Anda di halaman 1dari 673

PEMBAHASAN TO 4

Optimaprep
Batch II UKDI 2014
Office Address:
Jakarta :
JlPadang no 5, Manggarai, Setiabudi,
Jakarta Selatan
(Belakang Pasar Raya Manggarai)
Phone Numbers:
021 8317064
Pin BB 2A8E2925
WA 081380385694
Medan :
JlSetiabudi no 65G, Medan
Phone numbers : 061 82292290
pin BB : 24BF7CD2
www.optimaprep.com

dr. Widya, dr. Alvin, dr. Yolina


dr. Cahyo, dr. Ayu, dr. Gregorius

ILMU PENYAKIT DALAM

1. Mekanisme Diare
, 20 tahun
BAB 5x, demam, nyeri ketika BAB, lendir (+), darah +)
Lab : leukosit 15000, tropozoid (-)
Definisi diare:
Defekasi yang lebih sering, pengeluaran feses yang lembek atau berair
(Harrisons Principle of Internal Medicine)
Feses kehilangan konsistensi normal, biasanya berhubungan dengan
peningkatan berat feses (pada pria > 235; pada wanita > 175 g/d) dan
peningkatan frekuensi (> 2/ day) (Color Atlas of Pathophysiology)

Causes of diarrhea:

Osmotic
Malabsorption
Secretory
Resection of the ileum

Pathophysiology
of Different
Causes of
Diarrhea

Mekanisme Diare
Terdapat beberapa macam diare berdasarkan
mekanisme terjadinya. Secara umum dapat
dikelompokkan menjadi:
Sekretorik, contoh: Vibrio Cholera. Toksind ari vibrio
cholera memicu sekresi Na. Pasien akan mengeluhkan
diare yang profuse.
Osmotik, contoh: Penggunaan laksative. Konsumsi
makanan tertentu dapat meningkatkan tekanan
intraluminal dan menyebabkan diare.
Inflamatorik, contoh IBD, infeksi. Terjadi kerusakan
mukosa usus. Pasien dapat mengeluhkan diare yang
disertai darah.

2. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer dibagi lagi lebih lanjut menjadi:
Tipe I (pasca menopause)
Ini terjadi pada wanita pasca menopause. Dengan begitu,
dapat dikatakan bahwa osteoporosis terjadi karena
kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita) yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam
tulang pada wanita.
Tipe II (Senile)
Terjadi pada pria dan wanita usia. Hilangnya massa tulang
kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut. Diakibatkan
oleh kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia
dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya
tulang dan pembentukan tulang baru. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan dua kali
lebih sering menyerang wanita.

Vitamin D berperan penting dalam absorbsi


kalsium yang akhirnya berhubungan dengan
metabolisme kalsium tulang.
Pada kondisi kekurangan aktivasi vitamin D
seperti pada orang tua dan penyakit ginjal
kronik, maka akan terjadi pengeroposan
tulang sebagai akibat dari resorbsi tulang
untuk mengkompensasi kadar kalsium tulang.

7-dehydrocholesterol merupakan prekursor


vitamin D3 pada lapisan epidermis kulit.
Setelah mengalami reaksi elektrocyclic akibat
paparan terhadap UVB akan membentuk
cholecalciferol.
Cholecalciferol akan dihodroksilasi di hati
untuk membentuk calcifediol langkah
terakhir adalah hidroksilasi oleh ginjal menjadi
calcitriol (bentuk aktif dari vitamin D3)

Soal 3 Vena esofageal

4-5. Malaria

Profilaksis malaria
Profilaksis Mekanis

Kemoprofilaksis

Tindakan yang dapat dilakukan


untuk mencegah transmisi
malaria di daerah yang endemis
adalah dengan tidur
menggunakan kelambu yang
telah dicelup pestisida,
menggunakan obat pembunuh
nyamuk (mosquito repellants),
menggunakan proteksi saat
keluar dari rumah (baju lengan
panjang, kaus/stocking), dan
memproteksi kamar atau ruangan
menggunakan kawat anti
nyamuk.

Jenis Khemoprofilaksis malaria


klorokuin (P. vivax) 300 mg
basa/minggu
doksisiklin (P. falciparum) 100
mg/hari
meflokuin (P. falciparum, P. vivax
& P. malariae)250 mg/ minggu
Pemberian khemoprofilaksis:
Kelompok non-imun yang
bepergian ke daerah endemis
(pelancong, pegawai negri, TNI,
transmigran dll)
Wanita hamil di daerah endemi

6. DIC
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
adalah sebuah aktivasi kaskade koagulasi sebagai
akibat dari berbagai akibat. DIC dapat berujung
pada pembentukan bekuan darah didalam
pembuluh darah pada tubuh.
Trauma/infeksi-endotoksin tissue factor
kaskade koagulasi trombus iskemi jaringanF
Plasmin fibrinolisis pemecahan bekuan
darahFDP (D dimer)

Diagnosis
Gejala: Pasien dapat masuk ke dalam keadaan
shok, perdarahan, mudah luka (bruising)
Pada pemeriksaan lab dijumpai adanya
penurunan kadar trombosit, pemanjanagan
APTT dan PT dan peningkatan D dimer.
Penanganan Penanganan penyebab
(infeksi), dapat diberikan transfusi platelet,
FFP untuk memperbaiki parameter
pembekuan darah.

6.DIC

7. Koma Miksedema
Koma miksedema merupakan keadaan
dekompensasi dari hipotiroid.
Gejala koma miksedema meliputi: penurunan
kesadaran, hypothermia,hipotensi, bradikardia.
Miksedema adalah deposit jaringan konektif
(glycosaminoglycan, asam hyaluronic) pada kulit.
Tidak harus dijumpai pada keadaan koma
hypothyroid namun merupakan sebuah
fenomena yang dapat ditemui.
Terapi: salah satu terapi berupa pemberian
levothyroxine IV.

8. Gangguan Asam Basa

Disorder

Problem

Etiology

Physical findings

Metabolic
acidosis

Gain of H+ or
loss of HCO3-

Diarrhea, RTA, KAD, lactic


acidosis

Kussmaul respiratory, dry


mucous membrane,
specific physical finding
to its cause

Metabolic
alkalosis

Gain of HCO3or loss of H+

Loss of gastric secretion


(vomiting), thiazide/loop
diuretics

Tetany, Chvostek sign,


specific physical finding
to its cause

Respiratory
acidosis

Hypoventilation
(CO2 retention)

COPD, asthma, CNS disease, Dyspnea, anxiety,


OSA
cyanosis, specific physical
finding to its cause

Respiratory
alkalosis

Hiperventilation Hypoxia tachypnea


(CO2 loss), high pneumonia, pulm.
altitude
Edema, PE, restrictive lung
disease

Hyperventilation, cardiac
rhythm disturbance

9.Endokarditis Bakterialis
Endokarditis merupakan infeksi mikroorganisme
pada permukaan endotel jantung atau
endokardium, paling banyak mengenai katup
jantung.
Endokarditis dapat pula terjadi pada lokasi defek
septal, korda tendinea, atau endokardium mural.
Lesi endokarditis yang khas berupa vegetasi, yaitu
massa yang terdiri dari platelet, fibrin,
mikroorganisme, dan sel-sel inflamasi dengan
ukuran yang bervariasi.

Organisme yang dapat menyebabkan endokarditis

Stafilokokus
S. aureus
Koagulase negatif
Streptokokus
S. viridans
Enterokokus
S. bovis
Streptokokus lainnya
Organisme lain (jamur, gram negatif)
Polimikrobial

MANIFESTASI KLINIS
Tampilan klinis endokarditis terdiri dari:
Demam
Murmur jantung
Pembesaran limpa
Gejala muskuloskeletal: artralgia dan mialgia
Kejang
Ensefalopati
Glomerulonefritis
Artritis

Tampilan Klinis Endokarditis

Kriteria Diagnosis
Kriteria mayor

Kriteria minor

Kultur darah positif:


a. Konsisten ditemukan mikoorganisme tipikal penyebab
endokarditis infektif dari 2 kultur darah terpisah: (i)
Streptococcus viridans, Streptococcus bovis, atau grup
HACEK; atau (ii) Staphylococcus aureus atau
enterokokus komunitas; atau
b. Konsisten ditemukan mikoorganisme endokarditis
infektif dari kultur darah yang tetap positif: (i) > 2
sampel kultur darah positif yang diambil dengan jarak
>12 jam; (ii) ketiganya atau mayoritas > 4 kultur darah
terpisah (sampel pertama dan terakhir diambil dalam
jarak > 1 jam)

1. Predisposisi: pengguna narkoba suntik atau kondisi


jantung sebelumnya
2. Demam: suhu >380C
3. Fenomena vaskular: emboli arterial mayor, infark
pulmoner septik, aneurisma mikotik, perdarahan
intrakranial, perdarahan konjungtiva, dan lesi
Janeway
4. Fenomena imunologis: glomerulonefritis, nodus Osler,
bercak Roth, dan faktor reumatoid
5. Bukti mikrobiologis: kultur darah positif namun tidak
memenuhi kriteria mayor atau bukti serologis
mengenai adanya infeksi aktif dengan organisme
penyebab endokarditis infektif
6. Temuan ekokardiografi: konsisten dengan endokarditis
infektif namun tidak memenuhi kriteria mayor

Bukti keterlibatan endokardial:


a. Ekokardiogram positif endokarditis infektif: (i) massa
intrakardiak osilasi pada katup atau struktur penunjang,
pola regurgitant jets, atau materi yang tampak tertanam
tanpa alternatif penjelasan anatomis lainnya, atau (ii)
abses, atau (iii) dehisensi parsial baru katup prostetik,
atau
a. Regurgitasi katup baru (perburukan atau perubahan
murmur yang sebelumnya sudah ada tidak cukup
dijadikan bukti)

Diagnosis

Kriteria patologis

Kriteria klinis

Pasti (definite)
endokarditis infektif

Mikroorganisme ditemukan
dalam
kultur
atau
histologi vegetasi/ emboli
vegetasi/
abses
intrakardiak
Atau
Lesi
patologis:
tampak
vegetasi
atau
abses
intrakardiak (konfirmasi
histologis
terdapat
endokarditis aktif

2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor + 3


kriteria minor atau 5 kriteria minor

Kemungkinan (possible)
endokarditis infektif

Temuan konsisten endokarditis infektif namun tidak memenuhi kriteria pasti


(definite) tetapi tidak rejected

Bukan (rejected)
endokarditis infektif

Ditemukan diagnosis lain untuk manifestasi endokarditis infektif yang ada,


atau
Resolusi manifestasi endokarditis infektif dengan terapi antibiotik selama < 4
hari, atau
Tidak ada bukti patologis endokarditis infektif pada operasi atau otopsi setelah
pemberian terapi < 4 hari

Tatalaksana
Tata laksana endokarditis terdiri dari terapi antimikroba
dan bedah (jika terdapat indikasi).
Terapi antimikroba dilakukan secara empiris atau tanpa
data kultur. Endokarditis akut pada pengguna narkoba
suntik biasanya disebabkan oleh S. aureus resisten
metisilin dan bakteri gram negatif, sehingga dapat
diberikan terapi vankomisin dan gentamisin.
Endokarditis katup asli subakut dapat diberikan
seftriakson dan gentamisin, sementara pada katup
prostetik dapat diberikan dua antibiotik tersebut
ditambah vankomisin.

Diagnosis Banding

Keluhan

Penyakit jantung reumatik (PJR)

biasanya didahului infeksi Streptokokus


beta hemolitikus grup A (biasanya berupa
faringitis). Kriteria mayor diagnosis PJR
meliputi poliartritis berpindah-pindah,
tanda karditis (takikardia, murmur, gallop,
kardiomegali), nodul subkutan, eritema
marginatum, dan korea Sydenham.
Kriteria minor PJR ialah demam bersuhu
tinggi, artralgia, riwayat demam reumatik
atau PJR, dan hasil laboratorium
menunjukkan reaksi akut.

Miokarditis

umumnya disebabkan oleh virus, dan


secara objektif ditemukan peningkatan
enzim jantung. Dapat pula ditemukan
peningkatan CRP dan LED.

Perikarditis

Nyeri dada tiba-tiba, tajam, pleuritik,


retrosternal atau prekordial kiri,
memberat pada inspirasi.

Stenosis katup mitral

murni umumnya tidak disertai gejala


demam, batuk, dan nyeri dada seperti
pada soal

10. Pseudomembran Kolitis

10. Pseudomembranous Colitis


Clostridium difficile infection
(CDI)
Penyakit kolon yang
dihubungkan dengan
penggunaan antrimikrobial
dan gangguan flora normal
kolon.

Normal ileum

AB yang terkait dengan CDI


Clindamycin, ampicillin, &
cephalosporins
The 2nd & 3rd cephalosporins,
(cefotaxime, ceftriaxone,
cefuroxime, and ceftazidime)
ciprofloxacin, levofloxacin, and
moxifloxacin (hospital
outbreak)
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

Pseudomembranous Colitis
Penelanan spora

bervegetasi

melepaskan toksin

diare &
pseudomembranous
colitis

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

Pseudomembranous Colitis
Kriteria diagnosis CDI:
Diare (3 feses cair per 24 jam selama 2 hari) with no other recognized
cause plus
toxin A atau B dideteksi pada feses, C. difficile yang dapat mendeteksi
toksin terdeteksi pada feses dengan PCR atau kultur, atau
pseudomembran terlihat dari pemerikksaan kolon.

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

Pseudomembranous Colitis
Ketika memungkinkan, penghentian antimikrobial yang
sedang digunakan merupakan langkah awal dalam
penanganan Clostridium difficile infection (CDI).
Walaupun demikian, dengan perburukan keadaam
pada sebagian pasien, pemberian antibiotik segera
direkomendasikan.
Pengobatan umum dari kolitis ini adalah dengan hidrasi
dan hindari pemberian antiperistaltik dan opiate, yang
dapat menutup gejala dan dapat memperburuk
keadaan.
Pengobatan untuk CDI adalah pemberian vancomicin
dan metronidazole untuk CDI ringan-sedang.
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

11. Differential Diagnosis Ikterus Obstruksi


Obstruksi dalam lumen saluran empedu
batu, askaris
Kelainan dinding saluran empedu
atresia kongenital, striktur traumatik,
tumor saluran empedu
Tekanan saluran empedu dari luar
tumor kaput pancreas, tumor ampula vater,
pancreatitis, metastase di lig hepatoduodenale

Sirosis hepatis

Abses
Carsinoma

hepar

Striktur

Batu

Ca Caput

Ascaris

Berbagai macam kelainan penyebab ikterus

Ikterus
Cek Urobilin & Bilirubin
Urobilin
Bilirubin urin+ +
Bilirubin Direct >

Urobilin +
Bilirubin urin +
Bilirubin Direct +
Bilirubin Indirect +

Urobilin ++
Bilirubin urin Bilirubin Direct N
Bilirubin Indirect >

Parenkim
- Hepatitis
-Cirrhosis
-Hepatoma

Obstruksi:
- Intra hepatic
- Extra hepatic

USG:Bile duct dilatation

Intra hepatal : hepatitis

Extra hepatal

Hemolitik

CT scan
PTC
ERCP
MRI

Flow chart pasien dengan ikterus

Tumor
Batu

12. Pericardial Disease


Pericardial effusion may be caused by:
Acute pericarditis
Noninflammatory serous effusions:
Increased capillary permeability (e.g., severe
hypothyroidism);
Increased capillary hydrostatic pressure (e.g., congestive
heart failure); or
Decreased plasma oncotic pressure (e.g., cirrhosis or the
nephrotic syndrome).

Chylous effusions may occur in the presence of


lymphatic obstruction of pericardial drainage, most
commonly caused by neoplasms & tuberculosis.

12. Pericardial Disease


Three factors determine whether a pericardial effusion
remains clinically silent or whether symptoms of
cardiac compression ensue:
the volume of fluid,
the rate at which the fluid accumulates,
the compliance characteristics of the pericardium.

If the pericardial effusion accumulates slowly, over


weeks to months, the pericardium gradually stretches
accommodate larger volumes without marked
elevation of intrapericardial pressure.

12. Pericardial Disease


Clinical manifestations:
Range from asymptomatic to tamponade (hypotension without
pulmonary edema).

Physical examination:
Distant heart sound.
Heart border extended to both side.
Dullness over left posterior lung field due to compressive
atelectasis.

Diagnostic studies:
ECG: pericarditis (diffuse ST elevation), effusion low voltage.
CXR: large effusion (250 mL): cardiomegaly with waterbottle
heart & epicardial halo.

12. Pericardial Disease


Treatment
If the cause of the effusion is known, therapy is
directed toward the underlying disorder (e.g.,
intensive dialysis for uremic effusion).
If the cause is not evident, the clinical state of the
patient determines whether pericardiocentesis
(removal of pericardial fluid) should be undertaken.
An asymptomatic effusion observation
A precipitous rise in pericardial volume or if there is a
hemodynamic compression pericardiocentesis + analysis
of the fluid.

13. Arthritis
Ringkasan pasien:
Wanita, 55 tahun
Nyeri pada kedua lutut sejak 2 tahun lalu
Kaku selama 20 menit pada pagi hari saat bangun
tidur dan 5 menit pada saat bangun dari duduk
Krepitasi positif
IMT : 31,2 kg/m2 Obesitas
Radiologi: terdapat kista subkondral

13. Osteoarthritis
Cartilage serves as a cushion between the bones of joints,
allowing the bones to glide over one another & absorb the
shock from physical movements.
Osteoarthritis: degenerated joint
lost the cushioning function of the
cartilage the bones tend to grind
against one another.

13. Osteoarthritis

The two major


macromolecules in
cartilage:
type 2 collagen: provides
tensile strength,
Aggrecan: gives
compressive stiffness.

Stimulated chondrocytes in
OA synthesize enzymes
& new matrix molecules
gradual depletion of
aggrecan & loss of type 2
collagen increasing
vulnerability of cartilage
lost compressive stiffness.

13. Osteoarthritis
Osteoarthritis progresses in
stages:
joint space begins to narrow
and osteophytes form
joint space disappears as
cartilage wears away and
bone rubs on bone in the
joint
subchondral cysts appear
(fluid-filled sac that extrudes
from the joint, consisting of
mostly hyaluronic acid)
bone tries to repair itself and
there is bone remodeling

14. Typhoid Fever


, 22 th
Demam, pusing, tidak ada nafsu makan, perut
kembung, belum BAB selama 3 hari
PF : suhu 39 C, nadi 80x/menit, lidah kotor,
tepi hiperemis, tremor, hipoperistaltik

Patofisiologi
S. Typhi masuk
sampai usus halus
menembus sel epitel
ke lamina propria
difagosit makrofag
berkembang biak dalam
makrofag ke Plak
Peyeri KGB
mesenterika duktus
torasikus bakterimia
ke hepar& lien
bakterimia dan
diekskresikan bersama
cairan empedu ke lumen
usus

Gejala dan Tanda Klinis


demam persisten
nyeri kepala
gejala abdomen (biasanya berupa nyeri
epigastrium, diare atau konstipasi), mual, muntah
bradikardi relatif,
lidah yang tremor dan berselaput
meteorismus.
hepatomegali, splenomegali
51

Sensitivity of Typhoid Cultures

Blood cultures: often (+) in the 1st week.


Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on.
Urine cultures: may be (+) after the 2nd week.
(+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in
carriers.

Pilihan Antimikroba
Kloramfenikol 4x500 mg PO atau IV diberikan
sampai 7 hari bebas demam
Kotrimoksazol 2x2 tabley (1 tablet :
Sulfametoksazol 400mg dan Trimetoprim 80 mg)
diberikan selama 2 minggu.
Ampisilin dan Amoksisilin 50-150mg/KgBB selama
2 minggu
Sefalosporin generasi ketiga IV 4 gr dalam
dekstrosa 100cc diberikan selama jam sekali
sehari selama 3-5 hari.
53

Golongan Fluorokionolon:
- Norfloksasin 2x400mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin 2x500mg selama 6 hari
- Ofloksasin 2x400 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

54

15. Peptic Ulcer

Keywords
, 41 thn
Nyeri ulu hati, mual
muntah sejak 1 hr yll
Riwayat
mengonsumsi obat
bebas penghilang
nyeri
Functional gastroduodenal disorders. N J Talleya,et al. International Journal of Gastroenterology and Hepatology.
Pathophysiology of duodenal and gastric ulcer and gastric cancer. John Calam. British Medical Journal.

NSAID Mechanism

Longterm or high dose consumption


of NSAID effect
Inhibitory effect on cyclooxygenase

Blocking prostaglandin synthesis (from


arachidonic acid) systemically, also in gastric
and duodenal epithelial
Decreases HCO3 secretion (weakened mucosal
protection)
Damage the mucosa locally by nonionic
diffusion into the mucosal cells (pH of gastric
juice << pKa of the NSAIDs)

16. CHF
Sesak nafas
JVP (5+4)cm, sesak, BP 170/90 mmHg

Linear Pattern
A linear pattern is seen when there is
thickening of the interlobular septa,
producing Kerley lines.
Kerley A lines

Kerley B lines
Kerley A lines

The interlobular septa contain pulmonary


veins and lymphatics.
The most common cause of interlobular
septal thickening, producing Kerley A and B
lines, is pulmonary edema, as a result of
pulmonary venous hypertension and
distension of the lymphatics.

Kerley B lines

http://wwwappskc.lonestar.edu%2Fprograms%2Frespcare%2Frev_xray.ppt

17. Perdarahan Jantung


, 50 th
Nyeri dada kiri menjalar ke lengan kiri sampai
punggung kiri.
PF : sumbatan plaque di A. Koronaria dan
Infark di dinding anterior jantung

Left coronary artery


mensuplai area:
Anterior LV
The bulk of the
interventricular septum
(anterior two thirds)
The apex
Lateral and posterior LV
walls

Right coronary artery


mensuplai area:
Right ventricle (RV)
The posterior third of the
interventricular septum
The inferior wall
(diaphragmatic surface) of
the left ventricle (LV)
A portion of the posterior
wall of the LV (by means of
the posterior descending
branch)

18. Asma
Pasien asma sejak kecil
Saat ini sesak napas
PF : TD = 110/80 mmHg, FN = 100 kali/menit,
RR = 26kali/menit
EKG menunjukkan P pulmonal. Spirometri
FEV1 70%.

Effect of Pulmonary Hypertension

19. Hypothyroidism
Hypothyroid merupakan kekurangan sekresi
hormon tiroid akibat kegagalan tiroid
(hypothyroidisme primer), atau dalam keadaan
lebih jarang disebabkan oleh kelainan pituitary
atau hipothalamik (hypothyroidism sekunder).
Umumnya temuan laboratorium yang ditemukan
adalah peningkatan akdar TSH dengan kadar free
T4 mengalami penurunan atau normal

Gejala klinis
Gejala klinis hypothyroid:
Lethargy
Rambut kering dan rontok
Intoleransi dingin
Sulit berkonsentrasi
Memori yang buruk
Konstipasi
Nafsu makan yang buruk

19 Hipotiroidisme
Susp. Tiroiditis Hashimoto

Hashimoto thyroiditis
Merupakan salah satu penyebab hypothyroid
primer dimana kelenjar thyroid diserang oleh
respon imun seluler atau antibodi-mediated
(penyakit autoimun thyroid)
Faktor risiko:
genetik (anggota keluarga dengan riwayat
kelainan thyroid)
hormon (wanita lebih sering terkena)
Paparan radiasi

Hashimoto thyroiditis
Temuan klinis:
gejala hypothyroid (peningkatan berat badan, fatigue,
depresi, konstipasi)
Kelenjar thyroid dapat membesar dan berlobul atau dapat
juga tidak terpalpasi pembesaran

Diagnosis dapat dibuat dengan mendeteksi kadar antithyroid peroxidase antibodies, TSH, fT3, fT4, anti
thyroglobulin antibodies
Penanganan: pemberian Thyroid replacement therapy (
levothyroxin), pembedahan (pada kasus tertentu
seperti pembesaran thyroid dengan gejala obstruksi,
nodul malignan, thyroid lymphoma)

20. Obstruksi ileum dengan


pneumoperitoneum
Ileus Obstruktif

Ileus Paralitik

Etiologi

Massa, volvulus, invaginasi

abN elektrolit (K+, Mg2+)


Obat: opioid

Nyeri

Kolik

Tidak prominen

Distensi
abdomen

Letak tinggi: >>


Letak rendah: > darm contour, darm
steifung

Tidak prominen

Bising usus

(metallic sound)

s.d. (-)

Radiologi

Dilatasi single bubble, double


bubble, multiple bubble
Air-fluid level
Herring bone appearance

Udara colon

(-)

(+)

Pneumoperitoneum
Crescent sign: free
air beneath diaphragm
Riglers sign:
visualization of both
sides of the bowel wall
"Football sign" = large
pneumoperitoneum
outlining entire
abdominal cavity

21. Acute Limb Ischemia ec Emboli dari Jantung

Penurunan perfusi
ekstremitas secara
mendadak yang dapat
mengancam viabilitas
jaringan
Onset <2 minggu
6P Pain, pallor,
pulselessness, paresthesia,
poikilothermia, paralisis
Golden period: 6 jam
Dx: arteriografi Doppler

Inter-Society Consensus for the Management of PAD . TASC II Guidelines. 2009.

Chronic Limb
Ischemia
Insufisiensi arteri
perifer >2 minggu
Klaudikasio
intermitten
Dipicu aktivitas
& elevasi tungkai
Metabolisme
anaerob asam
laktat muscle
cramping
Nyeri atau
burning pada
plantar pedis

Dx: ABI

22. Takayasus Arteritis

Vaskulitis granulomatosa
sistemik aorta dan
percabangannya
Arteri besar & sedang A.
Subklavia & a.
brachiocephalica
Kriteria dx (3 dari 6, Se 90.5%,
Sp 97.8%

Usia 40 tahun
Klaudikasio ekstremitas
pulsasi a. Brakhialis
Perbedaan TD >10 mmHg
antara kedua lengan
Bruit a. subklavia atau aorta
Abnormalitas angiogram

American College of Rheumatology 1990 criteria for the diagnosis of Takayasus arteritis. Arth Rheum 1990;330:1129

Aneurisma aorta

Dilatasi aorta true & pseudo


Root, thoraksik, thorako-abdominal, abdominal
Asimptomatik nyeri dada/punggung
Aorta thoraksik: ro thoraks
Aorta abdomen: pulsasi (+)

Tromboangitis obliterans

Rx inflamasi non-ateromatosa (vasospasme) pada arteri & vena kecil


ulkus atau gangren digiti
Laki-laki muda, perokok

Giant cell arteritis

Vaskulitis pada percabangan kranial arkus aorta, terutama a.


Temporalis (temporal arteritis) + demam, fatigue, BB turun,
anoreksia
Arteri-arteri wajah klaudikasio mandibula

Chronic limb ischemia

Terutama arteri ekstremitas bawah setelah keluar dari percabangan


aortoiliaka (a. Iliaka, a. Femoralis, a. Tibialis, a. Dorsalis pedis)
Dx: ABI <0.9

23. Myoglobinuria

Trias klasik rhabdomyolisis:


Etiologi:
myalgia, kelemahan otot, urin
Trauma & kompresi (crush injury)
berwarna gelap
Exercise atlet lebih rentan
Faktor predisposisi: hipokalemia
(myoglobin >>)
Viral myositis kausa
rhabdomyolisis tersering pada
Pemeriksaan lab:
anak influenza virus
Myoglobin dalam 24 jam
Gangguan elektrolit: hipokalemia
CKMB >1000 U/L peak di hari Toksin, bisa ular
3A
Obat zidovudine, statins
Enzim otot lain: aldolase, LDH,
SGOT
Alkohol, kokain, amfetamin.
Infeksi, sepsis: gas gangrene,
tetanus, shigellosis, Coxsackie
Myoglobinuria vs hematuria:
Metabolik: KAD
Myoglobinuria: coklat, RBC
dipstisk (-)
Hipertermia malignan, demam
tinggi
Hematuria: sedimen RBC (+),
red/brown coloration in serum
Herediter: McArdle syndrome,
muscular dystrophy

24. ISK
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi
bakteri yang mengenai bagian dari saluran
kemih.
Jika mengenai urethra uretritis, jika
mengenai kandung kencing sistitis, dan
ketika mengenai saluran kemih atas (ginjal)
dinamai pielonefritis

Penyebab dan gejala


E. Coli adalah penyebab dari 8085% infeksi
saluran kemih, dan Staphylococcus saprophyticus
menjadi penyebab pada 510%.
Gejala:
rasa terbakar ketika buang air kecil
sering buang air kecil (atau desakan untuk buang air
kecil)
Nyeri di atas tulang kemaluan atau punggung bawah
juga mungkin muncul.
Pielonefritis nyeri panggul, dan demam

24.
Pengobatan

AAFP. Urinary Tract Infections in Adults. 1999

25. Multiple myeloma


Malignansi sel B Ab monoklonal IgM
Gejala:
Proliferasi sel plasma di sumsum tulang anemia
Lesi litik tulang nyeri tulang, fraktur kompresi,
hiperCa2+
Infeksi berulang ec hipogammaglobulinemia
Ginjal protein light chain toksik thd ginjal
gagal ginjal, sindroma nefrotik

Elektroforesis Hb: Bence-Jones protein (light


chain)
Hapus darah tepi: rouleaux
Biopsi sumsum tulang: plasmasitosis >10%

Multiple punch-out lesions

Osteopenia
Fraktur kompresi

26. HIV

26. Perjalanan Penyakit HIV

Pembagian Stadium Klinis HIV


berdasarkan WHO

WHO Case Definitions of HIV for Surveillance and Revised Clinical Staging and Immunological Classification of HIVRelated Disease in Adults and Children 2007

ILMU BEDAH, ANASTESIOLOGI DAN


RADIOLOGI

27 Hernia Ventral
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi
suatu rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan.
Hernia ventralis adalah nama umum untuk
semua hernia di dinding perut bagian
anterolatetal seperti hernia sikatriks. Hernia
sikatriks merupakan penonjolan peritoneum
melalui bekas luka operasi yang baru maupun
lama

#28 Anatomi
Apendiks
Suatu organ limfoid
Penonjolan bagian terminal

sekum
Terletak pada kuadran kanan
bawah abdomen
Rata-rata appendiks memiliki
panjang 9-10 cm dan diameter
0.5-1.0 cm.
Pasokan darah appendiks
arteri appendiceal, merupakan
cabang terminal arteri ileocolic

Epidemiologi
Kelompok berusia dekade
ke-2 hingga dekade ke-4.
Rasio wanita banding pria
1,3:1
Prevalensi appendisitis akut
dan appendektomi pada
populasi umum ialah sekitar
12% (pada pria) sampai 25%
(pada wanita)

Patofisiologi

Mekanisme utama Obstruksi lumen


appendiks
Awal appendisitis nyeri ringan akibat
stimulasi dari nosiseptor visceral dan slowtransmitting C-fibers dalam nervus autonom.
Pada permukaan luar abdomen, appendiks
yang inflamasi menyebabkan nyeri pada titik
McBurney (pada sepertiga garis yang
menghubungkan spina iliaca superior
anterior ke umbilicus)
Obstruksi lumen terisi oleh mucus dan
distensi tekanan luminan dan intramural
meningkat thrombosis dan oklusi
pembuluh darah kecil, dan statis aliran
limfatik appendiks menjadi iskemi
nekrotik.

Lanjutan Patfis

Tahap appendisitis

Tahap awal apendisitis :


Obstruksi lumen appendiks
Appendisitis suppuratif invasi
bakteri dan cairan inflamasi
pada dinding appendiks.
Appendicitis gangrenous
Trombus pada arteri dan vena
intramural
Appendisitis perforata iskemi
jaringan yang persisten
Appendisitis phlegmonous
atau abses

Pada pasien muda hiperplasi


follicular lymphoid yang diinisiasi/dipicu
infeksi virus atau bakteri
Overgrowth bakteri (Escherichia coli,
Peptostreptococcus, Bacteroides
fragilis, and Pseudomonas species)
Pada pasien yang lebih tua obstruksi
lumen yang disebabkan oleh fibrosis,
fecalith, atau neoplasia (carcinoid,
adenocarcinoma, atau mococele)

Appendisitis infiltrat

etiologi

proses radang apendiks yang


penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum dan usus-usus
dan peritoneum disekitarnya
sehingga membentuk massa
(appendiceal mass)
Umumnya massa apendiks
terbentuk pada hari ke-4 sejak
peradangan mulai apabila
tidak terjadi peritonitis umum

Obstruksi lumen penyebab


utama apendisitis.
Hipertrofi jaringan limfoid
Sisa barium dari pemeriksaan
roentgen
Diet rendah serat
Cacing usus termasuk ascaris
Trauma tumpul atau trauma
karena colonoscopy
Erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E.
Histolytica

gejala

Pemeriksaan fisik

Berdasarkan lokasi dari appendiks


Inflamasi appendiks yang terletak
anterior / pelvic kuadran kanan
bawah
Appendiks yang terletak restrocecal
tidak menimbulkan tanda lokal
peritonitis dengan derajat yang sama
Gangguan pencernaan, flatus,
terkadang hanya rasa tidak nyaman
pada abdomen, diikuti oleh nyeri pada
bagian epigastrium , dan tidak
terlokalisir, mual dan muntah.
Demam dan leukositosis umumnya
terjadi pada tahap akhir dari nyeri (
pada Perforasi appendiks mencapai
suhu >39.4 Celcius)

Tanda klasik pada kuadran kanan bawah


biasanya ditemukan bila appendiks
terletak pada posisi anterior.
Nyeri tekan sering maksimal pada atau
dekat titik McBurney (Direct rebound
tenderness) iritasi peritoneal
terlokalisasi
Tanda Rovsing-nyerilokasi iritasi
peritoneum
Hiperestesia kulit pada area yang
dipersarafi oleh saraf spinal kanan pada
T10, T11, dan T12
Tanda Psoas ( nyeri pada kuadran kanan
bawah saat ekstensi pinggul kanan)
Tanda Obturator (nyeri pada rotasi
internal panggul)

Pemeriksaan lab

Pemeriksaan radiologi

Leukositosis ringan, antara


10,000 sampai 18,000/mm
Urinalisis digunakan untuk
menyingkirkan infeksi saluran
kencing
Kultur pelvic dapat dilakukan
pada wanita yang aktif sexual
dan menstruasi.
Beta-HCG wajib dilakukan
untuk menyingkirkan
kemungkinan kehamilan
ektopik

Foto polos abdomen


Pada pasien dengan nyeri perut,
ultrasonography (USG) memiliki
sensitifitas 85% dan spesifisitas
lebih dari 90% untuk diagnosis
appendisitis.
Computed tomography (CT)
umum digunakan pada pasien
dewasa dengan kecurigaan
appendicitis akutmemiliki
sensitivitas 90% dan spesifisitas
80%-90% untuk diagnosis
appendicitis akut pada pasien
dengan nyeri abdomen

Diagnosis banding

Diagnosis
ditegakkan berdasarkan temuan klinis sedangkan pemeriksaan
penunjang, terutama CT scan bersifat menunjang diagnosis.

Skala Alvarado:
Skor 9-10 hampir pasti menderita appendisitis.
Skor 7-8 kemungkinan besar menderita appendisitis.

Skor 5-6 diperlukan pemeriksaan lain terutama CT scan.


Skor 0-4 kemungkinan kecil terjadi appendisitis

Skor Alvarado
Manifestations

Value

Symptoms

Migration of pain

Signs

Anorexia

Laboratory values

Nausea/vomiting

RLQ tenderness

Rebound

Elevated temperature 1
Leukocytosis

Total

10

Blumberg Sign

Algoritma tatalaksana

Tatalaksana(2)

Periapendikular infiltrat tidak


dilakukan insisi abdomen, tindakan
bedah apabila dilakukan akan lebih
sulit dan perdarahan lebih banyak,
lebih-lebih bila massa apendiks telah
terbentuk lebih dari satu minggu
sejak serangan sakit perut.
Pembedahan dilakukan segera bila
dalam perawatan terjadi abses
dengan atau pun tanpa peritonitis
umum
Terapi sementara untuk 8-12 minggu
konservatif saja
Pada anak kecil, wanita hamil,
dan penderita usia lanjut, jika secara
konservatif tidak membaik atau
berkembang menjadi
abses,dianjurkan operasi secepatnya.

Terapi konservatif pada


periapendikular infiltrat :
1. Total bed rest posisi fawler agar pus
terkumpul di cavum douglassi
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis
tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob
setelah keadaan membaik, yaitu sekitar
6-8 minggu kemudian, dilakukan
apendiktomi.
Jika terjadi abses drainase

Penderita periapendikular infiltrat


diobservasi selama 6 minggu:
1.
LED
2.
Jumlah leukosit
MassaPeriapendikular infiltrat dianggap tenang
apabila :
1.
Anamesa : penderita sudah tidak
mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2.
Pemeriksaan fisik :
o Keadaan umum penderita baik,
tidak terdapat kenaikan suhu tubuh
o Tanda-tanda apendisitis sudah tidak
terdapat
o Massa sudah mengecil atau
menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih
kecil
o Laboratorium : LED kurang dari 20,
Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi


periapendikular infiltrat :
Bila LED telah menurun kurang dari
402
Tidak didapatkan leukositosis
Tidak didapatkan massa atau pada
pemeriksaan berulang massa sudah
tidak mengecil lagi
Bila dalam 8-12 minggu masih
terdapat tanda-tanda infiltrat atau
tidak ada perbaikan, operasi tetap
dilakukan.
Bila ada massa periapendikular yang
fixed, ini berarti sudah terjadi abses
dan terapi adalah drainase

komplikasi
Paling sering ditemukanperforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan
berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk
usus halus
Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
1. Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
2. Suhu tubuh naik tinggi sekali
3. Nadi semakin cepat
4. Defance Muskular yang menyeluruh
5. Bising usus berkurang
6. Perut distensi

29. Tumor Medulla Spinalis

Tumor medula spinalis adalah tumor yang


berkembang dalam tulang belakang atau
isinya dan biasanya menimbulkan gejala
akibat terlibatnya medula spinalis atau radix
saraf.
Lesi massa atau tumor yang mengganggu
medula spinalis dikelompokkan menjadi :

(1) Tumor intrameduler (yang berasal dari


dalam medula spinalis).

(2) Tumor intradural-ekstrameduler, dan

(3) Tumor ekstradural (yang tumbuh dari luar


dura, dan kebanyakan melibatkan kolum
vertebrata).

Tumor Spinal Cord


Ekstrameduler
Tumor sarung saraf 40%
Meningioma 40%
Ependimoma filum 15%
Lain-lain 5%
Intrameduler
Ependimoma 45%
Astrositoma 40%
Hemangioblastoma 5%
Lain-lain 10%

Tumor Intrameduler
Ependimoma

Astrositoma

Ependimoma
merupakan
tumor
intrameduler yang paling banyak dijumpai.
Pada umumnya dijumpai pada daerah
servikal dan serviko-torakal, namun sering
kali ia juga mempunyai tempat predileksi
khusus yakni di konus medularis dan filum
terminalis (56%).
Gejala awalnya adalah nyeri; gangguan
sensorik dan kelemahan motorik (dapat
mulai timbul 2-3 tahun sebelum diagnosa di
tegakkan).
Usia kasusnya adalah kelompok 30-40 tahun
dan kasus-kasus daerah kauda ekuina
didominasi oleh jenis kelamin laki-laki.
Jenis ganas dari ependimoma ini sangat
jarang dijumpai, dan istilah bagi tumor ini
adalah ependimoblastoma.

Astrositoma adalah tumor kedua


terbanyak di jumpai sebagai tumor
intrameduler,
yang
kemudian
diikuti oleh astrositoma maligna
dan glioblastoma multiforme.
Mirip
dengan
ependimoma,
astrositoma kebanyakan timbul di
daerah servikal dan servikotorakal,
sedangkan jarang tumbuh didaerah
torakolumbar.
Demikian pula gejala klinisnya,
mirip
dengan
ependimoma,
termasuk segala tampilan karena
gangguan traktus kortiko-spinal dan
spino-talamikus, paresis, dan nyeri
disestetik.

Hemangioblastoma

Oligodendroglioma

merupakan
jenis
tumor
intrameduler yang jarang,
sangat vaskuler dan angka
insidens terbanyak adalah
pada kelompok usia dekade
empat serta rasio jenis
kelamin yang seimbang antara
laki-laki dengan wanita.
Lokasi preferensinya adalah
didaerah servikal dan servikotorakal.

merupakan
tumor
intrameduler yang sangat
jarang.
Ia sering kali mengandung
kalsifikasi dan bercampur
dengan elemen glia serta
kistik.
Kadang-kadang
suatu
oligodendroglioma intrakranial
dikaitkan sebagai asal dari
tumor intraspinal ini melalui
proses
metastasis
lewat
rongga subarakhnoid spinal.

Lipoma, Dermoid, Epidermoid, dan


Teratoma

Lipoma spinal pada usia dewasa umumnya terjadi di daerah servikal dan toraks,
sedangkan pada anak-anak biasanya didaerah lumbo-sakral. Keberadaannya
mempunyai kaitan yang erat dengan abnormalitas kutaneus seperti nevi, dimpel,
hiperpigmentasi kulit, hipertrikosis, angima kapiler, dan lipoma subkutan.
Tumor dermoid kebanyakan disertai dengan adanya suatu traktus fistula sinus dan
disgrafisme spinal okulta, dan juga kelainan hiperpigmentasi kulit atau hipertrikosis
sebagian besar tumor jenis ini berlokasi di daerah lumbo-sakral, dan dapat
menampilkan gejala-gejala meningitis bila kista dermoid tersebut pecah dan
masuk ke dalam rongga subarakhnoid.
Tumor epidermoid juga sering menyertai kasus spina bifida okulta, terutama
dijumpai di daerah torako-lumbal. Tumor epidermid mengandung empat lapisan
kulit normal. Tumor ini dapat timbul akibat tindakan punksi lumbal yang berkurang
atau sebagai sisa dari reparasi meningomielokel.
Teratoma merupakan jenis tumor kongenital yang jarang dan ia mempunyai
predileksi daerah konus medularis. Tumor ini mengandung jaringan kulit dan
elemen dermal seperti rambut dan tulang rawan (komponen mesodermal dan
endodermal). Tumor jenis ini mempunyai kecenderungan mengalami degenerasi
keganasan dengan metastasis sistemik.

Tumor Ekstrameduler
Meningioma

Neurinoma, Neurofibroma

Neurinoma (schwannoma) dan


neurofibroma merupakan tumor
intradural-ekstrameduler kedua
terbanyak.
Sebanyak 80% kasus
menampilkan keluhan nyeri
radikuler dan disestesia.
Gangguan motorik dan disfungsi
kandung kemih tampil pada
kurang dari 50% kasus.
Sebanyak 2,5% tumor sarung
saraf spinal intradural adalah
ganas dan sedikitnya separuh dari
kasus-kasus ini dijumpai pada
penderita neurofibromatosis.

Tumor spinal intradural yang paling


sering dijumpai, 60-70% pada daerah
toraks dan 10-20% di daerah servikal.
Gejala klinis klasik adalah gangguan
traktus saraf panjang, antara lain
seperti paraparesis dan tetraparesis;
untuk tumor yang berada di sebelah
lateral dapat menampilkan sindroma
Brown Seguard. Keluhan gejala lain
adalah nyeri radikuler, terutama
menghebat pada malam atau waktu
istirahat.
Tumor
ini
berada
intraduralekstrameduler
(khas),
dimana
separuhnya berlokasi dilateral dan
sisanya didorsal atau diventral.

Myelitis
Transversalis

a neurological disorder caused by an inflammatory process of the spinal cord, and can cause axonal
demyelination. Transverse implies that the inflammation is across the thickness of the spinal cord.
Arises idiopathically following infections or vaccination,or due to multiple sclerosis. the onset is
Sarkoidosis
adalah salah satu
sudden and progresses rapidly in hours and days. The lesions can be present anywhere in the spinal
manifestasi
dari penyakit
sistemik
cord. Symptoms
include weakness
and numbness of the limbs as well as motor, sensory, and
yang dicirikan
sebagai
proses
sphincter deficits. The symptoms and signs depend upon the level of the spinal cord involved and
thegranulomatosa
extent of the involvement of the various long tracts.
infiltrasi

Sarkoidosis

Tumor Ekstradural

Tumor Metastasis
Keganasan Ekstradural
Lipomatosis
nonkaseosa.
Trauma Medulla
Disebabkan oleh berbagai proses patologis termasuk trauma seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh,
Spinalis
olahraga
(misalnya
menyelam),
kecelakaan industri, luka tembak dan luka bacok, ledakan bom. Efek
Presentasi
klinis
yang
khas adalah
fraktur.
Angiolipoma,
trauma
dapat
berupa
fraktur-dislokasi,
dislokasi,
Kerusakan yang terjadi dapat melalui
paraparesis progresif yang tidak
proses:kompresi, regangan jaringan, edema medula
spinalis, gangguan sirkulasi darah.
Angiomiolipoma
menimbulkan
keluhan sakit.
Abses Medulla
collection
of pussering
(neutrophils)
that has accumulated within a tissue because of an inflammatory
Lokasi ayang
paling
terlibat
Spinalis adalahprocess
in response
either an infectious process (usually caused by bacteria or parasites) or
daerah
toraks.to Terapi
other foreign materials (e.g., splinters, bullet wounds, or injecting needles).

pembedahan pada kasus


Tumor Metastase
Merupakan
penyebaran
dari suatu keganasan di tempat lain. Gejala tergantung dari daerah lesi,
sarkoidosis
adalah
laminektomi,
disfungsi gerak, kelumpuhan, dan hilang sensasi.
biopsi dapat
dan menyebabkan
bila perlu dekompresi
Spondilitis TB
Peradangan
granulomatosa
yang bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis.
granuloma
serta
pemberian
pula dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculousvertebral osteomyelitis.
steroidDikenal
topikal.

Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebraT8 L3dan paling jarang pada vertebraC1- 2.
Biasanya merupakan infeksi sekunder dari infeksi TBC di tempat lain dalam tubuh

Mielitis

Istilah mielitis menunjukkan peradangan pada medulla


spinalis, trasversa menunjukkan posisi dari peradangan
sepanjang medulla spinalis.
Myelitis Transversa :kelainan neurologi yang disebabkan
oleh peradangan sepanjang medulla spinalis baik
melibatkan satu tingkat atau segmen dari medulla
spinalis.
4 gejala klasik myelitis transversa:kelemahan otot atau
paralisis kedua lengan atau kaki, kehilangan rasa pada kaki
dan jari jari kaki, Nyeri, Disfungsi kandung kemih dan
buang air besar

Trauma medula
spinalis

Trauma medula spinalis dapat disebabkan oleh berbagai


proses patologis termasuk trauma. Fokus pemeriksaan
yaitu pada gambaran klinis secara umum keterlibatan dari
susunan medula spinalis

Guailan barre
syndrome

GBS merupakan penyakit yang timbul ketika sistem imun


tubuh menyerang sistem saraf perifer. Gejala pertama yg
timbul bervariasi dari kelamahan ekstremitas inferior atau
rasa kesemutan, bersifat simetris kemudian menyebar ke
lengan dan bagian tubuh atas. Gejala bertambah hingga
otot-otot tubuh sulit digerakan bahkan paralisis.

30. Posterior Hip


Dislocation
Gejala
Nyeri lutus
Nyeri pada sendi
panggul bag.
belakang
Sulit
menggerakkan
ekstremitas
bawah
Kaki terlihat
memendek dan
dalam posisi
fleksi, endorotasi
dan adduksi
Risk Factor
Kecelakaan
Improper seating
adjustment
sudden break in
the car
netterimages.com

soundnet.cs.princeton.edu

soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation


Gejala
Nyeri pada sendi
panggul
Tidak dapat berjalan
atau melakukan
adduksi dari kaki.
The leg is externally
rotated, abducted,
and extended at the
hip

netterimages.com

Dislokasi Panggul
ANTERIOR

POSTERIOR

JARANG TERJADI (10%)

PALING SERING TERJADI AKIBAT


TRAUMA DASHBOARD SAAT
MENGEREM (90%)

DISLOKASI ANTERIOR ACETABULUM

DISLOKASI POSTERIOR ACETABULUM

EKSTENSI PANGGUL, ABDUKSI,


EKSTERNAL ROTASI

FLEKSI PANGGUL, INTERNAL ROTASI,


ADDUKSI, EKSTREMITAS TERLIHAT
MEMENDEK

Tatalaksana Dislokasi Sendi Panggul:


Reposisi
Bila pasien tidak memiliki komplikasi lain:
Berikan Anestetic atau sedative dan manipulasi
tulang sehingga kembali pada posisi yang
seharusnya reduction/reposisi

Pada beberapa kasus, reduksi harus dilakukan


di OK dan diperlukan pembedahan
Setelah tindakan, harus dilakukan
pemeriksaan radiologis ulang atau CT-scan
untuk mengetahui posisi dari sendi.

31. Spondilitis Tuberkulosis


(Spondilitis TB)
Anamnesis

Spondilitis Tuberkulosis (Spondilitis


TB) adalah penyakit infeksi pada
tulang belakang yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis
ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis yang
berasal dari lesi primer di jaringan
lain, lewat melalui darah dan masuk
ke tulang.
TANDA dan GEJALA
Gambaran klinik hanya berupa nyeri
pinggang atau punggung. Nyeri ini
terjadi akibat reaksi inflamasi di
vertebra dan sukar dibedakan dengan
nyeri akibat penyakit lain.

Biasanya pasien memperlihatkan gejala-gejala


sakit kronik dan mudah lelah, demam yang
subfebris terutama pada malam hari, anoreksia,
berat badan menurun, keringat pada malam
hari, takikardia dan anemia.
Nyeri dan kekakuan punggung merupakan
keluhan yang pertama kali muncul.
Nyeri dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi
atau nyeri menjalar sesuai saraf yang
terangsang.
Spasme otot punggung terjadi akibat
mekanisme pertahanan menghindari
pergeseran dari vertebra.
Saat pasien tidur spasme otot akan hilang dan
memungkinkan terjadinya pergerakan tetapi
muncul kembali nyeri tersebut sehingga
membangunkan pasien.
Pada anak-anak ini disebut sebagai night cry.

http://desy.tandiyo.staff.uns.ac.id/files/2010/07/potts-disease.pdf; www.emedicine.com

Spondilitis TB

Potts disease atau Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal yang
mengenai satu atau lebih tulang belakang.
Spondilitis tuberkulosa merupakan bentuk paling berbahaya dari tuberkulosis
muskuloskeletal karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia.
Umumnya melibatkan vertebra thorakal dan lumbosakral. Vertebra thorakal bawah
merupakan daerah paling banyak terlibat (40-50%), vertebra lumbal (35-45%), vertebra
servikal (10%).
Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi sekunder
tergantung pada keganasan kuman dan ketahanan tubuh
Reaksi tubuh setelah terserang kuman tuberkulosis dibagi menjadi lima stadium :

1. Stadium I (Implantasi): Stadium ini terjadi awal, bila keganasan kuman lebih kuat dari daya tahan tubuh. Pada
umumnya terjadi pada daerah torakal atau torakolumbal soliter atau beberapa level.
2. Stadium II (Destruksi awal): Terjadi 3 6 minggu setelah implantasi. Mengenai diskus intervertebralis.
3. Stadium III (Destruksi lanjut dan Kolaps) :Terjadi setelah 8-12 minggu dari stadium II. Bila stadium ini tidak diterapi
maka akan terjadi destruksi yang hebat dan kolaps dengan pembentukan bahan-bahan pengejuan dan pus (cold
abscess).
4. Stadium IV (Gangguan Neurologis) :Terjadinya komplikasi neurologis, dapat berupa gangguan motoris, sensoris dan
otonom.
5. Stadium V (Deformitas dan Akibat) :Biasanya terjadi 3-5 tahun setelah stadium I. Kiposis atau gibus tetap ada,
bahkan setelah terapi.

Spondilitis TB
DIAGNOSIS
1. Riwayat penyakit dan gambaran klinis :
Onset penyakit biasanya beberapa bulan
tahun berupa kelemahan umum, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, keringat
malam hari, suhu tubuh meningkat sedikit
pada sore dan malam hari.
Nyeri pada punggung merupakan gejala awal
dan sering ditemukan.
Gibus.
Cold abscess.
Abnormalitas neurologis terjadi pada 50%
kasus dan meliputi kompresi spinal cord
berupa gangguan motoris, sensoris maupun
autonom sesuai dengan beratnya destruksi
tulang belakang, kifosis dan abses yang
terbentuk.

2. Pemeriksaan penunjang
Tuberkulin skin test : positif
Laju endap darah : meningkat
Mikrobiologi (dari jaringan tulang atau abses) :
basil tahan asam (+)
X-ray, CT scan, MRI

Tatalaksana:
1.Terapi konservatif :
Medikamentosa :

Rifampisin 10-20 mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari


Etambutol 15 mg/kgBB, maksimum 1200 mg/hari
Piridoksin 25 mg/kgBB
INH 5-10 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari

(Etambutol diberikan dalam 3 bulan, sedangkan yang


lain diberikan dalam 1 tahun. Semua obat diberikan
sekali dalam sehari.)
Imobilisasi
Pencegahan komplikasi imobilisasi lama
2. Operasi
Indikasi operasi :

adanya abses paravertebra


deformitas yang progresif
gejala penekanan pada sumsum tulang belakang
gangguan fungsi paru yang progresif
kegagalan terapi konservatif dalam 3 bulan
terjadi paraplegia dan spastisitas hebat yang tidak dapat
dikontrol

ABCESS

GIBBUS

#32 Manajemen Trauma ATLS


Initial Assesment

Apleys System of Orthopaedics


and Fractures, 9th edition

Prinsip ABCDE
Triase
Primary Survey dan
Resusitasi Simultan
Secondary Survey
Manajemen Definitif

Systemic Assesment (tidak


dibahas)

Prinsip ABCDE
A Airway (patensi jalan napas) berikut c-spine
protection/ control (melindungi vertebra servikal).
B Breathing (memastikan adekuatnya pernapasan)
C Circulation (memastikan fungsi sirkulasi dan
menghentikan perdarahan)
D Disability (terutama status neurologis)
E Exposure and Environment (memastikan lingkungan
sekitar aman bagi penolong maupun pasien, misal
menghangatkan, mengeringkan, dsb)

Primary Survey
Circulation (and Hemorrhage Control) penilaian fungsi
sirkulasi dilakukan dengan menilai adanya perdarahan luar
yang nampak dan tanda-tanda syok seperti pucat, akral
dingin, waktu pengisian kapiler yang memanjang (lebih dari 2
detik), dan juga penurunan kesadaran.
Apabila terdapat tanda syok, segera lakukan kontrol
perdarahan dengan penekanan langsung, dan segera
memasang 2 jalur intravena dengan ukuran kanula intravena
paling besar yang ditemukan (disarankan ukuran 14 G).
Lakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan awal
dan cross-match golongan darah kemudian segera berikan
cairan infus kristaloid untuk mempertahankan cardiac output,
sebesar 2 liter (atau 20 ml/ kgBB pada anak-anak).

Pembidaian
Bila mengkuti langkah ABC maka yang dilakukan adalah pemberian
infus karena fraktur terbuka femur banyak mengeluarkan darah
sambil kita melakukan balut tekan pada daerah perdarahan.
Tujuan dari pembidaian adalah :
1. Mengurangi/menghilangkan nyeri dengan cara mencegah
pergerakkan fragmen tulang,sendi yang dislokasi dan jaringan lunak
yang rusak.
2. Mencegah kerusakan lebih lanjut jaringan lunak (otot,medula
spinalis,syaraf perifer,pembuluh darah) akibat pergerakan ujung
fragmen tulang.
3.Mencegah laserasi kulit oleh ujung fragmen tulang ( fraktur
tertutup jadi terbuka).
4.Mencegah gangguan aliran darah akibat penekanan ujung
fragmen tulang pada pembuluh darah.
5.Mengurangi/menghentikan perdarahan akibat kerusakan jaringan
lunak.

33. Wilms tumor


Wilms tumor

Tumor ganas ginjal yang terjadi


pada anak, yang terdiri dari sel
spindel dan jaringan lain. Disebut
juga
adenomyosarcoma , embryoma o
f kidney , nephroblastoma ,renal c
arcinosarcoma .
The American Heritage Stedman's Medical Dictionary
Copyright 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin Company.
Published by Houghton Mifflin Company.

Merupakan tumor solid pada renal


terbanyak pada masa kanakkanak, 5% dari jumlah kanker
pada anak. (smith urology)
Puncak usia adalah pada usia 3 tahun
Lebih sering unilateral ginjal
Etiologi
Non familial: 2 postzygotic
mutation pada single cell
Familial : 1 preygotic mutation
dan subsequent post zygotic
event
Mutasi ini terjadi pada lengan
pendek kromosom 11 (11p13)

Patogenesis &
Pathology
Prekurson wilms tumor (nephrogenic
rest-NR)
Perilobar NR dan intralobar
NR

NR dormant untuk beberapa tahun


Renal mengalami involusi dan
sclerosis

Wilms tumor
Histopatology : Blastemal, epithelial,
dan stromal element, tanpa
anaplasia

Karakteristik
tumor
Wilms tumor :
large, multi lobular, gray or tan in
color, focal area of hemorrhage
and necrosis, biasanya terdapat
fibrous pseudocapsule
Penyebarannya :
1. Direct extension renal
capsule
2. hematogenously renal vein
atau vena cava
3. lymphatic
Metastasis : 85-95% ke paru, 1015% ke liver, 25% ke limf node
regional

Staging tumor
Menurut NWTS (National
Wilms Tumor Study)
Stage I : Tumor terbatas
pada ginjal. Tidak ada
penetrasi ke kapsul
renalis atau keterlibatan
renal sinus vessel. Tumor
tidak rupture pada saat
pengangkatan, tidak ada
residual tumor di batas
pengangkatan tumor.

Stage II : Tumor sudah


meluas dari ginjal tapi
masih dapat diangkat
sempurna. Terdapat
penetrasi permukaan luar
renal kapsul, invasi renal
vessel sinus. Tidak ada
residual tumor, tidak ada
sisa pada batas
pengangkatan, tidak ada
keterlibatan kelenjar
getah bening regional

Stage III : Residual


Stage IV : Terdapat
nonhematogenous
metastasis
tumor ke abdomen.
hematogenous ke paru,
Terdapat keterlibatan
liver, tulang, dan otak
kelenjar getah bening,
kontaminasi peritoneal, Stage V: Keterlibatan
implan pada permukaan
bilateral renal
peritoneal, tumor
meluar melebihi daerah
pengangkatan, terdapat
trombus tumor

Gejala Klinis
Massa dan rasa sakit pada
abdominal
Macroscopic haematuria
Hypertension
Anorexia, nausea, vomit

Pemeriksaan penunjang
Lab : Urinalisis : hematuria,
anemia, subcapsular
hemorrhage. Jika sudah
metastasis ke liver terdapat
peningkatan creatinin
CT abdominal lihat
ekstensi tumor
Chest xray lihat
metastasis ke paru
Biopsi

CT scan in a patient
with a right-sided
Wilms tumor with
favorable histology.

Gross nephrectomy
specimen shows a
Wilms tumor pushing
the normal renal
parenchyma to the
side.

Manajemen
Surgical :
- Keterlibatan kidney unilateral
- Tumor tidak melibatkan organ visceral
Chemotherapy
Radiasi

disease

Sign & symptoms

Renal cell
carcinoma

In contrast to adults, renal cell carcinoma is rare in childhood. However,


there appears to be a subset of affected adolescent males with a unique
chromosomal translocation at Xp11.2
The classic triad of RCC (flank pain, hematuria, and a palpable abdominal
renal mass)

neuroblastoma

NB is the third most common pediatric cancer, accounting for about 8% of


childhood malignancies
The signs and symptoms of NB reflect the tumor site and extent of disease.
Most cases of NB arise in the abdomen, either in the adrenal gland or in
retroperitoneal sympathetic ganglia. Usually a firm, nodular mass that is
palpable in the flank or midline is causing abdominal discomfort

Wilms tumor

Wilms tumor is the most common renal malignancy in children and the
fourth most common childhood cancer
Most children with Wilms tumor present with an abdominal mass or
swelling, without other signs or symptoms. Other symptoms can include
abdominal pain (30 %), hematuria (12 to 25 %), and hypertension (25 %)
PF reveals a firm, nontender, smooth mass that rarely crosses the midline
and generally does not move with respiration. In contrast, neuroblastoma
and splenomegaly often will extend across the midline and move with
respiration

disease

Sign & symptoms

Burkit limfoma

Patients with BL present with rapidly growing tumor masses and often have
evidence of tumor lysis with a very high serum lactate dehydrogenase (LDH)
concentration and elevated uric acid levels
The endemic (African) form usually presents as a jaw or facial bone tumor that
spreads to extranodal sites including the mesentery, ovary, testis, kidney, breast,
and especially to the bone marrow and meninges
The nonendemic (sporadic) form usually has an abdominal presentation
Immunodeficiency-related cases more often involve lymph nodes
BL tumor cells are monomorphic, medium-sized cells with round nuclei, multiple
nucleoli, and basophilic cytoplasm
A "starry-sky" pattern is usually present, imparted by numerous benign
macrophages that have ingested apoptotic tumor cells

hodgkin
limfoma

commonly present with painless, non-tender, firm, rubbery, cervical or


supraclavicular lymphadenopathy.
Most patients present with some degree of mediastinal involvement. patients may
present with symptoms and signs of airway obstruction (dyspnea, hypoxia, cough),
pleural or pericardial effusion, hepatocellular dysfunction, or bone marrow
infiltration (anemia, neutropenia, or thrombocytopenia).
Diagnostic Reed-Stemberg cells are large cells that have bilobed, double, or
multiple nuclei and prominent, eosinophilic, inclusion-like nucleoli in at least two
nuclei or nuclear lobes

34
ANOMALI VASKULER
Definisi: semacam tanda lahir
yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah, meskipun tidak
selalu hadir pada saat lahir.
Sebuah anomali vaskuler
merupakan defek pada pembuluh
darah dan dapat mempengaruhi
pembuluh apapun seperti kapiler,
arteri, vena, limfatik, atau
kombinasi.
Mullicken dan Glowacki (1982)
menetapkan untuk pertama kali
dua tipe dari anomali vaskuler:
tumor vaskuler dan dan vaskuler
malformasi.

TUMOR VASKULER
Berikut adalah kelompok anomaly yang masuk
dalam kelompok tumor vaskuler berdasarkan
ISSVA (international Society for the Study of
Vascular Anomalies):
Infantile hemangioma
Kongenital hemangiomas:
RICH(rapidly involuting congenital hemangioma)
NICH (nonivoluting congenital hemangioma)
Kaposiform
Hemangiendothelioma
Tufted angiomas (dengan atau tanpa sindrom
Kasabach-Merritt)
Spindle cell hemangioendothelioma
Epithelioid hemangioendotheliomas
Lainnya (jarang): hemangioendotheliomas (mis.:
composite, retiform)
Angisarcoma
Dermatologic acquired vascular tumors
(mis.:pyogenic granuloma)

Infantile hemangioma

4-10% terjadi pada infant

Banyak ditemui pada bayi keturunan kaukasian yang memiliki berat badan pada saat lahir di bawah normal, dan
dari ibu yang multipara

Factor resiko ibu: usia lebih tua, pre-eklampsia, abnormal plasenta

Terjadi antara 2 minggu-2 bulan pembentukan embryo

Biopsi: GLUT1(+), dan menunjukkan peningkatan perubahan endothelial.

