LATAR BELAKANG
Fenomena kegiatan pembangunan gedung di wilayah Kabupaten/Kota terus meningkat secara kuantitatif,
kualitatif maupun kompleksitasnya. Keadaan ini berlangsung sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang
cenderung berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam situasi seperti ini, peningkatan kegiatan
pembangunan yang tanpa ditunjang dengan peraturan perundangan yang memadai dapat menimbulkan
kekhawatiran peningkatan ketidak-teraturan proses dan hasil pembangunan bangunan gedung yang memenuhi
persyaratan, baik secara administratif maupun secara teknis. Fenomena tersebut di atas, baik di wilayah
Kabupaten maupun Kota perlu diantisipasi dengan peraturan yang bersifat administratif dan teknis, sehingga
proses pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung dapat berlangsung tertib dan terwujud bangunan
gedung yang andal, serasi dan selaras dengan lingkungannya.
Pemberlakuan UU no.28 tahun 2002 tentang Bangunan dan Gedung telah mewajibkan tiap kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung baik yang dilakukan oleh Pemerintah, Swasta, Masyarakat luas
maupun Pihak Asing di wilayah Indonesia harus mengikuti peraturan tersebut. Pemerintah Pusat telah memfasilitasi
Pemerintah Daerah untuk menyusun Peraturan Daerah guna mewujudkan amanat UU tersebut termasuk PP no.36
tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU no.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, sehingga Pemerintah
Daerah berkewajiban memiliki Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung, dan khususnya Peraturan
Bupati/Walikota mengenai Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Sementara itu sampai saat ini, tahun 2012, masih banyak produk RTBL yang ada tetapi belum disahkan
atau belum dibuat Peraturannya oleh Bupati/Walikota, sehingga tidak memiliki dasar legalitas yang kuat di dalam
pelaksanaan pengaturan kawasan.
Proses penataan bangunan sesuai dengan UU no.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung merupakan
proses awal yang penting, bukan hanya merencanakan melainkan juga pengendalian, bahkan termasuk
pemanfaatannya. Permasalahan yang ada saat ini, intervensi swasta dan masyarakat sangat besar dalam
pengembangan kawasan, bahkan kadang menjadi tidak konsisten dengan rencana tata-ruang dan bangunan yang
ada.
Tata bangunan dan lingkungan, adalah suatu kondisi fisik/spasial lingkungan-binaan (built-environment)
yang pada area tersebut didapati berbagai fakta bentuk-fisik/spasial buatan manusia berupa bangunanbangunan (sarana dan prasarana lingkungan), berdampingan langsung dengan fakta bentuk fisik/spasial
1/9
yang alami (natural). Kedua fakta bentuk buatan dan alami tersebut saling jalin-menjalin, yang seringkali
jalinan bentuk buatan lebih mendominasi keberadaanya daripada jalinan bentuk-bentuk alami. Eksistensi
fakta bentuk buatan di latar belakangi kebutuhan hidup manusia, baik secara individual maupun secara
kolektif, dengan dilandasi norma-norma kehidupan individual maupun kolektif pula. Prinsip makna
penataan atau arti kata tata(-nan) adalah ketika kebutuhan dan norma kolektif lebih dominan daripada
kebutuhan dan norma individual.
b.
Pada pembangunan lingkungan, terutama terhadap sarananya, proses perancangan tiap elemen fisiknya
di- lakukan oleh berbagai pihak khususnya oleh pihak pemilik (perorangan maupun lembaga) sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan masing-masing. Keragaman pihak yang terlibat sebagai pelaku
pembangunan menghasilkan keragaman wujud fisik yang terjadi. Untuk memperolah kualitas lingkungan
sesuai dengan yang dikehendaki, umumnya dilakukan melalui pendekatan rancang kawasan yang dalam
konteks perkotaan dikenal sebagai rancang kota (urban design).
c.
Bangunan adalah semua elemen dan struktur buatan manusia, yang diadakan sesuai dengan kebutuhan
hidup manusi baik secara individual maupun secara kolektif, baik memanfaatkan kaidah desain yang baik
maupun semata-mata fungsional belaka.
d.
Lingkungan adalah area fisik/spasial dengan ragam fakor alami maupun buatan, merupakan tempat
keberadaan bangunan-bangunan (sarana dan prasarana), yang pemanfaatannya diatur dan dilakukan oleh
manusia baik secara individual maupun kolektif, perseorangan maupun kelembagaan.
e.
Dalam PENATAAN dibutuhan INTEGRASI atas berbagai konflik kepentingan, yaitu antar:
bangunan dengan bangunan
bangunan dengan lingkungannya
bangunan dengan prasarana kota
lingkungan dengan konteks regional/kota
bangunan dan lingkungan dengan aktivitas publik
lingkungan dengan pemangku kepentingan (stakeholders)
2.
3.
4.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu
lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan
dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana
umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman
pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan.
Dokumen RTBL adalah dokumen yang memuat materi pokok RTBL sebagai hasil proses identifikasi,
perencanaan dan perancangan suatu lingkungan/kawasan, termasuk di dalamnya adalah identifikasi dan
apresiasi konteks lingkungan, program peran masyarakat dan pengelolaan serta pemanfaatan aset
properti kawasan.
Penataan bangunan dan lingkungan adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan,
melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan atau melestarikan bangunan dan lingkungan/ kawasan
tertentu sesuai dengan prinsip pemanfaatan ruang dan pengendalian bangunan gedung dan lingkungan
secara optimal, yang terdiri atas proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung dan lingkungan.
Pembinaan pelaksanaan adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang ditujukan
untuk mewujudkan efektivitas peran para pelaku penyelenggara penataan bangunan dan lingkungan
(pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) pada tahap penyusunan RTBL, penetapannya menjadi
peraturan gubernur/
bupati/walikota, pelaksanaan
pembangunan, dan
peninjauan kembali/evaluasi
terhadap penerapan RTBL.
B.
PERDA
BG &
Perda2
Lain
terkait
2/9
Pihak swasta atau masyarakat dapat menyusun RTBL atas dasar kesepakatan sendiri, asal tetap memenuhi
persyaratan yang berlaku pada kawasan ybs dengan persetujuan Pemda setempat.
Dengan demikian, RTBL akan efektif ketika dokumen RDTRK Kab/Kota dan RTRK sudah ada.
Berdasar pada Buku Pedoman Umum RTBL (PerMen PU no.06/PRT/M/2007), maka Kedudukan Peraturan
Bupati/Walikota tentang RTBL dalam konstelasi peraturan perundangan tata-ruang dan tata-bangunan &
lingkungan secara nasional adalah sebagaimana tergambar pada skema struktur perundangan di bawah ini :
3/9
a.
b.
c.
d.
3. Jenis Penataan
4/9
b.
c.
b.
c.
d.
9. Komponen
Rancangan/Desain Kawasan,
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
meliputi :
Peruntukan Lahan;
Intensitas Pemanfaatan Lahan;
Tata Bangunan;
Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung;
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau;
Tata Kualitas Lingkungan, meliputi:
TataIdentitas Lingkungan dan Tata
Orientasi Lingkungan;
Sistem Prasarana dan Utilitas
Lingkungan;
Pelestarian Bangunan dan Lingkungan.
adalah :
Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Koefisien Tapak Besmen (KTB)
Sistem Insentif-Disinsentif
Pengembangan
Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai
Bangunan (TDR=Transfer of
Development Right) Pengalihan ini
terdiri atas:
1) Hak Pembangunan Bawah
Tanah
2) Hak Pembangunan Layang
(Air Right Development)
e.
D. Substansi Pendukung
Dokumen RTBL berfungsi sebagai dokumen pengendali
pembangunan dalam penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan untuk suatu
lingkungan/kawasan tertentu supaya memenuhi kriteria
perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang
berkelanjutan meliputi:
a. Pemenuhan persyaratan tata bangunan dan
lingkungan;
5/9
b.
c.
d.
II.3.
TENTANG
b.
c.
6/9
7/9
PER-MEN PU 06/2007 TTG PANDUAN UMUM RT
LINGKUP SUBSTANSI
DAN WILAYAH
Lingkup substansi penataan
ini secara prinsip harus sesuai dengan arahan pada PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU no 28/2002
tentang Bangunan Gedung, sebagai berikut :
(Paragraf 5 : Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) / Pasal 27 28)
Pengaturan persyaratan tata-bangunan sbg tindak lanjut RTRW Kab/Kota dan-atau RDTRKP,
digunakan dalam pengendalian pemanfaatan ruang suatu kawasan, untuk mewujudkan
kesatuan karakter serta kualitas BG dan lingkungan yang berkelanjutan.
8/9
Demikian, pokok-pokok penting yang dapat dijadikan pedoman untuk memulai merencanakan penataan
bangunan dan lingkungan di kawasan perkotaan.
Semoga bermanfaat.
Referensi :
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007
tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Barnett, Jonathan., Urban Design as Public Policy, 1974., McGraw Hill Publication.
Cuthberth, Alexander R., The Form of Cities, 2006., Blackwell Publishing.
*) Dosen di jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Unpar sejak 1981.
Lektor Kepala, pada bidang Arsitektur Kota.
S1-Arsitektur 1980 di Unpar / S2-PWK 1987 di ITB.
Anggota asosiasi profesi perencana kota, Ikatan Ahli Perencana, bersertifikat
no 336/BSP-IAP/P/LPJKN/IV/2012 sebagai Ahli Utama Perencana Wilayah dan Kota.
9/9