Disusun oleh :
Kelompok 1
Ali Nuriman
NIM 1420109002
Atik Kusmiati
NIM 1420109007
Wartini
NIM 1420109030
Eka Utami
NIM 1420109040
Yoka Indriana
NIM 1420109035
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul: ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN
SISTEM INTEGUMEN : KUSTA.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan
dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I : TEORITIS..................................................................................................
1.1. Definisi......................................................................................................
1.2. Patofisiologi...............................................................................................
1.3. Patogenesis................................................................................................
1.4. Etiologi......................................................................................................
1.5. Manifestasi Klinis......................................................................................
1.6. KlasifikasiKomplikasi...............................................................................
1.7. Penatalaksanaan medis..............................................................................
1.8. Komplikasi.................................................................................................
1.9. prognosis....................................................................................................
BAB II : PROSES KEPERAWATAN.....................................................................
2.1 Pengkajian...................................................................................................
2.2 Diagnosa keperawatan ...............................................................................
2.3 Intervensi dan Rasional...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
TEORITIS
1.1 Definisi
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta
(Mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh
lainnya. (Depkes RI, 1998).
Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi
Mikobakterium leprae. (Mansjoer Arif, 2000).
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh
mycobacterium lepra yang interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf
tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian
atas, sistem endotelial, mata,otot, tulang, dan testis ( djuanda, 4.1997 ).
Kusta adalah penyakit menular pada umunya mempengaruhi kulit dan
saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan maifestasi klinis yang luas (COC,
2003).
Jadi penulis simpulkan bahwa Penyakit kusta adalah penyakit menular
yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
1.2 Patofisiologi
Setelah M. leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta
bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas
dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular mediated
immune) pasien. Kalau sistem imunitas selular tinggi, penyakit berkembang
kearah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang kearah lepromatosa. M.
leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah
akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena
respon imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan
tingkat reaksi selular daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit
kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik.
1.3 Patogenesis
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti,
beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh
bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung faktor imunitas seseorang,
kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi
lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan non toksis.
M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel
makrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann
jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan
makrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit.
Tipe LL ; terjadi kelumpulan sistem imun seluler tinggi makrofag tidak
mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak
jaringan.
Tipe TT ; fase sistem imun seluler tinggi makrofag dapat
menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis makrofag, terjadi
sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel
dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa
epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.
Timbulnya penyakit pada seseorang tidak mudah sehingga tidak perlu
ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, antara lain sumber
penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi dan iklim.
Sumber penularan adalah kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari
pasien kusta tipe MB (Multi Basiler) yang belum diobati atau tidak teratur
berobat.
Bila seseorang terinfeksi M. leprae sebagian besar (95%) akan sembuh
sendiri dan 5% akan menjadi indeterminate. Dari 5% indeterminate, 30%
bermanifestasi klinis menjadi determinate dan 70% sembuh.
Insiden tinggi pada daerah tropis dan subtropis yang panas dan lembab.
Insiden penyakit kusta di Indonesia pada Mret 1999 sebesar 1,01 per 10.000
penduduk.
Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada
orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada kelompok dewasa ialah umur 25 35
tahun, sedangkan pada kelompok anak umur 10 12 tahun.
1.4 Etiologi
Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat
obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti
mukosa saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf
pusat. Masa membelah diri Mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa
tunasnya antara 40 hari sampai 40 tahun. Kuman kusta berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok
dan ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang
bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan dan BTA.
1.5 Manifestasi klinis
Menurut WHO (1995) diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari
tanda kardinal berikut:
a. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas
Lesi kulit dapat tunggal atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi
kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga biasanya berupa:
makula, papul, nodul. Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan
Pause Basiler
Multi Basiler
a. 1-5
a. Banyak
b. Kecil dan besar
b. Kecil-kecil
c. Unilateral
atau c. Bilateral,
rasa
bercak
g. Kehilangan
bilateral asimetris
simetris
d. Kering dan kasar
e. Tegas
d. Halus, berkilat
pada
f. Selalu ada dan e. Kurang tegas
f. Biasanya tidak
jelas
jelas, jika ada
berkemampuan
berkeringat,
terjadi
berbulu
g. Bercak
berkeringat,
tidak
ada
yang
pada
sudah
lanjut
g. Bercak masih
berkeringat,
bulu
tidak
rontok
2.
Infiltrat
a. tidak ada
a. Kulit
a. Ada, kadangkadang
b. Membrana
mukosa
tersumbat perdarahan di
tidak
ada
b. Ada, kadangkadang
tidak
hidung
ada
3.
Ciri Hidung
central
healing a. Punched
penyembuhan
b.
c.
d.
e.
ditengah
4.
5.
out
lesion
Medarosis
Ginecomasti
Hidung pelana
Suara sengau
Nodulus
Tidak ada
Kadang-kadang
ada
Lebih sering terjadi Terjadi pada yang
dini, asimetris
lanjut
biasanya
Deformitas cacat
Biasanya
7.
Apusan
terjadi dini
BTA negatif
simetris
asimetris Terjadi
pada
stadium lanjut
BTA positif
setengah jam
Keadaan basah diolesi minyak
Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus
Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku
Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka
dan kaki. Ini membutuhkan kerjasama dengan tenaga ahli seperti neurologis,
ortopedik, ahli bedah, oftalmologis, dan rehabilitasi.
1.9 Komplikasi
Akibat langsung dari penyakit Morbus Hansen atau kusta ialah
kerusakan urat saraf tepi, kecacatan, terjadinya kerontokan alis mata,
menebalnya cuping telinga, kadang-kadang terjadi hidung pelana akibat dari
kerusakan tulang rawan hidung, pada bentuk yang parah bisa terjadi wajah
singa (faces leonina).
BAB II
PROSES KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
a. Biodata
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anakanak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat
menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan.
Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta
adalah dari golongan ekonomi lemah.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan
adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada
saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam
ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam
kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang
disebabkan oleh kuman kusta (Mikobakterium Leprae) yang masa
inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga
yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
e. Riwayat Psikososial
Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita. Klien yang menderita
morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat akan
beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan,
sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien
mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan.
ototnya
mengecil
(atropi) karena
tidak
dengan
proses
penyembuhan.
b. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi
jaringan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan
berangsur-angsur hilang.
Kriteria :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi dapat
berkurang dan nyeri berkurang dan beraangsur-angsur hilang.
Intervensi :
1. Observasi lokasi, intensitas dan penjalaran nyeri.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu
dalam
memberikan intervensi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan pasien.
3. Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Dapat mengurangi rasa nyeri.
4. Atur posisi senyaman mungkin.
Rasional : Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri.
5. Kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan rasa nyeri.
c. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kelemahan fisik dapat teratasi
dan aktivitas dapat dilakukan.
Kriteria :
1. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
2. Kekuatan otot penuh
Intervensi :
1. Pertahankan posisi tubuh yang nyaman.
Rasional : Meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas.
2. Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan pada kulit.
Rasional : Oedema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas.
3. Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif
kemudian aktif.
Rasional : Mencegah secara progresif mengencangkan jaringan,
meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/sendi.
4. Jadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk memberikan
periode istirahat.
Rasional : Meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien terhadap
aktifitas.
5. Dorong dukungan dan bantuan keluaraga/orang yang terdekat pada
latihan.
Rasional : Menampilkan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam
perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konstan.
d. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan
dengan
situasi
individu,
jangan
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, 1998, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII,
Depkes Jakarta.
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media
Aeuscualpius, Jakarta.
Juall, Lynda, Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi Keperawatan
Edisi II, EGC. Jakarta, 1995.
Simposium Penyakit Kusta, FKUA Surabaya.
Marrilyn, Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta.