I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain
secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu
keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan
kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain (Blacks Law Dictionary, 2013)
korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan,
sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para
pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali (
Wikeppedia, 2013)
Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Korupsi merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri
sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi) , yang secara langusung
maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang dari
segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan
nilai-nilai keadilan masyarakat.
Angka korupsi di Indonesia selama tahun 2012 menjadi perhatian dunia.
Indonesia bahkan tergabung dalam 60 besar negara terkorup di dunia versi
Transparansi Internasional. Seperti dilansir laman Transparansi Internasional,
Indonesia duduk di peringkat 118 dari daftar peringkat indeks persepsi korupsi
174 negara dunia. Namun jika mengacu poin tiap negara, Indonesia duduk di
posisi 56 negara terkorup. Indeks persepsi korusi di Indonesia mencapai poin 32.
Indonesia berjarak 24 poin dari Somalia yang jadi negara terkorup Indonesia
terpaut 58 poin dari Denmark yang dinilai sebagai negara paling bersih dari korusi
tahun 2012. ( Republika,2013)
Sangatlah memperhatinkan keadaan bangsa Indonesia saat ini yang terus
terkuras oleh perbuatan yang secara Nilai tidak ada sisi positifnya ini. Korupsi
ialah tindakan paling memiskinkan bangsa Indonesia oleh orang-orang yang
dipercaya untuk mewakili rakyat namun menghianati rakyat itu sendiri dengan
melakukan hina tersebut. Miris memang kalau memperhatikan media saat ini.
Boleh dikatakan setiap sudut dalam pemerintahan melakukan tindakan korupsi.
Oleh sebab itu penulis ingin menganalisa dan memperhatikan kemudian
mengamil kesimpulan dari korupsi yang terjadi pada bangsa Indonesia yang kita
Cintai ini. Berikut ini saya akan menganalisis dampak korupsi terhadap
lingkungan yang terjadi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Lingkungan Hidup Indonesia.
Seiring dengan memburuknya kondisi lingkungan hidup di Indonesia dari tahun
ke tahun, jumlah sengketa yang muncul akibat kerusakan atau penurunan kualitas
lingkungan pun semakin bertambah.
tercemar berat bila merujuk pada kriteria mutu air kelas dua. Sumber pencemar air
permukaan dan air tanah pada umumnya adalah industri, pertanian, dan rumah
tangga. Pencemar dari sektor industri pada tahun 2007 adalah sekitar 13 ribu
industri besar dan menengah, angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 29%
dari tahun 2004. Sedangkan industri kecil pada tahun 2007 yang berpotensi
melakukan pencemaran air permukaan dan air tanah sebanyak 94 ribu perusahaan.
Sementara untuk kualitas udara, hasil pengukuran kualitas udara tahun 2008
pada sepuluh Ibu Kota Provinsi di Indonesia mengalami kualitas udara tidak sehat
sebagai berikut, Jakarta (18 hari), Bandung (1 hari), Medan (9 hari), Pontianak (6
hari), dan Surabaya (8 hari). Selain itu pemantauan di 30 Ibu Kota Provinsi
dengan metode passive sampler menunjukkan bahwa konsentrasi NO2 maksimum
yang hampir melampuai baku mutu nasional terjadi pada tahun 2006 di Pontianak,
2007 di Denpasar dan 2008 di Padang dan Bandar Lampung. Kadar pencemar
udara di kota-kota tersebut 37 kali lipat di atas standard yang ditetapkan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Implikasinya, sebagai contoh kualitas udara
di Jakarta, masyarakat dapat menghirup udara dengan kategori baik rata-rata
hanya 22 hari dalam 1 tahun.
Di beberapa kota besar jumlah rata-rata sampah per hari meningkat setiap
tahunnya. Produksi sampah pada tahun 2007 meningkat dari 62,19 % menjadi
62,97 % atau meningkat sebanyak 2-4 % setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya jumlah penduduk dan sistem pengelolaan sampah yang tidak di
dukung sarana dan prasarana penunjang yang memenuhi persyaratan teknis
pengelolaan sampah yang baik. Selain itu ketiadaan regulasi nasional yang jelas
tentang pengelolaan sampah juga mengurangi upaya pengelolaan sampah yang
optimal.
