Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungin beberapa
organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai
alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka.
Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya
tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan
terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya. Dislokasi merupakan salah satu
kedaruratan dalam bidang ortopedi. Dislokasi sendi bahu dapat menyebabkan kerusakan
saraf, dengan manifestasi klinis bervariasi dari nyeri sampai parestesi pada daerah lengan
segera lokasi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
hal ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan masalah
yaitu sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Bagaimana anatomi bahu?


Apa pengertian dari dislokasi bahu?
Apa etiologi dari dislokasi bahu?
Apa saja jenis dislokasi bahu?
Bagaimanakah patofisiologis pada dislokasi bahu?
Apa saja manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang dari dislokasi bahu?
Bagaimankah penatalaksanaan dislokasi bahu ?
Apa saja komplikasi dislokasi bahu?

C. Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas di paniteraan
klinik ilmu bedah ortopedi. Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah menjawab
pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan masalah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Bahu
Gangguan gerakan dalam sendi bahu sering mempunyai konsekuensi untuk
sendi-sendi yang lain di gelang bahu dan sebaliknya. Sendi bahu dibentuk oleh kepala
tulang humerus dan mangkok sendi, disebut cavitas glenoidalis. Cavitas glenoidalis
sebagai mangkok sendi bentuknya agak cekung tempat melekatnya kepala tulang
humerus dengan diameter cavitas glenoidalis yang pendek kira-kira hanya mencakup
sepertiga bagian dan kepala tulang sendinya yang agak besar, keadaan ini otomatis
membuat sendi tersebut tidak stabil namun paling luas gerakannya.
sendi bahu lebih mudah mengalami gangguan fungsi dibandingkan dengan
sendi lainnya. karakteristik dari pada sendi bahu yaitu : perbandingan antara
permukaan mangkok sendinya dengan kepala sendi tidak sebanding, kapsul sendinya
relative lemah. Otot-otot pembungkus sendi relative lemah seperti otot supraspinatus,

infraspinatus, teres minor, dan subscapularis, gerakan paling luas, tetapi stabilitas
sendi relatif kurang stabil.
Kapsul sendi terdiri atas dua lapisan : 1) Kapsul sinovial (lapisan bagian dalam)
Dengan karakteristik mempunyai jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak
memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan sinovial
sendi dan sebagai transfomator makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada gangguan
pada sendi yang ringan saja, maka yang pertama kali yang mengalami gangguan
fungsi adalah kapsul sinovial, tetapi karena kapsul tersebut tidak memiliki reseptor
nyeri, maka kita tidak merasa nyeri apabila ada gangguan, misalnya pada artrosis
sendi. 2) Kapsul fibrosa. Karakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki
saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi,
dan memelihara regenerasi kapsul sendi.
B. Definisi Dislokasi Bahu
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi atau
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan,secara
anatomis (tulang lepas dari sendi). Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja
yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya
(dari mangkuk sendi).
C. Etiologi Dislokasi Bahu
Penyebab utama dislokasi sendi bahu ialah trauma dengan lengan mengalami
rotasi internal dan abduksi, menyebabkan caput humerus subluksasio ke arah depan.
Subluksasio ke arah posterior terjadi dari terjatuh dengan posisi lengan terulur.
Dislokasi inferior dapat terjadi dari lemahnya tonus otot dengan hemiplegia dan dari
berat lengan menarik humerus ke arah bawah. Berikut adalah klasifikasi dislokasi
bahu berdasar etiologi:
1. Dislokasi Traumatik
Dislokasi traumatik adalah kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan
saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat
sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin
juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan
terjadi pada orang dewasa.
2. Dislokasi Patologis

Dislokasi patologis terjadi akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar
sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang.
D. Jenis Dislokasi Bahu
1. Dislokasi anterior
2. Dislokasi posterior
3. Dislokasi inferior atau luksasi erekta
4. Dislokasi disertai fraktur

E. Patofisiologi Dislokasi
1. Mekanisme dislokasi sendi bahu anterior
Merupakan jenis dislokasi yang paling sering terjadi pada sendi mayor.
Biasanya terjadi karena rotasi eksternal secara paksa dan ekstensi dari bahu.
Kaput humerus kemudian terdorong ke depan, dan sering menyebabkan robekan
pada kartilago glenoid labrum dan kapsul dari batas anterior kavum glenoid.Lebih
jarang dislokasi ini juga dapat terjadi pada pasien yang terjatuh dengan bertumpu
pada tangan dan sendi bahu dalam posisi ekstensi. Pada dislokasi ini, kaput
humerus mengalami pergeseran ke arah medial ke glenoid, tepat di bawah
prosesus korakoid.
Pada dislokasi berulang kapsul dan labrum sering terlepas dari anterior
glenoid. Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta
ligamentum glenohumerus keduanya terlepas atau terentang ke arah anterior dan
inferior. Selain itu mungkin ada indentasi pada bagian posterolateral kaput
humerus (lesi Hill-Sachs) yaitu suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus
menekan lingkar glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi.
2. Mekanisme dislokasi bahu posterior

Dislokasi tipe ini lebih jarang terjadi. Biasanya karena trauma berkekuatan
besar dengan posisi terjatuh pada bahu anterior atau pada tangan dengan posisi
adduksi dan rotasi internal, karena kejang epileptic (akibat epilepsy atau terkena
aliran listrik), atau intoksikasi alkohol. Dislokasi mungkin disertai dengan fraktur
proksimal humerus, kapsul posterior terlepas dari tulang atau teregang, dan
mungkin ada indentasi dari aspek anterior dari kaput humerus.
Ketika sendi bahu yang sebelumnya mengalami dislokasi posterior,
mengalami dislokasi ulang karena cedera lain, dislokasi kedua dan selanjutnya

disebut dislokasi rekuren. Pada kasus dimana pasien dapat mendislokasikan dan
mereduksi sendi bahu sesuai keinginan disebut dislokasi habitual. Hal ini
biasanya terjadi karena gangguan kongenital generalisata pada ligament.
F. Penegakkan Diagnosis Dislokasi Bahu

Diagnosis kasus dislokasi bahu ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat memberikan informasi riwayat
trauma dan mekanisme terjadinya trauma tersebut, sehingga dapat lebih membantu
menegtakkan diagnosis dan mengetahui penyulit-penyulit.
1. Manifestasi klinis dislokasi sendi bahu anterior
Pasien biasanya datang dengan keluhan utama nyeri. Pasien juga
mengeluhkan seperti sesuatu keluar dari tempatnya sehingga dia tidak dapat
menggerakkan tangannya. Pasien kemudian menggunakan tangan yang lain untuk
membantu menyanggahnya. Pada kejadian akut yang pertama kali pasien dapat
menjelaskan dengan baik mekanisme trauma; adanya ruda paksa pada bahu dalam
keadaan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya
nyeri, terdapat benjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksieksorotasi, tepi bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak
sendi bahu. Ada 2 tanda khas pada dislokasi sendi bahu anterior ini yaitu sumbu
humeru yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah
dibawah akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan
tidak mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh
tangan sebelah lain dan tidak mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang
cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia tidak dapat menyentuh dadanya.
Lengan yang cedera tampak lebih panjang dari normal, bahu terfiksasi sehingga
mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi ke arah interna. Posisi badan
penderita miring ke arah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat
scapula bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus
pada scapula. Jika pasien tidak terlalu banyak menggerakkan bahunya, maka pada
kasus ini kaput humerus yang tergeser dapat diraba di bawah prosesus
korakoideus. Fungsi nervus sirkumflex harus diperiksa karena rentan mengalami
cedera pada kasus ini.

Diagnosis klinis untuk kasus dislokasi bahu anterior dapat menggunakan


tanda cemas. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengangkat lengan kedalam
abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara hati-hati dalam posisi duduk.
pada saat kritis pasien akan merasa bahwa kaput humerus seperti terlepas ke
bagian anterior dan tubuhnya menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi
dengan menekan bagian depan bahu, dimana dengan manuver ini pasien merasa
lebih aman dan tanda cemas negatif.
2. Manifestasi klinis dislokasi sendi bahu posterior.
Kasus ini jarang terjadi dan sering terabaikan karena pasien terlihat seperti
melindungi ekstrimitasnya.. Biasanya dari anamese didapati riwayat trauma yang
hebat pada bahu, riwayat terkena aliran listrik, atau intoksikasi alkohol.
Dari pemeriksaan fisik terlihat lengan dalam posisi adduksi dan rotasi
interna. Pergerakan rotasi eksternal mengalami tahanan. Pada pasien yang kurus
kaput humerus dapat teraba pada bagian posterior.
3. Pemeriksaan Penunjang dislokasi sendi bahu
1) Foto Polos
Pemeriksaan radiologis harus meliputi sudut anteroposterior dan
lateral. Pada sudut anteroposterior dapat ditentukan bilamana terjadi nterjadi
rotasi interna dan eksterna. Pada rotasi interna dapat dilihat lesi Hill-Sachs
pada caput hemurus posterolateral.
Pada sudut lateraldapat dilihat sublukasasi glenohumeral ataupun
dislokasi, dapat juga unutk melihat bilamana terdapat fraktur.
Pada dislokasi sendi bahu anterior, kaput hemrus berada di bagian
depan ataupun medial dari glenoid. Pada dislokasi posterior terdapat
gambaran berupa light bulb yang diakibatkan rotasi interna dari humerus.
2) CT-scan arthrografi dulunya biasanya digunakan untuk mengevaluasi pasien
dengna instabilitas glenohumeral dan dislokasi atau dengan riwayat
instabilitas sebelumnya. Akan tetapi, sekarang ini CT-scan hanya digunakan
apabila terdapat kontraindikasi pemeriksaan dengan MRI atau jika dicurigai
terdapat abnormalitas glenoid.
3) MRI dan magnetic Resonanace Arthrografi lebih sensitive dibandingkan
metode lainnya untuk keadaan patplogia pada ligamen, kartilago, cidera
bisep ataupun abnormalitas kapsul. MR artrografi lebih sensitif dibandingkan

MRI, dan hal ini merupakan pemeriksaaan pilihan pada dislokasi sendi bahu,
khususnya untuk kasus instabilitas yang berulang dan lebih bagus untuk
mendiagnosa lesi patologis untuk hal-hal tersebut.
G. Penatalaksanaan Dislokasi Bahu
a. Penatalaksanaan dislokasi sendi bahu anterior
Reposisi dislokasi harus segera dilakukan. Reduksi dapat dilakukan
dengan dua metode:
1. Metode Stimson
Pasien diminta tidur telungkup dengan lengan yang terkenan
dibiarkan menggantung ke bawah dengan memberikan beban 2 Kg yang
diikat pada pergelangan tangan. Pada saat otot bahu dalam kondisi
relaksasi, diharapkan terjadi reposisi akibat beban lengan yang tergantung
di samping tempat tidur tersebut. Metode ini dilakukan selama 10-15 menit.
2. Metode Hippocrates
Metode Hippocrates dilakukan dalam keadaan anestesi umum.
Lengan pasien ditarik ke arah distal punggung dengan sedikit abduksi,
sementara kaki penolong berada di ketiak pasien untuk mengungkit kaput
humerus ke arah lateral dan poterior. Setelah reposisi, bahu dipertahanka
dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke dada selama paling sedikit 3
minggu. Pasien diminta mengabduksikan lengannya secara lembut untuk
mengetahui ada tidaknya cedera saraf aksilaris atau muskulokutaneus.
3. Metode Kocher
Dengan metode Kocher, penderita berbaring di tempat tidur dan
pemeriksa berada disamping penderita. Sendi siku dalam posisi fleksi 90
dan dilakukan traksi sesuai garis humerus, kemudian dilakukan rotasi ke
arah lateral dan lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh ke
arah garis tengah dan lengan kemudian dirotasi ke medial sehingga tangan
jatuh di daerah dada. Teknik ini kurang direkomendasikan karena dapat
mengakibatkan cidera pada nervus, pembuluh darah dan pada tulang.
b. Penatalaksanaan dislokasi sendi bahu posterior
Penatalaksanaan dislokasi sendi bahu posterior dilakukan reduksi dengan
menarik lengan ke depan secara hati-hati dan rotasi eksterna, serta dilakukan
imobilisasi selama 3-6 minggu.

c. Penatalaksaan dislokasi sendi bahu inferior


Penatalaksaan dislokasi sendi bahu inferior dilakukan reduksi tertutup
menarik lengan ke depan secara hati-hati dan rotasi eksterna. Lengan
diistirahatkan sampai nyeri hilang, namun hindari melakukan abduksi selama 3
minggu setelah terjadi penyembuhan jaringan lunak. Apabila hal ini tidak
berhasil dapat dilakukan reduksi terbuka dengan operasi.
H. Komplikasi Dislokasi Bahu
1. Komplikasi Dini
a. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan
otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tesebut
b. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
2. Komplikasi lanjut.
a. Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan

sendi

bahu,

terutama

pada

pasien

yang

berumur

40

tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi


abduksi
b. Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul
terlepas dari bagian depan leher glenoid
c. Kelemahan otot

BAB III
KESIMPULAN
1. Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi atau Keadaan
dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan,secara anatomis
(tulang lepas dari sendi).
2. Etiologi dislokasi bahu yaitu dislokasi traumatik dan dislokasi patologis.
3. Penegakkan diagnosis dislokasi bahu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan rontgen
bahu anteroposterior, lateral, dan oblik, CT scan dan MRI.
4. Penatalaksanaan dislokasi bahu dapat melalui konservatif.
5. Komplikasi dislokasi bahu, yaitu komplikasi dini (cedera saraf dan cedera pembuluh
darah) dan komplikasi lanjut (kaku sendi, dislokasi berulang, dan kelemahan otot).

Anda mungkin juga menyukai