Anda di halaman 1dari 52

Tugas Rancang Besar I

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Breakwater atau pemecah gelombang merupakan bangunan yang berfungsi
sebagai pemecah gelombang. Gelombang yang datang mengenai breakwater akan
terpecah, sehingga tempat yang dilindungi break water akan menjadi perairan
yang tenang.
Kelompok TRB (Tugas Rancang Besar) 1 kami memilih untuk membuat
suatu perancangan breakwater untuk dermaga Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI)
dengan daerah perencanaan di Kota Tegal.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari Tugas Rancang Besar I ini adalah :
1.

Mahasiswa mampu melakukan perhitungan peramalan gelombang;

2.

Mahasiswa mampu melakukan analisa deformasi gelombang;

3.

Mahasiswa mampu melakukan analisa pasang surut;

4.

Mahasiswa mampu menghitung Lay out, dimensi struktur, dan material


yang diperlukan;

5.

Mahasiswa mampu melakukan cek stabilitas terhadap bangunan yang akan


dibangun.

1.3. Lokasi
Lokasi yang kami pilih adalah daerah Kota Tegal, Jawa Tengah karena pada
daerah tersebut merupakan daerah perairan terbuka dan pada daerah tersebut
banyak perahu nelayan yang bersandar. Sehingga diperlukan breakwater untuk
menjaga perairan di sekitar agar tetap tenang. Penentuan jenis bangunan
didasarkan data daerah tersebut yang kami dapatkan.

Tugas Rancang Besar I


1.4. Metodologi
Berikut adalah metodologi yang harus kami lakukan untuk melaksanakan
Tugas Bancang Besar I ini:
1.

Peramalan gelombang :
a) Analisa data angin, dengan membuat wind rose (mawar angin),
menentukan kecepatan angin dominan.
b) Menghitung fetch efektif untuk mengukur panjang pembangkitan
gelombang oleh angin.
c) Mentranformasikan data angin menjadi data gelombang.
d) Menghitung tinggi dan periode gelombang signifikan.

2.

Analisa deformasi gelombang


a) Perhitungan refraksi
b) Menentukan tinggi dan kedalaman gelombang pecah

3.

Analisa pasang surut


a) Menentukan tipe pasang surut
b) Menghitung elevasi MSL, MHWL, HHWL, MLWL, dan LLWL

4.

Perhitungan sedimentasi

5.

Menentukan dimensi struktur


a) Menghitung lebar puncak
b) Menghitung elevasi struktur

6.

Perhitungan material
a) Berat batu butir lapisan pelindung primer dan sekunder
b) Tebal lapisan pelindung primer dan sekunder
c) Jumlah batu pelindung primer maupun sekunder

7.

Mengecek stabilitas struktur


a) Menghitung besar settlement
b) Menghitung stabilitas geser ( sliding )
c) Menghitung stabilitas guling

Tugas Rancang Besar I

BAB II
DASAR TEORI

Masalah yang ada di pantai adalah erosi yang menimbulkan kerugian sangat
besar dengan rusaknya kawasan pemukiman dan fasilitas-fasilitas di daerah
tersebut. Untuk menanggulangi erosi pantai langkah pertama yang harus di
lakukan adalah mencari penyebab terjadinya erosi.
Cara menanggulangi erosi di pantai (abrasi) adalah membangun bangunan
pelindung pantai, bangunan tersebut digunakan untuk melindungi pantai dari
serangan gelombang dan arus, menurut B.Triatmodjo (1999) terdapat beberapa
cara dalam melindungi pantai, yaitu:
1.

Memperkuat/Melindungi pantai agar mampu menahan serangan gelombang,

2.

Mengubah laju transport sediment sepanjang pantai

3.

Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai,

4.

Reklamasi dengan menambah suplai sediment ke pantai atau dengan cara


lain.
Menurut Stuktur Pelindung Pantai (Pratikto,1999) erosi pantai dapat terjadi

oleh berbagai sebab, secara umum sebab erosi tersebut dapat dikelompokan
menjadi dua hal, yaitu sebab alami dan sebab buatan (disebabkan oleh manusia).
1.

Sebab-sebab alami erosi pantai meliputi :


Naiknya muka air laut
Perubahan suplai sedimen
Gelombang Badai.
Overwash (limpasan)
Angkutan sejajar pantai
Angkutan oleh angin

Tugas Rancang Besar I


2.

Sebab-sebab erosi buatan pantai meliputi :


Penurunan tanah
Penggalian pasir
Interupsi angkutan sejajar pantai
Pengurangan suplai sediment ke arah pantai
Pemusatan energi gelombang di pantai
Perusakan pelindung alam
Untuk melindungi pelabuhan dari gempuran ombak yang berasal dari lautan

lepas diperlukan suatu bangunan pelindung. Salah satu bangunan pelindung pantai
tersebut adalah breakwater. Breakwater adalah suatu bangunan pantai yang
bertujuan untuk mematahkan atau menahan energi gelombang yang datang
menuju pantai sehingga karakteristik gelombang yang datang sesuai dengan yang
direncanakan atau disyaratkan. Fungsi dari bangunan ini adalah untuk menahan
atau melindungi pelabuhan dari serangan gelombang. Bangunan tersebut biasanya
terbuat dari tumpukan batu, beton ataupun baja sesuai dengan type breakwaternya.
Breakwater merupakan bangunan yang digunakan untuk melindungi daerah
pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah perairan
dari laut bebas, sehingga perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh
gelombang besar di laut. daerah perairan dihubungkan dengan laut oleh mulut
pelabuhan dengan lebar tertentu, dan kapal dapat keluar masuk pelabuhan melalui
celah tersebut. Dengan adanya breakwater ini daerah perairan pelabuhan menjadi
tenang dan kapal bisa melakukan bongkar muat barang dengan mudah. Dalam
merencanakan breakwater, air yang melimpas (overtopping) juga menjadi bahan
pertimbangan,

jika

struktur

yang

tak

mengijinkan

overtopping

biaya

konstruksinya terlalu mahal karena akan menambah material untuk membuat


struktur semakin tinggi akan tetapi bila ada toleransi air masuk bisa
mengakibatkan terganggunya perairan di pelabuhan dan juga mengakibatkan
terjadi resonansi di dalam area pelabuhan, serta terbentuknya tombolo. Stabilitas
dari breakwater juga harus dihitung agar tidak terjadi collapse sebelum berjalan
sesuai dengan fungsinya.

Tugas Rancang Besar I


Sesuai dengan fungsinya bangunan pantai di klasifikasikan menjadi tiga,
yaitu:
1.

Struktur yang di bangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai, yakni
dinding pantai atau revetment, Sea wall, Bulk head;

2.

Struktur yang di bangun tegak lurus dengan pantai dan sambung ke pantai
yakni jetty dan groin;

3.

Struktur yang dibangun di lepas pantai paralel dengan pantai yakni


breakwater.

2.1. STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI


2.1.1. Breakwater
Struktur yang dirancang untuk melindungi daerah sepanjang garis pantai dari
hempasan gelombang laut atau biasa disebut brekwater. Biasanya dibangun secara
paralel terhadap pantai dan berada di lepas pantai pada jarak tertentu
(CERC,SPM,Vol 1, 1984). Konstruksi ini dirancang untuk melindungi dermaga
atau daerah pantai yang tidak dikehendaki terjadi erosi. Pada dasarnya breakwater
beroperasi dengan mereduksi energi yang menyertai terjadinya gelombang di
pantai. Struktur tersebut memantulkan gelombang dan memindahkan energi
gelombang dalam bentuk difraksi gelombang setelah terjadi tumbukan (CERC,
SPM Vol1, 1984). Hasil reduksi energi gelombang ini akan mengurangi pula
perpindahan sedimen ke lepas pantai yang diakibatkan oleh pengaruh gelombang.
Dengan demikian sedimen akan dipindahkan dari daerah tersebut hanya pada arah
sejajar garis pantai atau akan mengumpul dibalik struktur akan semakin besar.
Sedimen yang menendap dibalik struktur ini akan membentuk tembolo.
Ada dua jenis breakwater yang biasa di bangun (CERC, SPM, vol 1, 1984),
yaitu Shore-connected Breakwater dan offshore breakwater. Shore-connected
Breakwater dicirikan bahwa struktur ini berhubungan langsung dengan daratan.
Sedangkan offshore breakwater sebaliknya tidak berhubungan secara fisik dengan

Tugas Rancang Besar I


daratan, keduanya hampir dapat dipastikan mempunyai kesamaan dalam
kegunaanya.
2.1.2. Groin
Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus
garis pantai dan berfungsi untuk menahan transport sediment sepanjang pantai
sehingga bisa megurangi/ menghentikan erosi yang terjadi. Bangunan ini juga
digunakan untuk menahan masuknya transport sediment sepanjang pantai ke
pelabuhan atau muara sungai.
2.1.3. Jetties
Jetti adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi
muara sungai yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sediment
pantai. Pada penggunaan muara sungai sebagai alur pelayaran, pengendapan di
muara dapat mengganggu llalu lintas kapal. Untuk keperluan tersebut jetti harus
panjang sampai ujungnya beraa di luar gelombang pecah. Dengan jetti panjang
transport sedimen sepanjang pantai dapat tertahan dan pad aalur pelayaran kondisi
gelombang tidak pecah sehingga memungkinkan kapal masuk kemuara sungai.
2.1.4. Revertment.
Revertment biasa di sebut slope protection adalah merupakan bangunan
pelindung tebing pantai terhadap gelombang yang relatif kecil, misalnya pada
kolam pelabuhan, bendungan ataupun pantai dengan gelombang kecil. Ada dua
tipe revertment yaitu permiable revertment dan impermiable revertment
(Pratikto,1996).
2.1.5. Sea wall.
Merupakan pelindung tebing pantai terhadap gelombang yang cukup besar.
Secara kasar profil sea wall dapat dikelompokkan dalam bentuk : vertikal, miring,
lengkung cembung dan lengkung cekung (Pratikto,1996).

Tugas Rancang Besar I

2.1.6. Bulk head.


Fungsi utama bulkhead adalah untuk menahan terjadinya sliding tanah, selain
melindungi tanah dari kerusakan akibat gelombang. Menurut Quin (1972) sheet
pile bulkhead dapat terbuat dari kayu, baja, atau beton yang di dukung tie rod
yang dihubungkan dengan anchored wall atau anchored pile yang terletak pada
jarak yang aman di balik (sisi belakang) bulkhead.

2.2 HIDROOCEANOGRAFI
2.2.1 Angin
Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang adalah data
dipermukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data tersebut dapat diperoleh dari
lokasi pengukuran langsung di atas permukaan laut atau pengukuran di darat
didekat lokasi peramalan yang kemudian dikonversi menjadi data angin di laut.
Kecepatan angin diukur dengan anemometer, dan biasanya dinyatakan dalam
satuan knot. Satu knot adalah panjang satu menit garis bujur melalui katulistiwa
yang ditempuh dalam satu jam, atau 1 knot = 1,852 km/jam = 0,5 m/detik. Data
angin dicatat tiap jam dan disajikan dalam bentuk tabel. Dengan pencatatan angin
berjam-jam tersebut akan dapat diketahui angin dengan kecepatan tertentu dan
durasinya, kecepatan angin maksimum, arah angin, dan dapat pula dihitung
kecepatan angin rerata harian.
Jumlah data angin yang disajikan dalam bentuk tabel biasanya merupakan
hasil pengamatan beberapa tahun dan datanya begitu besar. Untuk itu data tersebut
harus diolah dan disajikan dalam bentuk tabel ringkasan (diagram). Data angin
dapat diperoleh dari pencatatan di permukaan laut dengan menggunakan kapal
yang sedang berlayar atau pengukuran di darat yang biasanya di bandara
(lapangan terbang). Pengukuran data angin dipermukaan laut adalah yang paling

Tugas Rancang Besar I


sesuai untuk peramalan gelombang. Data angin dari pengukuran dengan kapal
perlu dikoreksi dengan menggunakan persamaan berikut (Triadmodjo, 1999) :
U

= 2,16 Us 7/9

Dengan :
U

= Kecepatan angin terkoreksi (knot)

Us = Kecepatan angin yang diukur oleh kapal (knot)

Biasanya pengukuran angin dilakukan didaratan, padahal dirumus-rumus


pembangkit gelombang data angin yang digunakan adalah yang ada dipermukaan
laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi dari data angin diatas daratan yang
terdekat dengan lokasi studi ke data angin di atas permukaan laut.
Kecepatan angin yang akan dipergunakan untuk peramalan gelombang adalah
(Yuwono, 1992) :
U

= RT . RL (U10)L

Dengan :
RT = Koreksi akibat perbedaan temperatur antara udara dan air (Gb. 1.1)
RL = Koreksi terhadap pencatatan angin yang dilakukan di darat (Gb.1.2 )
(U10)L = Kecepatan angin pada ketinggian 10 m di atas tanah (land).

Gambar 1.1. Koefisien koreksi kecepatan terhadap perbedaan temperatur

Tugas Rancang Besar I

Gambar 2.2. Koefisien Koreksi terhadap pencatatan kecepatan di darat


Untuk menggunakan grafik yang ada pada buku Shore Protection Manual
(1984), kecepatan angin tersebut masih harus dirubah ke faktor tegangan angin U A
(wind-stress factor) yang dapat dihitung dengan rumus berikut (Yuwono, 1992) :
UA = 0,71 U 1,23
Dengan :
U

= kecepatan angin dalam m/det.

Peramalan tinggi gelombang signifikan Hs dan periode gelombang signifikan


Ts, dapat dilakukan dengan cara memasukkan nilai Wind Stress UA; panjang fetch
F; dan lama hembus tD pada Grafik SPM, 1984 . Selain dengan cara grafik, Hs
dan Ts juga dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut :
Hs = 5.112 x 10-4 x UA x F
Ts = 6.25 x 0.01 (UAF)1/3
Dengan :
UA = Wind Stress
F

= Panjang Fetch (m)

Tugas Rancang Besar I


2.2.2. Fetch
Dalam tinjauan pembangkitan gelombang dilaut, fetch dibatasi oleh bentuk
daratan yang mengelilingi laut. Didaerah pembentukan gelombang, gelombang
tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga
dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Fetch rerata efektif diberikan oleh
persamaan berikut (Triatmodjo, 1999)

F eff =
Dengan :
F eff = Fetch effektif
Xi

= Panjang fetch

= Deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan


pertambahan 6o sampai sudut sebesar 42o pada kedua sisi dari arah
angin.

2.2.3 Pasang surut


Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena
adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap
massa air laut dibumi. Meskipun massa dibulan jauh lebih dekat, maka pengaruh
gaya tarik blan terhadap bumi lebih besar dari pada pengaruh gaya tarik matahari.
Pengetahuan pasang surut sangat penting di dalam perencanaan pelabuhan.
Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan terendah (surut) sangat penting untuk
merencanakan bangunan-bangunan pelabuhan. Sebagai contoh, elevasi puncak
bangunan pemecah gelombang, dermaga, dsb. Ditentukan oleh elevasi muka air
pasang, sementara kedalaman alur pelayaran/pelabuhan ditentukan oleh muka air
surut. Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tertinggi (puncak air
pasang) dan air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode pasang surut
adalah waktu yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata ke posisi
yang sama berikutnya. Periode pasang surut bisa 12 jam 25 menit atau 24 jam 50

10

Tugas Rancang Besar I


menit, yang tergantung pada tipe pasang surut. Periode pada muka air naik disebut
pasang, sedang pada saat sir turun disebut surut. Variasi muka air menimbulkan
arus yang disebut dengan arus pasang surut, yang mengangkut massa air dalam
jumlah sangat besar. Arus pasang terjadi pada waktu periode pasang dan arus
surut terjadi pada periode air surut. Titik balik (slack) adalah saat dimana arus
berbalik antara arus pasang dan arus surut. Titik balik ini bisa terjadi pada saat
muka air tertinggi dan muka air terendah. Pada saat tersebut kecepatan arus adalah
nol.
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di sutau daerah dalam
satu hari dapat terjadi satu kali pasang surut. Secara umum pasang surut di
berbagai daerah dapat dibedakan empat tipe, yaitu pasang surut harian tunggal
(diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide) dan dua jenis campuran.
Mengingat elevasi di laut selalu berubah satiap saat, maka diperlukan suatu
elevasi yang ditetapkan berdasar data pasang surut, yang dapat digunakan sebagai
pedoman dalam perencanaan pelabuhan. Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai
berikut :
1.

Muka air tinggi (high water level, HWL), muka air tertinggi yang dicapai
pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.

2.

Muka air rendah (low water level, LWL), kedudukan air terendah yang
dicapai pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.

3.

Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari
muka air tinggi selama periode 19 tahun.

4.

Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari
muka air rendah selama periode 19 tahun.

5.

Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara
muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan
sebagai referansi untuk elevasi di daratan.

6.

Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air
tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

7.

Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air
terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

11

Tugas Rancang Besar I


8.

Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu
hari, seperti dalam pasang surut tipe campuran.

9.

Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu
hari.
Pada umumnya tipe pasang surut di perairan ditentukan dengan menggunakan

rumus Formzahl, yang berbentuk :

Dimana nilai Formzahl,


F

= 0.00 0.25 ; pasut bertipe ganda (semi diurnal)

= 0.26 1.50 ; pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol

(mixed, mainly semi diurnal)


F

= 1.51 3.00 ; pasut bertipe campuran dengan tipe tunggal yang

menonjol (mixed, mainly diurnal)


F

> 3.00 ; pasut bertipe ( diurnal)

O1 = unsur pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
K1 = unsur pasut tunggal yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
M2 = unsur pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
S2 = unsur pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari

Metode yang digunakan adalah metode Admiralty untuk mendapatkan konstanta


harmonik pada melalui persamaan pasang surut :

12

Tugas Rancang Besar I

A(t) = Amplitudo
So = Tinggi muka laut rata-rata (MSL)
An = Amplitudo komponen harmonis pasang surut.
Gn = Phase komponen pasang surut
n

= konstanta yang diperoleh dari hasil perhitungan astronomis

= waktu

Bench
mark

Air tinggi tertinggi pada pasang besar

Tunggang air rata-rata

Air tinggi tertinggi pada rata-rata pasang

Paras yang di tentukan dari


muka surutan

Elevasi di atas
duduk tengah

elevasi datum

paras laut pada saat t

Paras laut rata-rata


Duduk Tengah

Air rendah terendah pada rata-rata surut

Air rendah terendah pada surut besar

Gambar 2.3. Macam permukaan air laut yang digunakan sebagai datum referensi
Penentuan tinggi dan rendahnya pasang surut ditentukan dengan rumusrumus sebagai berikut :
1. Muka Surutan
Muka surutan (Zo) merupakan sebuah bidang khayal yang diletakkan
serendah mungkin.
2. Duduk Tengah
Secara umum istilah duduk tengah permukaan laut (disingkat : Duduk
Tengah; dalam bahasa Inggris disebut Mean Sea Level) sebagai titik nol.

13

Tugas Rancang Besar I


MSL = Zo + 1,1 ( M2 + S2 )
3. Datum Level
DL = MSL - Zo
4. Pasut Tertinggi Rata-rata
Datum pasang surut lainnya yang biasa dipakai untuk keperluan hidrografi
adalah air tertinggi rata-rata (mean higher high water), biasa disebut sebagai
datum elevasi, yang didefinisikan menurut persamaan
MHWL = Zo + (M2 + S2 )
HHWL = Zo + (M2 + S2 ) + (O1 + K1 )
5. Pasang Terendah Rata-rata
MLWL = Zo - (M2 + S2 )
LLWL = Zo - (M2 + S2 ) - (O1 + K1 )
6. HAT (Tinggi Pasang Surut)
HAT

= Zo +
= Komponen Pasang surut , M2 , S2 , N1 , P2 , O1 , K1

7. LAT (Rendah Pasang surut)


LAT

= Zo -

2.2.4 Refraksi Gelombang


Gelombang berjalan dengan panjang gelombang pada laut dalam LO,
mendekati pantai dengan puncak orientasi pada laut dalam yang paralel dengan
lokasi garis pantai rata-rata. Kontur dasar kedalaman memerikan untuk panjang
gelombang laut dalam sebagai porsi dari puncak gelombang memasuki jenis
dimana d/LO < 0,5, panjang gelombang dan penurunan sehingga diberikan pada
persamaan

14

Tugas Rancang Besar I

Koefisien Refraksi (menurut gambar)


Orthogonal
Gelombang

x
L
b

Gambar 2.4 Refraksi Gelombang pada kontur lurus dan sejajar


Apabila ditinjau gelombang di laut dalam dan di suatu titik yang ditinjau, maka :

sin

dimana

KR =

Maka tinggi gelombang pada kedalaman Ho adalah

15

Tugas Rancang Besar I


H = K s . Kr . H o
Ks = Koefisien Shoaling
Kr = Koefisien Refraksi
Ho = Tinggi gelombang di laut dalam.

2.2.5 Difraksi Gelombang


Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah
gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akam membelok di sekitar ujung
rintangan dan masuk di daerah terlindung di belakangya. Difraksi terjadi ketika
terdapat perbedaan energi gelombang yang tajam di sepanjang puncak gelombang.
Pada awalnya kondisi di daerah yang terlindung penghalang cukup tenang (tidak
terdapat gelombang), saat gelombang melintasi penghalang. Perairan yang jauh
dari penghalang akan memiliki energi lebih banyak (energi gelombang awal)
dibandingkan perairan di belakang penghalang yang semula tenang (tidak ada
energi karena tidak ada gelombang), terjadilah proses pemindahan energi
dipanjang puncak gelombang tersebut ke arah daerah yang terlindung pantai.
Transfer energi ke daerah terlindung menyebabkan terbentuknya gelombang
di daerah tersebut, meskipun tidak sebesar gelombang di luar daerah terlindung.
Garis puncak gelombang di belakang rintangan membelok dan mempunyai bentuk
busur lingkaran dengan pusatnya pada ujung rintangan. Dianggap bahwa
kedalaman air adalah konstan. Apabila tidak maka selain difraksi juga terjadi
refraksi gelombang. Biasanya tinggi gelombang berkurang di sepanjang puncak
gelombang menuju daerah terlindung. Pengetahuan tentang difraksi gelombang
ini penting di dalam perencanaan pelabuhan dan pemecah gelombang sebagai
pelindung pantai.

16

Tugas Rancang Besar I

Arah Gelombang

Rintangan

A
Titik yang ditinjau

Gambar 2.5 Difraksi Gelombang di belakang rintangan


Ketika gelombang berjalan melewati sebuah struktur maka akan menjadi
transfer energi gelombang sejalan dengan puncak gelombang ke balik struktur
( Gambar 2.5.). Konsentrasi densitas energi akan menuju periode gelombang yang
lebih tinggi dari spektrum. Dengan menentukan KD untuk jarak dari periode
gelombang dan arah, salah satu dapat mengevaluasi karakteristik dari spektrum
gelombang di suatu titik di daerah yang telindung oleh struktur pantai guna
perencanaan bangunan peredam gelombang.
Tinggi gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung pada jarak
titik tersebut terhadap ujung rintangan r, sudut antar rintangan dan garis yang
menghubungkan titik tersebut dengan ujung rintangan
penjalaran gelombang dan rintangan

, dan sudut antara arah

, dan perbandingan antara tinggi

gelombang di titik yang terletak di daerah terlindung dan tinggi gelombang datang
(r/L) disebut koefisien difraksi KD.

17

Tugas Rancang Besar I


HA = KD . HP
Dimana :
HA = Tinggi gelombang setelah mengenahi rintangan (Breakwater)
KD = Koefisien difraksi ( didapat dari table yang diberikan oleh weigel )
HP = Tinggi gelombang pada saat mengenahi rintangan (Breakwater)

2.2.6 Pendangkalan Gelombang (wave shoaling)


Jika suatu gelombang menuju perairan dangkal, maka terjadi perubahan
karakteristik gelombang yang meliputi perubahan tinggi, panjang dan kecepatan
gelombang. Dengan menganggap bahwa kemiringan perairan dapat diabaikan
(Pratikto dkk, 1996). Proses pendangkalan gelombang (shoaling) adalah proses
berkurangnya tinggi gelombang akibat perubahan kedalaman. Kecepatan gerak
gelombang juga berkurang seiring dengan pengurangan kedalaman dasar laut,
sehingga menyebabkan puncak gelombang yang ada di air dangkal bergerak lebih
lambat dibandingkan puncak gelombang yang berada di perairan yang lebih
dalam. Jika selama perambatan tersebut disamping terjadi perubahan tinggi
gelombang dan dan celerity gelombang juga terjadi pembelokan arah gerak
puncak gelombang mengikuti bentuk kontur kedalaman laut maka pada kondisi
seperti ini disenankan oleh proses pendangkalan kedalaman. Namun pada
shoaling lebih ditekankan pada perubahan langsung tinggi gelombang akibat
pendangkalan, sedangkan refraksi ditekankan pada perubahan gelombang karena
pembelokan arah gerak puncak gelombang.
Koefisien Shoaling dapat dituliskan dalam bentuk :

Ks =

(Pratikto Dkk, 1996)

18

Tugas Rancang Besar I


Atau

Ks =

(Bambang Triatmojo)

Dimana harga no = 0,5 (di dalam laut), n, Lo, L di dapat pada tabel L-1.
2.3. STABILITAS PEMECAH GELOMBANG.
Menurut Yuwono (1982) penyebab kegagalan utama bangunan pemecah
gelombang monolit adalah :
a)

Hilangnya daya dukung pasir akibat getaran (quick sand, liquefaction of


sandy soil).

b) Penggeseran arah horisontal (horisontal sliding).


c)

Penggulingan (overturning).

d) Kegagalan pondasi bangunan : penggeseran (circular sliding), daya


dukung ijin tanah terlampaui, gerusan (scouring).
Gerusan dapat disebabkan karena adanya arus horisontal ataupun pusaran di
depan dinding pemecah gelombang. Dengan adanya gerusan di depan bangunan
ini konstruksi menjadi tidak stabil dan dapat runtuh.
Gaya gelombang clapotis/gelombang pecah yang bekerja cukup lama dapat
menyebabkan konstruksi terguling atau tergeser.
Quick sand dapat disebabkan karena adanya gempa bumi ataupun getaran
yang disebabkan oleh gaya kejut gelombang. Meskipun cukup singkat gaya ini
dapat mengakibatkan gagalnya konstruksi. Tanah dasar yang berupa pasir halus
biasanya banyak menimbulkan masalah pada pemecah gelombang monolit.
Bilamana tanah tersebut mendapat variasi beban yang sangat cepat, seperti gempa
dan gaya kejut gelombang maka tanah dasar ini seakan akan cair dan daya
dukungnya menjadi sangat kecil.hal ini dapat menyebabkan konstruksi terbenam
ke dalam tanah. Salah satu cara untuk menghindari ini adalah dengan membuat

19

Tugas Rancang Besar I


filter di bawah konstruksi tersebut. Kadang kadang konstruksi filter tersebut di
atas masih belum memadai dan quick sand masih dapat terjadi di lapisan bagian
bawah.untuk menghindari ini dapat dilakukan beberapa cara diantaranya :
a)

Membuat konstruksi drainase vertikal.

b) Perbaikan tanah dasar


c)

Pemakaian pondasi tiang.

2.3.1. Penurunan Tanah (Settlement)


Jika lapisan tanah mengalami pembebanan maka lapisan tanah akan
mengalami regangan atau penurunan (settlement). Regangan yang terjadi dalam
tanah ini disebabkan oleh berubahnya susunan tanah maupun oleh pengurangan
rongga pori atau air didalam tanah tersebut. Penurunan akibat beban adalah
jumlah total dari penurunan segera(immediate settlement) dan penurunan
konsolidasi (consolidation settlement) (Braja M. Das, 1995).
Penurunan segera (immediate settlement) yaitu penurunan pada tanah berbutir
kasar dan tanah berbutir halus yang kering atau tak jenuh terjadi dengan segera
sesudah menerima beban langsung. Penurunan segera terjadi dengan cepat pada
saat pembebanan awal kontruksi, sehingga tidak membahayakan struktur.
Penurunan segera merupakan bentuk penurunan elastis. Penurunan segera banyak
diperhatikan pada kondisi bangunan yang terletak pada tanah granuler atau tanah
berbutir kasar.
Penurunan konsolidasi terjadi pada tanah berbutir halus yang terletak dibawah
muka air. Penurunan yang terjadi memerlukan waktu yang lamanya tergantung
pada kondisi lapisan tanahnya. Penurunan konsolidasi dapat dibagi dalam tiga
fase,yaitu:
Fase awal, yaitu fase dimana penurunan terjadi dengan segera sesudah beban
bekerja. Disini, penurunan terjadi akibat proses penekanan udara keluar dari
dalam pori tanahnya. Pada lempung jenuh kemungkinan ini sangat kecil. Tetapi
dalam lempung tak jenuh hal ini pengaruhnya sangat besar terhadap penurunan.

20

Tugas Rancang Besar I


Fase konsolidasi primer atau konsolidasi hidrodinamis, yaitu penurunan yang
dipengaruhi oleh kecepatan aliran air yang meninggalkan tanahnya akibat adanya
tekanan. Proses konsolidasi primer sangat dipengaruhi oleh sifat tanahnya seperti
permeabilitas, kompresibilitas, angka pori, bentuk geometri tanah termasuk tebal
lapisan mampat, pengembangan arah horisontal dari zona mampat, dan batas
lapisan lolos air, dimana air keluar menuju lapisan yang lolos air ini.
Fase konsolidasi sekunder merupakan proses lanjutan dari konsolidasi primer,
dimana prosesnya sangat lambat. Penurunannya jarang diperhitungkan karena
pengaruhnya sangat kecil. Kecuali, pada jenis tanah organik tinggi dan beberapa
lempung tak organis yang sangat mudah mampat.
Maksud dari analisa stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari
bidang longsor yang potensial. Beberapa anggapan yang dipakai dalam analisa
stabilitas lereng yaitu:
a)

kelongsoran lereng terjadi disepanjang permukaan bidang longsor tertentu


dan dapat dianggap sebagai masalah bidang dua dimensi.

b) Massa tanah longsor dianggap benda yang masif.


c)

Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor
tidak tergantung dari orientasi permukaan longsoran, atau dengan kata lain
kuat geser tanah dianggap isotropis.

d) Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata


sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata-rata
sepanjang permukaan longsoran. Jadi kuat geser tanah mungkin terlampaui
di titik-titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor aman hasil
hitungan lebih besar satu.

21

Tugas Rancang Besar I


Rumus Settlement yang di berikan oleh Braja adalah :

S=

Dimana :
S = Settlement ( m )
Cc = Indeks penyusutan
Pc = Tegangan prakonsolidasi ( Ton/m2 )
Po = Tegangan effektif ( Ton/m2 )
H = Tinggi tanah pada saat tegangan effektif bekerja

eo = Angka pori awal


p = Penambahan tegangan ( Ton/m2 )
Cs = 1/5 x Cc

2.3.2. Kelongsoran Tanah (Sliding)


Pada permukaan tanah tidak horisontal, komponen gravitasi cenderung untuk
menggerakkan tanah kebawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar
sehingga perlawanan terhadap geseran yang dapat dikembangkan oleh tanah pada
bidang longsornya terlampaui, maka akan terjadi longsoran. Analisa stabilitas
tanah pada permukaan yang miring ini, biasanya disebut dengan analisa stabilitas
lereng.
Penyebab kelongsoran lereng akibat pengaruh dalam (internal effect) dan
pengaruh luar (external effect). Pengaruh dalam (internal effect), yaitu longsoran
yang terjadi dengan tanpa adanya perubahan kondisi luar atau gempa bumi.

