

-Infus RL 20 gtt/m

15-4-

2013

(+), muntah (-).

Hb:14.9,

-Ranitidiid 2x1

2013

T:120/70, N:80 x/m, RR:22

leu:8000, LED:9,

-Ondan 2x1

(perm

x/m, S:36

trom:142000

-Ondancentrom 3x4

intaan

PCV:44.3,

mg

sendir

Widal:

-as

i)

ST O:1/160

-Ozid 2x1

ST H: (-)
SP A: (-)
SP B:1/80
Faal Hati:
-SGPT: 1970

-SGOT:1750
Urin:
-Prot/red:
+1/neg
-Bil/uro: +3/+2
-Sedimen
Leko/eri/epitel:
2-3/1-2/+

14-3-2013
HB: 14, leu:
7.200
LED: 8,
Trom:145.000
PCV:41,6
Faal hati: HbsAg
stik (+)
7.

17-4-

KU: Panas sejak 1 mgg yl,

7-1-2013

-Infus RL: 20 gtt/m

20-4-

2013

mual +, muntah +,

ST O: 1/80

-Inj Ceftriaxon 1x2 gr

2013

KU:cukup, T:90/60

ST H:1/640

Inj Nislev 1x500

(Dipul

N:90 x/m GCS:4/5/6

SP A:-

PCT 3x1

angka

S:38, RR:20 x/m

SP B: 1/640
Hb:11.8,

8-1-2013

Leuko:18.900,

T:110/70, N:80, S:37,5

trom: 336.000,

RR:20

Eri:4.51,
Hematokrit: 39%

9-1-2013

Eo:2, Ba(-),st;6,

T:110/80, N:80 x/m, S:36,

seg:76, lim:14,

RR:20 x/m

mo:2.
Urin: normal

8-1-2011
-Faal ginjal:
ureum:21,

n)

kreatinin:1.14
Faal hati:
SGPT:20,
SGOT:17

8.

23-4-

Panas sejak 1 mgg yl, mual +,

13-3-2013

-Infus RL 20 gtt/m

28-4-

2013

muntah +.

Hb:13.4,

-Inj ceftri 2x2 gr

2013

KU:CM, T:11080, N:98 x/m,

PCV:39.1,

-Inj acran 2x1 amp

GCS:4/5/6, S:38.8, RR:20 x/m

Leuko:7000,

-Drips neurobion

St.generalisata:dbn

Trom:151.000,

5000/hr

Diff count:1/-

- Vomitas 3x1

/1/75/15/8

-Sanmag syr 4xC1

Widal tes:

Pamol 3x500 mg

ST O: (+) 1/80
ST H: (-)

18-3-2013

SP A: (+) 1/160

-Procerplus 1x1

SP B: (+) 1/320

-Lapibal tab 1x1

14-3-2013
HB:13.7,
Leko:5.100,
Trom:149.000,
PCV:42.9,
Faal Ginjal:
Ureum:19,
Kreatinin:1.12
Faal Hati:
SGOT:23,
SGPT:17

4.2 Analisis Data


Dari data di atas didapatkan bahwa sebagian besar sebagian besar dari 8 rekam medik tidak
terisi sepenuhnya. Banyak yang kosong, dalam hal ini mestinya jadi catatan kusus untuk petugas rekam
medik untuk mengingatkan ataupun mengembalikan berkas yang kurang lengkap kepada ruangan

