Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela
zoster. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta
timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi
serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus
kranialis. Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada
perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan
meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per
1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan
kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun. Selama terjadi varisela,
virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa
ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui
serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi
laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius (I Gede, 2014).
Faktor resiko utama untuk herpes zoster adalah bertambahnya usia.
Dengan meningkatnya waktu setelah infeksi virus varicella ada penurunan
tingkat kekebalan sel T terhadap virus varicella zoster. Orang dengan
riwayat keluarga menderita herpes zoster akan lebih besar terkena herpes
zoster darpada orang yang tidak ada riwayat keluarga. Komplikasi herpes
zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah
neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah
krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun,
tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga
terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek
imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi. Secara umum
pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu : mengatasi
inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes
zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetic (I Gede, 2014).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang di atas, kami dapat menarik beberapa rumusan
masalah, sebagai berikut :
1. Apa definisi dari Herpes Zoster ?
2. Bagaimana epidemiologi dari Herpes Zoster di dunia ?
3. Apa saja etiologi dari Herpes Zoster ?
4. Bagaimana patogenesis dari Herpes Zoster ?
5. Apa saja faktor resiko dari Herpes Zoster ?
6. Apa saja manifestasi klinis dari Herpes Zoster ?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Herpes Zoster ?
8. Bagaimana menentukan diagnosis dari Herpes Zoster ?
9. Apa saja diagnosis banding dari Herpes Zoster ?
10. Bagaimana penatalaksanaan dari Herpes Zoster ?
11. Apa saja komplikasi dari Herpes Zoster ?
12. Bagaimana manajemen nutrisi dari Herpes Zoster ?
13. Bagaimana melakukan pencegahan dari Herpes Zoster ?
14. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari Herpes Zoster ?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, sebagai berikut :
1. Memahami konsep dari Herpes Zoster dan perawatannya.
2. Mengetahui epidemiologi dari Herpes Zoster.
3. Mengetahui dan memahami etiologi dari Herpes Zoster.
4. Mengetahui dan memahami patogenesis dari Herpes Zoster.
5. Mengetahui faktor resiko dari Herpes Zoster.
6. Mengetahui manifestasi klinis dari Herpes Zoster.
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Herpes Zoster.
8. Memahami cara menentukan diagnosis dari Herpes Zoster.
9. Mengetahui diagnosis banding dari Herpes Zoster.
10. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari Herpes Zoster.
11. Mengetahui komplikasi dari Herpes Zoster.
12. Mengetahui dan memahami manajamen nutrisi dari Herpes Zoster.
13. Mengetahui dan memahami pencegahan dari Herpes Zoster.
14. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan dari Herpes
Zoster.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti
gerombolan

vesikel

unilateral,

sesuai

dengan

dermatomanya

(persyarafannya). Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh


seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya
seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk
cacar air). Herpes zoster merupakan manifestasi oleh reaktivasi virus
Varisela-zoster laten dari syaraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella
zoster bertanggung jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu
varisela atau chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster (cacar ular). Varisela
merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang
berkontak dengan virus varicella zoster. Pada 3-5 dari 1000 individu, virus
Varisela-zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang
dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles. Herpes zoster adalah
infeksi virus akut yang memiliki karakteristik unilateral, sebelum timbul
manifestasi klinis pada kulit wajah dan mukosa mulut biasanya akan
didahului oleh gejala odontalgia. Timbulnya gejala odontalgia pada Herpes
zoster belum sepenuhnya diketahui (Isna, 2008).

2.2 EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak
dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada
perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka
kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti
Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34%
setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. Herpes zoster
terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena
varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus
varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion
sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya
tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari

10% usia di bawah 20 tahun (Isna, 2008).


