Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas
pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan
indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur
kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan
komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk
mewujudkan good governance.
Standar operasional prosedur tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal, karena
SOP selain digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik yang berkaitan dengan
ketepatan program dan waktu, juga digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik di
mata masyarakat berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah. Hasil kajian menunjukkan tidak semua satuan unit kerja instansi pemerintah
memiliki SOP, karena itu seharusnyalah setiap satuan unit kerja pelayanan publik instansi
pemerintah memiliki standar operasional prosedur sebagai acuan dalam bertindak, agar
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat dievaluasi dan terukur.
Pelayanan publik yang diberikan instansi Pemerintah (Pusat, Pemerintah Propinsi,
Kabupaten, Kota dan Kecamatan) kepada masyarakat merupakan perwujudan fungsi aparatur
negara sebagai abdi masyarakat. Pada era otonomi daerah, fungsi pelayanan publik menjadi
salah satu fokus perhatian dalam peningkatan kinerja instansi pemerintah daerah. Oleh
karenanya secara otomatis berbagai fasilitas pelayanan publik harus lebih didekatkan pada
masyarakat, sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat.
Oleh karena itu, pemakalah menelaah lebih dalam lagi mengenai standar prosedur
kerja Badan Pemberdayaan Masyakarat Propinsi Sumatera Utara sebagai

BAB II
PEMBAHASAN

1. Asas-asas
Dimaksud dengan asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik adalah prinsip-prinsip
dasar yang menjadi acuan dalam pengorganisasian, acuan kerja, serta pedoman penilaian
kerja bagi setiap lembaga penyelenggara pelayanan publik. Asas-asas penyelenggaraan
dikategorikan sebagai asas-asas umum administrasi publik yang baik (general principles of
good administra-tion) dan azas bersifat adaptif.
Bersifat umum karena asas ini secara langsung menyentuh hakekat pelayanan publik
sebagai wujud dari upaya melaksanakan tugas pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan
masyarakat banyak dan/atau tugas pelaksanaan perintah peraturan perundang-undangan.
Bersifat adaptif, karena asas-asas ini secara tidak langsung bersentuhan dengan
pemberian pelayanan kepada masyarakat umum, baik di bidang pelayanan administratif,
pelayanan jasa, pelayanan barang, ataupun kombinasi dari pelayanan-pelayanan tersebut.
Menurut Cadbury Committee di Inggris ( 1992) Asas-asas utama, yang melekat secara
inherent pada esensi Pelayanan Publik adalah :1
a) Asas Keterbukaan (openness)
Keterbukaan menjadi salah satu asas utama untuk menjamin bahwa para stakeholders2
yang mengandalkan proses pengambilan keputusan, tindakan-tindakan oleh institusi publik,
pengelolaan aktivitas, serta pengelolaan sumber daya manusia dalam melaksanakan
pelayanan publik. Keterbukaan (mungkin setara dengan asas transparansi) yang diwujudkan
melalui pembinaan komunikasi secara penuh, terinci dan jelas dengan para stakeholders yang
menjadi salah satu prinsip utama dari suatu good governance.

b) Asas Integritas
Integritas mengandung makna berurusan secara langsung (straightforward
dealings) dan ketuntasan (completeness) dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pelayanan publik.

Asas-asas ini merupakan hasil modifikasi dari asas-asas yang dikembangkan oleh:
Lihat :Report of the Committee on the Financial Aspects of Corporate Governance, dengan
asas-asas Administrasi yang Baik (General Principles of Good Administration) yang
ditetapkan oleh European Commission dalam : Code of Good Administrative Behavior:
Relations ewith the Public, Official Journal of the European Communities: OJ L 267,
20.20.2000.
2 Dalam konteks penelitian ini, stakeholders pada dasarnya adalah warga
masyarakat pengguna jasa layanan publik, masyarakat pembayar pajak.
1

Asas moral yang mendasari asas integritas ini terutama adalah kejujuran, obyektivitas dan
standar kesantunan yang tinggi, serta tanggung jawab atas penggunaan dana-dana dan sumber
daya publik.

c) Asas Akuntabilitas
Asas ini berkenaan dengan proses di mana unit-unit pelayanan publik dan orangorang yang berfungsi di dalamnya harus bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan
yang dibuatnya. Singkatnya, akuntabilitas melahirkan kewajiban untuk bertanggung jawab
atas fungsi dan kewenangan yang secara sah dipercayakan kepada setiap public servant.

d) Asas Legalitas
Berdasarkan asas lawfulness ini, setiap tindakan, pengambilan keputusan, serta
pelaksanaan fungsi suatu institusi pelayanan publik harus sejalan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan dijalankan sesuai dengan aturan dan prosedur yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

e) Asas Non-Diskriminasi dan Perlakuan yang Sama


Institusi penyelenggara pelayanan publik harus bekerja atas dasar prinsip pemberian
pelayanan yang sama dan setara kepada masyarakat, tanpa membedakan gender, ras,
agama/kepercayaan, kemampuan fisik, aspirasi politik, dan sebagainya.

f) Asas Proporsionalitas
Asas ini meletakkan kewajiban pada setiap penyeleng- gara pelayanan publik untuk
menjamin bahwa beban yang harus ditanggung oleh masyarakat pengguna jasa layanan
publik akibat tindakan-tindakan yang diambil institusi pelayanan publik berbanding
proporsional dengan tujuan dan manfaat yang hendak diperoleh masyarakat. Asas ini
berkaitan erat dengan beban administratif, biaya dan waktu pelayanan yang harus ditanggung
oleh masyarakat apabila mereka hendak memperoleh pelayanan publik.

g) Asas Konsistensi
Berdasarkan asas ini, warga masyarakat dan/atau stakeholders layanan publik pada
umumnya memperoleh jaminan bahwa institusi pelayanan publik akan bekerja secara
konsisten sesuai pola kerjanya yang normal dalam perilaku administratifnya. Penyimpangan

terhadap asas ini (dispensasi, perlakuan khusus, dan sebagainya) harus memperoleh
pembenarannya secara sah (duly justified).

2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam hal ini Standar
Prosedur Kerja (SPK) Badan Pemberdayaan Masyarakat Propinsi Sumatera Utara yang
dipahami pemakalah, antara lain :
1) Meningkatkan pemahaman yang holistik/menyeluruh dan terpadu dalam penerapan
dan pencapaian SPM.
2) Menyamakan pemahaman tentang definisi operasional indikator kinerja, ukuran atau
satuan, rujukan, dan target nasional.
3) Membangun komitmen dan tindak lanjut untuk penerapan dan pencapaian SPM.
4) Menyediakan
pelaksanaan

panduan
dan

bagi

pemerintah

pengendalian

serta

dalam

melaksanakan

pengawasan

dan

perencanaan,

pertanggungjawaban

penyelenggaraan Standar Pelayanan Minimal.


5) Membangun dasar dalam penentuan anggaran kinerja berbasis manajemen kinerja.
6) Mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan
Pemerintahan.

3. Hambatan
Etos kerja yg cenderung mempertahankan status quo & tidak mau menerima adanya
perubahan (resistance to change).
Adanya budaya risk aversion (tdk menyukai resiko).
Rutinitas tugas & penekanan yg berlebihan kpd pertanggungjawaban formal shg
mengakibatkan adanya prosedur yg kaku / lamban.
Belum adanya sistem insentif & disinsentif bagi petugas pelayanan yg menunjukkan
kinerja tinggi atau sebaliknya.
Rendahnya jaminan pemenuhan standar karena blm didukung oleh sistem informasi
yg tepat, atau faktor koordinasi yg krng harmonis antara unit pelayanan (front-office)
dengan instansi teknis.
SP yang belum berbasis IT juga masih membuka terjadinya kontak langsung antara
masyarakat sbg pengguna jasa dengan aparat pemerintah. Ini dapat menimbulkan
ekses yg tidak diinginkan, spt diskriminasi, kolusi, nepotisme, dsb.

Kurangnya kemampuan staf pemerintah daerah untuk melakukan analisa dalam


pembuatan standar pelayanan yg akurat.
Belum mengakomodir kelompok masyarakat dengan kebutuhan khusus (cacat, jompo,
wanita hamil).
Belum adanya mata anggaran / kode rekening untuk memberikan kompensasi kepada
pengguna jasa yg dirugikan (misal: karena keterlambatan).
Perilaku manusia dewa atau excessive altruism Kepala Daerah kasus Kab.
Paser dalam penanganan Pedagang K5 (PKL).
Standar sering dibayangi oleh persepsi keliru sbg jebakan hukum, sehingga muncul
keengganan untuk menetapkan SP lihat Pasal 3 UU No. 5/1986 jo. UU No. 9/2004
ttg PTUN.
Euforia Pelayanan:
Perilaku mengejar rekor & penghargaan.
Bontang: perpanjangan KTP dari 14 hari menjadi 5 menit.
Kutim: perijinan investasi dalam waktu 36 menit bgmn dg tahap
pemeriksaan lapangan & evaluasi? (lihat alur dibawah).

4. Tantangan

Upaya penguatan:

SP aspek people dan product.

Advokasi utk perancangan Perda Yanlik; Penyusunan sistem insentifdisinsentif / reward n punishment; peningkatan kapasitas & skill
penyelenggara; serta diseminasi inovasi (multi cara satu tujuan lihat
Samsat Jatim).

Upaya penyetaraan:

Hak, kewajiban & larangan antara penyelenggara dengan masyarakat lihat


Bontang.

Hak, kewajiban & larangan antara masyarakat biasa dengan masyarakat


berkebutuhan khusus.

Upaya penyadaran & pelumrahan:

ATARIMAE (lumrah).

Di Jepang, orang-2 yg tidak melakukan sesuatu yg atarimae justru dianggap


aneh, karena atarimae itu suatu yg sdh mestinya dilakukan scr otomatis tanpa
diperintah, misal:

Buang sampah selalu pada tempat-2 yg sudah disediakan berdasarkan


klasifikasi sampah.

Antri dengan rapi tanpa berdesakan.

Mengutamakan pejalan kaki (penyeberang).

Mempersilahkan kendaraan yg ingin memotong jalan tanpa terpaksa.

Peningkatan akses, mutu dan manajemen arsip sampai tahun 2008 masih dihadapkan
kepada beberapa permasalahan dan tantangan yang kompleks, antara lain :
1. Ruang arsip yang belum dapat menampung seluruh arsip yang akan ditransfer dari
seluruh SKPDdi lingkungan Pemerintah Kota Medan ke Kantor Arsip Daerah Kota
Medan
2. Kurangnya tenaga/pegawai yang memiliki pendidikan yang sesuai dibidang kearsipan.
3. Perlunya penggunaan sistem komputerisasi dalam mengakses arsip yang ada.

Solusi tindak lanjut yang dijalankan, dalam rangka peningkatan akses, mutu dan
manajemen arsip adalah, antara lain :
1. Melaksanakan penyusutan arsip.
2. Meningkatkan mutu pendidikan di bidang kearsipan dengan mengirimkan pegawai
untuk mengikuti kursus atau pelatihan kearsipan.
3. Mengadakan program Sistem Informasi Manajemen Kearsipan (SIMAS)

5. Hasil yang dicapai

Dengan adanya Standar Prosedur Kerja (SPK) pada Badan Pemberdayaan Masyarakat
Sumatera Utara diharapkan bisa menjaga Konsistensi dalam setiap menjalankan pekerjaan
sehari-hari, adanya acuan kerja yang jelas. Selain itu juga dengan adanya (SOP) , Karyawan
akan tahu dengan jelas Peran & Tanggungjawabnya karna dalam (SOP) sudah menerangkan
dengan jelas alur tugas masing masing. Dengan dibuatnya (SOP) yang baku maka Tugas/
pekerjaan karyawan akan lebih lancar karena masingmasing sudah ada pedoman &
6

acuannya, selain itu juga ketika ada kasus penyelewengan/ penyalahgunaan wewenang,
(SOP) ini juga bisa dijadikan sebagai dasar hukum yang kuat.

6. Evaluasi

Kinerja atau juga disebut performance dapat didefinisikan sebagai pencapaian hasil
atau the degree of accomplishment. Sementara itu, Atmosudirdjo (1997) mengatakan bahwa
kinerja juga dapat berarti prestasi kerja, prestasi penyelenggaraan sesuatu. Faustino (1995)
memberi batasan kinerja sebagai suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individuindividu anggota organisasi kepada organisasinya. Peter Jennergen (1993) mendefinisikan
kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukkan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapat
dijalankan secara aktual dan misi organisasi tercapai. Selanjutnya Pamungkas (2000)
menjelaskan bahwa kinerja adalah penampilan cara-cara untuk menghasilkan suatu hasil yang
diperoleh dengan aktivitas yang dicapai dengan suatu unjuk kerja. Dengan demikian, kinerja
adalah konsep utama organisasi yang menunjukkan seberapa jauh tingkat kemampuan
pelaksanaan tugas-tugas organisasi dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan.
Penilaian terhadap kinerja dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan suatu
organisasi dalam kurun waktu tertentu. Penilaian tersebut dapat juga dijadikan input bagi
perbaikan atau peningkatan kinerja organisasi selanjutnya. Dalam institusi pemerintah
khususnya, penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, dan efisiensi
pelayanan, memotivasi para birokrat pelaksana, melakukan penyesuaian anggaran,
mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat yang
dilayani dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik.
Berbeda dengan organisasi privat, pengukuran kinerja organisasi publik sulit
dilakukan karena belum menemukan alat ukur kinerja yang sesuai. Kesulitan dalam
pengukuran kinerja organisasi publik sebagian muncul karena tujuan dan misi organisasi
publik seringkali bukan hanya sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Organisasi
publik memiliki stakeholders yang jauh lebih banyak dan kompleks ketimbang organisasi
privat. Stakeholders dari organisasi publik seringkali memiliki kepentingan yang berbenturan
satu sama lain. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholders juga
berbeda-beda. Para pejabat birokrasi, misalnya, seringkali menempatkan pencapaian target
sebagai ukuran kinerja sementara masyarakat pengguna jasa lebih suka menggunakan
kualitas pelayanan sebagai ukuran kinerja.

Lenvine (1996) mengemukakan tiga konsep yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja organisasi publik, yakni :
a. Responsivitas (responsiveness) : menggambarkan kemampuan organisasi
publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi
kebutuhan
2) masyarakat. Penilaian responsivitas bersumber pada data organisasi dan masyarakat,
3) data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program
organisasi,

sedangkan

data

masyarakat

pengguna

jasa

diperlukan

untuk

mengidentifikasi demand dan kebutuhan masyarakat.


a. Responsibilitas (responsibility): pelaksanaan kegiatan organisasi publik
dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai
dengan kebijakan organisasi baik yang implisit atau eksplisit. Responsibilitas
dapat dinilai dari analisis terhadap dokumen dan laporan kegiatan organisasi.
Penilaian dilakukan dengan mencocokan pelaksanaan kegiatan dan program
organisasi dengan prosedur administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada
dalam organisasi.
b. Akuntabilitas (accountability): menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan
kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh
rakyat. Data akuntabilitas dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti
penilaian dari wakil rakyat, para pejabat politis, dan oleh masyarakat.

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa standar operasional


prosedur sebagai alat penilaian kinerja berorientasi pada penilaian kinerja internal
kelembagaan, terutama dalam hal kejelasan proses kerja di lingkungan organisasi termasuk
kejelasan unit kerja yang bertanggungjawab, tercapainya kelancaran kegiatan operasional dan
terwujudnya koordinasi, fasilitasi dan pengendalian yang meminimalisir tumpang tindih
proses kegiatan di lingkungan sub-sub bagian dalam organisasi yang bersangkutan. Standar
operasional prosedur berbeda dengan pengendalian program yang lebih diorientasikan pada
penilaian pelaksanaan dan pencapaian outcome dari suatu program/kegiatan. Namun
keduanya saling berkaitan karena standar operasional prosedur merupakan acuan bagi aparat
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya termasuk dalam pelaksanaan kegiatan program.
Selama ini, penilaian akuntabilitas kinerja instansi pemerintah umumnya didasarkan
pada standar eksternal padahal sebagai bentuk organisasi publik, instansi pemerintah
memiliki karakteristik khusus yakni sifat birokratis dalam internal organisasinya. Oleh karena
itu apabila pedoman yang sifatnya internal ini jika digabungkan dengan pedoman eksternal
(penilaian kinerja organisasi publik di mata masyarakat) berupa responsivitas, responsibilitas,
dan akuntabilitas, maka akan mengarah pada terwujudnya akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah. Hasil kajian menunjukkan tidak semua satuan unit kerja instansi pemerintah
memiliki SOP, karena itu seharusnyalah setiap satuan unit kerja pelayanan publik instansi
pemerintah memiliki standar operasional prosedur sebagai acuan dalam bertindak. Melalui
penerapan SOP ini akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat dievaluasi dan terukur.

DAFTAR PUSTAKA

Charles Lenvine. 1990. Public Administration : Challenges, Choice, Consequences.

Glenview Illinois : Scott Foreman/Little Brown Higher Education.


Djamaludin Antjok. 1999. Penyelenggaraan Good Governance di Indonesia. Makalah.
Disampaikan pada Diskusi Panel Penyelenggaraan Good Governance di
Indonesia yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
Inpres No. 7 Tahun 1999, Tentang Penyusunan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah

James L. Gibson dkk. 1997. Organisasi dan Manajemen : Perilaku, Struktur dan Proses.
Jakarta : Erlangga.

L.W. Rue dan L.L. Byars. 1980. Management : Theory and Application. Homewood
Illinois : Richard D. Irwin Inc.

Martin R. Weisbord. 1988. Organisational Diagnosis : A Workbook of Theory and


Practice. USA : Addison-Wesley Publishing Co.
Michael Sokol dan Robert Oresick. 1986. Managerial Performance Appraisal dalam
Performance Assesment: Methods and Appreciations, ed. Ronald A. Berk. The
John Hopkins UP.

Miftah Thoha. 2001. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta :
RajaGrafindo Persada.

_____. 1993. Pembinaan Organisasi : Proses Diagnosa dan Intervensi. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.

Richard M. Steers. 1980. Efektivitas Organisasi. Jakarta : Erlangga.

Suhadi Sigit. 2000. Teori Kepemimpinan dalam Manajemen. Yogyakarta : Arrmurita.


10

Surat Keputusan Menpan No. KEP/25/M.PAN/2/2004, Tentang Pedoman Umum


Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah

The Liang Gie. 1992. Administrasi Perkantoran Modern. Yogyakarta: Liberty


Yeremias T. Keban. 1995. Kinerja Organisasi Publik. Bahan Seminar Sehari dalam
rangka Purna Tugas Drs. Sediyono. FISIPOL UGM Yogyakarta.

William B. Werther, Jr dan Keith Davis. 1996. Human Resources and Personnel
Management. USA: McGraw-Hill,Inc.

11

Anda mungkin juga menyukai