22

Tugas Rancang Besar I


Contoh yang umum ini adalah pengaruh bertambahnya tekanan air pori didalam
lerengnya. Dan pengaruh luar (external effect) yaitu pengaruh yang menyebabkan
bertambahnya gaya geser dengan tanpa adanya perubahan kuat geser dari
tanahnya.
Maksud dari analisa stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari
bidang longsor yang potensial. Beberapa anggapan yang dipakai dalam analisa
stabilitas lereng yaitu:
a)

kelongsoran lereng terjadi disepanjang permukaan bidang longsor tertentu


dan dapat dianggap sebagai masalah bidang dua dimensi.

b) Massa tanah longsor dianggap benda yang pasif.


c)

Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor
tidak tergantung dari orientasi permukaan longsoran, atau dengan kata lain
kuat geser tanah dianggap isotropis.
Perumusan untuk menghitung pergeseran tanah dasar ( sliding ) tersebut

diberikan oleh Bishop maupun Fellenius dengan indikasi adanya angka keamanan
( SF ) yang di hitung dengan metode irisan ( slice method ), seperti rumus berikut
ini :

n p

(C.bn Wn. tan 1


n 1

m. (n)

SF

n p

Wn. sin
n 1

Dimana :
SF = Faktor keamanan
C

= Cohesi tanah (kN/m2)

Bn = Lebar irisan (m)

23

Tugas Rancang Besar I


Wn = Berat tanah dalam tiap irisan (kN)

= Sudut geser tanah

= Sudut antara titik gelincir dengan titik berat irisan

SF < 1,5 ( Breakwater dalam keadaan tidak stabil )


SF = 1,5 ( Breakwater dalam keadaan kritis )
SF > 1,5 ( Breakwater dalam keadaan stabil )
Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata
sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang
permukaan longsoran. Jadi kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik-titik
tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor aman hasil hitungan lebih besar
satu.
2.3.3. Stabilitas Guling dan Geser
Pada struktur stabil, deformasi yang diakibatkan beban pada umumnya kecil
dan gaya yang timbul dalam struktur mempunyai kecenderungan mengembalikan
bentuk semula apabila bebannya dihilangkan. Pada struktur tidak stabil, deformasi
yang diakibatkan oleh beban pada umumnya mempunyai kecenderungan untuk
terus bertambah selama struktur dibebani. Struktur yang tidak stabil mudah
mengalami keruntuhan secara menyeluruh dan seketika begitu dibebani.
Perhitungan gaya gelombang dinamis :

Rm = gaya gelombang dinamis


air = berat jenis air laut

24

Tugas Rancang Besar I


ds = kedalaman laut untk perancangan struktur
Hb = tinggi gelombang pecah
Momen gaya gelombang dinamis

Mm = momen gaya gelombang dinamis


Perhitungan gaya hidrostatis

Rs = gaya hidrostatis
Momen gaya hidrostatis

Ms = momen gaya hidrostatis

Stabilitas guling

>2

Angka 2 menunjukkan bahwa safety factor pada breakwater menunjukkan


bahwa struktur mengalamai beban dinamis dimana Sfnya antara 2 dan 3. Semakin
kecil SF biaya yang dikeluarkan semakin kecil.
Stabilitas geser

> 1,5

Angka 1,5 menunjukkan bahwa dasar pondasi merupakan tanah berjenis


granular (Bowles dalam hardiyanto 2002)

25

Tugas Rancang Besar I

26

Tugas Rancang Besar I

BAB III
METODOLOGI

Untuk mempermudah langkah kita dalam melakukan perencanaan bangunan laut


pada TRB I ini diperlukan suatu metodologi sebagai berikut :
1.

Mulai

2.

Studi literatur

3.

Mengumpulkan data

4.

Analisa data
a) Angin
b) Fetch
c) Periode ulang
d) Refraksi
e) Tinggi dan periode gelombang pecah
f)

Sedimen

g) Perubahan garis pantai


h) Wave sut up-down
i)
5.

Pasang surut

Menentukan ukuran breakwater


a) Lebar puncak
b) Elevasi
c) Tebal lapisan pelindung
d) Jumlah batu pelindung

6.

Analisa stabilitas
a) Settlement
b) Sliding
c) Stabilitas guling dan geser

7.

Laporan

8.

Selesai

27

Tugas Rancang Besar I


BAB IV
ANALISA KONDISI LINGKUNGAN

4.1

Kondisi Fisik Daerah Studi

Secara administrasi lokasi daerah studi adalah Pantai Desa Muara Reja :
Kota

: Tegal

Provinsi

: Jawa Tengah

4.2

Analisa Data Angin


Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang adalah data

dipermukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data terebut dapat diperoleh dari
pengukuran langsung di atas permukaan laut atau pengukuran di darat di dekat
lokasi pengukuran. Resume data angin maksimum yang dapat disajikan dapat
dilihat pada tabel dibawah ini, sementara pada gambar selanjutnya disajikan Wind
Rose di sekitar pantai Tegal.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kejadian Angin September 2006 Oktober 2009

28

Tugas Rancang Besar I


Gambar 4.1. Wind Rose 8 direksi di sekitar pantai Muarareja September 2006
Oktober 2009

Data angin yang disebutkan dalam tabel diatas adalah data angin dari hasil
pengukuran didarat, sehingga perlu dilakukan konversi agar menjadi data angin
laut. Diperlukannya koversi karena nantinya data angin laut ini dapat digunakan
untuk menghitung besarnya pembangkit gelombang.
4.3

Perhitungan Panjang Fetch Efektif


Langkah-langkah untuk menghitung besarnya fetch effektif adalah sebagai

berikut:
1. Mengukur panjang jari-jari fetch berdasarkan gambar peta lokasi yang ada
dan menghitung panjang segmen fetch (Xi dalam km).
2. Menghitung besarnya fetch effektif
Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch di batasi oleh
bentuk daratan yang mengelilingi laut. Arah angin yang berpengaruh terhadap
fetch pada daerah pantai Muarareja adalah arah angin dari arah 90 (Utara). Dari
pengukuran yang dilakukan didapatkan hasil seperti tabel dibawah ini. Setelah itu
dihitung panjang fetch effektif menggunakan persamaan berikut :
F eff =
Dengan :
Xi

= panjang Fetch

29

Tugas Rancang Besar I

= sudut deviasi pada kedua sisi dari arah mata angin


Tabel 4.2. Perhitungan Fetch pada arah 90 (dari Utara)

cos a

Jarak pada gambar

Xi (km)

Xi cos a

42
36
30
24
18
12
6
0
6
12
18
24
30
36
42

0,74
0,81
0,87
0,91
0,95
0,98
0,99
1,00
0,99
0,98
0,95
0,91
0,87
0,81
0,74
13,51

56,22
55,63
53,88
49,60
47,74
57,24
68,33
61,74
51,85
43,03
45,11
46,86
53,65
58,21
55,83

525,91
520,39
504,02
463,99
446,59
535,45
639,20
577,55
485,03
402,53
421,98
438,35
501,87
544,53
522,26

390,83
421,01
436,50
423,87
424,73
523,75
635,69
577,55
482,38
393,73
401,33
400,46
434,63
440,53
388,12
6775,10

F eff =

501,45380

km =

501453,80 M

F eff =

X cos

i
Dimana :
cos
Xi : panjang fetch (km)
: sudut deviasi

30

Tugas Rancang Besar I

Gambar 4.2 Fetch Kota Tegal

4.4 Peramalan Gelombang di Laut Dalam

Setelah Mengetahui besarnya Feff dan kecepatan angin, maka kita dapat
melakukan peramalan tinggi dan periode gelombang yang terjadi di laut dalam.
Tinggi dan periode gelombang dapat dihitung berdasarkan roemula menurut SPM
(Shore Protection Manual), 1984 vol.1 sebagai berikut :

dimana :
Ho

= tinggi gelombang laut dalam (m)

To

= periode gelombang laut dalam (s)

= durasi gelombang
= faktor tegangan angin

31

Tugas Rancang Besar I


RL

= hubungan UL dan UW (kecepatan angin di darat dan laut)

Hrms

= H root mean square (m)

Hs

= tinggi gelombang signifikan (m)

Havg

= tinggi gelombang laut dalam rata-rata (m)

Tavg

= periode gelombang laut dalam rata-rata (s)

UW

= kecepatan angin diatas permukaan laut (m)

UL

= kecepatan angin diatas daratan (m)

1 knot = 0,515 m/s


Tabel 4.3. Perhitungan periode dan tinggi gelombang arah 90 (dari Utara)

No
1
2
3
4
5

UL
knots
2
3
4
5
6
22

UL
m/s
1,03
1,55
2,06
2,58
3,09

Rt
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00

90
No
1
2
3
4
5

n
0,01636
0,27625
0,00000
0,00281
0,00159
0,2970
Hrms

n x H02 ( m )
0,00514
0,12607
0,00000
0,00435
0,00353
0,1391
0,68

RL
1,83
1,42
1,50
1,40
1,35

UW
m/s
1,88
2,19
3,09
3,61
4,17

H0 1/3( m )
Hrms

UA
m/s
1,55
1,87
2,84
3,44
4,11
= 1,42 x Hrms
H0 1/3( m )

0,68

0,97

Trms
T0 1/3 ( s )

Hrms =

0,68 m

Trms =

1,81 Detik

H(1/3) =

0,97 M

T (1/3)=

2,57 Detik

T avg =

6,54 Detik

H avg =

1 m

F eff ( m )
501453,80
501453,80
501453,80
501453,80
501453,80

90 0
H0 ( m )
0,56
0,68
1,03
1,24
1,49
5,00

T0 ( s )
5,48
5,83
6,70
7,13
7,57
32,70

n x T02 ( s )
0,491
9,384
0,000
0,143
0,091
10,11
1,81
2,57

32

Tugas Rancang Besar I

4.5 Periode Ulang


Metode yang digunakan dalam perhitungan ini adalah metode distribusi
Weibull. Data masukan disusun dalam urutan dari besar ke kecil. Selanjutnya
probabilitas ditetapkan untuk setiap tinggi. Tinggi gelombang signifikan untuk
berbagai periode ulang dihitung dari fungsi distribusi probabilitas. Formula yang
digunakan adalah sebagai berikut :

m
1
2
3
4
5

Hsm (m)
1,49
1,24
1,03
0,68
0,56
4,999

K
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00

P
0,9024
0,7182
0,5341
0,3499
0,1657
2,6703

ym
Hsm x ym
ym2
2,327
3,465
5,414
1,267
1,576
1,604
0,764
0,786
0,583
0,431
0,291
0,185
0,181
0,102
0,033
4,969
6,220
7,820
Tabel 4.4 Periode Ulang

(Hsm - Hr)2
0,2394
0,0598
0,0009
0,1051
0,1930
0,5982

H^sm
1,579
1,118
0,900
0,755
0,647
4,999

Keterangan :
P

= Probabilitas dari tinggi gelombang representatif ke m yang tidak


dilampaui

Hsm

= Tinggi gelombang urutan ke m

33

Hsm - H^sm
-0,090
0,126
0,130
-0,080
-0,086

Tugas Rancang Besar I


m

= Nomor urut tinggi gelombang signifikan

NT

= Jumlah kejadian gelombang selama pencatatan

Hnr

= Tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang Tr

= Periode data (tahun)

= Rerata jumlah kejadian pertahun

Snr

= Standart deviasi yang dinormalkan dari tinggi gelombang signifikan


dengan periode ulang

= Jumlah data tinggi gelombang signifikan

Sr

= Kesalahan standar dari tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang


Tr

sHs

= Deviasi standar dari tinggi gelombang signifkan

Tr
(tahun)
5
10
15
20
25

yr
(tahun)
1,609
2,303
2,708
2,996
3,219

Hsr
(m)
1,267
1,568
1,744
1,869
1,966

nr

1,700
2,547
3,048
3,405
3,682

0,657
0,985
1,179
1,317
1,424

Hsr - 1.28 x r
(m)
0,426
0,307
0,235
0,184
0,144

Hsr + 1.28 x r
(m)
2,108
2,829
3,253
3,555
3,789

Tabel 4.5. Prediksi gelombang dengan periode ulang berdasarkan distribusi


Weibull dalam CERC (1992) pada arah 90 (Utara)
Sehingga didapatkan :
Tinggi gelombang untuk 5 tahun

= 1,267 m

Tinggi gelombang untuk 10 tahun

= 1,568 m

Tinggi gelombang untuk 15 tahun

= 1,744 m

Tinggi gelombang untuk 20 tahun

= 1,869 m

Tinggi gelombang untuk 25 tahun

= 1,966 m

4.6 Perhitungan Pasang Surut


Dari data pasang surut Kota Tegal, dapat dihitung dan dipeoleh

konstanta

harmonik untuk menentukan jenis pasang surut dan didapatkan ketinggian pasang
maksimum untuk perhitungan selanjutnya.

34

Tugas Rancang Besar I

MSL

= 0,6 m

MHWL

= 0,86 m

HHWL

= 1,02 m

MLWL

= 0,34 m

LLWL

= 0,18 m

HWL

= 1,11 m

LWL

= 0,51 m

Gambar 4.3 Grafik Pasang Surut Pesisir Tegal


4.7 Perhitungan Refraksi
Penjalaran gelombang yang terjadi di laut dipengaruhi kedalam laut. Di daerah
dimana kedalaman air yang lebih besar dari setengah panjang gelombang
penjalaran gelombang tidak dipengaruhi oleh kedalaman laut, yaitu di laut dalam.
Sedangkan gelombang menjalar dipengaruhi dasar laut terjadi di laut transisi dan
dangkal, karena pengaruh dasar laut yang sangat besar.
Dari hasil perhitungan pembangkitan gelombang oleh angin didapatkan hasil
tinggi dan periode gelombang signifikan dari arah timur laut adalah sebagai
berikut :
Arah
Utara

Hs
0,970

Ts
2,570

35

Tugas Rancang Besar I


Dari hasil perhitungan pembangkitan gelombang oleh angin didapatkan hasil
tinggi dan periode gelombang signifikan untuk arah 90, Hs = 0,97 m, Ts = 2,57
s. Jumlah pias orthogonal gelombang yang digunakan adalah sebanyak 4 pias.
Gambar permodelan refraksi dan perhitungan terdapat dilampiran.
d

= water depth (kedalaman laut), berdasarkan kontur batimetri.

Lo

= panjang gelombang di laut dalam


d/L dan n didapat dari tabel Fungsi d/L untuk pertambahan nilai
d/L0 (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai hal 374).

Kr

= Koefisien refraksi.

Ks

= Koefisien pendangkalan.

Ho'

= Tinggi gelombang penjalaran.

= sudut antara puncak gelombang dengan kontur kedalaman,


didapat dari pengukuran pada permodelan refraksi.

4.8 Perhitungan Gelombang Pecah


Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringan, yaitu perbandingan antara
tinggi gelombang dan panjang gelombang. Apabila gelombang bergerak menuju
laut dangkal, kemiringan batas tergantung pada kedalaman relatif d/L dan
kemiringan dasar laut. Gelombang laut dalam yang bergerak menuju pantai akan
bertambah kemiringannya sampai akhirnya tidak stabil dan pecah pada kedalaman
tertentu. Munk 1949 dalam CERC 1984, memberikan rumus untuk menentukan
tinggi dan kedalaman gelombang pecah sebagai berikut:

; db = 1.28 Hb ........................................... (4.24)

Dengan menggunakan gambar grafik pada buku Teknik Pantai, Bambang


Triatmodjo (terlampir) maka dapat ditentukan tinggi gelombang pecah (Hb) dan
kedalaman gelombang pecah (db) dengan menggunakan metode dibawah ini :

36

Tugas Rancang Besar I


H'0

= H x Kr ................................................................... (4.25)

= dbmaks / Hb ... (4.26)

= dbmin / Hb (4.27)

Cb

= ( g x db )0.5 (4.28)

dimana :
Ho

= tinggi gelombang laut dalam ekivalen

= tinggi gelombang pada saat kedalaman x-meter

Kr

= koefesien refraksi

Hb

= tinggi gelombang pecah

Cb

= cepat rambat gelombang pecah

= percepatan gravitasi

db

= kedalaman gelombang pecah

perhitungan terlampir.
Tabel 4.6 Rata-Rata Gelombang Pecah
arah

Hb rata2

90

Cb rata2

1,606

db rata2

3,755

0,456

4.9 Sedimentasi
Untuk

mendapatkan

gambaran

tentang

transpor

sedimentasi

yang

mempengaruhi garis pantai akibat gelombang, maka perlu adanya analisa transpor
sedimentasi. Analisa transpor sedimen dilakukan ketika sebelum dibangunnya
struktur pelindung pantai. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perpindahan
angkutan sedimentasi sepanjang pantai. Sedangkan cara untuk mencari
perpindahan angkutan sedimentasi sepanjang pantai menggunakan berbagai
metode dibawah ini :
V = 1,17 (g Hbx)0,5 sin b cos b
Dimana:
V

= kecepatan arus sejajar pantai

37

Tugas Rancang Besar I


g

= kecepatan gravitasi

Hbx

= tinggi gelombang rata-rata

= sudut datang arah gelombang pecah

Arah

90

Hbx

9,81

1,606

V (m/s)

70,00

1,493

Transport sedimen selama 50 tahun:


Qs = 0,401 P1

P1 = (g/8) Hb2 Cb Sin b Cos b

Dimana:
Qs

= angkutan sedimen sepanjang pantai (m3/hari)

P1

= komponen fluks energy gelombang sepanjang pantai pada saat pecah


(Nm/D/m)

= rapat massa air laut


= 1025 kg/m3

Arah
90

Hbx

= tinggi gelombang pecah rata-rata

Cbx

= cepat rampat gelombang pecah rata-rata (m/d)

= sudut datang gelombang pecah

= kecepatan gravitasi (9,81 m/s2)

Kondisi

g/8

Hbx

Hbx2

Cbx

Normal

1,257

1,606

2,579

3,755

70,0

Sin b

Cos b

P1

Qs

0,940

0,342

3,912

504,692

4.10 Analisa Perhitungan Perubahan Garis Pantai


Analisa perhitungan garis pantai dilakukan dengan menggunakan program
perhitungan garis pantai metode komar, inman. Untuk pemodelan perubahan garis
pantai maka diperlukan asumsi dasar yang adalah sebagai berikut :
1.

Data topografi dan bathymetri pantai data gelombang (periode,


tinggi dan arah gelombang), serta koordinat garis pantai. Dalam
perhitungan ini arah gelombang dominan yaitu arah 900.

2.

Tentukan bentuk garis pantai awal (dalam hal ini menganalisa sepanjang
4900 m garis pantai).

38

Tugas Rancang Besar I


3.

Bagi garis pantai dalam sejumlah sel (dalam hal ini dibagi menjadi 49 pias
dengan jarak per 100 m).

4.

Tentukan berbagai sumber sedimen dan sedimen yang hilang pada seluruh
pias.

5.

Hitung transpor sedimen pada setiap pias berdasarkan tinggi dan periode
gelombang serta sudut datang gelombang.

6. Hitung perubahan garis pantai untuk setiap langkah waktu t.


Sudut gelombang pecah dan Littoral Drift dihitung dari sel i ke sel i+1 untuk
jangka waktu t. Tano menyatakan tan o , menunjukkan besarnya sudut
gelombang datang terhadap garis pantai dan hasilnya. Tan i menyatakan tan i ,
dimana akan ditentukan oleh setiap pias dalam pemodelan. Dalam perhitungan
perubahan garis pantai data yang diperlukan adalah data gelombang pecah
meliputi;

tinggi gelombang pecah

(Hb), panjang gelombang pecah (Lb),

kedalaman tempat gelombang pecah (db), celerity gelombang pecah (cb) dan
sudut gelombang pecah.
Berdasarkan data diatas selanjutnya dilaksanakan perhitungan budget sedimen
dan perubahan garis pantai dengan menggunakan program komputer pada tiaptiap pias untuk waktu tertentu. Perhitungan terlampir.
Grafik 4.4 Perubahan Garis Pantai Kota Tegal

39

Tugas Rancang Besar I

4.11 Wave Set Up dan Wave Set Down


Wave set up dan Wave set down di pantai dapat dihitung mengguankan
teori Longuet Higgins dan Stewart (1963, dalam CERC 1984). Besar wave set up
di daerah gelombang pecah diberikan oleh rumus berikut ini:
Sb = -

0,536.Hb

2/3

1/ 2

g T

Sw

= Ds Sb

DS

= 0,15 db

db

= 1,28 Hb

Sw

= 0,19 (1 2,82(Hb/gt2)0,5)Hb

Dimana:
Sw

= wave set up di daerah gelombang pecah

Sb

= wave set down di daerah gelombang pecah

= periode gelombang

Hb

= tinggi gelombang pecah

db

= kedalam gelombang pecah

= prcepatan gravitasi (9,81 m/s2)

Elevasi muka air laut rencana (E.renc) = HHWL +Sw

40

Tugas Rancang Besar I


Arah
90

Hb(m)
1,606

T(s)
2,570

db
0,456

Sb (m)
0,091

Sw (m)
0,170

HHWL(m)

E.rencana

2,18

2,350

41

Tugas Rancang Besar I


BAB V PERHITUNGAN DIMENSI BREAKWATER
5.1 Run Up Gelombang
Kemiringan breakwater ditetapkan 1 : 2. Untuk mencari Run Up gelombang
harus mencari dulu Ir (Bilangan Irribaren)
tg
( H / Lo) 0,5

Ir =
Dimana:
Ir

= bilangan irribaren

= sudut kemiringan sisi breakwater

= tinggi gelombang di lokasi bangunan (akibat refraksi dan shoaling)

Lo = panjang gelombang di laut dalam


Ru = Run Up gelombang
Ru/H = (didapat dari grafik run up gelombang pada buku teknik pantai Bambang
Triadmojo hal 269 grafik 7.33)
Arah

d(m)

H (m)

Lo (m)

90

-1

0,972

9,123

tg
0,5

Ir
1,532

Ru/H
0,75

Ru ( m )
0,729

5.2 Elevasi Struktur


Struktur breakwater adalah tipe struktur yang tidak terlimpasi (non
overtopping struktur). Oleh karena itu elevasi puncak breakwater ditentukan
berdasarkan rumus berikut ini:
EL.P = HHWL + Ru + Pg + Hu
Dimana:

42

Tugas Rancang Besar I


EL.P = elevasi puncak
HHWL

= highest high water level (elevasi muka air tertinggi)

Ru

= run up gelombang

Pg

= pemanasan global (dalam hal ini diabaikan)

Hu

= tinggi kebebasan (diambil sekitar 25-30 cm)

H.B = EL.P Ed.L


Dimana:
H.B

= tinggi breakwater

Ed.L

= elevasi dasar laut

HHWL(m)

Ru (m)

Pg (m)

2,18

0,729

Hu (m)
0,25

El. P (m)

Ed.L (m)

H.B(m)

3,16

-1

4,16

Dari perhitungan tinggi breakwater diatas, diambil ukuran sebagai berikut:


Ed. laut

H Breakwater

(m)
-1,000

(m)
4,159

5.3 Berat Butir Lapisan Pelindung


Didalam perencanaan pemecah gelombang sisi miring, ditentukan berat butir
batu pelindung yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus Hudson sebagai
berikut:
r.H

W=

Kd .( Sr 1).... cot

Sr = a

Dimana:

43

Tugas Rancang Besar I


W

= berat butir batu pelindung

W/10 = berat utir batu pelindung sekunder


W/200 = berat butir batu inti breakwater
H

= Tinggi gelombang Rencana

= sudut kemiringan sisi breakwater

Kd

= koefisien stabilitas tergantung pada bentik batu pelindung (diberikan


dalam tabel 7.1 pada buku teknik pantai)

= berat jenis batu

= berat jenis air laut

Untuk perhitungan terlampir. Dari perhitungan didapatkan untuk lengan


breakwater:
d (m)
-1,0

W (kg)
447,0

W10 (kg)
44,70

W200 (kg)
2,24

Sedangkan untuk ujung breakwater:


d (m)
-1,0

W (kg)
223,5

W10 (kg)
22,4

W200 (kg)
1,117505

5.4 Lebar Puncak Breakwater, Tebal Lapis Pelindung, Jumlah Batu


Pelindung
1

B nk

t = n . k. [ W r)1/3
P
r
N = A n k[ 1- 100) ( W )2/3

44

Tugas Rancang Besar I


Dimana:
B

= lebar puncak

= jumlah butir batu (n minimum 3)

n1 = jumlah lapis batu dalam lapis pelindung


k = koefisien lapis (didapat dari tabel 7.2 buku teknik pantai Bambang
Triadmodjo)
W = berat butir batu pelindung
r

= berat jenis batu pelindung

= tebal lapis lindung primer

ts

= tebal lapis lindung sekunder

= jumlah butir batu pelindung persatuan luas

= luas penampang melintang breakwater

= porositas rerata dari lapis pelindung

Perhitungan terlampir.

45

Tugas Rancang Besar I

BAB VI
ANALISA STABILITAS STRUKTUR

6.1. SETTLEMENT
Perhitungan settlement diperlukan untuk menghindari kerusakan bangunan
laut akibat penurunan tanah yang tidak diperhitungkan pada perencanaan
pembangunannya, akibatnya bangunan dapat mengalami keretakan dan akhirnya
runtuh. Untuk menghitung setlement diperlukan data investigasi tanah dilokasi.
Dari data (terlampir) kita dapat menghitung besar settlement yang terjadi di
tempat dibangunnya breakwater maupun revetment. Dengan rumus berikut maka
besar settlement yang akan terjadi dapat dihitung:
Perhitungan menggunakan over consolidated karena tanah berada dibawah
pemukaan air dimana tanah selalu (pernah) mendapatkan tegangan (adanya
tegangan prakonsolidasi). Perhitungan setiap detail potongan ditunjukkan di
bagian lampiran. Dari perhitungan didapatkan bahwa struktrur akan mengalami
penurunan sebesar 0,843 m dalam 5,53 tahun atau 0,015 m/tahun.
6.2 ANALISA SLIDING
Analisa sliding penting dilakukan untuk menghitung kestabilan bangunan laut
yang kita bangun dari kelongsoran yang terjadi serangan ombak atau hal yang
lain. Untuk menentukan apakah bangunan yang akan kita bangun itu satabil atau
tidak maka kita harus menghitung nilai safe faktornya ( SF ). Dari hasil
perhitungan didapatkan SF = 2645,612 > 1.dimana jika:
SF < 1 : breakwater tidak stabil
SF = 1 : breakwater keadaan kritis

46

Tugas Rancang Besar I


SF > 1 : breakwater stabil
berdasarkan perhitungan tersebut dapat ditunjukkan bahwa breakwater dalam
keadaan stabil. Perhitungan setiap detail potongan ditunjukkan di bagian
lampiran.
6.3 Stabilitas Guling dan Geser
1. gaya gelombang dinamis
Hb = 1,606 m
Ds = 1 m
RM

= 0,5 x air laut x ds x Hb


= 0,5 x 1,025 x1 x 1,606
= 0,83 ton

Momen gaya dinamis


Mm

= Rm x (ds +

= 0,83x (1 +
= 0,83 x 1,3
= 1,07 tm
2. perhitungan gaya hidrostatis
Rs

= 0,5 x air laut x (ds + Hb)2


= 0,5 x 1,025 x (1 + 1,606)2
= 0,51 x 6,79
= 3,46 ton

Momen gaya hidrostatis


Ms

= x air laut x (ds + Hb)2

= x 1,025 x 6,79
= 1,15 tm

47

Tugas Rancang Besar I


Perhitungan luas pada bagian-bagian breakwater:
1

= 0,5 x 0,68 x 1,05


= 0,35 m2

= 3 x 0,68
= 2,04 m2

=(

x 4,15

= 3,02 x 4,15
= 12,53 m2
4

= 2,02 x 1,35
= 2,72 m2

= 2,02 x 2,8
= 5,65 m2

= 12,53 m2

= 2,04 m2

= 0,35 m2

Gaya
1
2
3
4
5
6
7
8
Rs
Rm
Jumlah

Luas (m2)
0,35
2,04
12,53
2,72
5,65
12,53
2,04
0,35

V (ton)
0,77
4,488
27,566
5,984
12,43
27,566
4,488
0,77

H (ton)

Lengan (m)
0,34
0,34
2,41
0,67
1,4
2,41
0,34
0,34

3,46
0,83
84,062
4,29
Tabel 6.1 Perhitungan stabilitas

MV (ton m)
0,2618
1,52592
66,43406
4,00928
17,402
66,43406
1,52592
0,2618

MH (ton m)

1,15
1,07
2,22

157,85484

Sf pada breakwater kami pilih 2. Angka 2 menunjukkan bahwa safety


faktor pada breakwater menunjukkan bahwa struktur mengalamai beban dinamis
dimana Sfnya antara 2 dan 3. Semakin kecil SF biaya yang dikeluarkan semakin
kecil.
Stabilitas guling

>2

= 157,85/2,22 > 2

48

Tugas Rancang Besar I


= 71,1 > 2

(OK)

Sf pada breakwater kami pilih. Angka 1,5 menunjukkan bahwa dasar


pondasi merupakan tanah berjenis granular (Bowles dalam Hardiyanto 2002)
Stabilitas geser

> 1,5

= (84,062 x 0,4)/4,29 > 1,5


= 7,83 > 1,5

(OK)

49

Tugas Rancang Besar I

BAB VII
KESIMPULAN

Dari analisa data yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa
untuk perencanaan breakwater di daerah Pantai Muarareja Kota Tegal didapatkan :
1. Kecepatan angin yang paling dominan terdapat di arah utara
2. Panjang fetch effektif yang dominan terdapat pada arah utara 501453,80 m
3. Tinggi gelombang signifikan periode ulang 25 tahun sebesar 1,966 m
4. Elevasi muka air pasang surut
MSL

= 0,6 m

MHWL

= 0,86 m

HHWL

= 1,02 m

MLWL

= 0,34 m

LLWL

= 0,18 m

HWL

= 1,11 m

LWL

= 0,51 m

5. Perhitungan analisa refraksi didapat hasil sebagai berikut dari arah utara
dengan Ho = 0,97 m dan Lo = 10,3 m didapat H =0,972 m dan L = 10,309 m
pada kedalaman 10 m.
6. Hasil perancangan detail struktur adalah sebagai berikut :

50

Tugas Rancang Besar I

7. Hasil analisa stabilitas struktur adalah sebagai berikut :


a)

Dari perhitungan settlement, breakwater akan mengalami penurunan sebesar

0,0843 m dalam 5,53 tahun atau 0,015 m/tahun.


b) Dari analisa sliding memberikan hasil struktur mempunyai SF > 1 sehingga
struktur akan tetap stabil dari bahaya kelongsoran akibat gempuran ombak.
c)

Dari analisa guling dan geser memberikan hasil struktur mempunyai masing-

masing SF > 2 dan SF > 1,5 sehingga struktru akan tetap stabil dari bahaya
kelongsoran.

51

Tugas Rancang Besar I

DAFTAR PUSTAKA

Das,Braja.M.1995.Mekanika Tanah.Jakarta:Penerbit Erlangga.


Ehrlich, Laurie and Fred H.1982.Breakwaters, Jetties, and Groins: a Design
Guide.New York:Cornell University.
Kramadibrata, soedjono.1985.Perencanaan Pelabuhan.Bandung:Ganeca Exact.
Pratikto,W.A.dkk.1996.Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut.Yogyakarta :
BPFE.
Sorensen, R.M.2006.Basic Coastal Engineering.USA:Lehigh University.
Triatmodjo, Bambang.1996.Pelabuhan.Yogyakarta:Beta Offset.
Triatmodjo, Bambang.1999.Teknik Pantai.Yogyakarta:Beta Offset
U.S.Army Corp Engineering.1984.Shore Protection Manual.Missisipi, 4th
ed.Vol I.
Tugas Akhir Arif Budiyanto. 1997. Perencanaan Detached Breakwater Sebagai
Bangunan Pengaman Pantai Sangsit, Bali. Surabaya:Teknik Kelautan FTK ITS

52

Anda mungkin juga menyukai