Perkembangannya:

Tahap proliferasi: masa embryo-1 tahun

Tahap involusi: 1-7 tahun

Tahap involuted: usia 8 tahun keatas

Lokasi : kepala dan leher (60%), badan (25%), ekstremitas (15%)

Multiple infantile hemangioma=hemangiomatosis=mencakup 3 atau lebih organ system


Congenital hemangiomas (RICH dan NICH)

Terbentuk ketika sudah lahir

GLUT1 (-)

Perkembangannya:

NICH: muncul saat lahir, hemangioma berkembang secara proporsional tanpa regresi

RICH: muncul saat lahir, regress secara komplit dalam 2 tahun

Penyebaran di tubuh: soliter, di area kepala, tangan dan kaki sekitar sendi

Tufted angioma (TA) dan Kaposiform hemangioendothelioma (KH)


Muncul sesaat setelah kelahiran
Dapat melibatkan komponen pembuluh darah dan kelenjar getah bening (berupa inflitrasi nodule
dan kompresi saluran KGB).
TA: immunostaining ditemukan positif D2-40 antibody, KH(-)
Penyebaran lesi: dapat timbul di setiap bagian tubuh. Tidak spesifik.
Metastasi jauh jarang terjadi

Hemangiendothelioma (spindle, epithelioid, composite, retiform)


Spindle hemngioendothelioma: benign vasoproliferasi, terjadi pada umur kapanpun,
Immunohistochemistry: CD31, factor VIII antigen (+), CD34 (-)
Epithelioid hemangioendothelioma: jarang, lambat, dapat terjadi di bagian manapun di tubuh,
tidak terpatok pada pembuluh darah saja, banyak ditemukan di tulang.
Angisarcoma
Jarang, dan agresif
Prognosis buruk
Banyak terjadi pada bayi perempuan dengan onset usia 3.7 tahun
Imaging: progresif, heterogenous mass, dengan konsentrasi kontras, dan disertai metastasis ke
liver

Strategi therapi pada tumor vaskuler


Medika mentosa dengan:
glukokortikosteroid, alpha interferon 2a, atau
2b, vincristine, cyclophosphamide,
bleomycine, dll
Surgical reseksi/eksisi,
Laser (FPDL=flashlamp pulsed dye laser,
Nd.YAG, Diode, dll)
Arterial superselective embolisasi

35. Ewings Sarcoma


A distinctive small round cell sarcoma typically
found in patients from 5-25 years of age
second most common bone tumor in children

Location
~50% are found in the diaphysis of long bones
The most common locations
pelvis, distal femur, proximal tibia, femoral diaphysis,
and proximal humerus

uncommon in African Americans and Chinese

Presentation
pain often accompanied by fever
often mimics an infection

Physical exam
swelling and local tenderness

Radiographs large destructive lesion in the diaphysis or


metaphysis with a moth-eaten appearance
lesion may be purely lytic or have variable amounts of
reactive new bone formation
periosteal reaction may give "onion
skin" or "sunburst" appearance

pelvis

The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001

Diagnosis Banding
Osteoblastoma:
Subchondral Cysts
Fluid-filled
sacs in
subchondral
bone

Osteoartritis
Joint Space Narrowing
Bone spur (arrow)
Subchondral Sclerosis
Increased bone density or
thickening in the subchondral layer

Osteomyelitis
abscesses radiolucency
Involucrum
Bone destruction sequestrum (arrow)

Chondroblastoma
radiolucent lesion with sclerotic margins
(white arrowheads) in epiphysis of distal
femur and with probable extension into
metaphysis (black arrowhead).

36. Triage
D. Triage Priorities
1. Red- highest priority patients
need immediate care (usually circulatory or respiratory)
2. Yellow- second highest priority
able to wait longer before transport (45 minutes)
3. Green- walking
able to wait several hours for transport
4. Black- dead
will die during emergency care (have lethal injuries)

*** mark triage priorities (tape, tag)

Triage Category: Red


Red (Highest) Priority:
Patients who need
immediate care and
transport as soon as
possible

Airway and breathing


difficulties
Uncontrolled or severe
bleeding
Decreased level of
consciousness
Severe medical problems
Shock (hypoperfusion)
Severe burns

Yellow
Yellow (Second) Priority:
Patients whose treatment
and transportation can be
temporarily delayed
Burns without airway
problems
Major or multiple bone or
joint injuries
Back injuries with or
without spinal cord damage

Green
Minor fractures
Minor soft-tissue
injuries
Green (Low) Priority:
Patients whose
treatment and
transportation can be
delayed until last

37

38. Infeksi saluran kemih (ISK)


DEFINISI
Infeksi saluran kemih (ISK)
adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan
mikroorganisme dalam urin,
mulai dari yang tanpa gejala
(asimptomatik)
sampai
mengarah ke infeksi berat.
Episode
bakteriuria
signifikan (yaitu infeksi
dengan
jumlah
koloni
>100.000 mikroorganisme
tunggal per ml)

Insidensi ISK menurut Wisswell


dan Roscelli, lebih banyak pada
pria yang belum disirkumsisi
dibandingkan dengan yang
sudah disirkumsisi 1.12%
banding 0.11% pada enam
bulan kehidupan setelah lahir.

ETIOLOGI
Penyebab
terjadinya
ISK
disebabkan oleh mikroorganisme
tunggal seperti:
bakteri E. Coli sekitar 80% dari ISK
yang asimptomatik sampai yang
beresiko
tinggi
seperti
pyelonephritis.
Mikroorganisme lainnya proteus
spp,
klebsiella
spp,
dan
stafilokokus dengan koagulase
negative.
Infeksi juga bisa disebabkan oleh
Pseudomonas spp, walau jarang
biasanya
disebabkan
paska
penggunaan kateter

PATOGENESIS
Proses ISK dari bakteriuria
asimptomatik/ tanpa gejala
menjadi bakteriuri simptomatik
presentasi klinis tergantung dari
patogenisitas bakteri dan kondisi
pasien. Saluran kemih dan urine
normalnya bebas dari
mikroorganisme

Patogenesis Lanjutan
Peranan bakteri
infeksi ascending
penularan melalui jalur hematogen
penularan melalui jalur limfogen
penularan langsung dari organ sekitarnya yang telah terinfeksi
Peranan faktor tuan rumah (host)
Kemampuan dari tuan rumah untuk menahan mikroorganisme masuk ke saluran kemih
dipengaruhi: 1) pertahanan local, peranan dari sistem imun baik humoral maupun imunitas seluler.
Beberapa faktor pertahanan local dari tubuh terhadap suatu infeksi
Mekanisme pengosongan urine yang teratur dari vesika urinaria
Derajat keasamaan (ph) urin yang rendah
Adanya ureum dalam urine
Panjang uretra pada pria
Osmolalitas urine yang cukup tinggi
Estrogen pada wanita usia produktif
Adanmya zat antibakteria pada kelenjar prostat

PATOFISIOLOGI
Pada pria dan wanita yang
normal, kondisi urin selalu steril
karena dipertahankan jumlah dan
frekuensi kencing. Hamper semua
ISK disebabkan invasi
mikroorganisme asending dari
uretra ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa pasien tertentu
dapat mencapai ginjal, proses ini
akan dipermudah refluks
vesikoureter (lihat pada
komplikasi). Proses invasi
mikroorganisme hematogen
sangat jarang ditemukan diklinik,
mungkin akibat lanjut dari
bakteriemia.

TANDA dan GEJALA


ISK bagian atas (pielonefritis)
Demam (akut 39.5 40 C), menggigil
Nyeri pinggang
Malaise
Anoreksia
Nyeri tekan pada sudut kostovertebra dan
abdomen
ISK bagian bawah (Sistitis)
Disuria
Polakisuria
Nokturia
Frekuensi dan urgensi
Nyeri suprapubik
Hematuria
Nyeri pada skrotum (epididimo-orkitis)

Acute Pyelonephritis
rapid onset (hours to a day)
lethargic and unwell,
fever, tachycardia,
shaking, chills, nausea
and vomiting, myalgias
marked CVA or flank
tenderness; possible
abdominal pain on deep
palpation
symptoms of lower UTI
may be absent (urgency,
frequency, dysuria)

DIAGNOSIS
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Gram dan kultur pada specimen urin clean-catch sebelum
pemberian antibiotic. Organisme yang paling sering ditemukan adalah E.coli,
Enterobacter,Klebsiella, Proteus.
ISK bagian atas
o
o
o
o

Pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL)


Tes fungsi ginjal : ureum, serum kreatinin
Elektrolit
Ultrasonografi (USG) ginjal : pembengkakan pada pielonefritis, batu, obstruksi/ hifdronefrosis,
abses sekunder.
o BNO IVP: batu, kelainan structural, obstruksi sistem pengumpul.
o CT Scan: abses/tumor

ISK bagian bawah


o Pemeriksaan darah perifer lengkap
o Sistokopi hanya jika terdapat hematuria, keganasan atau batu yang menjadi penyebab dasar.
o Jika terdapat obstruksi, scan ultrasonografi, BNO-IVP, dan sistokopi mungkin diperlukan.

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit

Pembeda

Appendisitis

Terdapat peningkatan ALVARADO


SKOR
Nyeri yang bermigrasi, anoreksia,
mual/muntah, nyeri perut kanan
bawah,
nyeri
lepas,
demam,
leukositosis

Benign Prostate Hiperplasia

Teraba pembesaran
pemeriksaan anus

prostat

pada

TATALAKSANA
a. UMUM

- Prinsip tatalaksana: asupan cairan yang banyak, antibiotika yang


adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin
- Bila infeksi cukup parah perlu dibawa ke rumah sakit untuk tirah
baring
- Terapi ditujukan untuk menecegah kerusakan organ saluran kemih
lebih parah dan memperbaiki kondisi pasien
- Pencegahan terutama ditujukan pada pasien dengan resiko tinggi,
perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan paska
transplantasi ginjal perempuan dan laki laki, dan kateterisasi laki
laki dan perempuan.

KHUSUS

Pielonefritis akut : golongan obat obatan antibiotic yang dianjurkan:


aminoglikosida yang dikombinasikan dengan ampisilin/amoksisilin,
amoksisilin dengan asam klavulanat, sefalosporin, florokuinolon
Sistitis akut : antibiotic dosis tunggal atau jangka pendek golongan
cotrimoksazole, ampisilin, kadang diperlukan obat obatan golongan
antikolinergik (propantheline bromide) untuk mencegah hiperiritabilitas
vesika urinaria dan fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptic pada
saluran kemih.
Konsultasi pada dr Spesialis Urologi diperlukan bila :
o Dicurigai penyebab ISK adalah gangguan anatomi
o Semua bentuk prostatitis

Diperlukan konsul pada dokter ahli anak/ penyakit dalam/ urologi, bila
terjadi resistensi antibiotik

39. Abses mamae


Breast abcess
Ketika saluran lactiferous mengalami
epidermalisasi, produksi keratin mungkin
menyumbat saluran, menjadi produksi
abses
presentasi:

Edema mamae lokal, eritema, hangat,


nyeri
Riwayat abses sebelumnya
Demam, muntah, keluar cairan dari
massa atau nipple
Boleh menyusui

Treatment:
Jadi terapi abses mamae insisi,
pemberian antibiotic, dan lanjutkan
pemberian ASI
Needle aspiration may be considered for
abscesses less than 3 cm in size

The Breast
Tumors

Onset

Feature

Breast cancer

30-menopause

Invasive Ductal Carcinoma , Pagets disease (Ca Insitu),


Peau dorange , hard, Painful, not clear border,
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass

Fibroadenoma
mammae

< 30 years

They are solid, round, rubbery lumps that move freely in


the breast when pushed upon and are usually painless.

Fibrocystic
mammae

20 to 40 years

lumps in both breasts that increase in size and


tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
have nipple discharge

Mastitis

18-50 years

Localized breast erythema, warmth, and pain. May be


lactating and may have recently missed feedings.fever.

Philloides
Tumors

30-55 years

intralobular stroma . leaf-likeconfiguration.Firm,


smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.

Duct Papilloma

45-50 years

occurs mainly in large ducts, present with a serous or


bloody nipple discharge

Mastitis
Terjadi pada masa laktasi atau
puerperium (terbanyak) atau
tidak ada hubungannya dengan
masa puerperium.
Patofisiologi
Biasanya disebabkan oleh kuman
Staphilococccus aureus dengan
strain tahan penisilin yang
ditransmisi melalui isapan bayi.
Pada jenis non puerpueralis port
dentry adalah sistemik atau
lewat kerusakan epitel sekitar
nipel-areola complex.

Gejala Klinis
Payudara (terutama pada saat
menyusui) terasa nyeri spontan dan
nyeri tekan.
Kadang disertai panas badan atau
malaise.
Usia produktif-muda.
Pemeriksaan dan Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik, terdapat
massa dengan batas tak tegas,
kemerahan disertai rasa nyeri
spontan dan nyeri tekan. Kadangkadang sudah didapatkan massa yang
fluktuatif.
Tidak didapatkan pembesaran KGB
aksila ipsilateral, atau bila ada
pembesaran juga waktu diraba terasa
nyeri.

Pencitraan
Pada USG atau mammografi akan
tampak massa yang sedikit
hiperdense dengan batas
yang undefined, tidak jarang di
diagnosis banding dengan proses
keganasan.
Diagnosis
Diagnosis biasanya dengan mudah,
yaitu nyeri pada payudara yang
sedang menyusui. Benjolan di
payudara yang tak terlalu padat
disertai nyeri tekan, kadang-kadang
dapat dirasakan adanya fluktuasi, ada
kemerahan. Bila belum jelas dapat
dilakukan pemeriksaan sitologi
dengan FNA.

Penatalaksanaan Terapi
Bila belum jelas adanya fluktuasi (abses),
diberi antibiotik golongan amoxycilline 5-7
hari, analgetik dan antipiretik.
Bila telah terbentuk abses, maka dilakukan
insisi, yang jika sering terjadi kekambuhan
maka tindakan yang dikerjakan adalah eksisi.

The Breast
Tumors

Onset

Feature

Breast cancer

30-menopause

Invasive Ductal Carcinoma , Pagets disease (Ca Insitu),


Peau dorange , hard, Painful, not clear border,
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass

Fibroadenoma
mammae

< 30 years

They are solid, round, rubbery lumps that move freely in


the breast when pushed upon and are usually painless.

Fibrocystic
mammae

20 to 40 years

lumps in both breasts that. increase in size and


tenderness just prior to menstrual bleeding. occasionally
have nipple discharge

Mastitis

18-50 years

Localized breast erythema, warmth, and pain. May be


lactating and may have recently missed feedings.fever.

Philloides
Tumors

30-55 years

intralobular stroma . leaf-likeconfiguration.Firm,


smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.

Duct Papilloma

45-50 years

occurs mainly in large ducts, present with a serous or


bloody nipple discharge , mass ussually small, not always
palpable

40. Thyroid Cancer

History
Symptoms
The most common presentation of a thyroid
nodule, benign or malignant, is a painless mass in
the region of the thyroid gland (Goldman, 1996).
Symptoms consistent with malignancy

Pain
dysphagia
Stridor
hemoptysis
rapid enlargement
hoarseness
optimized by optima

Risk factors
Thyroid exposure to irradiation
Age and Sex
Benign nodules occur most frequently in women 20-40 years
(Campbell, 1989)
5%-10% of these are malignant (Campbell, 1989)
Men have a higher risk of a nodule being malignant
Family History
History of family member with medullary thyroid carcinoma
History of family member with other endocrine abnormalities
(parathyroid, adrenals)
History of familial polyposis (Gardners syndrome)
optimized by optima

Evaluation of the thyroid Nodule


(Physical Exam)
Examination of the thyroid nodule:
consistency - hard vs. soft
size - < 4.0 cm
Multinodular vs. solitary nodule
multi nodular - 3% chance of
malignancy (Goldman, 1996)
solitary nodule - 5%-12%
chance of malignancy
(Goldman, 1996)
Mobility with swallowing
Mobility with respect to
surrounding tissues
Well circumscribed vs. ill defined
borders

Examine for ectopic thyroid


tissue
Indirect or fiberoptic
laryngoscopy
vocal cord mobility
evaluate airway
Systematic palpation of the
neck
Metastatic adenopathy
commonly found:
in the central
compartment (level VI)
along middle and lower
portion of the jugular vein
(regions III and IV) and

optimized by optima

Evaluation of the Thyroid Nodule


Blood Tests

Radioactive iodine

Thyroid function tests


thyroxine (T4)
triiodothyronin (T3)
thyroid stimulating hormone (TSH)

Serum Calcium
Thyroglobulin (TG)
Calcitonin

USG :
90% accuracy in categorizing
nodules as solid, cystic, or mixed

is trapped and organified


can determine functionality of a
thyroid nodule
17% of cold nodules, 13% of warm
or cool nodules, and 4% of hot
nodules to be malignant
FNAB : Currently considered to be the
best first-line diagnostic procedure in
the evaluation of the thyroid nodule

(Rojeski, 1985)

Best method of determining the


volume of a nodule (Rojeski, 1985)
Can detect the presence of lymph
node enlargement and
calcifications

optimized by optima

Classification of Malignant Thyroid


Neoplasms
Papillary carcinoma

Follicular variant
Tall cell
Diffuse sclerosing
Encapsulated

Medullary Carcinoma
Miscellaneous

Sarcoma
Lymphoma
Squamous cell carcinoma
Mucoepidermoid
carcinoma
Clear cell tumors
Pasma cell tumors
Metastatic

Follicular carcinoma
Overtly invasive
Minimally invasive

Hurthle cell carcinoma


Anaplastic carcinoma

Giant cell
Small cell
optimized by optima

Direct extention
Kidney
Colon
Melanoma

Well-Differentiated Thyroid Carcinomas (WDTC) Papillary, Follicular, and Hurthle cell


Pathogenesis - unknown
Papillary has been associated with the RET protooncogene but no definitive link has been proven
(Geopfert, 1998)

Certain clinical factors increase the likelihood of


developing thyroid cancer
Irradiation - papillary carcinoma
Prolonged elevation of TSH (iodine deficiency) - follicular
carcinoma (Goldman, 1996)
relationship not seen with papillary carcinoma
mechanism is not known

optimized by optima

WDTC - Papillary Carcinoma


60%-80% of all thyroid cancers
(Geopfert, 1998, Merino, 1991)
Histologic subtypes
Follicular variant
Tall cell
Columnar cell
Diffuse sclerosing
Encapsulated
Prognosis is 80% survival at 10
years (Goldman, 1996)
Females > Males
Mean age of 35 years
(Mazzaferri, 1994)

Lymph node involvement is


common
Major route of metastasis is
lymphatic
Clinically undetectable lymph
node involvement does not
worsen prognosis (Harwood,
1978)

optimized by optima

WDTC - Follicular Carcinoma

20% of all thyroid malignancies


Women > Men (2:1 - 4:1) (Davis, 1992, De Souza, 1993)
Mean age of 39 years (Mazzaferri, 1994)
Prognosis - 60% survive to 10 years (Geopfert, 1994)
Metastasis
angioinvasion and hematogenous spread
15% present with distant metastases to bone and lung
Lymphatic involvement is seen in 13% (Goldman, 1996)

optimized by optima

Medullary Thyroid Carcinoma


10% of all thyroid malignancies
1000 new cases in the U.S. each year
Arises from the parafollicular cell or C-cells of
the thyroid gland
derivatives of neural crest cells of the branchial arches
secrete calcitonin which plays a role in calcium metabolism

optimized by optima

Medullary Thyroid Carcinoma


Diagnosis
Labs: 1) basal and pentagastrin stimulated serum
calcitonin levels (>300 pg/ml)
2) serum calcium
3) 24 hour urinary catecholamines
(metanephrines, VMA, nor-metanephrines)
4) carcinoembryonic antigen (CEA)
Fine-needle aspiration
Genetic testing of all first degree relatives

optimized by optima

Anaplastic Carcinoma of the Thyroid

Highly lethal form of thyroid cancer


Median survival <8 months (Jereb, 1975, Junor, 1992)
1%-10% of all thyroid cancers (Leeper, 1985, LiVolsi, 1987)
Affects the elderly (30% of thyroid cancers in patients
>70 years) (Sou, 1996)
Mean age of 60 years (Junor, 1992)
53% have previous benign thyroid disease (Demeter, 1991)
47% have previous history of WDTC (Demeter, 1991)

optimized by optima

Management
Surgery is the definitive management of thyroid cancer, excluding
most cases of ATC and lymphoma
Types of operations:
lobectomy with isthmusectomy
minimal operation required for a potentially malignant thyroid
nodule
total thyroidectomy
removal of all thyroid tissue
preservation of the contralateral parathyroid glands
subtotal thyroidectomy
anything less than a total thyroidectomy
optimized by optima

41. Causes
injuries to the
abdomen, pelvis
and genitalia are
generally caused
by accidents
involving high
kinetic energy
and acceleration
or deceleration
forces

Open vs. Closed Injuries


abdominal injuries can be
either open or closed
open injuries are caused by
sharp or high velocity
objects that create an
opening between the
peritoneal cavity and the
outside of the body

closed injuries are caused


by compression trauma
associated with
deceleration forces and
include:
contusions
ruptures
lacerations
shear injuries

Hollow and Solid Organs


The type of injury will depend on whether the organ injured is
solid or hollow.
hollow organs include:
stomach
intestines
gallbladder
bladder

solid organs
include:
liver
spleen
kidneys

Abdominal Injuries
Hollow Organ Injuries
when hollow organs
rupture, their highly
irritating and infectious
contents spill into the
peritoneal cavity,
producing a painful
inflammatory reaction
called peritonitis

Solid Organ Injuries


damage to solid organs such
as the liver can cause severe
internal bleeding
blood in the peritoneal
cavity causes peritonitis
when patients injure solid
organs, the symptoms of
shock may overshadow
those from peritonitis

Abdominal Injuries
abdominal injuries can be
obvious, such as an open
wound, or subtle, such as a
blow to the flank that
initially causes little pain,
but damages the liver or
spleen

suspect abdominal internal


injury in any patient who
has a penetrating
abdominal wound or has
suffered compression
trauma to the abdomen

Liver
Largest organ in abdominal
cavity
Right upper quadrant
Injured from trauma to:
Eighth through twelfth ribs
on right side of body
Upper central part of
abdomen
Suspect liver injury when:
Steering wheel injury
Lap belt injury
Epigastric trauma

After injury, blood and bile


leak into peritoneal cavity
Shock
Peritoneal irritation
Management:
Resuscitation
Laparotomy and repair or
resection.
Avulsion of pedicle is fatal

Spleen
Upper left quadrant
Rich blood supply
Slightly protected by organs
surrounding it and by lower rib
cage
Most commonly injured organ
from blunt trauma
Associated intraabdominal
injuries common
Suspect splenic injury in:
Motor vehicle crashes
Falls or sports injuries
involving was an impact to
the lower left chest, flank, or
upper left abdomen

Kehrs sign
Left upper quadrant pain
radiates to left shoulder
Common complaint with
splenic injury
Management :
Resuscitation.
Laparotomy (repair, partial
excision or splenectomy)
Observation in hospital for
patients with sub-capsular
haematoma

Stomach/duodenum
Not commonly injured by blunt trauma
Protected location in abdomen
Penetrating trauma may cause gastric transection or
laceration
Signs of peritonitis from leakage of gastric contents

Diagnosis confirmed during surgery


Unless nasogastric drainage returns blood

Stomach/duodenum
Bleeding
Presentation :

Perforation
Presentation :

abdominal pain
rigidity
peritonism, shock
Air under diaphragm on X-ray

Treatment
Antibiotics
resuscitate
repair

Haematemesis +/ Melaena
Severity
Increased PR>90
Fall BP<100

Treatment :
transfusion
inject DU

optimized by optima

Colon and Small Intestine


Usually injured by penetrating trauma
May be injured by compression forces:
High-speed motor vehicle crashes
Deceleration injuries associated with wearing
personal restraints

Bacterial contamination common

42

Scoliosis: Penyakit terpuntir


Kelengkungan vertebra ke arah lateral yang abnormal
Sering pada akhir masa kanak-kanak, terutama perempuan.
Terjadi karena struktur vertebra abnormal, panjang ekstremitas bawah tidak sama, atau
kelemahan otot
Kasus yang berat harus diterapi dengan brace atau pembedahan sebelum pertumbuhan anak
selesai untuk mencegah deformitas yang permanen dan kesulitan bernapas

Kyphosis
bungkuk
Kelengkungan vertebra torakal yang berlebihan
Sering pada usia tua karena osteoporosis
Mungkin juga karena tuberculosis spinal, rickets, atau osteomalacia
Lordosis
mengayun ke belakang
Kelengkungan vertebra lumbal yang berlebihan
Dapat disebabkan TB spinal atau rickets
Dapat bersifat sementara: beer guts pada laki-laki, kehamilan pada wanita

43

Klasifikasi trauma uretra Colapinto & McCallum 1977 :


Tipe I : uretra teregang (stretched) akibat ruptur ligamentum
puboprostatikum dan hematom periuretra. Uretra
masih intack.
Tipe II: uretrra pars membranacea ruptur diatas diafragma
urogenital yg masih intack. Ekstravasasi kontras ke
ekstraperitoneal pelvic space.
Tipe III : Uretra pars membranacea ruptur . Diafragma
urogenital ruptur. Trauma uretra bulbosa proksimal.
Ekstravassasi kontras ke peritoneum.
Trauma Uretra :
a. Traume uretra Posterior :
KLL 90 % fr. Pelvis
Manipulasi kateterisasi, endoskopi
b. Trauma uretra Anterior :
Manipulasi Kateter, endoskopi
Straddle injury, KLL
Intercourse/ bite
Self manipultion
Diagnosis :
1.
Ax/ : riwayat trauma , mekanisme trauma hematome
2.
PD/ :
Trias ruptur uretra anterior
- Bloddy discharge
- Retensio urine
- Hematome/jejas peritoneal/ urine infiltrat

Trias ruptur uretra posteriior


- Bloody discharge
- Retensio urine
- Floating prostat
3.
Lab. : urinalisis eritrosit
positip
4.
Radiologis : uretrografi, AP
pelvic foto
Terapi :
a.
Initial : segera sistostomi
transpubik bila ada fr. Pelvis tidak
boleh trokar
b.
Rekonstruksi : uretrotomia
interna/ sachse
Anastomosis
uretra

44. KLASIFIKASI
BERDASARKAN
PATOFISIOLOGI
1.
Komosio serebri : tidak ada
jaringan otak yang rusak tp
hanya kehilangan fungsi otak
sesaat (pingsan < 10 mnt)
atau amnesia pasca cedera
kepala.
2.

3.

BERDASARKAN GCS:

1.

GCS 13-15 : Cedera kepala


ringan CT scan dilakukan
bl ada lucid interval/ riw.
kesdran menurun.
evaluasi kesadaran, pupil,
gejala fokal serebral +
tanda-tanda vital.

2.

GCS 9-12 : Cedera kepala


sedang prks dan atasi
gangg. Nafas, pernafasan
dan sirkulasi, pem. Ksdran,
pupil, td. Fokal serebral,
leher, cedera orga lain, CT
scan kepala, obsevasi.

3.

GCS 3-8 : Cedera kepala


berat : Cedera multipel. +
perdarahan intrakranial dg
GCS ringan /sedang.

Kontusio serebri : kerusakan


jar. Otak + pingsan > 10 mnt
atau terdapat lesi neurologik
yg jelas.

Laserasi serebri : kerusakan


otak yg luas + robekan
duramater + fraktur tl.
Tengkorak terbuka.

45. Osteomielitis
Peradangan pada tulang dan sumsum
tulang(bone marrow) disebabkan oleh kuman.
Walaupun tulang normalnya tahan terhadap
kolonisasi bakteri, trauma, operasi, adanya
benda asing atau prostese dapat
menyebabkan rusaknya integritas tulang
sehingga akan menyebabkan infeksi pada
tulang

Pathogenesis
Waldvogel, 1971

1. Hematogenous
2. Contiguous
focus of
infection
3. Direct
inoculation

Symptoms
Nonspecific symptoms
Demam
Menggigil
Malaise
Letargi
Iritabilitas
The classic signs of
inflammation, including local
pain, swelling, or redness,
may also occur and normally
disappear within 5-7 days

http://emedicine.medscape.com/article/1348767-overview#a0112

S aureus Bakteri penyebab yang paling


sering ditemukan, diikuti dengan
Pseudomonas dan Enterobacteriaceae.
Bakteri yang lebih jarang adalah anaerobe
gram-negative bacilli.
Intravenous drug users may acquire
pseudomonal infections

Osteomielitis akut hematogenus memiliki


predileksi pada tulang panjang.
The ends of the bone near the growth plate
(the metaphysis) is made of a maze like bone
called cancellous bone.
It is here in the rapidly growing metaphysis
that osteomyelitis often develops
http://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pedtext/s19c04.html

46. Apendisitis tuberkulosa

Dipikirkan kemungkinan terkena app tuberkulosa karena adanya sel datia langhans
Instruksi jelaskan definisi, patofisiologi dan diagnosis apendisitis
Pada apendisitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu
hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan
dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan
rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa. 3
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
a.keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
b.pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis;
c.laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan
a.keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;
b.pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan
hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
c.laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

47 Carcinoma Colorectal
Predileksi
Carcinoma
colorectal
merupakan keganasan
yang paling sering pada
traktus gastrointestinal.
Penyakit
ini
berhubungan dengan
usia dan terjadi lebih
sering pada usia diatas
50 tahun.

Letak

Presentase

Caecum dan
Colon
Ascendens

10 %

Colon
transversum

10 %

Colon
descendens

5%

Rectosigmoid

75 %

Colonic Carcinoma
Time Course Symptoms

Findings

Early

None

None
Occult blood
in stool

Mid

Rectal
bleeding
Change in
bowel habits

Rectal mass
Blood in stool

Late

Fatigue
Anemia
Abdominal
pain

Weight loss
Abdominal
mass
Bowel
obstruction

Gejala Lokal
Perubahan Pola BAB, dapat berupa
konstipasi maupun diare.
Perasaan BAB yang tidak tuntas
(tenesmus) dan diameter feces
mengecil sering ditemukan pada
karsinoma colorectal.
Feces yang bercampur darah
Feces dengan mucus
Feces berwarna hitam seperti tar
(melena) dapat timbul, tetapi
biasanya lebih berhubungan dengan
kelainan pada traktus gastrointestinal
bagian atas seperti kelainan pada
lambung atau duodenum.
Obstruksi usus menyebabkan nyeri,
kembung, dan muntah yang seperti
feces.
Dapat teraba massa di abdomen

Site Distribution

Staging

Gejala Klinis
Colon kanan

Colon kiri

Rectum

Aspek klinis

Colitis

Konstipasi Obstruksi

Proktitis

Nyeri

Ec. Penyusupan

Ec. Obstruksi

Tenesmus

Defekasi

Diare

Konstipasi progresif

Tenesmus terus
menerus

Osbtruksi

Jarang

Hampir selalu

Tidak jarang

Darah pada feses

Samar

Samar atau
makroskopis

Makroskopis

Feses

Normal atau diare

Normal

Perubahan bentuk

Dispepsia

Sering

Jarang

Jarang

Memburuknya keadaan
umum

Hampir selalu

Lambat

Lambat

Anemia

Hampir selalu

Lambat

Lambat

Zieve, D. (2009) Colon cancer. Available from


www.nlm.nih.gov/medlineplus/colorectalcancer.html.

Gejala
Konstitusi
Kehilangan berat badan mungkin
adalah gejala yang paling umum,
disebabkan karena hilangnya nafsu
makan.
Anemia, menyebabkan pusing, mual,
kelelahan, dan palpitasi.
Ikterus
Rasa nyeri di abdomen, lebih sering
pada bagian atas dari epigastrium
atau dinding kanan abdomen.
Pembesaran hepar
Bekuan darah pada arteri dan vena,
sindroma
paraneoplastik
yang
berhubungan
dengan
hiperkoagulabilitas dari darah.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan rectal secara digital


(rectal toucher) : Tindakan ini hanya
dapat mendeteksi tumor yang cukup
besar pada bagian distal dari rektum,
tetapi berguna sebagai pemeriksaan
skrining awal.
Fecal occult blood test (FOBT) :
pemeriksaan terhadap darah dalam
feces. Ada 2 tipe pemeriksaan darah
pada feces yaitu guaiac based
(pemeriksaan kimiawi) dan
immunochemical.
Endoskopi
Rectosigmoidoskopi
Fleksibel sigmoidoskopi dan
colonoskopi
Double contrast barium enema
(DCBE)

Pencitraan
1. X-ray foto polos dan colon in loop
2. CT scan
3. CT Colonografi (Virtual colonoscopy)
4. MRI
5. PET
6. Endorectal ultrasound
Laboratorium. Pemeriksaan darah samar pada faeces
Tumor marker. Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan
untuk pasien carcinoma colorectal.
Tes serum. Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT,
SGGT, dan LDH dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.
Biopsi.

Diagnosis
Diagnosis carcinoma colorectal ditegakan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Kepastian diagnosis
ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi
anatomi.

Klasifikasi
American Joint Committee on Cancer memakai sistem TNM. Sistem ini
memisahkan dan mengidentifikasi berdasarkan kedalaman dari invasi
tumor (T), status nodus limfatikus regional (N) dan ada tidaknya metastase
(M).
Stadium 0

Tis

N0

M0

Stadium 1

T1
T2

N0
N0

M0
M0

Stadium 2

T3
T4

N0
N0

M0
M0

Stadium 3

Semua T

N1
N2, N3

M0
M0

Stadium 4

Semua T

Semua N

M1

Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingotss Abdominal operation. 10th edition.
2009. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300.

Tumor Primer
TX : Tumor primer tidak bisa
ditemukan
T0 : Tidak ada bukti tumor primer
Tis : Carcinoma insitu
T1 : Tumor menginvasi submukosa
T2 : Tumor menginvasi muscularis
propria
T3 : Tumor menginvasi muscularis
propria sampai subserosa atau
kedalam
non
peritonealisasi
pericolic atau perirectal
T4 : Tumor menyebabkan adanya
perforasi ke peritoneum visceral
atau invasi ke organ atau struktur
lain.

Nodus limfatikus regional


Nx : Nodus limfatikus regional tidak
ditemukan
N0 : Tidak ada metastase nodus
limfatikus regional
N1 : Metastase pada 1-3 nodus
limfatikus pericolica atau perirectal
N2 : Metastase pada 4 atau lebih
nodus limfatikus pericolica atau
perirectal
N3 : Metastase pada semua nodus
limfatikus
sepanjang
cabang
pembuluh darah
Metastase jauh
Mx : Adanya metastase jauh tidak
dapat dinilai
M1 : Tidak ada metastase
M2 : Metastase

Penatalaksanaan
Pembedahan
Tujuan utama tindakan bedah adalah
memperlancar saluran cerna, baik bersifat
kuratif maupun nonkuratif. Kemoterapi dan
radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan
manfaat kuratif. Bedah kuratif dilakukan bila
tidak ditemukan gejala penyebaran lokal
maupun jauh.

Kemoterapi
Kemoterapi
berguna
untuk
mengurangi
kemungkinan metastasis, mengecilkan ukuran
tumor, atau memperlambat pertumbuhan tumor.
Biasanya
diberikan
setelah
pembedahan
(adjuvant), atau sebelum pembedahan (neoadjuvant), atau sebagai terapi primer (palliative).
Kemoterapi sesudah pembedahan biasanya
diberikan setelah karsinoma menyebar ke lymph
node (stadium III).

Radioterapi
Radioterapi tidak digunakan secara rutin pada
karsinoma colon, karena dapat menyebabkan
radiation enteritis, dan sulit untuk membidik daerah
spesifik dari colon.
Immunoterapi
Bacillus Calmette-Gurin (BCG) sedang diteliti
sebagai campuran adjuvant untuk terapi colorectal.

To estimate scattered burns: patient's


palm surface = 1% total body surface
area

Parkland formula = baxter formula


http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml

48. Total Body


Surface Area

Contoh hitungan Kedalaman Luka


Bakar: IIB
Luas luka bakar: 10%
BB: 50 kg
Rumus Baxter:
4 x50 x10 =2000ml
dlm 8 jam1000ml
Tetes/menit: 1000/8=125cc/jam
125x20/60= 41.667 tetes/menit

49. Management of Trauma Patient

Hypovolemic Shock

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1065003/

Fluid Resuscitation
Crystalloids

Non-protein colloids

Are as effective as albumin in


post-operative patients
Are the initial resuscitation fluid
of choice for:
Hemorrhagic shock /
traumatic injury
Septic shock
Hepatic resection
Thermal injury
Cardiac surgery
Dialysis induced hypotension

Should be used as second-line


agents in patients who do not
respond to crystalloid
May be used in the presence of
capillary leak with pulmonary or
peripheral edema
Are favored over albumin due to
their lower cost

Fluid Therapy

Resuscitation
Crystalloid solution rapidly equilibrates
between the intravascular and interstitial
compartments
Adequate restoration of hemostatic stability
may require large volumes of ringer's lactate.
It has been empirically observed that
approximately 300 cc of crystalloid is required
to compensate for each 100 cc of blood loss.
(3:1 rule)

Fluid resuscitation
target:
Euvolemia
Improve perfusion
Improve oxygen
delivery

British Consensus Guidelines on


Intravenous Fluid Therapy for Adult
Surgical Patients 2011

berdasarkan buku terapi cairan dan elektrolit cairan untuk trauma kepala adalah
nacl0,9%
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah (1) memulihkan volume
intravascular untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarah pada
perfusi jaringan yang tidak adekuat. (2) meredistribusi volume cairan, dan (3)
memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin.
Pengobatan penyebab yang mendasari.
Jika pasien sedang mengalami hemoragi, upaya dilakukan untuk menghentikan
perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan pada tempat perdarahan atau
mungkin diperlukan pembedahan untuk menghentikan perdarahan internal.
Penggantian Cairan dan Darah
Pemasangan dua jalur intra vena dengan kjarum besar dipasang untuk membuat
akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya memungkinkan pemberian
secara simultan terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan.
Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium clorida 0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran
6 %).

50. Posterior Hip


Dislocation
Gejala
Nyeri lutus
Nyeri pada sendi
panggul bag.
belakang
Sulit
menggerakkan
ekstremitas
bawah
Kaki terlihat
memendek dan
dalam posisi
fleksi, endorotasi
dan adduksi
Risk Factor
Kecelakaan
Improper seating
adjustment
sudden break in
the car
netterimages.com

soundnet.cs.princeton.edu

soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation


Gejala
Nyeri pada sendi
panggul
Tidak dapat berjalan
atau melakukan
adduksi dari kaki.
The leg is externally
rotated, abducted,
and extended at the
hip

netterimages.com

Gejala klinis
Pemeriksaan pada penderita dislokasi panggul posterior akan menunjukkan tanda yang abnormal.
Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal rotasi dan adduksi.
Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci pada bagian posterior asetabulum.
Mekanisme trauma pada dislokasi posterior karena kaput femur dipaksa keluar ke belakang
asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul
dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya tejadi karena kecelakaan lalu lintas dimana
lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang berada di bagian depan
lutut. Kelainan ini juga dapat juga terjadi sewaktu mengendarai motor. 50% dislokasi disertai fraktur
pada pinggir asetabulum dengan fragmen kecil atau besar.

Terdapat klasifikasi menurut Thompson Epstein (1973) yang penting untuk rencana pengobatan:
Tipe I : dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil.
Tipe II : dislokasi dengan fragmen tulang yang besar pada bagian posterior asetabulum.
Tipe III : dislokasi dengan fraktur bibir asetabulum yang komunitif.
Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum.
Tipe V : dislokasi dengan fraktur kaput femur.

Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah dilakukan : kaki pendek, adduksi, rotasi
internal dan sedikit fleksi. Tetapi kalau salah satu tulang panjang mengalami
fraktur, biasanya femur, cedera panggul dengan mudah dapat terlewat. Pedoman
yang terbaik adalah memotret pelvis dengan sinar X pada tiap kasus cedera yang
berat, dan pada fraktur femur, pemeriksaan sinar X harus mencakup panggul.
Tungkai bawah harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda cedera
saraf ischiadikus.
Pada foto anteroposterior kaput femoris terlihat di luar mangkuknya dan di atas
asetabulum. Segmen atap asetabular atau kaput femoris mungkin telah patah dan
bergeser; foto oblik berguna untuk menunjukkan ukuran fragmen itu. Kalau fraktur
ditemukan, fragmen tulang yang lain (yang mungkin perlu dibuang) harus
dicurigai. CT scan adalah cara terbaik untuk menunjukkan fraktur asetabulum atau
setiap fragmen tulang.
Keadaan dislokasi panggul merupakan tindakan darurat karena reposisi yang
dilaksanakan segera mungkin dapat mencegah nekrosis avaskuler kaput femur.
Makin lambat reposisi dilaksanakan makin tinggi kejadian nekrosis avaskuler.
Reposisi tertutup dilakukan dengan pembiusan umum menurut beberapa cara :
metode Bigelow, metode Stimson, dan metode Allis. Metode Allis merupakan
metode yang lebih mudah.

51. Kondrosarkoma
Tumor ganas dengan ciri khas pembentukan
jaringan tulang rawan oleh sel-sel tumor
>30-40 thn. Ditemukan pada daerah tulang
femur, humerus, kosta dan bagian permukaan
pelvis
Gejala : Nyeri, pembengkakan, massa yang
teraba, frekuensi miksi meingkat

Frontal radiograph of
the left fibula head
demonstrates a lucent
lesion that contains the
typical chondroid matrix
calcification. Low-grade
tumor

The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001

Diagnosis Banding
Osteoblastoma:
Subchondral Cysts
Fluid-filled
sacs in
subchondral
bone

Osteoartritis
Joint Space Narrowing
Bone spur (arrow)
Subchondral Sclerosis
Increased bone density or
thickening in the subchondral layer

Osteomyelitis
abscesses radiolucency
Involucrum
Bone destruction sequestrum (arrow)

Chondroblastoma
radiolucent lesion with sclerotic margins
(white arrowheads) in epiphysis of distal
femur and with probable extension into
metaphysis (black arrowhead).

52. BNO IVP (blaas nier oversight) atau KUB (Kidney Ureter
Bladder) IVU (Intra Venous Urography)

Adalah suatu tindakan untuk memvisualisasikan


anatomi, dan fungsi ginjal ureter dan kandung kencing.
Termasuk didalamnya fungsi pengisian dan pengosongan
buli. Pemeriksaan ini diindikasikan untuk:
Kecurigaan adanya batu disaluran kencing.
Kecurigaan tumor/keganasan traktus urinarius.
Gross hematuria.
Infeksi traktus urinarius yang berulang setelah terapi
antibiotik yang adekuat.
Pasca trauma deselerasi dengan hematuria yang
bermakna.
Trauma dengan jejas di flank dengan riwayat shock, dan
shok telah stabil.
Menilai/evaluasi/follow up tindakan urologis
sebelumnya.
Untuk trauma traktus urinarius gold standard adalah CT
scan dengan kontras. Dilakukan BNO-IVP jika
tidak dapat dilaksanakan CT scan (biaya, tidak adanya
fasilitas). Untuk usia anak anak, jika terdapat hematuria
berapapun (any degree of hematuria) telah masuk
indikasi BNO IVP, meskipun tidak terdapat riwayat shock.
Tindakan ini dikontraindikasikan bagi:
Pasien yang alergi terhadap komponen kontras (iodine).
Mengkonsumsi metformin.
Kehamilan

Intravenous Pyelography (IVP),


menilai anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat
mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak
yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen.
kontraindikasi IVP :
a). alergi terhadap bahan kontras,
b). faal ginjal yang menurun (kreatinin >2 mg/dl),
c).wanita hamil
USG
dikerjakan bila pasien yang kontraindikasi dilakukan IVP,
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di
buli-buli (gambaran echoic shadow), hidronefrosis,
pionefrosis, atau pengkerutan ginjal

Sistografi

a procedure used to visualise the urinary bladder. Using a urinary


catheter, radiocontrast is instilled in the bladder, and X-ray imaging
is performed. Used to evaluate bladder cancer, vesicoureteral
reflux, bladder polyps, and hydronephrosis.

Histerosalphingo
grafi

a radiologic procedure to investigate the shape of the uterine


cavity and the shape and patency of the fallopian tubes. It entails
the injection of a radio-opaque material into the cervical canal and
usually fluoroscopy with image intensification. A normal result
shows the filling of the uterine cavity and the bilateral filling of the
fallopian tube with the injection material.

Uretrografi

a routine radiologic procedure (most typically in males) used to


image the integrity of the urethra. Essential for diagnosis of
urethral injury, or urethral stricture

BNO-IVP (Blaas
Near Overzeigh
Intravena
Pyelografi)

Pemeriksaan radiografi dari traktus urinarius (Renal, Ureter, Vesica


Urinaria, dan Uretra) dengan penyuntikan kontras secara intra
vena. Tujuan : untuk menggambarkan anatomi dari pelvis renalis
dan sistem calyses serta seluruh tractus urinarius. Pemeriksaan ini
dapat diketahui kemampuan ginjal mengkonsentrasikan bahan
kontras tersebut .(didapatkan foto awal,
5mnt,10mnt,15mnt,30mnt,dan post miksi)

Foto polos
abdomen

an imaging test to look at organs and structures in the belly area.


Organs include the spleen, stomach, and intestines.

ILMU PENYAKIT MATA

53.GLAUKOMA KONGENITAL
0,01% diantara 250.000
penderita glaukoma
2/3 kasus pada Laki-laki dan
2/3 kasus terjadi bilateral
50% manifestasi sejak lahir;
70% terdiagnosis dlm 6 bln
pertama; 80% terdiagnosis
dalam 1 tahun pertama
Klasifikasi menurut Schele:

Klasifikasi lainnya:
Glaukoma kongenital primer
anomali perkembangan yang
mempengaruhi trabecular
meshwork.
Glaukoma kongenital
sekunder: kelainan kongenital
mata dan sistemik lainnya,
kelainan sekunder akibat
trauma, inflamasi, dan tumor.

Glaukoma infantum: tampak


waktu lahir/ pd usia 1-3 thn
Glaukoma juvenilis: terjadi
pada anak yang lebih besar
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

Patogenesis
Abnormalitas anatomi trabeluar meshwork penumpukan
cairan aqueous humor peninggian tekanan intraokuler
bisa terkompensasi krn jaringan mata anak masih lembek
sehingga seluruh mata membesar (panjang bisa 32 mm,
kornea bisa 16 mm buftalmos & megalokornea) kornea
menipis sehingga kurvatura kornea berkurang
Ketika mata tidak dapat lagi meregang bisa terjadi
penggaungan dan atrofi papil saraf optik

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

Gejala & Diagnosis


Tanda dini: fotofobia,
epifora, dan blefarospasme
Terjadi pengeruhan kornea
Penambahan diameter
kornea (megalokornea;
diameter 13 mm)
Penambahan diameter bola
mata (buphtalmos/ ox eye)
Peningkatan tekanan
intraokuler

Diagnosis glaukoma
kongenital tahap lanjut
dengan mendapati:
Megalokornea
Robekan membran
descement
Pengeruhan difus kornea

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

Megalocornea

Glaukoma kongenital, perhatikan


adanya pengeruhan kornea dan
buftalmos
http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos

http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview

Tatalaksana
Medikamentosa hingga
TIO normal
Acetazolamide
pilokarpin

Operasi:
Goniotomi (memotong
jaringan yg menutup
trabekula atau memotong
iris yg berinsersi pada
trabekula
Goniopuncture: membuat
fistula antara bilik depan
dan jaringan
subkonjungtiva (dilakukan
bila goniotomi tidak
berhasil)

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

www.medscape.com

http://en.wikipedia.org

Congenital Glaucoma
Disorders

Feature

Ambliopia

Decrease of vision; disuse/inadequate foveal/peripheral retinal


stimulation and/or abnormal binocular interaction that cause different
visual input

Congenital
glaucoma

abnormal eye development, congenital infection


present at birth, epiphora, photophobia, and blepharospasm,
buphtalmus

Sindrom Marfan

a genetic disorder of the connective tissue. A diagnosis of Marfan


syndrome is based on family history and a combination of major and
minor indicators of the disorder, rare in the general population, that
occur in one individual for example: four skeletal signs with one or
more signs in another body system such as ocular and cardiovascular in
one individual.

Katarak
congenital

clouding of the lens of the eye that is present at birth, Leukocoria or


white reflex, nfant doesn't seem to be able to see,nystagmus

Peters anomaly

anterior segment dysgenesis , may have an inherited pattern, Central,


paracentral, or complete corneal opacity,no vascularization of this
opacity occurs

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002582/

54. OKLUSI VENA SENTRALIS

OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS (CENTRAL


RETINA VEIN OCCLUSION)
Kelainan retina akibat
sumbatan akut vena
retina sentral yang
ditandai dengan
penglihatan hilang
mendadak.

Predisposisi :

Usia diatas 50 thn


Hipertensi sistemik 61%
DM 7% -Kolestrolemia
TIO meningkat
Periphlebitis (Sarcouidosis,
Behset disease)
Sumbatan trombus vena
retina sentralis pada
daerah posterior lamina
cribrosa)

Gejala Klinis
1. Tipe Noniskemik :
FFA (Fundus Fluorescein
Angiography) area nonperfusi
kecil 10 disc - Gejala lebih ringan.

Vena dilatasi ringan dan


sedikit berkelok
Perdarahan dot dan flame
shaped
dapat disertai dengan atau
tanpa edama papil

2. Tipe Iskemik :
FFA area nonperfusi diatas
10 disc
Vena dilatasi lebih nyata
Perdarahan masif pada ke 4
kuadran
Cotton wool spot
Rubeosis iridis
Marcus Gunn +
Perdarahan vitreous
Edama retina dan edama
makula

Pemeriksaan :
FFA (Fundus Fluorescein
Angiography)
ERG
(Electroretinogram)
Tonometri

Penatalaksanaan :
Memperbaiki
underlying disease
Fotokoagulasi laser
Vitrektomi
Kortikosteroid belum
terbuti efektivitasnya
Anti koagulasi sistemik
tidak direkomendasikan

Defini dan gejala


Oklusi arteri
sentral
retina

Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli

Oklusi vena
sentral
retina

Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
penglihatan hilang mendadak.
Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio
retina

suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Retinopati
hipertensi

suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing
cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire

55. OKLUSI ARTERI RETINA

OKLUSI ARTERI RETINA


Kelainan retina akibat sumbatan akut arteri retina
sentral yang ditandai dengan hilangnya penglihatan
mendadak.
Predisposisi
Emboli paling sering (hipertensi, aterosclerosis, penyakit
katup jantung, trombus pasca MCI, tindakan angiografi,
Penyakit spasme pembuluh darah karena endotoksin
(keracunan alkohol, tembakau, timah hitam
Trauma(frakturorbita)
Koagulopati (kehamilan, oral kontrasepsi)
Neuritis optik, arteritis, SLE
Kuliah SUB BAG. VITREORETINA
ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Gejala Klinis :

Visus hilang mendadak tanpa nyeri


Amaurosis Fugax (transient visual loss)
Lebih sering laki-laki diatas 60thn
Fase awal setelah obstruksi gambaran fundus
normal.
Setelah 30 menit retina polusposterior pucat
kecuali di daerah foveola dimana RPE dan koroid
dapat terlihat Cherry Red Spot
Setelah 4-6 minggu : fundus normal kembali
kecuali arteri halus, dan berakhir papil atropi
Kuliah SUB BAG. VITREORETINA
ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Cherry red Spot

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Penatalaksanaan :
Tx berkaitan dengan
penyakit sistemik
Untuk memperbaiki visus
harus waspada sebab 90
menit setelah sumbatan
kerusakan retina
ireversible.
Prinsip gradient
perfusion pressure
(menurunkan TIO secara
mendadak sehingga
terjadi referfusi dengan
menggeser sumbatan)

Gradient perfusion
pressure :
Parasentesis sumbatan di
bawah 1 jam 0,1 0,4cc
Masase bola mata (dilatasi
arteri retina)
blocker
acetazolamide
Streptokinase (fibrinolisis)
Mixtur O2 95% dengan
CO2 5% (vasodilatasi)

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

RETINOPATI HIPERTENSI

Kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi arteri
besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina, perdarahan retina
Kelainan pembuluh darah dapat berupa : penyempitan umum/setempat, percabangan
yang tajam, fenomena crossing, sklerose
Pada retina tampak :

warna pembuluh darah lebih pucat


kaliber pembuluh lebih kecil
akibat sklerose (refleks copper wire/silver wire, lumen pembuluh irreguler, fenomena crossing)
perdarahan atau eksudat retina (gambaran seperti bintang, cotton wool patches)
perdarahan vena (flame shaped)
Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005

Retinopati Hipertensi
Pemeriksaan rutin:
Pemeriksaan tajam
penglihatan
Pemeriksaan biomikroskopi
Pemeriksaan fundus

Pemeriksaan penunjang:
Foto fundus
Fundus Fluorescein
Angiography

Tatalaksana :
Kontrol tekanan darah dan
faktor sistemik lain (konsultasi
penyakit dalam)

Bila keadaan lanjut terjadi


pendarahan vitreous dapat
dipertimbangkan Vitrektomi.
Panduan Praktik Klinik RSCM Kirana

Dinding arteriol normalny tidak terlihat;


arteri terlihat sebagai erythrocyte
column / pipa merah dengan central
light reflex pada funduskopi terjadi
penebalan dinding pada retinopati HT
central light reflex lebih difus dan lebar
memberikan gambaran dinding arteriol yg
kekuningan/copper wire appearance.

Schema of ophthalmoscopic grading of arteriolar sclerosis. (Scheie HG:


Evaluation of ophthalmoscopic changes of hypertension and arteriolar
sclerosis. Arch Ophthalmol 49:117, 1953)
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/ch013/005f.html

Penebalan yg progresif akan


menutup gambaran pipa
merah sepenuhnya
menjadi silver wire
Bersamaan dengan itu,
terjadi fenomena
arteriovenous crossing (AV
crossing) vena yang
berjalan bersilangan di
bawah arteri yang
mengalami arterosklerosis
mengalami deformitas,
berbelok, bulging,
menyempit seperti jam
pasir, atau tampak seperti
terputus akibat penekanan
dari arteri.
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/v3c013.html

http://www.theeyepractice.com.au/optometrist-sydney/high_blook_pressure_and_eye_disease

56. KONJUNGTIVITIS ATOPI

Konjungtivitis
Conjunctivitis is swelling (inflammation) or infection of
the membrane lining the eyelids (conjunctiva)
Pathology

Etiology

Feature

Treatment

Bacterial

staphylococci
streptococci,
gonocci
Corynebacter
ium strains

Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics


burning sensation, usually bilateral Artificial tears
eyelids difficult to open on waking,
diffuse conjungtival injection,
mucopurulent discharge, Papillae
(+)

Viral

Adenovirus
herpes
simplex virus
or varicellazoster virus

Unilateral watery eye, redness,


discomfort, photophobia, eyelid
edema & pre-auricular
lymphadenopathy, follicular
conjungtivitis, pseudomembrane
(+/-)

http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html

Days 3-5 of worst, clear


up in 714 days without
treatment
Artificial tears relieve
dryness and inflammation
(swelling)
Antiviral herpes simplex
virus or varicella-zoster
virus

Pathology

Etiology

Feature

Treatment

Fungal

Candida spp. can


cause
conjunctivitis
Blastomyces
dermatitidis
Sporothrix
schenckii

Not common, mostly occur in


immunocompromised patient,
after topical corticosteroid and
antibacterial therapy to an
inflamed eye

Topical antifungal

Vernal

Allergy

Chronic conjungtival bilateral


inflammation, associated atopic
family history, itching,
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Hornertrantas dots

Removal allergen
Topical antihistamine
Vasoconstrictors

Inclusion

Chlamydia
trachomatis

several weeks/months of red,


irritable eye with mucopurulent
sticky discharge, acute or
subacute onset, ocular irritation,
foreign body sensation, watering,
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles

Doxycycline 100 mg PO
bid for 21 days OR
Erythromycin 250 mg
PO qid for 21 days
Topical antibiotics

Conjunctivitis

Follicles

Papillae

Redness

Chemosis

Purulent discharge

Konjungtivitis Alergi
Allergic conjunctivitis may be divided into 5
major subcategories.
Seasonal allergic conjunctivitis (SAC) and
perennial allergic conjunctivitis (PAC) are
commonly grouped together.
Vernal keratoconjunctivitis (VKC), atopic
keratoconjunctivitis (AKC), and giant papillary
conjunctivitis (GPC) constitute the remaining
subtypes of allergic conjunctivitis.

Konjungtivitis Atopi
Biasanya ada riwayat atopi
Gejala + Tanda: sensasi
terbakar, sekret mukoid
mata merah, fotofobia
Terdapat papila-papila halus
yang terutama ada di tarsus
inferior
Jarang ditemukan papila
raksasa
Karena eksaserbasi datang
berulanga kali
neovaskularisasi kornea,
sikatriks

Terapi topikal jangka


panjang: cell mast stabilizer
Antihistamin oral
Steroid topikal jangka
pendek dapat meredakan
gejala

KONJUNGTIVITIS VERNAL
Nama lain:
spring catarrh
seasonal conjunctivitis
warm weather conjunctivitis

Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit


diidentifikasi)
Epidemiologi:
Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10
tahun sejak awitan
Laki-laki > perempuan
Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah
Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir
tidak ada)
Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

Gejala & tanda:


Rasa gatal yang hebat, dapat
disertai fotofobia
Sekret ropy
Riwayat alergi pada RPD/RPK
Tampilan seperti susu pada
konjungtiva
Gambaran cobblestone
(papila raksasa berpermukaan
rata pada konjungtiva tarsal)
Tanda Maxwell-Lyons (sekret
menyerupai benang &
pseudomembran fibrinosa
halus pada tarsal atas, pada
pajanan thdp panas)
Bercak Trantas (bercak
keputihan pada limbus saat
fase aktif penyakit)
Dapat terjadi ulkus kornea
superfisial

Komplikasi:
Blefaritis & konjungtivitis
stafilokokus

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

Tatalaksana
Self-limiting
Akut:
Steroid topikal (+sistemik
bila perlu), jangka
pendek mengurangi
gatal (waspada efek
samping: glaukoma,
katarak, dll.)
Vasokonstriktor topikal
Kompres dingin & ice
pack

Jangka panjang & prevensi


sekunder:
Antihistamin topikal
Stabilisator sel mast Sodium
kromolin 4%: sebagai
pengganti steroid bila gejala
sudah dapat dikontrol
Tidur di ruangan yang sejuk
dengan AC
Siklosporin 2% topikal (kasus
berat & tidak responsif)

Desensitisasi thdp antigen


(belum menunjukkan hasil
baik)

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

Table. Major Differentiating Factors Between VKC and AKC


Characteristics

VKC

AKC

Age at onset

Generally presents at a younger age


than AKC

Sex

Males are affected preferentially.

No sex predilection

Seasonal variation

Typically occurs during spring months Generally perennial

Discharge

Thick mucoid discharge

Watery and clear discharge

Conjunctival
scarring

Higher incidence of
conjunctival scarring

Horner-Trantas
dots

Horner-Trantas dots and shield ulcers Presence of Horner-Trantas


are commonly seen.
dots is rare.

Corneal
neovascularization

Not present

Deep corneal
neovascularization tends to
develop

Presence of
eosinophils in
conjunctival
scraping

Conjunctival scraping reveals


eosinophils to a greater degree in
VKC than in AKC

Presence of eosinophils is
less likely

57. ABLASIO RETINA

Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14

Ablasio Retina
Ablasio retina adalah suatu
keadaan terpisahnya sel
kerucut dan batang retina
(retina sensorik) dari sel
epitel pigmen retina
Mengakibatkan gangguan
nutrisi retina pembuluh
darah yang bila berlangsung
lama akan mengakibatkan
gangguan fungsi
penglihatan

Jenis:
Rhegmatogenosa (paling
sering) lubang / robekan
pada lapisan neuronal
menyebabkan cairan vitreus
masuk ke antara retina
sensorik dengan epitel
pigmen retina
Traksi adhesi antara vitreus
/ proliferasi jaringan
fibrovaskular dengan retina
Serosa / hemoragik
eksudasi ke dalam ruang
subretina dari pembuluh
darah retina

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Etiologi Ablasio Retina


Rhegmatogenosa:

Serosa / hemoragik:

Miopia
Trauma okular
Afakia
Degenerasi lattice

Traksi:
Retinopati DM
proliferatif
Vitreoretinopati
proliferatif
Retinopati prematuritas
Trauma okular

Hipertensi
Oklusi vena retina
sentral
Vaskulitis
Papilledema
Tumor intraokular

Ablasio
Rhegmatogenosa
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology
17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Ablasio Retina
Anamnesis:
Riwayat trauma
Riwayat operasi mata
Riwayat kondisi mata
sebelumnya (cth: uveitis,
perdarahan vitreus, miopia
berat)
Durasi gejala visual &
penurunan penglihatan

Gejala & Tanda:


Fotopsia (kilatan cahaya)
gejala awal yang sering
Defek lapang pandang
bertambah seiring waktu
Floaters

Funduskopi : adanya
robekan retina, retina yang
terangkat berwarna keabuabuan, biasanya ada fibrosis
vitreous atau fibrosis
preretinal bila ada traksi.
Bila tidak ditemukan
robekan kemungkinan suatu
ablasio nonregmatogen

Tatalaksana
Ablasio retina
kegawatdaruratan mata
Tatalaksana awal:
Puasakan pasien u/ persiapan
operasi
Hindari tekanan pada bola
mata
Batasi aktivitas pasien sampai
diperiksa spesialis mata
Segera konsultasi spesialis
retina konservatif (untuk
nonregmatogen), pneumatic
retinopexy, bakel sklera,
vitrektomi tertutup

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

58. PTERIGIUM

Pterigium
PTERIGIUM
Pertumbuhan fibrovaskuler
konjungtiva,
bersifatkonjungtiva,
degeneratif
Pertumbuhan
fibrovaskuler
bersifat
degeneratif dan invasif
dan invasif
Terletak pada celah kelopak bagian nasal
temporal
yang meluas
ataupun
Terletak
padakonjungtiva
celah kelopak
bagian
ke daerah kornea
nasal ataupun temporal konjungtiva
Mudah meradang
yang meluas
kekarena
daerah
kornea
Etiologi:
iritasi kronis
debu,
cahaya
panas
matahari,
Mudahudara
meradang
Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah,
mungkin
Etiologi:
iritasi
kronis
karena
terjadi
astigmat
(akibat
korneadebu,
tertarik
olehmatahari,
pertumbuhan
pterigium),
tajam
cahaya
udara
panas
penglihatan menurun
Tes
sonde (+):
ujungiritatif,
sonde tidak
kelihatan
Keluhan
mata
merah,
pterigium
mungkin terjadi astigmat
Pengobatan : konservatif; Pada pterigium
1-2 yang mengalami
inflamasi,
derajat
Pengobatan
: konservatif;
operasi
pasien dapat diberikan obat tetes mata
bila terjadi
gangguan
penglihatan
kombinasi
antibiotik
dan steroid
3 kali sehari
selama 5-7 hari. Pada pterigium derajat 3-4
dilakukan tindakan bedah

DERAJAT PTERIGIUM
Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati kornea
Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal
(diameter pupil sekitar 3-4 mm)
Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil
sehingga mengganggu penglihatan

59.
Kelainan
Konjungtiva
PTERIGIUM DIAGNOSIS BANDING
Pterigium

a benign growth of the conjunctiva

commonly grows from the nasal side


of the sclera, wedge shaped area of
fibrosis that appears to grow into the
cornea. Symptoms: foreign body
sensation, tearing, redness

Pinguecula

a common type of conjunctival degeneration in the


eye

a yellow-white deposit on the


conjunctiva adjacent to the limbus
(the junction between the cornea
and sclera). Usually no symptoms

Episkleritis

a benign, self-limiting inflammatory disease affecting


part of the eye called the episclera (is a thin layer of
tissue that lies between the conjunctiva and the
connective tissue layer that forms the white of the
eye)

characterized by the abrupt onset of


eye pain and redness

Pseudopterigium

Adhesion of the conjunctiva to the peripheral cornea.


may result from a peripheral corneal ulcer and ocular
surface inflammation such as cicatrizing
conjunctivitis, chemical burns, or may also occur
secondary to chronic mechanical irritation from
contact lens movement

May occur on any quadrant of the


cornea, Lacks firm adhesion
throughout the underlying
structures, and occasionally has a
broad leading edge on the corneal
surface.

Konjungtivitis

inflammation of the conjunctiva (the outermost layer


of the eye and the inner surface of the eyelids)

Red eye, epiphora, chemosis, normal


visual acuity

59. ESOTROPIA

Strabismus
A condition in which the eyes are not properly aligned with each other
A lack of coordination between the extraocular muscles

http://www.oculist.net/others/ebook/

Hirschberg method
The patient fixates a light at a distance of about 33 cm
(13 inches)
Decentering of the light reflection is noted in the
deviating eye. By allowing 18:for each millimeter of
decentration, an estimate of the angle of deviation can
be made

http://www.oculist.net/others/ebook/

Strabismus/ heterotropia
Definisi: deviasi mata yang bermanifestasi
Pembagian:
1. Paralitik (nonkonkomitan)
Sudut deviasi tidak sama ke semua arah
Disebabkan hilangnya fungsi dari salah satu /lebih dari otot
salah satu mata. Paralisis bisa bersifat parsial ataupun total

2. Non paralitik (konkomitan)


Seudut deviasi tetap untuk semua arah
Terdiri dari:
Akomodatif: berhubungan dengan kelainan refraksi
Nonakomodatif: tidak ada hubungan dengan kelainan refraksi

Klasifikasi strabismus berdasarkan


arah deviasi:
Esotropia/ strabismus konvergen/ crossed eye:
deviasi mata ke nasal
Eksotropia/ stabismus divergen/ wall eye:
deviasi mata ke temporal
Hipertropia: deviasi mata ke arah atas
Hipotropia: deviasi mata ke arah bawah

Esotropia
Esotropia is a type of strabismus
One or both eyes turned in toward the nose
inward deviation of the eyes
Can begin as early as infancy, later in childhood,
or even into adulthood.
Esotropia can be classified by age of onset
(congenital/infantile vs. acquired); by frequency
(intermittent vs. constant); or by whether it can
be treated with glasses (accommodative vs. nonaccommodative).

Esotropia nonakomodatif
Deviasi sudah timbul pada waktu lahir/ tahuntahun pertama kehidupan
Deviasi sama ke semua arah dan tidak
berhubungan dengan kelainan refraksi atau
kelumpuhan otot
Penyebab: insersi otot horisontal yang salah,
kelainan persarafan supranuklear

Accomodative Esotropia
Accommodative esotropia occurs when there is a normal
physiologic mechanism of accommodation with an
associated overactive convergence response but insufficient
relative fusional divergence to hold the eyes straight.
There are two pathophysiologic mechanisms at work, singly
or together:
(1) sufficiently high hyperopia, requiring so much accommodation
(and therefore convergence) to clarify the image that esotropia
results; and
(2) a high AC/A ratio, which is accompanied by mild to moderate
hyperopia

It is classically divided into three categories:


Refractive accommodative esotropia
Nonrefractive accommodative esotropia
Partially accommodative esotropia
Vaughan and Asburys General Ophthalmology

ACCOMMODATIVE ESOTROPIA DUE TO HYPEROPIA (Refractive)


Accommodative esotropia due to hyperopia typically begins at age 2-3
years but may occur earlier or later.
Deviation is variable prior to treatment.
Glasses with full cycloplegic refraction allow the eyes to become aligned.

ACCOMMODATIVE ESOTROPIA DUE TO HIGH AC/A RATIO (Non-Refractive)


In accommodative esotropia due to a high ratio of accommodative
convergence to accommodation (AC/A ratio)
The refractive error is hyperopic.
Pada esotropia akomodatif non refraktif, deviasi pada pengelihatan dekat
lebih besar jika dibandingkan penglihatan jauh.
Treatment is with glasses with full cycloplegic refraction plus bifocals or
miotics to relieve excess deviation at near.
Partially Accommodative Esotropia
A mixed mechanism part muscular imbalance and part
accommodative/convergence imbalance may exist. Although glasses,
bifocals, and miotics decrease the angle of deviation, the esotropia is not
eliminated.

Calculation of Accommodative
Convergence/Accommodation (AC/A) ratio by
the gradient method (measurements with and
without the additional lens are done at the
same distance):

60. ASTENOPIA

Astenopia
Astenopia, Eye Strain, Visual
Discomfort dan Ocular fatigue
atau disebut juga mata lelah
Kondisi oftalmologis yang
bermanifestasi lewat gejala
nonspesifik seperti lelah dan
nyeri sekitar atau pada mata,
penglihatan buram, sakit kepala
dan kadang diplopia. Biasanya
timbul setelah membaca, lama
melihat komputer atau aktivitas
mata yang terus-menerus.

Terjadi akibat:
1. Cahaya masuk ke mata dari benda
yang dilihat tidak cukup.
2. Pemusatan cahaya pada retina mata
tidak sempurna.
3. Mekanisme penggabungan bayangan
(fusi) oleh sistem penglihatan yang
lebih sentral (otak) dan upaya untuk
mempertahankannya tidak memadai.
Gejala:
Pandangan kabur
Distorsi bentuk dan ukuran objek
Inflamasi mata
lakrimasi
Mata lelah, terasa panas
Rasa tidak nyaman di mata
Nyeri kepala

Penyakit

Khas

Astenopia akomodasi

Kelelahan mata akibat aktivitas mata fokus pada benda


yang dekat dalam jangka waktu lama

Astenopia anisometropi

Kondisi kedua mata memiliki perbedaan kekuatan refraksi


biasanya lebih dari 2 dioptri. Hal ini menyebabkan diplopia
dan astenopia

Astenopia anesikonia

Perbedaan besar gambar pada retina masing-masing


mata. Ketika hal ini menjadi bermakna maka dapat terjadi
diplopia, disorientasi, astenopia, sakit kepala, pusing dan
kelainan keseimbangan.

Astenopia miopia

Cahaya yg masuk ke mata difokuskan di depan retina


kesulitan melihat jauh membutuhkan kacamata
minus/konkaf

Astenopia hipermetropia

Cahaya yg masuk ke mata difokuskan di belakang retina


kesulitan melihat dekat membutuhkan kacamata
plus/konveks

61.ATROPIN

Indication

Contraindication

Atropin

Untuk midriasis dan/atu siklopegia

Jangan digunakan pada pasien dengan glaukoma


primer atau pada COA yg dangkal

Pilocarpin

Tatalaksana glaukoma

Obat parasimpatomimetik dikontraindikasikan pd


kasus dimana miosis tidak diinginkan cth pada iritis
akut atau glaukoma dengan pupillary block

Latanoprost

Analog prostaglandin untuk menurunkan


tekanan intraokular pada glaukoma sudut
terbuka atau hipertensi okuli.

Hypersensitivitas terhadap latanoprost

Physostigmine

Sebagai antidotum untuk anticholinergic


syndrome (contoh obat antikolinergik
yang bisa menyebabkan toksisitas:
antihistamin, furosemide, nifedipine

Jangan digunakan pada pasien asma, gangrene, DM,


penyakit kardiovaskular, pasien-pasien yang
menerima obat cholineesterase dan obat yg
memblok depolarisasi neuromuskular
(decamethonium, succinylcholine)

Acetazolamide

Dalam oftalmologi digunakan sebagai obat Hypersensitivitas thd Acetazolamid, kadar serum Na
glaukoma.
dan K yg rendah; gangguan hepar dan ginjal,
kegagalan fungsi supraadrenal, asidosis
hiperkloremik.
Pada pasien sirosis berisiko menimbulkan
ensefalopati.
Pemberian jangka panjang dikontraindikasikan pada
pasien chronic noncongestive angle-closure
glaucoma karena dapat menyebabkan penutupan
organik pd sudut COA.
http://www.drugs.com/pro/acetazolamide.html

62. INJEKSI SILIAR

Injeksi Konjungtiva dan Silier


Injeksi silier menunjukkan adanya inflamasi pada
kornea, iris, atau badan siliar.
Injeksi Siliar biasanya berasal dari pembuluh
darah siliar bagian anterior
Injeksi konjungtiva biasanya berasal dari
pembuluh darah konjungtiva posterior.
Karena pembuluh darah konjungtiva lebih
superfisial daripada arteri siliar, maka injeksi
konjungtiva biasanya tampak lebih merah dan
bereaksi dengan pemberian vasokonstriktor

63. HIFEMA

Trauma Mekanik Bola Mata


Cedera langsung berupa ruda
paksa yang mengenai jaringan
mata.
Beratnya kerusakan jaringan
bergantung dari jenis trauma
serta jaringan yang terkena
Gejala : penurunan tajam
penglihatan; tanda-tanda
trauma pada bola mata
Komplikasi :

Endoftalmitis
Uveitis
Perdarahan vitreous
Hifema
Retinal detachment
Glaukoma
Oftalmia simpatetik

Panduan Tatalaksana Klinik RSCM Kirana, 2012

Pemeriksaan Rutin :
Visus : dgn kartu Snellen/chart
projector + pinhole
TIO : dgn tonometer
aplanasi/schiotz/palpasi
Slit lamp : utk melihat segmen
anterior
USG : utk melihat segmen
posterior (jika memungkinkan)
Ro orbita : jika curiga fraktur
dinding orbita/benda asing

Tatalaksana :
Bergantung pada berat trauma,
mulai dari hanya pemberian
antibiotik sistemik dan atau
topikal, perban tekan, hingga
operasi repair

HIFEMA
Definisi:
Perdarahan pada bilik mata
depan
Tampak seperti warna
merah atau genangan
darah pada dasar iris atau
pada kornea

Halangan pandang parsial


/ komplet
Etiologi: pembedahan
intraokular, trauma
tumpul, trauma laserasi

Tujuan terapi:
Mencegah rebleeding
(biasanya dalam 5 hari
pertama)
Mencegah noda darah
pada kornea
Mencegah atrofi saraf
optik

Komplikasi:

Perdarahan ulang
Sinekiae anterior perifer
Atrofi saraf optik
Glaukoma

Tatalaksana:

Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi


bed rest & Elevasi kepala malam hari
Eye patch & eye shield
Mengendalikan peningkatan TIO
Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat
peningkatan TIO
Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin
Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau prednisolone
acetate 1% 4x/hari)
Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari, tetapi
masih kontroversial).

64. RETINOBLASTOMA

Retinoblastoma

Retinoblastoma (Rb)

Tumor ganas intraokular masa


kanak yg paling sering
Puncak insidens antara usia 1-2
tahun
Berasal dari retinoblas yang
kehilangan fungsi gen supresor
tumor Rb.
Lebih dari 90% kasus merupakan
sporadik.
Gambaran histologis: pola
abnormal retinoblasts : Flexner
Wintersteiner rosettes, HomerWright rosettes, dan fleurettes.

Clinical features

Leukocoria (60%): The pupil of the


eye appears white instead of red
when light shines into it (known as
"cat's eye reflex" or "white eye").
strabismus (20%)
White, round retinal mass with
endophytic (towards vitreous),
exophytic (toward RPE/choroid),
mixed, or diffuse infiltrating growth
pattern.
Pain or redness in the eye.
An enlarged or dilated pupil
Blurred vision or poor vision
Different colored irises

Treatment
Tujuan utamanya adalah untuk
menyelamatkan nyawa anak,
kemudian untuk menyelamatkan
penglihatan, dan kemudian untuk
meminimalisasi komplikasi/ efek
samping pengobatan.
Photocoagulation or
transpupillary thermotherapy:
for small posterior tumors without
optic nerve involvement or
vitreous seeding.

Cryotherapy
for small tumors

Radiotherapy (radioactive
plaques, laser therapy, external
beam radiotherapy)

Kemoterapi (carboplatin,
etopside, and vincristine)
Consider for bilateral disease, large
tumors (chemoreduction combined
with local treatment), extraocular
involvement, metastasis, or
recurrence.

Enucleation
Untuk stadium lanjut

KOMPLIKASI
Glaukoma, buftalmos, edem
kornea, metastasis, ptisis bulbi
PEMERIKSAAN
Ultrasound: intralesional
calcification with high internal
reflectivity and acoustic shadow.
CT/MRI: CT is better for imaging
the retinoblastoma itself
(calcification high density), but
MRI is preferred for assessing any
intracranial involvement
(extension or associated tumors).

PROGNOSIS
Most untreated tumors proceed
to local invasion and metastasis
to cause death within 2 years
Most small to medium-sized
tumors without vitreous seeding
can be successfully treated.
Overall, there is a 95% survival
rate (in the developed world).
Poor prognostic factors include
size of tumor, optic nerve
involvement, extraocular spread,
and older age of child.

Katarak
kongenital

Perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang muncul pada saat kelahiran
bayi atau segera setelah bayi lahir, dapat terjadi di kedua mata bayi (bilateral)
maupun sebelah mata bayi (unilateral). Keruh/buram di lensa terlihat sebagai bintik
putih jika dibandingkan dengan pupil hitam yang normal dan dapat dilihat dengan
mata telanjang. Etiologi: keturunan (genetik), infeksi, masalah metabolism, diabetes,
trauma (benturan), inflamasi atau reaksi obat, anti biotik tetracycline, ibu bayi
menderita infeksi seperti campak atau rubella (penyebab paling lazim), rubeola,
chicken pox, cytomegalovirus, herpes simplex, herpes zoster, poliomyelitis,
influensza, virus Epstein-Barr, sifilis, dan toxoplasmosis.

Macula kornea
distrofi

an autosomal recessive condition, which is the least common but the most severe of
the 3 major stromal corneal dystrophies. It is characterized by multiple, gray-white
opacities that are present in the corneal stroma and that extend out into the
peripheral cornea. Visible in the cornea during the first decade of life. Over time,
vision decreases, and patients develop photosensitivity, eye pain from recurrent
corneal erosions.

Korpus alienum

Benda asing pada mata. Riwayat trauma.

Strabismus/
squint

a condition in which the eyes are not properly aligned with each other

65. BUTA WARNA

Retinal ConesNormal Color Vision

Blue cones
absent in
central fovea

322

Red cones
Green cones
Blue cones
Brightness = R + G
Color = R G
Color = B (R+G)
Red cones
outnumber green
cones 2/1
Red + Green cones
outnumber blue
cones 10/1

What happens in hereditary


color deficiency?
Red or green cone peak
sensitivity is shifted.
Red or green cones absent.

323

Retinal ConesNormal Color Vision

Red, green and blue cone


sensitivity vs. wavelength
curves

324

Hereditary Color Deficiency


8-10% of males and 1/200 females (0.5%) are born with
red or green color deficiency.
Sex-linked recessive condition (X chromosome).
Protanomalyred cone peak shifted toward green (1%)
Protan Dichromatred cones absent (1%)
Deuteranomalygreen cone peak shifted toward red
(5%)
Deutan Dichromatgreen cones absent (1%)
Hereditary tritan defects are rare (0.008%)
Blue colour blindness affects both men and women
equally, because it is carried on a non-sex chromosome

326

Color Deficiency Males Females


Protanopia
1%
0.01%
Deuteranopia
1%
0.01%
Protanomaly
1%
0.01%
Deuteranomaly
5%
0.4%
Overall (red8%
0.5%
green)
Tritanopia
0.008% 0.008%
Tritanomaly
Rare
Rare
Rod
Rare
Rare
monochromatism
Cone
Rare
Rare
monochromatism

NEUROLOGI

66. Meningitis Bakterialis


Meningitis Bakterialis merupakan infeksi purulen akut dalam rongga subarakhnoid.
Reaksi inflamasi tidak hanya terbatas pada subarakhnoid, tapi juga mengenai meninges, dan jaringan
parenkim otak (meningoensefalitis)
Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Laboratorium
pada Meningitis Bakterialis
Klinis dan Laboratorium

Sensitivitas (%)

-Adanya 2 gejala berikut : demam, kaku


kuduk, perubahan kesadaran, nyeri
kepala
- Leukosit di CSF 100 per L
- Nyeri kepala
- Kaku Kuduk
-Demam > 380C
-Mual
- Perubahan kesadaran (GCS <14)
-Kultur darah (+)
-Trias demam, kaku kuduk, dan
perubahan kesadaran
-Tanda neurologis fokal
-Kejang
-Papiledema

95%

Bamberger DM. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of Meningitis. Am Fam Physician. 2010;82(12):1491-1498

93%
87%
83%
77%
74%
69 %
66%
44%
33%
5%
3%

Bamberger DM. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of Meningitis. Am Fam Physician. 2010;82(12):1491-1498

67-68. Trauma Medulla Spinalis


Traumatic spinal cord injury (TSCI) sering mengenai bagian servikal (terutama C5, C4 dan
C6) dan segmen bawah (T12, L1, T10)
PRINSIP-PRINSIP UTAMA PENATALAKSANAAN TRAUMA SPINAL
1. Immobilisasi
2. Stabilisasi Medis
3. Mempertahankan posisi normal vertebra (Spinal Alignment)
4. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal
5. Rehabilitasi
IMOBILISASI
-Dimulai dari tempat kejadian/kecelakaan sampai ke IGD
1. immobilisasi dan stabilkan leher dalam posisi normal cervical Collar
2. Baringkan penderita dalam posisi terlentang (supine) pada tempat/alas yang
keras. Pasien diangkat/dibawa dengan cara 4 men lift atau menggunakan Robinsons
orthopaedic stretcher.

Hafas Hanafiah Penatalaksanaan Trauma Spinal Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 .No. 2 Juni 2007

STABILISASI MEDIS
Terutama sekali pada penderita tetraparesis/ tetraplegia.
1. Periksa vital signs
2.Pasang nasogastric tube
3.Pasang kateter urin
4.Segera normalkan vital signs. Pertahankan tekanan darah yang normal dan
perfusi jaringan yang baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu
monitor AGDA (analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock.
Pemberian megadose Methyl Prednisolone Sodium Succinate dalam kurun waktu
6 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio medula spinalis.
Bolus 30 mg/kg BB dalam 15 menit, diikuti infus 5.4-mg/kg dalam 23 jam

SPINAL ALIGNMENT
-Fraktur servikal traksi dengan Cruthfield tong atau Gardner-Wells tong dengan
beban 2.5 kg perdiskus.
- Bila terjadi dislokasi traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban
ditambah setiap 15 menit sampai terjadi reduksi.

DEKOMPRESI DAN STABILISASI SPINAL


Bila terjadi realignment dekompresi.
Bila realignment dengan cara tertutup ini
gagal maka dilakukan open reduction dan
stabilisasi dengan approach anterior atau
posterior

REHABILITASI
Rehabilitasi fisik harus dikerjakan sedini
mungkin.
Termasuk dalam program ini :
1. bladder training,
2. bowel training,
3. Latihan otot pernafasan,
4. Pencapaian optimal fungsi fungsi
neurologik dan program kursi roda bagi
penderita paraparesis/paraplegia
Rowland, Lewis P. Merritt's Neurology, 11th Edition . 2005 Lippincott Williams & Wilkins

Syok Neurogenik
Definisi Syok :Kumar and Parrillo (1995)
Suatu keadaan dimana terjadi penurunan perfusi
jaringan yang efektif, pada tahap awal dapat bersifat
reversible sedangkan jika terus berlanjut menyebabkan
cedera sel irreversible
ETIOLOGY
OF SHOCK

EXAMPLE

AFTERLOAD

DISTRIBUTIVE

CVP

CO

SVR

VO2 SAT

Hyperdynamic Septic

Low/High

High

Low

High

Hypodynamic
Septic

Low/High

Low

High

Low/High

Neurogenic

Low

Low

Low

Low

Anaphylactic

Low

Low

Low

Low

Neurogenic Shock
Mechanism: Loss of autonomic innervation of the
cardiovascular system (arterioles, venules, small
veins, including the heart)

Causes:
1. Spinal cord injury
2. Regional anesthesia

3. Drugs
4. Neurological disorders

Neurogenic Shock
Characterized by loss of vascular tone & reflexes.
Signs: Hypotension, Bradycardia, Accompanying Neurological
deficits.