2.3 ETIOLOGI
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang
laten di dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa
melalui sternus sensory ke tepi ganglia spinal atau ganglia trigeminal
kemudian menjadi laten. Varicella zoster, yaitu suatu virus rantai ganda DNA
anggota famili virus herpes yang tergolong virus neuropatik atau neurodermatotropik. Reaktivasi virus varicella zoster dipicu oleh berbagai macam
rangsangan seperti pembedahan, penyinaran, penderita lanjut usia, dan
keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seorang yang sedang dalam
pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit
sistemik. Apabila terdapat rangsangan tersebut, virus varicella zoster aktif
kembali dan terjadi ganglionitis. Virus tersebut bergerak melewati saraf
sensorik menuju ujung-ujung saraf pada kulit atau mukosa mulut dan
mengadakan replikasi setempat dengan membentuk sekumpulan vesikel
(Isna, 2008).
2.4 PATOFISIOLOGI
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring.
Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi
viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini
diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus
juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion
sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang
beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat
dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah
titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster
(Isna, 2008).

2.5 FAKTOR RESIKO


Adapun faktor resiko dari herpes zoster meliputi sebagai berikut :
1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat
daya tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster
makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised)
seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan
manifestasi pertama dari immunocompromised.
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4. Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum
tulang (Lukman, 2013).
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari herpes zoster, meliputi :
1. Gejala prodormal :
a. Demam.
b. Malaise.
c. Nyeri kepala.
d. Mual.
e. Anoreksia.
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan
parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari
menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala,
malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anakanak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.
2. Kerusakan integritas kulit
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi
yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis
tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi
oleh salah satu ganglion saraf sensorik. Erupsi mulai dengan eritema
makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian
terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga.
Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta.
Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu. Keluhan yang berat
biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul

keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada
penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah
menghilang. Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak
pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral
(5%)
3. Gatal-gatal.
4. Kelemahan.
5. Lengket pada kulit.
6. Adanya jaringan parut (Isna, 2008).
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi :
1.

Herpes zoster oftalmikus


Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster
yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf
dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi
kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan.
Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar
dibuka.

2.

Herpes zoster fasialis


Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis
(N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

3.

Herpes zoster brakialis


Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster
yang mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.

4. Herpes zoster torakalis


Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster
yang mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.

5. Herpes zoster sakralis


Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang

mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada


kulit.

2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (vzv) dapat dilakukan
beberapa test yaitu :
1. Tzanck smear
a. Peparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masi baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
giemss, wrights, toluidine blue ataupun papanicolaous. Dengan
menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinuleated giant
cells.
b. Pemeriksaan ini sangat sensitifitasnya sekitar 84%.
c. Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoester
dengan herpes simpleks virus.
2. Direct fluorescent assay (DFA)
a. Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah
b.
c.
d.
e.

berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitive.


Hasil pemeriksaan cepat.
Membutuhkan mikroskop fluorescence.
Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoester.
Pemeriksaan ini dapat memebedakan antara vzv dengan herpes

simpleks virus.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
a. Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitive.
b. Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti
scraping dasar vesikel dan apabila sudah terbentuk krusta dapat juga
digunakan sebagai preparat, dan CSF.
c. Sensifitasnya berkisar 97-100%.
d. Test ini dapat menemukan nicleic acid virus varicella zoester.
4. Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal
dengan degenerasi epidemal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas
dijumpai adanya iymphocytic infiltrate (Ramona, 2009).
2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa

neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya


kelainan kulit.3 Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala
prodromal seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut mulamula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula
yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi
vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat
pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi
krusta. Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan
penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis,
apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat,
diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes
zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa,
unilateral, dan mengenai satu dermatom (Isna, 2008).
2.9 DIAGNOSIS BANDING
1. Varicella
a. Herpes simpleks diseminata.
b. Herpes zoster diseminata.
c. Impetigo.
2. Herpes Zoster
a. Herpes simpleks virus.
b. Dermatitits kontak (Ramona, 2009).
2.10 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah mempercepat proses
penyembuhan, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik,
serta mengurangi risiko komplikasi. Untuk terapi simtomatik terhadap
keluhan nyeri dapat diberikan analgetik golongan NSAID seperti asam
mefenamat 3 x 500mg per hari, indometasin 3 x 25 mg per hari atau
ibuprofen 3 x 400 mg per hari. Kemudian untuk infeksi sekunder dapat
diberikan

antibiotik.

Sedangkan

pemberian

antiviral

sistemik

direkomendasikan untuk pasien berikut :


1. Infeksi menyerang bagian kepala dan leher, terutama mata (herpes
zoster oftalmikus). Bila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat
mengalami keratitis yang akan menyebabkan penurunan tajam

10

penglihatan dan komplikasi ocular lainnya.


2. Pasien berusia lebih dari 50 tahun.
3. Herpes

zoster

diseminata

(dermatom

yang

terlibat

multipel)

direkomendasikan pemberian antiviral intravena.


4. Pasien

yang

imunokompromais

seperti

koinfeksi

HIV,

pasien

kemoterapi, dan pasca transplantasi organ atau bone marrow. Pada


pasien HIV, terapi dilanjutkan hingga seluruh krusta hilang untuk
mengurangi risiko relaps.
5. Pasien dengan dermatitis atopik berat
Obat antiviral yang dapat diberikan adalah asiklovir atau
modifikasinya, seperti valasiklovir, famsiklovir, pensiklovir. Obat antiviral
terbukti efektif bila diberikan pada tiga hari pertama sejak munculnya
lesi, efektivitas pemberian di atas 3 hari sejauh ini belum diketahui.
Dosis asiklovir adalah 5 x 800mg per hari dan umumnya
diberikan selama 7-10 hari. Sediaan asiklovir pada umumnya adalah
tablet 200 mg dan tablet 400 mg. Pilihan antiviral lainnya adalah
valasiklovir 3 x 1000mg per hari, famsiklovir atau pensiklovir 3 x 250 mg
per hari, ketiganya memiliki waktu paruh lebih panjang dari asiklovir.
Obat diberikan terus bila lesi masih tetap timbul dan dihentikan 2 hari
setelah lesi baru tidak timbul lagi (Ramona, 2009).
Untuk pengobatan topikal, pada lesi vesikular dapat diberikan
bedak kalamin atau phenol-zinc untuk pencegahan pecahnya vesikel.
Bila vesikel sudah pecah dapat diberikan antibiotik topical untuk mencegah
infeksi sekunder. Bila lesi bersifat erosif dan basah dapat dilakukan
kompres terbuka. Sebagai edukasi pasien diingatkan untuk menjaga
kebersihan lesi agar tidak terjadi infeksi sekunder. Edukasi larangan
menggaruk karena garukan dapat menyebabkan lesi lebih sulit untuk
sembuh atau terbentuk skar jaringan parut, serta berisiko terjadi infeksi
sekunder. Selanjutnya pasien tetap dianjurkan mandi, mandi dapat
meredakan gatal. Untuk mengurangi gatal dapat pula menggunakan losio
kalamin. Untuk menjaga lesi dari kontak dengan pakaian dapat digunakan
dressing yang steril, non-oklusif dan non-adherent (Ramona, 2009).
Pasien dengan komplikasi neuralgia postherpetic dapat diberikan
terapi kombinasi atau tunggal dengan pilihan sebagai berikut :

11

1. Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin dengan dosis 10-25 mg per hari


pada malam hari.
2. Gabapentin

bila

pemberian

antidepresan

tidak

berhasil.

Dosis

gabapentin 100-300mg per hari.


3. Penambahan opiat kerja pendek, bila nyeri tidak tertangani dengan
gabapentin atau antidepresan trisiklik saja.
4. Kapsaicin

topical

pada

kulit

yang

intak

(lesi

telah

sembuh),

pemberiannya dapat menimbulkan sensasi terbakar.


5. Lidocaine patch 5% jangka pendek.
Pada herpes zoster otikus (sindroma Ramsay Hunt) diindikasikan
pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid oral diberikan sedini mungkin
untuk mencegah paralisis dari nervus kranialis VII. Dosis prednisone 3 x 20
mg per hari, kemudian perlu dilakukan tapering off setelah satu minggu.
Pemberiannya dikombinasikan dengan obat antiviral untuk mencegah
fibrosis ganglion karena kortikosteroid menekan imunitas. Namun perlu
diingat kontraindikasi relatif atau absolut kortikosteroid seperti diabetes
mellitus. Pada komplikasi seperti ini, rujukan kepada spesialis terkait sangat
dianjurkan (Ramona, 2009).
2.11 KOMPLIKASI
1. Neuralgia paska herpetic
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada
daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama
berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul
pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi
nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi
persentasenya.
2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
3. Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftalmikus, kelainan yang muncul dapat
berupa : ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan

12

neuritis optik.
4. Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus
fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka
(paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan,
tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan
gangguan pengecapan.
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi
akibat perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke
sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2
minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di
wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.
Umumnya akan sembuh spontan (Ramona, 2009).
2.12 MANAJEMEN NUTRISI
Manajemen nutrisi herpes zoster yang dimaksud disini adalah
memilih makanan yang senantiasa dapat meningkatkan sistem imun tubuh
dan memperbaiki pola hidup kearah yang lebih menyehatkan.
Diit untuk pasien herpes zoster :
1. Mengkonsumsi makanan yang tinggi protein dan tinggi kalori.
Angka kebutuhan Gizi energi dan protein berdasarkan usia/umur
dan jenis kelamin :
a. Kelompok usia 0- 6 bulan
Kecukupan energi : 550 kkal
Kecukupan protein : 10 gr
b. Kelompok usia 7-12 bulan
Kecukupan energi : 650 kkal
Kecukupan protein : 16 gr
c. Kelompok usia 1-3 tahun
Kecukupan energi : 1000 kkal
Kecukupan protein : 25 gr
d. Kelompok usia 4-6 tahun
Kecukupan energi : 1550 kkal
Kecukupan protein : 39 gr
e. Kelompok usia 7-9 tahun
Kecukupan energi : 1800 kkal
Kecukupan protein : 45 gr
f. Kelompok usia 10-12 tahun
Jenis kelamin laki-laki :
Kecukupan energi : 2050 kkal

13

Kecukupan protein : 50 gr
Jenis kelamin perempuan :
Kecukupan energi : 2050 kkal
Kecukupan protein : 50 gr
g. Kelompok usia 13-15 tahun
Jenis kelamin laki-laki :
Kecukupan energi : 2400 kkal
Kecukupan protein : 60 gr
Jenis kelamin perempuan :
Kecukupan energi : 2350 kkal
Kecukupan protein : 57 gr
h. Kelompok usia 16-18 tahun
Jenis kelamin laki-laki :
Kecukupan energi : 2600 kkal
Kecukupan protein : 65 gr
Jenis kelamin perempuan :
Kecukupan energi : 2200 kkal
Kecukupan protein :50 gr
i. Kelompok usia 19-29 tahun
Jenis kelamin laki-laki :
Kecukupan energi : 2550 kkal
Kecukupan protein : 60 gr
Jenis kelamin perempuan :
Kecukupan energi : 1900 kkal
Kecukupan protein : 50gr
j. Kelompok usia 30-49 tahun
Jenis kelamin laki-laki :
Kecukupan energi : 2350 kkal
Kecukupan protein : 60 gr
Jenis kelamin perempuan :
Kecukupan energi : 1800 kkal
Kecukupan protein : 50gr
k. Kelompok usia 50-64 tahun
Jenis kelamin laki-laki :
Kecukupan energi : 2250 kkal
Kecukupan protein : 60 gr
Jenis kelamin perempuan :
Kecukupan energi : 1750 kkal
Kecukupan protein : 50gr
l. Kelompok usia 64 tahun ke atas
Jenis kelamin laki-laki :
Kecukupan energi : 2050 kkal
Kecukupan protein : 60 gr
Jenis kelamin perempuan :
Kecukupan energi : 1600 kkal
Kecukupan protein : 45gr

14

2. Meningkatkan asupan vitamin A dan C, karena kedua vitamin tersebut


merupakan vitamin yang sifatnya antioksidan serta mencegah dan
memperbaiki kerusakan sel tubuh.
a. Vitamin A (apricot, mangga dan ubi jalar).
b. Vitamin C (paprika merah dan hijau, alpukat, jeruk, bawang dan
stroberi).
3. Asupan vitamin B12 dan asam folat untuk memberikan perlindungan
pada saraf.
a. B12 (daging tanpa lemak, kepiting dan susu).
b. Asam Folat (kubis, beras merah dan jamur).
SEBELUM TERKENA HERPES ZOSTER
Asupan mineral selenium untuk melengkapi sistem kekebalan tubuh
dan menjaga kulit agar tetap sehat dikombinasi dengan minyak biji rami
dan asam amino lisin dapat ditemukan pada biji-bijian, unggas, salmon dan
lobster.
Meningkatkan asupan vitamin A dan C, karena kedua vitamin
tersebut merupakan vitamin yang sifatnya antioksidan serta mencegah dan
memperbaiki kerusakan sel tubuh. Vitamin A (apricot, mangga, ubi jalar,
ikan dan telur), vitamin C (paprika merah dan hijau, alpukat, jeruk, bawang
dan stroberi).
Asupan vitamin B12 dan asam folat untuk memberikan perlindungan
pada saraf. B12 (daging tanpa lemak, kepiting dan susu), asam folat
(kacang-kacangan, kubis, beras merah dan jamur).
SESUDAH TERKENA HERPES ZOSTER
Pantangan makanan penyakit herpes zoster adalah makanan yang
mengandung arginine atau asam amino tingkat tinggi seperti kacangkacangan, cokelat dan almond. Asam amino arginine ini diperlukan virus
herpes untuk proses replikasi. Mengkonsumsi makanan yang mengandung
arginin tinggi dapat membuat herpes lebih sering kambuh.
2.13 PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan ditunjukan pada kelompok yang beresiko
tinggi untuk menderita varicella yang fatal seperti neonatus, pubertas atau
pun orang dewasa dengan tujuan mencegah atau pun mengurangi gejala
varicella. Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu :
1. Imunisasi pasif
a. Menggunakan VZIG(varicella zoster immunoglobulin).

15

b. Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah


terpajang VZV,pada anak-anak imunokompeten terbukti mencegah
varicella sedangkan pada anak imunokompromais pemberian VZIG
dapat meningkat kan gejala varicella.
c. VZIG dapat diberikan pada yaitu :
1) Anak-anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah
menderita varicella atau herpes zoster.
2) Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita
varicella atau herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi
terhadap VZV.
3) Bayi yang baru lahir,dimana ibunya menderita varicella dalam
kurun waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.
4) Bayi premature dan bayi usia kurang lebih 14 hari yang ibunya
belum ernah menderita varicella atau herpes zoster.
5) Anak-anak yang menderita leukemia atau lymphoma yang
belum pernah menderita varicella.
d. Dosis : 125 U/10 kg BB.
Dosis minimum : 125 U dan dosis maxsimal : 625 U.
e. Pemberian secara IM tidak diberikan IV.
f. Perlindungan yang dapat bersifat sementara.
2. Imunisasi aktif
a. Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (Oka strain) dan
kekebalan yang didapat bertahan hingga 10 tahun.
b. Digunakan di Amerika sejak tahun 1995.
c. Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71-100%.
d. Vaksin efektif jika diberikan pada umur kurang lebih 1 tahun dan
direkomendasikan diberikan pada usia 12-18 bulan.
e. Anak yang berusia kurang lebih 13 tahun yang tidak menderita
varicella direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih
tua diberikan dalam 2 dosis dengan 4-8 minggu.
f. Pemberian secara subkutan.
g. Efek samping : kadang-kadang dapat timbul deman atau pun reaksi
lokal seperti ruam makulopapular atau vasikel pada 3-5% anakanak dan timbul 10-21 hari setelah pemberian pada lokasi
penyuntikan.
h. Vaksin varicella : varivax
i. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat
menyebabkan terjadinya kongenital varicella (Ramona, 2009).

16

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN HERPES ZOSTER
3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas klien
a. Nama
b. Alamat
c. Umur
d. Jenis kelamin
e. Ras/suku bangsa
f. Berat badan
g. Faktor lingkungan

:
:
:
:
:
:
:

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatalgatal pada daerah yang terkena pada fase-fase awal baik pada
herpes zoster maupun simpleks.
b. Riwayat penyakit sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit
yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain
itu juga terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga
mengalami demam.
c. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau
teman dekat yang terinfeksi virus ini.
d. Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami
penyakit herpes simplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini.
e. Riwayat psikososial
Kaji respon pasien terhadap penyakit byang diderita serta peran
dalam keluarga dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun
masyarakat.
3. Pola Kehidupan
a. Aktivitas dan Istirahat
Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena
nyeri dan gatal.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik

17

Bagaimana pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan nafsu


makan atau anoreksia.
c. Pola Aktifitas dan Latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan
pola akifitas pasien.
d. Pola Hubungan dan peran
Klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena
adanya gangguan citra tubuh.
3.2 PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
a. Tingkat Kesadaran
b. TTV
2. Head To Toe
a. Kepala
- Bentuk
- Kulit kepala
b. Rambut
- Warna
- Bau
- Keadaan
c. Mata (Penglihatan)
- Posisi
- Pupil
- Massa/nyeri tekan
- Penurunan fungsi
d. Hidung (Penciuman)
- Posisi
- Sekret
- Lesi
e. Telinga (Pendengaran)
- Posisi
- Lesi
- Nyeri tekan
- Tes pendengaran
f. Mulut dan gigi
- Mukosa
- Warna gusi
- Perdarahan
- Kebersihan
g. Leher
- Posisi
- Kelenjar tiroid
- Vena jugularis
- Nyeri tekan
h. Thorak
- Bentuk
- Pernafasan
- Otot bantu
i. Abdomen
- Bentuk

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

18

j.

- Benjolan
:
- Massa/nyeri tekan :
- Tanda asites
:
- Pembesaran hepar :
- Suara abdomen
:
Reproduksi
Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan
adalah bagian glans penis, batang penis, uretra dan daerah anus.
Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia
mayora dan minora, klitoris, introitus vagina dan serviks. Jika timbul
lesi, catat jenis, bentuk, ukuran/luas,warna dan keadaan lesi. Palpasi
kelenjar limfe regional, periksa adanyapembesaran; pada beberapa

kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limferegional


k. Ekstremitas
Tidak terdapat luka dan spasme otot.
l. Integumen
Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,edema
di sekitar lesi dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan kulit.
3. Hipertermi berhubungan dengan penyakit.
3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 :
Diagnosa

NOC

NIC

Keperawatan
Nyeri akut

(Tujuan & kriteria hasil)


Setelah
dilakukan

berhubungan

tindakan

dengan :

selama x24 jam pasien

agen injury

dapat mengontrol nyeri

keperawatan

nyeri

Mengenali

secara

komprehensif
-

dengan indikator :
-

(Intervensi)
Lakukan pengkajian

Observasi reaksi non


verbal

faktor

Gunakan

penyebab

komunikasi

Mengenali onset

terapeutik

Menggunakan

kultur

metode pencegahan

mempengaruhi

Menggunakan

respon nyeri

metode nonanalgetik
-

Kaji

Menggunakan
analgetik

yang

Evaluasi
pengalaman

sesuai

teknik

nyeri

masa lampau

19

kebutuhan
-

Mencari

bantuan

pasien

Melaporkan

tentang

gejala
tenaga

kesehatan

control

Menggunakan

lampau
yang

Mengenali

gejala

pasien

dan

keluarga

untuk

mencari

dan

Mencatat

dukungan

sebelumnya
-

Bantu

msa

menemukan
nyeri

Melaporkan

Kontrol lingkungan

Kurangi

nyeri

sudah terkontrol

lain

nyeri

nyeri
pengalaman

tim

ketidakefektifan

tersedia

dan

kesehatan

sumber
-

bersama

tenaga kesehatan
pada
-

Evaluasi

faktor

presipitasi
-

Kaji tipe dan sumber


nyeri

Ajarkan

teknik

nonfarmakologi
-

Berikan analgetik

Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri

Tingkatkan istirahat

Kolaborasi

dengan

dokter jika keluhan


dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Diagnosa 2 :
Diagnosa

NOC

NIC

Keperawatan
Kerusakan

(Tujuan & kriteria hasil)


