PENDAHULUAN
data laporan rutin unit rawat inap rumah sakit bahwa demam tifoid adalah masuk 10 besar penyakit
yang ada di unit rawat inap.
hasil telusur bulanan ketua komite medik terhadap rekam medik bahwa ada beberapa rekam medik
rawat inap dengan diagnosa demam tifoid tidak lengkap dalam pengisiannya.
laporan rutin unit rekam medik bahwa diagnosa demam tifoid masuk sepuluh besar rekam medik
tidak lengkap dalam hal pengisian.
usul dari bagian unit rawat inap, rekam medik dan rawat jalan pada saat rapat bulanan dalam hal
penentuan topik audit klinis.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui apakah penatalaksanaan pasien dengan demam tifoid sudah sesuai dengan SOP yang
ada.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih
merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit akut ini merupakan
penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah (WHO 2003).
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi yang disebarkan melalui tinja, muntahan, urin
orang yang terinfeksi. Kuman terbawa secara pasif oleh lalat dan mengkontaminasi makanan. Insiden
demam tifoid di Indonesia termasuk tinggi yaitu berkisar 352-810 kasus per 100.000 penduduk
pervtahun atau 600.000-1.500.000 kasus per tahun. Angka kematian diperkirakan 2,5-6% atau 50.000
orang per tahun. Penyakit ini menyerang semua umur teta[I kebanyakan pada anak-anak umur 5-9
tahun dengan perbandingan pria dan wanita 2:1 (Widodo 2009).
2.2 Patofisiologi
Patofisiologi demam tifoid adalah sebagai berikut, kuman salmonella typhi masuk ke dalam
tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar (Kapita selekta kedokteran 2000).
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque pleyeri di liteum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi kemudian menembus ke
dalam lamina profia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga mengalami
hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, salmonella typhi masuk aliran darah melalui
duktus toracicus. Kuman-kuman salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari
usus. Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari sistem retikulo
endotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam tifoid disebabkan oleh
endotoksemia,
tetapi
kemudian
berdasarkan
penelitian
eksperimental
disimpulkan
bahwa
endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid.
Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan dalam patogenesis demam tifoid, karena
membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typhi berkembang biak.
Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan
pelepasan septi pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (Corwin 2000).
Minggu pertama, demam lebih dari 40C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut nadi 80100 per menit.
Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering mengkilat,
denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.
Minggu ketiga, jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang. Jika
keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi
inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan perut
meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat
terjadinya degenerasi mikardial toksik.
Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun pada
awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis
(Soedarto 2007).
2.4 Terapi
Non farmakologis: tirah baring, makanan lunak, rendah serat.
Farmakologi: simptomatis dan antimikroba
Antimikroba pilihan utama: kloramfenikol 4x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas panas
Antimikroba alternatif lain :
tiamphenicol 4x 500mg komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan klorampenicol
Kotrimoksazol 2x 2tablet selama 2 minggu
Ampicillin dan amoxicillin 50-150mgkgBB selama 2 minggu
Cephalosporin generasi III yang terbukti efektif adalah ceftriakson 3-4gram dalam dekstrose
100cc selama setengah jam per infus sekali sehari selama 3-5 hari
BAB 3
METODE
Data yang dikumpulkan adalah seluruh pasien dengan diagnosa demam tifoid pada bulan April
2013
Penentuan besar sample menurut JCI, yaitu jika data yang ada kurang dari 58 orang maka
diambil semua, jika lebih maka hanya diambil 58 orang atau rekam medik.
DEMAM TIFOID
PENGERTIAN
Penyakit sistematik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau
Salmonella partatyphi.
DIAGNOSIS
Anamnesis : Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam
menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama
sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare.
Hepatitis Tifosa
Bisa memenuhi 3 atau lebih criteria Khosia (1990). Hepatomegali, ikterik, kelainan
laboratorium (antara lain : bilirubin > 30,6 umol/1, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan
indeks PT), kelainan histopatologi.