Aktivitas industri di Indonesia, berdasarkan data Departemen Perindustrian tahun
2006 sebagaimana dikutip Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2007),
menghasilkan 26.514.883 ton B3 yang tersebar di berbagai sektor industri. Di
sektor industri kimia hilir beredar 3.282.641 ton B3, industri kimia hulu sebanyak
21.066.246 ton, industri logam mesin tekstil aneka (ILMTA) sebanyak 1.742.996
ton, dan industri kecil menengah (IKM) sebanyak 423 ton. Indonesia juga
mengimpor B3 dari Jepang, China, Perancis, Jerman, India, Belanda, Korea,
Inggris, Australia, dan Singapura. Diperkirakan 2,2 juta ton limbah B3 diekspor
ke Indonesia tiap tahunnya, keadaan ini dapat menimbulkan bahaya bagi
lingkungan, keselamatan manusia dan juga mahluk hidup lainnya.
2.2 Praktik umum korupsi dibidang lingkungan
Tina Sreide, Peneliti Senior di Chr. Michelsen Institute di Bergen, Norwegia
membagi praktik umum korupsi Lingkungan yakni
1.2.1
pidana korupsi sebagai mana diatur dalam pasal 2 dan pasal 3 UU Korupsi, yakni
menyuruh melakukan dan memperkaya orang lain.
Pemkab Buru dituding turut bersalah, karena terus membiarkan Latuconsina
memegang posisi penting, mulai dari Sekretaris Korpri, Kabag Ekbang, dan
selanjutnya menjabat Kepala Kantor Lingkungan Hidup. Padahal sebelum
menduduki jabatan di atas, Latuconsina pernah diseret ke PN Ambon atas
dakwaan tindak pidana korupsi bersama Mahmud Tan saat ia masih menjadi
pimpro di Dinas Pertanian Kabupaten Buru.
Latuconsina disangkakan melakukan tindak pidana korupsi sebagai mana
diatur dalam pasal 2 dan pasal 3 UU Korupsi, yakni menyuruh melakukan dan
memperkaya orang lain. kasus korupsi yang melilit Latuconsina itu berawal dari
adanya Surat Perjanjian Kerja Kegiatan Pengadaan Alat-alat Ukur Nomor :
18/PPK-LH/SPK/VI/2010 tanggal 16 Juni 2010 dengan nilai kontrak Rp.
702.667.000, antara Jusdi dengan Direktur CV Elang Vital, Said Agil Boften.
Setelah mengikat kontrak tersebut, Jusdi melalui surat nomor : 46/LH/VII/2010
tanggal 2 Juli 2010 yang ditujukan Kepada Tim Pemeriksa Barang, meminta agar
dilakukan pemeriksaan terhadap barang yang dibeli Direktur CV. Elan Vital.
Dengan surat itu kemudian dibuat administrasi seakan-akan barang
tersebut sudah ada di Kantor Lingkungan Hidup, dibuktikan dengan adanya Berita
Acara Pemeriksaan Barang / Daerah Nomor : 122/027/PAN.BD.KB/VII/2010
tanggal 31 Juli 2010. Padahal, barang yang dimaksud belum ada di Kantor
Lingkungan Hidup. Pesanan barang kepada PT. Tridaya Prima itu melibatkan
campur tangan orang dalam di Kantor Lingkungan Hidup bernama La Ode
Adam Malik. Oknum ini disebut-sebut dekat dengan Direktur PT Tridaya Prima.
1.2.2
Pembalakan liar terjadi karena adanya daerah abu-abu dalam aturan mengenai
lisensi dan perizinan," sebut BapakTrio Santoso dari Direktorat Penyidikan dan
Perlindungan Hutan, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. "Para pelaku
pembalakan liar sebagian besar didukung dan dimodali oleh para pelaku kejahatan
pada
kerjasama
internasional,
terutama
dalam
memerangi
1.3
sumberdaya
hutan.
Dalam
usaha
meningkatkan
upaya
meloloskan pelaku illegal logging dan illegal mining dari tuntutan hukum.
Kemungkinan perlakuan memihak ini dapat juga terjadi dari ketidakjelasan
kewenangan menentukan kawasan hutan antara pusat dan daerah terkait Rencana
Tata Ruang Wilayah
Temuan lain adalah direduksinya azas fair procedure dalalam proses penunjukan
kawasan hutan pada aturan-aturan pelaksanaan UU no. 41 tahun 1999 sehingga
melemahkan legalitas dan legitimasi 88,2% kawasan hutan (+ 105,8 juta ha) yang
sampai saat ini belum selesai ditetapkan. (Siaran Pers KPK, 3 Desember 2010)
Paling tidak ada tiga cara untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
uang atau aset dari sebuah tindak pidana. Dalam kasus illegal logging ketiga
cara/modus/tipology tersebut dicontohkan seperti:
Contoh lain: Uang tunai atau cek dari hasil illegal logging atau korupsi dideposito
ke rekening di bank local, atau digunakan untuk membeli polis asuransi jiwa.
Contoh lain:
10
Diduga
11
kebenaran informasi yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak Daerah Bea
Perolahan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSPD BPHTB ) dan kelengkapan
dokumen pendukungnya .Selain itu, Kejatisu melihat adanya pembuatan SSPD
BPHTB tanpa adanya SPPT PBB yang akan dipergunakan sebagai persyaratan
dalam permohonan hak atas tanah, sehingga terbitlah hak-hak atas tanah per
orangan yang mengakibatkan terjadinya beban pengeluaran dari kas Kantor
Pertanahan Kota Medan.
3. Pembuangan Limbah Ilegal
Salah satu kasus pembuangan limbah ilegal adalah PT AKE Sicanang Belawan,
Karena tidak melakukan pengelolaan sesuai ketentuan yang berlaku, BPD
Asosiasi Pengelolaan Limbah B3 Indonesia (APLI) Sumut mengadukan salah satu
perusahaan penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di kawasan
Sicanang Belawan ke Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut.
Dari hasil investigasi lapangan yang dilakukan APLI Sumut, diketahui volume
limbah B3 PT AKE khusus dalam bentuk cair mencapai antara 100 sampai 200
drum per bulan. Bisa dibayangkan berapa banyak dalam setahun. Mengacu pada
UU Nomor 32 tahun 2009 tetang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup serta Peraturan Pemerintah No.85 Tahun 1999 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, maka PT
AKE memiliki tanggung jawab penuh atas limbah yang dihasilkannya
Selain itu, karena termasuk sebagai perusahan penghasil limbah B3, maka
PT AKE diwajibkan untuk tunduk pada segala aturan yang berkaitan dengan
pengelolaan limbah B3, termasuk memiliki sistem pengelolaan dan bahkan
penampungan limbah B3. Atau bila bekerjasama dengan pihak pengelola limbah
B3 seharusnya mempunyai manifest (dokumen pengelolaan limbah B3),
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah RI
No.85 Tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.18 tahun
1999 tentang pengelolaan limbah B3.
12
Selain
itu,
juga
sesuai
Nomor.01/BAPEDAL/09/1995
dengan
tentang tata
Keputusan
cara
dan
Kepala
Bapedal
persyaratan
teknis
sosial-budaya,
dan
kesehatan
masyarakat
sebagai
pelengkap
studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. AMDAL adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha
13
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan
(Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan).
Salah satu kasus pemalsuan Dokumen AMDAL adalah Pencemaran lingkungan
yang menyebabkan matinya tanaman karet dan sawit warga di Indragiri Hulu,
Riau oleh aktifitas PT Riau Bara Harum ternyata sudah diprediksi jauh-jauh hari.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, terjadinya masalah tersebut
berawal dari penyusunan dokumen Amdal yang sudah bermasalah.
Dari awal, sejak pengurusan dokumen Amdal, PT RBH sudah bermasalah dan
sekarang mengakibatkan matinya tanaman dan pencemaran lingkungan. Ini
sesuatu yang sudah diprediksi. kuat dugaan telah terjadi kebocoran limbah dari
lokasi PT Riau Bara Harum sehngga menyebabkan pencemaran lingkungan baik
ke sungai maupun ke perkebunan rakyat yang menyebabkan matinya karet dan
sawit. Ini bukti kelemahan pemerintah dalam pengawasan,
Kasus lain adalah penanganan AMDAL di Kalimantan Selatan paslnya
dokumen Amdal tanpa Prosedur dan ketentuan yang berlaku padahal banyak
tenaga teknisi yang terlibat dalam pembuatan nya. Akibatnya berdampak besar
pada kerusakan lingkungan dan berakibat 13 perusahaan terkena pencabutan
AMDAL dan harus segera menghentikan Aktivitas mereka.
14
BAB. III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2004-2008 menunjukan kondisi
lingkungan yang memburuk dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, peningkatan
polutan di udara maupun air semakin tinggi termasuk juga pencemaran limbah
domestik dan bahan berbahaya dan beracun (B3). Norwegia membagi praktik
umum korupsi Lingkungan yakni Penyalahgunaan dana program dan suat dan
penerbitan Lisensi yang merugikan. Dampak korupsi bagi lingkungan adalah
Pembabatan hutan secara semena-mena, alih fungsi hutan lindung tanpa
mempertimbangkan dampak negatifnya bagi lingkungan, masuknya limbah
barang berbahaya beracun (B3) secara illegal, terjadinya bencana banjir karena
pembangunan yang didasarkan pada dokumen AMDAL (Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan) hasil rekayasa, mewabahnya berbagai ragam penyakit
karena pembuangan limbah yang semberono, dan sebagainya, bila ditelusuri di
dalamnya pasti terdapat aroma korupsi, kolusi, dan nepotisme
15