masing-masing dan selanjutnya ruangan akan mengingatkan dokter untuk mengisi lebih lengkap rekam
medis tersebut. Hal ini harus dilakukan sebab rekam medis adalah catatan medis yang berfungsi tidak
hanya sebagai alat untuk komunikasi antar tenaga medis, tetapi juga sebagai dokumen yang legal
dimata hukum.
Proses penegakan diagnosis dalam hal anamnesa belum memenuhi syarat diagnosis demam
tifoid, atau belum sesuai dengan SOP yang ada. Misalnya hal ini dapat dilihat dari hasil anamnesa: tidak
ada demam, demam 2 hari, atau demam masih 4 hari sudah masuk kategori tifoid, dan anamnesa
demam sering tidak disertai tipe demam. Selain itu gejala awal yang mengarah pada thypus biasanya
disertai diare dan gastroentritis dengan demam 39-40 derajat celcius, disertai mual dan muntah (the
orion 29...........)
Penegakan diagnosis demam tifoid masih dominan berdasar pada hasil laboratorium widal.
Kolom pemeriksaan fisik sering kali kosong dan hanya dbn/dalam batas normal, sehingga penegakkan
diagnosis yang sebagian besar berdasar pada anamnesa dan pemeriksaan fisik sering bergeser berdasar
pada laboratorium, sedangkan kita ketahui bahwa laboratorium hanyalah pemeriksaan penunjang, yang
dimaksud penunjang berarti bukan merupakan hal yang wajib tetapi membantu untuk terbentuknya
suatu diagnosis. Dan perlu diingat pemeriksaan widal mempunyai false positif dan negatif yang lumayan
tinggi, sehingga kedepan lebih ditekankan untuk lebih memperhatikan anamnesa dan pemeriksaan fisik
sesuai yang disepakati dalam SOP.
Terapi antibiotik yang diberikan masih belum sesuai dengan SOP yang ada. Dari beberapa terapi
baik per oral ataupun intravena masih belum sesuai dengan SOP, misalnya pemberian cefotaxim atau
ceftriakson, atau yang lain belum ada keseragaman. Bila memang para dokter spesialis mempunyai
penatalaksanaan terbaru tentang demam tifoid maka perlu kiranya ada perubahan dari SOP tetapi jika
tidak maka tentunya SOP yang ada dan telah disepakati bersama harus dipatuhi atau dilaksanakan. Di
beberapa jurnal, terutam WHO masih menggunakan pemberian antibiotik gold standar adalah
cholamphenicol, amphicillyin, fluoroquinolone (WHO.......). Dan dilakukan penelitian di lingkungan FK UI
yang menyatakan bahwa teraphi demam thypus tanpa komplikasi adalah dengan menggunakan
levofloxacin, yang diberikan sehari satu(1) kali dengan dosis 500 mg , dengan hasil lebih baik 2,4 hari
dibanding dengan menggunakan gold standar. Pada publikasi jurnal meta analisis tahun 2009 dinyatakan
bahawa sangat efektif penanganan demam thypoid dengan menggunakan fluoroquinolone, hanya saja
masih belum bisa digunakan untuk dosis anak-anak di banding dengan chloramphenicol, karena
mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan kerusakan sendi (CME.......)

BAB 5
REKOMENDASI

Dari pembahasan hasil di atas dapat direkomendasikan sebagai berikut:


1. Perlu adanya kesepakatan bersama tentang pentingnya kelengkapan penulisan rekam medik.
2. Meningkatkan fungsi rekam medik dalam hal mengingatkan dokter atau mengembalikan lagi rekam
medik apabila ada rekam medik yang penulisannya belum lengkap.
3. Perlu adanya kesepakatan bersama tentang pentingnya penerapan SOP yang sudah disepakati
bersama

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ 2000, Buku saku patofisiologi, EGC, Jakarta.


Kapita selekta kedokteran 2000, Media Aesculapius, Jakarta.
NHS 2002, Principles of best practice in clinical audit, National Institute for Clinical Excellence, United
Kingdom.
Nicklin, W 2012, The value and impact of healthcare accreditation: a literature review, Accreditation
Canada, Canada.
PAPDI 2005, Standar pelayanan medik, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Jakarta.
Soedarto 2007, Sinopsis kedokteran tropis, Airlangga University Press, Surabaya.
WHO 2003, Background document: the diagnosis, treatment, and prevention of typhoid fever, World
Health Organization, Geneve, Switzerland.
Widodo, D 2009, 'Demam tifoid', in Aw sudoyo, b setyohadi & ms setiati (eds), Buku ajar ilmu penyakit
dalam, vol. 3, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai