Oleh :
Putri Chusnul Khotimah
133184010
Pendidikan Fisika 2013
Tahun Ajaran
2013-2014
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Surabaya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan yang sangat luas. Bukan hanya
memiliki wilayah yang luas, namun Indonesia juga memiliki penduduk yang melimpah
dari berbagai macam ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku. Keanekaragaman
itulah yang dapat mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia, baik pengaruh positif
maupun pengaruh negatif. Pengaruh positifnya adalah bangsa Indonesia memiliki
berbagai macam kebudayaan yang menarik para wisatawan asing untuk mengetahui
dan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Oleh karena itu tepatlah rumusan sila kemanusiaan yang adil dan beradab masuk dalam
falsafah Pancasila. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam sila ini membentuk watak bangsa
kita menjadi bangsa yang lemah lembut, sopan santun, tengang rasa, saling mencintai,
bergotong royong dalam kebaikan, dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka pengamalannya adalah sebagai berikut:
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia. Butir ini menghendaki bahwa setiap manusia mempunyai martabat, sehingga
tidak boleh melecehkan manusia yang lain, atau menghalangi manusia lain untuk hidup
secara layak, serta menghormati kepunyaan atau milik (harta, sifat dan karakter) orang
lain.
2. Saling mencintai sesama manusia. Kata cinta menghendaki adanya suatu keinginan yang
sangat besar untuk memperoleh sesuatu dan rasa untuk memiliki dan kalau perlu
pengorbanan untuk mempertahankannya. Dengan perasaan cinta pula manusia dapat
mempergiat hubungan social seperti kerjasama, gotong royong, dan solidaritas. Dengan
rasa cinta kasih itu pula orang akan berbuat ikhlas, saling membesarkan hati, saling
berlaku setia dan jujur, saling menghargai harkat dan derajat satu sama lain.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa. Sikap ini menghendaki adanya usaha dan
kemauan dari setiap manusia Indonesia untuk menghargai dan menghormati perasaan
orang lain. Harusnya dalam bertingkah laku baik lisan maupun perbuatan kepada orang
lain, hendaknya diukur dengan diri kita sendiri; bilamana kita tidak senang disakiti
hatinya, maka janganlah kita menyakiti orang lain. Sikap tenggang rasa juga dapat kita
wujudkan dalam toleransi dalam beragama.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain. Semena-mena berarti sewenang-wenang, berat
sebelah, dan tidak berimbang. Oleh sebab itu butir ini menghendaki, perilaku setiap
manusia terhadap orang tidak boleh sewenang-wenang, harus menjunjung tinggi hak dan
kewajiban.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Setiap warga Negara harus menjunjung tinggi dan
melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan dengan baik.
Dalam menjunjung tinggi nila-nilai kemanusiaan sesuai dengan sifat ideologi Pancasila
yang terbuka, sikap dan perilaku kita harus senantiasa menempatkan manusia lain sebagai
mitra sesuai dengan harkat dan martabatnya. Hak dan kewajibannya dihormati secara beradab.
Pada butir-butir Pancasila sila kedua, dapat kita lihat bahwa Indonesia mengakui adanya
persamaan derajat serta persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, atau dengan kata
lain sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab dalam pancasila pada prinsipnya menegaskan
bahwa kebangsaan Indonesia merupakan bagian dari
2.2.
Kesamaan Derajat
Kesamaan derajat adalah sifat perhubungan antara manusia dengan lingkungan
masyarakat umumnya timbal balik artinya orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak
dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah negara. Kita sebagai
warga negara Indonesia harus saling bertoleransi terhadap orang lain. Tidak ada pandangan si
kaya dan si miskin, si pintar dan si bodoh, semua di mata perundangan Indonesia adalah sama.
Dan kita harus saling menghargai satu sama lain, menghargai hak dan kewajiban masing
dengan begitu kehidapan damai pun akan tercipta diantara kita. Pada sebuah negara demokrasi,
rakyat akan menjadi subjek sekaligus objek kekuasaan. Karena itu rakyat akan menentukan
nasibnya sendiri, sedangkan pemerintah akan menjalankan kekuasaan berdasarkan pemberian
rakyat sebagai amanat atau kepercayaan yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya demi
kepentingan rakyat tersebut. Berdasarkan hal tersebut akan timbul hubungan timbal balik
antara warga negara dengan negaranya. Warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap
negaranya, sedangkan negara berkewajiban melindungi kepentingan-kepentingan
warga
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Perbedaan yang terdapat di Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari Sabang di Aceh sampai
Merauke di Papua. Indonesia juga merupakan negara majemuk, yang masyarakatnya
terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, adat istiadat, agama dan lain sebagainya.
Keberagaman dan kekayaan budaya bangsa itu merupakan anugerah Tuhan Yang Maha
Esa dan harus disyukuri, dijaga, dan diberdayakan demi kejayaan bangsa Indonesia.
Penduduk Indonesia pun sangat besar, terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang
tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Setiap suku bangsa terikat pada wilayah tertentu
yang didiami oleh nenek moyang mereka secara turun menurun. Keadaan ini
melatarbelakangi sejarah dan kondisi alam lingkungan dimana mereka tinggal, serta
membentuk kebudayaan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor adanya
perbedaan pada bangsa Indonesia terjadi karena adanya beberapa hal. Faktor utamanya
yaitu perpindahan penduduk dari luar daerah.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar. Memiliki wilayah yang luas serta
penduduk yang melimpah yang memiliki berbagai macam perbedaan, yang diantaranya
adalah:
3.1.1. Ras
Ras adalah perbedaan manusia berdasarkan pada ciri-ciri fisik. Ciri-ciri fisik
inilah yang menjadi ciri khas perbedaan ras. Menurut Pasal 26 ayat 1 UUD 1945
tentang warga Negara dan penduduk, disebutkan bahwa yang menjadi warga Negara
dan penduduk ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga. Jelaslah bahwa bangsa
Indonesia terdiri dari berbagai ras induk yang tersebar, lalu membentuk kelompokkelompok (bangsa) baru dan kebudayaan sesuai kelompok dan perkembangan
daerahnya dari masa ke masa. Perbedaan ras yang ada hendaknya jangan dijadikan
masalah yang mengancam disintegrasi bangsa. Sesungguhnya bangsa Indonesia selain
masyarakat pribumi terdiri dari banyak ras, misalnya :
Lingkungan
Pertemuan antarbangsa
Setiap suku memiliki budaya sendiri-sendiri karena di Indonesia ini dihuni oleh berbagai
macam suku maka budayanya juga beraneka ragam.
3.1.6. Suku
Suku adalah kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran dan jati diri mereka
akan kesatuan kebudayaan mereka, sehingga kesatuan budaya tidak ditentukan oleh
orang luar melainkan oleh warga kebudayaan yang bersangkutan.
Indonesia memiliki banyak suku dengan perbedaan kebudayaan yang tercermin
pada pola dan gaya hidup mereka, seperti :
Suku Asmat
Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Setiap kampung punya satu rumah
Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat
dan upacara keagamaan. Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat.
Yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk membunuh
musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian
dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama.
Mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya
Suku Sasak
Suku Sasak adalah suku bangsa yang mendiami pulau Lombok dan
menggunakan bahasa Sasak. Asal nama sasak kemungkinan berasal dari kata saksak yang artinya sampan. Pakaian adat suku ini ialah pakaian lambung, dan rumah
adatnya adalah Lumbung. Sebagian besar suku Sasak beragama Islam, uniknya
pada sebagian kecil masyarakat suku Sasak, terdapat praktik agama Islam yang
agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni Islam Wetu Telu, namun hanya
berjumlah sekitar 1% yang melakukan praktek ibadah seperti itu. Ada pula sedikit
warga suku Sasak yang menganut kepercayaan pra-Islam yang disebut dengan
nama "Sasak Boda".
Suku Toraja
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi
Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000
diantaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara,
dan Kabupaten Mamasa. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen,
sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk
To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian
dari Agama Hindu Dharma.
3.2. Upaya-upaya warga Negara Indonesia dalam usaha untuk mengakui persamaan
derajat setiap manusia dengan perbedaan yang bermacam-macam.
Setiap warga negara Indonesia memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk
menjaga keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap warga negara
Indonesia bertanggung jawab meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara dengan
cara menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Saling menghormati dan menghargai diharapkan dapat menciptakan kerukunan antarsuku
bangsa, agama, etnik maupun golongan.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain
Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin
kedudukan social, warna kulit dsb.
3.2.2. Persamaan Derajat Warga Negara Tanpa Membedakan Ras, Agama, Gender,
Golongan, Suku dan Budaya
1) Persamaan Derajat Warga Negara Tanpa Membedakan Ras
Ras adalah golongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik. Perbedaan ras yang ada
hendaknya tidak dijadikan masalah yang mengancam disintegrasi bangsa. Indonesia yang
terdiri dari berbagai ras induk yang tersebar, lalu membentuk kelompok-kelompok baru
dan kebudayaan sesuai kelompok. Tentunya semangat dan nilai-nilai yang dikembangkan
serta tujuan yang diinginkan oleh masing-masing kelompok berbeda pula. Oleh
karenanya diperlukan toleransi agar tidak terjadi bebagai konflik, baik konflik rasial,
antar golongan atau kelompok atau konflik lainnya. Dengan demikian di antara kelompok
masyarakat akan tercipta kerukunan dan persatuan bangsa dalam bingkai Bhineka
tunggal Ika.
2) Persamaan Derajat Warga Negara Tanpa Membedakan Agama
Indonesia mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta,
dimana kepercayaan tersebut telah menciptaka keyakinan yang berbeda-beda terhadap
keberadaan Tuhan. Negara Indonesia menerima adanya berbagai macam agama, sebagai
bukti bahwa Indonesia menghormati kebebasan beragama dan mengakui bahwa
kehidupan beragama merupakan hak pribadi setiap warga Negara. Jaminan-jaminan
tentang persamaan kedudukan tersebut juga telah diatur dalam UUD 1945 yaitu pasal 29
ayat 1, 2, 3. Dengan demikian persamaan kedudukan warga negara telah mempunyai
dasar hukum dan sebagai warga negara kita harus taat pada hukum. Jelaslah sudah bahwa
perbedaan agama diakui oleh negara Indonesia demikian juga dengan kebebasan
memeluk agama telah menjadi hak asasi pribadi setiap warga negara.
Untuk itu, pemerintah membentuk lembaga keagamaan yang mengatur, mengurus,
serta membahas dan menyelesaikan segala masalah yang menyangkut keagamaan.
Adapun fungsi dari lembaga keagamaan adalah :
Tempat untuk membahas dan menyelesaikan segala masalah yang menyangkut
keagamaan.
Media menyampaikan gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan
bangsa.
undang, maka hal itu merupakan jaminan terhadap persamaan kedudukan warga negara
tanpa membedakan suku dan budayanya. Semua warga negara baik yang berada di Jawa,
di Papua ataupun di daerah-daerah lainnya memiliki hak dan kewajiban yang sama.
3.2.3. Berikut upaya-upaya menghargai persamaan derajat atau
kedudukan warga
sesuai
dengan pasal 27 UUD 1945 secara jelas disebutkan bahwa negara menjamin
warga negaranya tanpa membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan
suku:
a. Partisipasi masyarakat dalam politik harus memperhatikan kesetaraan sara
dan gender.
b. Memberi kesempatan pemeluk agama lain yang akan melaksanakan
kegiatan keagamaannya dan tidak mengganggu atau berbuat gaduh/kacau
terhadap agama lain.
c. Saling membantu dalam bidang kemanusiaan atau social, seperti gotong
royong, membantu korban bencana, dan lain-lain.
d. Mengadakan musyawarah wakil-wakil agama yang berbeda secara mandiri
maupun dengan pihak pemerintah demi kepentingan bersama.
e. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain
f. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
g. Setiap kebijakan pemerintah hendaknya bertumpu pada persamaan dan
menghargai pluralitas.
h. Pemerintah harus terbuka dan membuka ruang kepada masyarakat berperan
serta dalam pembangunan nasional tanpa membeda-bedakan antar sesama.
i. Produk hukum atau peraturan perundang-undangan harus menjamin
persamaan warga Negara.
agar semakin menjadi lebih baik lagi, mengapa tidak kita lakukan. Oleh karena
itu, ada sejumlah upaya yang dapat dilakukan guna makin memasyarakatkan
prinsip persamaan kedudukan warga negara, antara lain sebagai berikut :
Secara pribadi, orang perlu terus berusaha belajar dan melatih diri untuk
dapat bersikap empati da solider terhadap mereka yang diperlakukan
secara diskriminatif (baik atas dasar alasan ras, agama, gender,
golongan, budaya, maupun suku).
Secara sosial, masyarakat perlu menumbuhkan sikap multikultural,
yaitu sikap bersedia menerima adanya kesejahteraan di antara
keragaman budaya. Dengan demikian, akan tumbuh masyarakat
multikultural, yaitu masyarakat beragam budaya yang di dalamnya ada
sistem sosial yang secara konsisten memberlakukan berbagai kelompok
atau individu berbeda identitas budaya tanpa diskriminasi sosial (baik
atas dasar alasan ras, agama, gender, golongan, budaya, maupun suku).
Aparat negara perlu memberikan teladan dalam mewujudkan tegaknya
prinsip persamaan kedudukan warga negara melalui upaya penciptaan,
penerapan, dan penegakan hukum secara konsisten sebagaimana amanat
konstitusi.
Semua pihak secara berkesinambungan berupaya menumbuhkan budaya
multikultural
dan
gerakan
antidiskriminasi
di
berbagai
bidang
kehidupan.
Apabila upaya-upaya tersebut dilaksanakan dengan sunggh-sungguh,
niscaya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia akan semakin sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan
warga negara.
3.2.5. Peluang dan Hambatan yang Dihadapi dalam Mewujudkan Prinsip Persamaan
Kedudukan Warga Negara Tanpa Membedakan Ras, Agama, Gender, Golongan,
Suku dan Budaya
Mewujudkan persamaan kedudukan warga negara bukanlah persoalan yang
mudah. Konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan telah mengatur hal
itu, prinsip tersebut belum terwujud secara optimal yang disebabkan oleh adanya
diskriminasi di kalangan masyarakat yang masih membeda-bedakan ras, agama,
gender, golongan, dan suku. Terdapat peluang dan hambatan dalam mewujudkan
prinsip tersebut. Adapun peluang dalam mewujudkan prinsip persamaan kedudukan
warga negara Indonesia, yakni sebagai berikut :
a. Dalam UUD 1945 (hasil amandemen), dan berbagai perundang-undangan yang
berlaku sekarang semakin memberikan dasar yang kuat bagi upaya meajukan
prinsip persamaan kedudukan dan derajat warga negara di berbagai bidang
kehidupan.
b. Dewasa ini demokrasi semakin diterima, dipahami dan diperjuangkan oleh
sebagian besar masyarakat, sebagai pilihan terbaik bagi kehidupan bangsa
Indonesia
c. Iklim kehidupan dalam kebebasan pers yang bebas, bermoral, dan bertanggung
jawab, yang sedang dikembangkan bangsa Indonesia, merupakan sarana efektif
untuk semakin memasyarakatkan gagasan tentang prinsip persamaan dan
kedudukan warga negara.
d. Keterbukaan politik yang ada sekarang ini merupakan media pemebelajaran
konkret yang sangat baik bagi seluruh warga negara untuk belajar mengenai
pentingnya prinsip persamaan kedudukan warga negara.
e. Makin banyaknya tokoh-tokoh penting dalam memajukan prinsip persamaan
kedudukan warga negara, yaitu berbagai elemen civil society (masyarakat
madani) yang gigih memperjuangkan gagasan multikulturalisme.
Namun, kita perlu berhati-hati karena masih juga terlihat berbagai hambatan dalam
upaya menegakkan dan memajukan prinsip persamaan kedudukan warga negara dalam
berbagai bidang kehidupan. Hambatan ini antara lain :
a) Masih adanya individu atau kelompok masyarakat yang merasa lebih tinggi
kedudukannya daripada kelompok masyarakat lainnya, sehingga mereka
cenderung menuntut perlakuan istimewa di berbagai bidang kehidupan.
b) Masih kuatnya budaya politik patron klien, dimana etika politik yang menjadi
patron akan cenderung memberikn perlakuan istimewa kepada klien mereka
c) Masih kuatnya kecenderungan tindakan negatif KKN di berbagai tingkatan
pemerintahan sehingga mendorong orang untuk bertindak diskriminatif, terutama
kepada mereka yang lemah secara sosial-ekonomi-politik.
d) Berbagai kelemahan sistem hukum dan buruknya sikap mental serta rendahnya
pemahaman beragama sebagian kecil para pelaku dan penegak hukum, sehingga
terjadi adanya mafia peradilan, dan tindakan yang cenderung mendorong orang
untuk berlaku diskriminatif
e) Masih adanya pandangan-pandangan dan gerakan-gerakan ektrim, radikal, dan
intoleran (baik alasan ras, agama, gender, golongan, budaya maupun suku) dalam
masyarakat kadang memicu sikap-sikap dan tindakan diskriminatif.
f) Masih adanya sikap diskriminatif sejumlah oknum penegak hukum, sehingga
memicu munculnya sikap distriminatif pula oleh masyarakat terhadap kelompokkelompok tertentu, baik atas dasar alasan ras, agama, gender golonga, budaya,
maupun suku.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
4.1.1.
Kesimpulan
Di Indonesia terdapat banyak perbedaan diantaranya adalah perbedaan agama,
ras, suku, gender (jenis kelamin), golongan dan budaya. Keberagaman dan
kekayaan budaya bangsa itu merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa dan
harus disyukuri, dijaga, dan diberdayakan demi kejayaan bangsa Indonesia.
4.1.2.
Salah satu upaya yang dapat kita lakukan demi memasyarakatkan persamaan
derajat warga negara adalah perlu terus berusaha belajar dan melatih diri untuk
dapat bersikap empati dan solider secara diskriminatif. Serta saling menghargai
dan menghormati setiap perbedaan yang terdapat pada setiap manusia.
4.2.
4.2.1.
Saran
Pemerintah tidak boleh lemah dalam menetapkan peraturan yang melarang
adanya sikap diskriminatif antar ras, golongan, gender, suku, agama, dan budaya
4.2.2.
4.2.3.
4.2.4.
DAFTAR PUSTAKA
Purnama, Fifi Dewi. 2006. Buku Ajar EKSIS Pendidikan Kewarganegaraan SMA/MA
Kelas X Semester 2. Jakarta : Citra Pustaka
Tim Penulis Pancasila MPK-UNESA. 2008. Modul Pendidikan Pancasila Revisi.
Surabaya: UNESA University Press Anggota IKAPI
TIM Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014. 2009. Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI
http://PKN/Makalah/20Kewarganegaraan.html.18 Desember 2012. 15.34
http://PKN/MakalahPendidikanPancasila.html.18 Desember 2013. 15.51