Tifoid Karier
Ditemukannya kuman salmonella typhi dalam biakan feses atau urine pada seseorang
tanpa tanda klinis infeksi pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam tifoid.
DIAGNOSIS BANDING
Infeksi Virus, Malaria
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pembuluh darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu).
TERAPI
Non farmakologis: tirah baring, makanan lunak, rendah serat.
Farmakologi: simptomatis dan antimikroba
Antimikroba pilihan utama: kloramfenikol 4x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas panas
Antimikroba alternatif lain :
tiamphenicol 4x 500mg komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
klorampenicol
BAB 4
HASIL
MRS
Kel. utama/PF
Lab
Terapi
KRS
1.
2-4-2013
HB: 14,8
-nfuse RL 20 tts/mnt
6-4-
Leu: 15.200
2013
Trom: 337.000
x/mnt
Eri: 6.120.000
St.Generalisata: dbn.
PCV: 45,9
-Pamol 3x1
Widal test:
Curcuma 3x1
ST O: 1/320,
ST H: 1/80
SP A: Negatif
SP B: 1/160
2.
10-4-
HB: 13,3
-Infus RL 20 tts/m
14-4-
2013
Leu: 9800
2013
LED: 18
T:140/80. N:100x/m
Trom: 216.000
PCT 3 x 500 mg
PCV: 41,2
Widal:
-O: +(1:320)
-H: +(1:80)
-A: +(1:160)
-D: + (1:160)
3.
12-4-
-thyamfenicol 500
16-4-
2013
3x1
2013
muntah +.
-Primadex F 2x1
-Mecola 1x1
x/m
-Pamol
4.
15-4-
HB: 13,9
- RL: 20 tts/m
21-4-
2013
4 hr yl.
Leu: 5.800
-Cyprofloxacin 2 x 500
2013
Trom: 124.000
mg
Widal:
Curcuma 3x1
-ST O:1/160
-ST H: 1/180
-SP A: (-)
-SP B: (-)
5.
19-4-
28-1-2013
29-1-2013
20-4-
2013
2013
leuko:3500,
6 jam kemudian
(dipul
Trombo:272.000,
lanjutkan 20 gtt/m
angka
Widal test:
-Avelox
n)
ST O: (+) 1/640
ST H: (+) 1/320
SP A: (+) 1/160
SP B: (+) 1/160
30-1-2013
-RL 20 gtt/m
30-1-2-13
-Biothycol
ST O: 1/160
-Inpepsa 3xC1
ST H: (-)
SP A: (-)
SP B: 1/80
6.
13-4-
13-2-2013
-Infus RL 20 gtt/m
15-4-
2013
Hb:14.9,
-Ranitidiid 2x1
2013
leu:8000, LED:9,
-Ondan 2x1
(perm
x/m, S:36
trom:142000
-Ondancentrom 3x4
intaan
PCV:44.3,
mg
sendir
Widal:
-as
i)
ST O:1/160
-Ozid 2x1
ST H: (-)
SP A: (-)
SP B:1/80
Faal Hati:
-SGPT: 1970
-SGOT:1750
Urin:
-Prot/red:
+1/neg
-Bil/uro: +3/+2
-Sedimen
Leko/eri/epitel:
2-3/1-2/+
14-3-2013
HB: 14, leu:
7.200
LED: 8,
Trom:145.000
PCV:41,6
Faal hati: HbsAg
stik (+)
7.
17-4-
7-1-2013
20-4-
2013
mual +, muntah +,
ST O: 1/80
2013
KU:cukup, T:90/60
ST H:1/640
(Dipul
SP A:-
PCT 3x1
angka
SP B: 1/640
Hb:11.8,
8-1-2013
Leuko:18.900,
trom: 336.000,
RR:20
Eri:4.51,
Hematokrit: 39%
9-1-2013
Eo:2, Ba(-),st;6,
seg:76, lim:14,
RR:20 x/m
mo:2.
Urin: normal
8-1-2011
-Faal ginjal:
ureum:21,
n)
kreatinin:1.14
Faal hati:
SGPT:20,
SGOT:17
8.
23-4-
13-3-2013
-Infus RL 20 gtt/m
28-4-
2013
muntah +.
Hb:13.4,
2013
PCV:39.1,
Leuko:7000,
-Drips neurobion
St.generalisata:dbn
Trom:151.000,
5000/hr
Diff count:1/-
- Vomitas 3x1
/1/75/15/8
Widal tes:
Pamol 3x500 mg
ST O: (+) 1/80
ST H: (-)
18-3-2013
SP A: (+) 1/160
-Procerplus 1x1
SP B: (+) 1/320
14-3-2013
HB:13.7,
Leko:5.100,
Trom:149.000,
PCV:42.9,
Faal Ginjal:
Ureum:19,
Kreatinin:1.12
Faal Hati:
SGOT:23,
SGPT:17
masing-masing dan selanjutnya ruangan akan mengingatkan dokter untuk mengisi lebih lengkap rekam
medis tersebut. Hal ini harus dilakukan sebab rekam medis adalah catatan medis yang berfungsi tidak
hanya sebagai alat untuk komunikasi antar tenaga medis, tetapi juga sebagai dokumen yang legal
dimata hukum.
Proses penegakan diagnosis dalam hal anamnesa belum memenuhi syarat diagnosis demam
tifoid, atau belum sesuai dengan SOP yang ada. Misalnya hal ini dapat dilihat dari hasil anamnesa: tidak
ada demam, demam 2 hari, atau demam masih 4 hari sudah masuk kategori tifoid, dan anamnesa
demam sering tidak disertai tipe demam. Selain itu gejala awal yang mengarah pada thypus biasanya
disertai diare dan gastroentritis dengan demam 39-40 derajat celcius, disertai mual dan muntah (the
orion 29...........)
Penegakan diagnosis demam tifoid masih dominan berdasar pada hasil laboratorium widal.
Kolom pemeriksaan fisik sering kali kosong dan hanya dbn/dalam batas normal, sehingga penegakkan
diagnosis yang sebagian besar berdasar pada anamnesa dan pemeriksaan fisik sering bergeser berdasar
pada laboratorium, sedangkan kita ketahui bahwa laboratorium hanyalah pemeriksaan penunjang, yang
dimaksud penunjang berarti bukan merupakan hal yang wajib tetapi membantu untuk terbentuknya
suatu diagnosis. Dan perlu diingat pemeriksaan widal mempunyai false positif dan negatif yang lumayan
tinggi, sehingga kedepan lebih ditekankan untuk lebih memperhatikan anamnesa dan pemeriksaan fisik
sesuai yang disepakati dalam SOP.
Terapi antibiotik yang diberikan masih belum sesuai dengan SOP yang ada. Dari beberapa terapi
baik per oral ataupun intravena masih belum sesuai dengan SOP, misalnya pemberian cefotaxim atau
ceftriakson, atau yang lain belum ada keseragaman. Bila memang para dokter spesialis mempunyai
penatalaksanaan terbaru tentang demam tifoid maka perlu kiranya ada perubahan dari SOP tetapi jika
tidak maka tentunya SOP yang ada dan telah disepakati bersama harus dipatuhi atau dilaksanakan. Di
beberapa jurnal, terutam WHO masih menggunakan pemberian antibiotik gold standar adalah
cholamphenicol, amphicillyin, fluoroquinolone (WHO.......). Dan dilakukan penelitian di lingkungan FK UI
yang menyatakan bahwa teraphi demam thypus tanpa komplikasi adalah dengan menggunakan
levofloxacin, yang diberikan sehari satu(1) kali dengan dosis 500 mg , dengan hasil lebih baik 2,4 hari
dibanding dengan menggunakan gold standar. Pada publikasi jurnal meta analisis tahun 2009 dinyatakan
bahawa sangat efektif penanganan demam thypoid dengan menggunakan fluoroquinolone, hanya saja
masih belum bisa digunakan untuk dosis anak-anak di banding dengan chloramphenicol, karena
mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan kerusakan sendi (CME.......)
BAB 5
REKOMENDASI
DAFTAR PUSTAKA