Setelah
dilakukan

(Intervensi)
Inspeksi kondisi luka

integritas kulit

tindakan

Observasi

berhubungan

selama

x24

jam

ekstremitas

dengan :

integritas

jaringan

kulit

warna,

kelembapan kulit

dan

keperawatan

mukosa

normal

keringat,

untuk
panas,
nadi,

20

dengan indikator :

tekstur, edema dan

luka

Temperatur jaringan
dalam rentang yang

diharapkan
-

Elastisitas

dalam

untuk

yang

diharapkan

Hidrasi

dalam

rentang

yang

Pigmentasi

dalam

kemerahan,

Monitor

kulit

pada

area kemerahan
-

yang

diharapkan

Monitor

penyebab

Warna

dalam

rentang

yang

Tekstur

dalam

rentang

yang

Monitor

adanya

infeksi
-

diharapkan
-

mukosa

tekanan

rentang
-

dan

panas, drainase

diharapkan
-

kulit

membran

rentang
-

Inspeksi

Monitor kulit adanya


rashes dan abrasi

Monitor warna kulit

Monitor

temperatur

kulit
-

Catat perubahan kulit

diharapkan

dan

Bebas dari lesi

mukosa

Kulit utuh

membrane

Monitor kulit di area


kemerahan

Diagnosa 3 :
Diagnosa

NOC

NIC

Keperawatan
Hipertermi

(Tujuan & kriteria hasil)


Setelah
dilakukan

berhubungan

tindakan

dengan :

selama

penyakit

pengaturan suhu tubuh

monitoring

pasien

secara kontinyu

keperawatan
x24
normal

jam

Suhu

dalam

rentang normal
-

tubuh

Rencanakan
suhu

Monitor TD, nadi dan


RR

Nadi dan RR dalam


rentang normal

(Intervensi)
Monitor minimal tiap
2 jam

dengan

indikator :
-

Monitor warna dan


suhu kulit

Monitor

tanda

21

Temperatur
sesuai

kulit

hipertermi

dengan

rentang

yang

hipotermi
-

diharapkan
-

Tidak

dan

Tingkatkan

intake

cairan dan nutrisi

ada

sakit

Selimuti pasien untuk

kepala

mencegah hilangnya

Tidak ada nyeri otot

kehangatan tubuh

Tidak lekas marah

Tidak ada perubahan

cara

warna kulit

keletihan

Tidak ada tremor

panas

Berkeringat

saat

kepanasan
-

mencegah
akibat

Diskusikan

tentang

pentingnya

Menggigil

saat

pengaturan suhu dan

kedinginan

kemungkinan

efek

Denyut nadi sesuai

negatif

dari

dengan

kedinginan

yang

diharapkan
-

Ajarkan pada pasien

Pernafasan

sesuai

dengan

Beritahukan tentang
indikasi

yang

terjadinya

keletihan

dan

diharapkan

penanganan

Hidrasi adekuat

emergensi

Melaporkan

diperlukan

kenyamanan

suhu

tubuh

yang

Ajarkan indikasi dari


hipotermi

dan

penanganan

yang

diperlukan
-

Berikan

antipiretik

jika perlu

22

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Berdasarkan lokasi lesi,
herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus, fasialis, brakialis,
torakalis, lumbalis, dan sakralis. Manifestasi klinis herpes zoster dapat
berupa kelompok-kelompok vesikel sampai bula di atas daerah yang
eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai
dengan letak syaraf yang terinfeksi virus.
Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan laboratorium sederhana, yaitu tes Tzanck dengan menemukan
sel datia berinti banyak. Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat
sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi pada beberapa kasus dapat
timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya
komplikasi.
4.2 SARAN
1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk
mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan.
2. Penatalaksanaan

yang

efektif

dan

efisien

pada

pasien

untuk

mendapatkan hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.


-

23

DAFTAR PUSTAKA
Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000;
92-4.
Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu
Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000, 128-9.
Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi
keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2, EGC,
Jakarta, 1999.
Marilynn

E.

Doenges,

Rencana

Asuhan

Keperawatan

pedoman

untuk

perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta, 1999.

24

Anda mungkin juga menyukai