Monitor/findings: hemodynamic instability, test bulbocarvernous reflex


Tx: IVF, vasoactive medications if refractory

optimized by optima

69. Status Epileptikus


kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit atau kejang berulang dimana di antara
serangan yang pertama dan berikutnya kesadaran pasien tidak kembali normal

70. Klasifikasi kejang

71. Sistem Sirkulasi Otak

Arteria serebri anterior


Kebingungan adalah gejala
utama
1. Kelumpuhan kontralateral yang
lebih besar di tungkai : lengan
proksimal juga mungkin terkena;
gerakan volunteer tungkai yang
bersangkutan terganggu.
2. Defisit sensorik kontralateral
3. Demensia, gerakan
menggenggam, refleks
patologik (disfungsi lobus
frontalis)

72. Dermatomal

73. Multiple Sklerosis


Multiple sclerosis (MS) merupakan suatu kondisi demielinisasi
sistem saraf pusat akibat suatu proses inflamasi yang diperantarai
oleh autoimun.
Pencetus autoimun belum diketahui, tapi target utamanya adalah
sel saraf di SSP yang bermielin
Etiologinya merupakan gabungan dari faktor genetik dan lingkungan
Epidemiologi :
Lebih sering pada wanita dibandingkan pria
Puncak serangan terutama pada usia 30 tahun
Lebih sering pada orang kulit putih

Faktor resiko
Infeksi virus seperti campak dan EpsteinBarr virus;
Iklim dan pajanan matahari
diet and trace elements.

74. Tatalaksana peningkatan TIK


Beberapa hal yang berperan besar dalam
menjaga agar TIK tidak meninggi antara lain:
Mengatur posisi kepala lebih tinggi 15 300, dengan
tujuan memperbaiki venous return.
Mengusahakan tekanan darah yang optimal.
Mengatasi kejang.
Menghilangkan rasa cemas.
Mengatasi rasa nyeri.
Menjaga suhu tubuh normal < 37,50 C
Mengatasi hipoksia

75. Pemeriksaan Radiologi CVA


Pemeriksaan radiologi untuk stroke :
- Stroke hemorargik
Ct- scan merupakan pemeriksaan yang dapat dipercaya
untuk menegakkan diagnosis perdarahan akut
(terutama dalam seminggu pertama serangan stroke)
- Stroke iskemik
dalam satu jam pertama serangan stroke iskemik,
hanya <50% infark yang dapat terlihat perlu
diffusion weighted MRI

CT Scan pada Stroke Iskemik


Stadium Hiperakut (<12
jam serangan)
Normal 50-60%
Arteri hiperdense (dense
MCA sign)
Obstruksi pada nukleus
lentiformis
Insular ribbon sign

Acute : 12 24 jam
serangan
Low density basal
ganglia
Sulcal effacement

1 3 hari setelah
serangan
Peningkatan massa
Transformasi hemorargik

MRI pada infark serebri


Immediate
Hiperintens pada DWI
Penyangatan pada
kontras IV
Perubahan perfusi

<12 jam
Sulcal effacement,
edema girus, hilangnya
batas antara substansia
alba dan grisea pada T1

12 24 jam
Hiperintens pada T2
Penyangatan meningeal
pada daerah dekat infark
Efek massa

1- 3 hari
Penyengatan meningeal
mulai berkurang

76. Mild Cognitive Impairment


merupakan gangguan kognitif ringan yang sudah terjadi pada kelompok lanjut usia
nondemensia
Ketika MCI berlanjut, gangguan memori makin terlihat. Lingkungan sekitar akan
mulai menyadari hal hal sebagai berikut:
bertanya secara berulang ulang
menceritakan cerita yang sama berulang ulang
kurangnya inisiatif untuk memulai atau menyelesaikan aktivitas
Kesulitan untuk melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan angka seperti
membayar tagihan
kurang fokus selama melakukan aktivitas atau percakapan
tidak mampu mengikuti perintah atau langkah langkah yang kompleks

Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


tambahan berupa pemeriksaan MMSE

Sidhi P. Gambaran gangguan kognitif pada lanjut usia nondemensis di puskesmas tebet dan pasar minggu.
http://lontar.ui.ac.id/opac/ui/detail.jsp?id=107384&lokasi=lokal

Pedoman Skor Kognitif Global


-Nilai 24 30 normal
-Nilai 17 23 MCI
-0 16 gangguan kognitif
-Dalam membuat penilaian fungsi
kognitif harus diperhatikan
tingkat pendidikan dan usia
responden

77. Apraxia
KETERANGAN
Alexia

Kehilangan kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki

Agnosia

Kegagalan dalam mengenal suatu objek walaupun indranya berfungsi secara baik.
Agnosia dapat melibatkan seluruh jenis sensasi

Aphasia

Merupakan gangguan dalam memproduksi dan atau memahami bahasa. Terjadi


defek pada pemrosesan bahasa ditingkat integratif yang lebih tinggi

Apraxia

merupakan suatu gangguan yang didapat pada gerakan motorik yang dipelajari dan
berurutan, yang bukan disebabkan oleh gangguan elementer pada tenaga
koordinasi, sensorik atau kurangnya pemahaman atau atensi. Apraxia terdiri atas
apraxia ideomotor dan apraxia ideasional. Pada apraxia ideomotor, pasien tidak
mampu melakukan gerakan yang pernah dipelajari olehnya sebelumnya secara
akurat.

Agraphia

Gangguan pada bahasa yang dinyatakan dalam penulisan. Bukan pada bentuk huruf
dan tulisan yang buruk

PSKIATRI

78. Ecopraxia
Ekopraksia = peniruan pergerakan yang patologis seseorang
pada orang lain.
Latah merupakan suatu fenomena yang menarik di
masyarakat, Latah terdiri dari empat bentuk, yaitu :

pengulangan kata (ekolalia),


peniruan gerakan (ekopraksia),
pengucapan kata-kata jorok (koprolalia),
melakukan gerakan sesuai perintah (automatic obedience).

Palilalia :pengulangan kata dari diri sendiri. gangguan


bicara, yang mana kata atau frase diulang secara cepat
Ekhomimia: peniruan mimic wajah. gangguan mental yang
mana ucapan atau tindakan tiruan dan berulang

79. Intoksikasi Alkohol


1. Baru mengkonsumsi alkohol
2. setalah konsumsi, mengalami gangguan fungsi
dan sikap menjadi maladaptive
3. setelah mengkonsumsi muncur satu atau
lebih gangguan neurologi (bicara ngawur,
inkoordinasi, tidak siap, nistagmus, ganguan
cognitive)
4. tidak sedang menderita penyakit atau
kelainan lainnya

80.Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, Saya ini
pejabat di separtemen kesehatan lho! atau, Saya punya tambang emas.
Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Contoh, Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup
saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.
Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, Kalau
saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.
Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau
terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan. Misalnya, Saya sakit kanker. (Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium
tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit
kanker).
Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal
dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, Ini kan alam kubur
ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh.

81. Bulimia Nervosa


Bulimia nervousa

- Terdapat preokupasi yang menetap untuk makan


dan ketagihan terhadap makanan yang tidak bisa
dilawan
- Pasien berusaha melawan efek kegemukan dengan
merangsang muntah oleh diri sendiri atau
pencahar berlebihan, puasa berkala, memakai
obat2an penekan nafsu makan, seperti tiroid,
diuretik.

Anoreksia Nervosa

- Mengurangi berat badan dengan sengaja, dipacu


dan atau dipertahankan oleh penderita.
- Berat badan dipertahankan 15% dibawah yang
seharusnya

Obesitas

klasifikasi BMI menurut WHO 30,0 34,9

Kluver Bucy Syndrome

Gejala yang disebabkan oleh lesi bilateral gejalanya


hyperphagia, hypersexuality, hyperorality, dan
kepatuhan

Kleine Levin Syndrome

penyakit syaraf yang langka dimana penderita tidak


bisa mengontrol rasa kantuknya (tidur 20 jam), makan
berlebihan, kelainan dorongan seksual

82.Retardasi Mental
Menurut Rusdi Maslim (2001) retardasi
mental adalah suatu keadaan perkem-bangan
jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang
terutama ditandai oleh terjadinya hendaya
ketrampilan selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan
sosial.

82. Retardasi Mental


MR ringan
Range IQ 50-55 hingga 70
85% dari semua penderita
MR
Umumnya tidak terdeteksi
hingga setelah kelas 1 atau 2
SD
Saat late adolescence
kemampuan akademik setara
anak kelas 6 SD
Kebanyakan dewasa dengan
mild MR dapat hidup mandiri,
dan dapat membangun
keluarga sendiri

MR Sedang/ moderat
IQ kisaran 36 51
Dapat bicara dan belajar
berkomunikasi
Kesadaran social
kurangkoordinasi otot cukup
Dapat mempelajari beberapa
kemampuan social dan
pekerjaan pada usia 6 20
tahun
Dapat belajar bepergian
sendiri ke tempat yang
dikenal pada jarak usia 6 20
Tahun

83. Gangguan disosiasi


Gejala utama adalah adanya kehilangan dari
integrasi normal, antara:
ingatan masa lalu,
kesadaran identitas dan penginderaan segera, &
kontrol terhadap gerakan tubuh

Terdapat bukti adanya penyebab psikologis,


kejadian yang stressful atau hubungan
interpersonal yang terganggu
Tidak ada bukti adanya gangguan fisik.

Konvulsi disosiatif

Konvulsi disosiatif (pseudo seizures) dapat sangat mirip dengan


kejang epileptic dalam hal gerakan gerakannya, akan tetapi
sangat jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat
serangan dan mengompol. Juga tidak dijumpai kehilangan
kesadaran atau hal tersebut diganti dengan keadaan seperti stupor
atau trans.

Tetanus

Kontraksi otot yang bersifat nyeri, ditandai dengan tonus otot


meningkat, rigiditas muskuler dan spasme yang menyerupai kejang.
Spasme otot berupa (rigiditas abdomen, kontraksi otot wajah,
kontraksi otot rahang dan leher, trismus, disphagia)

Hipokalsemia

Kadar kalsium total > 11 mg/dL gejala: hipertensi, cardiac ischemia,


arrythmia, bradikardi, koma, kejang, konstipasi, sudden death

Keadaan putus alcohol

bicara ngaco, euphoria, gangguan keseimbangan, koordinasi buruk,


mata dan muka merah, perilaku sexual errotis, ataxia

Epilepsi

adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)


berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten yang disebabkan oleh pelepasan muatan listrik abnormal
dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, yang didasari
oleh berbagai faktor etiologi.
Terapi Cairan dan elektrolit, Dr. Ery Leksana
SpAn; Kegawatdaruratan Neurology RSHS FKUNPAD, PPDGJ

84.Intoksikasi Amfetamin

85. Demensia
Menurut WHO, demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang
timbul karena adanyakelainan yang bersifat kronis dan progresif
disertai dengan gangguan fungsi luhur multipelseperti kalkulasi,
kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran
pada demensiatidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya
disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku dan motivasi.
Kriteria Demensia menurut DSM IV
1. Demensia Alzheimer
2. Demensia vaskular (terdapat bukti riwayat penyakit
serebrovaskular)
3. Demensia akibat kondisi medis umum lain
4. Demensia persisten terinduksi zat
5. Demensia akibat etiologi multiple
6. Demensia yang tidak tergolongkan di tempat lain

Kriteria Demensia Alzheimer menurut


DSM IV
Perkembangan defisit kognitif multipel yang
dimanifestasikan dengan baik

Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan


untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut:
Afasia (gangguan bahasa)
Apraksia (gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau
mengidentifikasikan benda walaupun
fungsi sensorik utuh)
Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu
merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing
masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam
fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu
penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.
Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap
dan penurunan kognitif yang terus menerus

Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan


karena salah satu berikut :
Kondisi sistem saraf pusat lain yang
menyebabkan defisit progresif dalam daya
ingat kognisi misalnya penyakit
serebrovaskuler, penyakit Parkinson,
penyakit Huntington, hematoma subdural,
hidrosefalus tekanan normal, tumor otak
Kondisi sistemik yang diketahui
menyebabkan demensia
misalnya,hipotiroidisme, defisiensi vitamin
B12 atau asam folat, defisiensi
niasin,hiperkalsemia, neurosifilis, infeksi
HIV
Kondisi yang berhubungan dengan zat.
Defisit tidak terjadi semata-mata selama
perjalanan suatu delirium
Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh
gangguan aksis lainnya (misalnya,gangguan
depresif berat,Skizofrenia)

86. Reaksi stress pasca trauma


F43. Reaksi stress berat dan gangguan penyesuaian
Karekteristik dari kategori ini adalah tidak hanya di atas identifikasi
dasar simtomalogi dan perjalanan penyakit, akan tetapi juga
didasari satu dari dua factor pencetus:
Suatu stress kehidupan yang luar biasa yang menyebabkan
reaksi stress akut atau
Suatu perubahan penting dalam kehidupan, yang
menimbulkan situasi tidak nyaman yang berkelanjutan, dengan
akibat terjadi suatu gangguan penyesuaian.
Gangguan ini dapat dianggap sebagai respon maladaptive terhadap
stress berat atau stress berkelanjutan, dimana mekanisme
penyesuaia(coping mechanism) tidak berhasil mengatasi sehingga
menimbulkan masalah dalam fungsi sosialnya.

Gangguan stres akut

Gangguan yang serupa dengan gangguan stres pascatrauma, yang muncul segera setelah kejadian, dalam satu bulan setelah
kejadian

Orang yang telah terpapar dari suatu kejadian traumatic apabila ditemukan:

Orang yang mengalami atau dihadapkan dengan suatu kejadian yang berupa ancaman kematian atau cedera yang
serius atau ancama kepada integritas fisik diri sendiri atau orang lain.

Respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya atau horror.

Setelah mengalami kejadian yang menakutkan, individu mengalami salah satu dari gejala disosiatif berikut:

Perasaan subjektif kaku, terlepas atau tidak ada responsifitas emosi.

Penurunan kesadaran terhadap sekelilingnya.

Derealisasi.

Depersonalisasi.

Amnesia disosiatif, yaitu ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma.

Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali dalam sekurangnya satu cara berikut

pikiran, mimpi, ilusi, episode kilas balik yang rekuran atau penderitaan saat terpapar dengan pengingat kejadian
traumatik.

Penghindaran jelas terhadap stimuli yang menyadarkan trauma, misalnya

pikiran, perasaan, percakapan, aktifitas, tempat, orang.

Gejala kecemasan yang nyata atau peningkatan kesadaran

Gangguan yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau kondisi penting lain.

Gangguan berlangsung minimal 2 hari dan maksimal 4 minggu dan terjadi dalam 4 minggu setelah kejadian
traumatik.

Tidak karena efek fisiologis dari suatu zat atau kondisi medis umum.

Kriteria Diagnosis reaksi stres pasca


trauma
Individu terpajan situasi (melihat, mengalami, menghadapi)
yang melibatkan ancaman kematian atau cedera serius atau
ancaman lain yang serupa.
Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam
kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatic berat
Adanya bayang-bayang kejadian yang persisten, berupa
gambaran, pikiran, persepsi, atau mimpi buruk. Individu
mengalami gejala penderitaan bila terpajan pada ingatan akan
trauma aslinya.
perilaku menghindar dari bayang-bayang dan pikiran tentang
kejadian traumatis (termasuk orang, tempat, dan aktivitas), dan
dapat tidak ingat aspek tertentu dari kejadian.
Adanya gejala peningkatan kesiagaan yang berlebih seperti
insomnia, iritabililta, sulit konsentrasi, waspada berlebih.
Gejala menyababkan hendaya pada fungsi sosial atau pekerjaan

Pedoman diagnostik Gangguan Cemas


Menyeluruh PPDGJ

Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer
yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu
sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol
pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating
atau mengambang

Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur
berikut:
a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di
ujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb)
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak
dapat santai, dsb)
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat,
jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing
kepala, mulut kering, dsb.)

Gangguan Panik di ICD-10 (F41.0)


termasuk dalam sub kategori
gangguan cemas lainnya (F41)
dimana manifestasi cemas
merupakan gejala utama, dan
kejadiannya tidak terbatas situasi
tertentu.
Gangguan panik sendiri
didefinisikan sebagai serangan
berulang dari kecemasan yang
berat (panik) yang tidak terbatas
situasi atau keadaan sekitar dan
tidak dapat diprediksi. Dan
disertai dengan gejala somatik
seperti gejala serangan panik.

Diagnosis definitif dari gangguan


panik bila serangan panik terjadi
beberapa kali dalam waktu 1
bulan:
Tanpa ada bukti bahaya di sekitar
Tidak terbatas pada situasi yang
telah diketahui atau yang dapat
diduga sebelumnya
Dengan keadaan yang relatif
bebas dari gejala-gejala anxietas
pada periode antara seranganserangan panik

Fobia Sosial

rasa takut yang kuat dan persisten terhadap


suatu objek atau situasi, antara lain: hewan,
bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan
kematian. Anxietasnya harus mendominasi
atau terbatas pada situasi sosial tertentu.

Fobia khas

rasa takut yang kuat dan persisten yang


terbatas terhadap suatu objek atau situasi
tertentu

PTSD

gangguan muncul dalam waktu 6 bulan


setelah kejadian traumatik berat (masa laten
yang berkisar antara beberapa minggu
sampai beberapa bulan, jarang sampai
melampaui 6 bulan)

Obsessive Compulsive Disorder (OCD)

adalah gangguan kecemasan yang ditandai


dengan pikiran, impuls, gambaran atau
gagasan yang berulang dan mengganggu
(obsesi) disertai dengan upaya untuk
menekan pikiran-pikiran tersebut melalui
perilaku fisik atau mental tertentu yang
irasional dan ritualistik (kompulsi)

87. Insomnia
Diagnosis Sindrom Insomnia
Membutuhkan waktu lebih dari jam untuk tertidur
atau tidur kembali setelah terbangun sehingga siklus
tidur tidak utuh dan menimbulkan keluhan gangguan
kesehatan
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari hari,
bermanifestasi dalam gejala: penurunan kemampuan
bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin.

Lama tidur :
Long sleeper (7-8 jam/hari)
Short sleeper (3-4 jam/hari)
Panduan Klinis Obat Psikotropik, Maslim R

Obat anti insomnia


Benzodiazepin
Nitrazepam 5 10 mg/malam
Flurazepam 15 20 mg/malam
Estazolam 1 -2 mg/malam

Non-benzodiazepin
Zolpidem 10 20 mg/malam

Panduan Klinis Obat Psikotropik, Maslim R

88. Psikotik Akut

Pedoman diagnostic gangguan psikotik akut dan sementara menurut PPDGJ-III menggunakan
urutan diagnosis yang mencermikan urutan prioritas yang diberikan untuk ciri-ciri utama.
Urutan prioritas yang dipakai ialah :

onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang = jengka waktu gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan
mengganggu sedikitnya beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk periode prodormal yang
gejalanya sering tidak jelas) sebagai cirri khas yang menentukan seluruh kelompok
adanya sindrom yang khas ( berupa polimorfik = beraneka ragam dan berubah cepat, atau schizophrenia-like = gejala
skizofrenik yang khas)
adanya stress akut yang berkaitan ( tidak selalu ada). Kesulitan atau problem yang berkepanjangan tidak bboleh
dimasukkan sebagai sumber stress dalam konteks ini.
tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung

Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi criteria episode maik atau episode
depresif, walaupun perubahan emosional dan gejala-gejala afektif individual dapat menonjol
dari waktu ke waktu
Tidak ada penyebab organic, seperti trauma kapitis, delirium, atau demensia. Tidak
merupakan intoksikasi akibat penggunaan alcohol atau obat-obatan.

Maslim R, Buku Saku Diagnosis gangguan


Jiwa Rujukan ringkas dari PPDGJ - III

Obat yang digunakan


adalah obat obatan
anti psikotik.
Anti psikotika akan
mengurangi gejala
psikotik (misal:
haloperidol 2-5 mg
sampai 3kali sehari
atau chlorpromazine
100-200 mg sampai 3
kali sehari).
Dosis harus serendah
mungkin untuk
menghilangkan
gejala, walaupun
beberapa pasien
mungkin
membutuhkan dosis
yang lebih tinggi.

Haloperidol (Dosis anjuran 5


15 mg/h)

typical antipsikotik golongan


Butyrophenone, ES gejala
ekstrapiramidal ( hipertonus
otot, akatisia, rx distonia,
spasme otot, ggn koordinasi
mata, diskinesia tardive)

Karbamazepin (dosis anjuran


400 600 mg/h, 2 3 x per
hari)

Untuk kasus jiwa (obat


antimania), mania akut

Alprazolam

Anti anxietas

Diazepam

anti ansietas golongan


Benzodiazepin, ES gangguan
penglihatan, retensi urin

Sertralin

Obat anti depresi golongan


SSRI , efek samping minimal,
untuk pasien retarded
depression, usia lanjut,
dengan ggn jantung atau
berat badan berlebih

Panduan Klinis Obat Psikotropik, Maslim R

Skizofrenia

Ditandai dengan penyimpangan dari pikiran dan persepsi, serta afek yang tidak wajar, atau tumpul.
Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun ada
kemunduran kognitif tertentu.
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut
A
Thought echo = isi pikirannya berulang dikepalanya
Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya
Thought broadcasting = isi pikirannya keluar sehingga orang lain/ umum mengetahuinya.
B
Delusion of control=waham tentang dirinya dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya
Delusion of influence= waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
Delusion of passivity = waham tentang dirinya tak berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar
Delusional perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar
C halusinasi auditorik
Gejala tersebut berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih.

Pasien skizofrenia yaitu:


Halusinasi: mendengar, melihat, atau mencium sesuatu yang tidak ada
Waham (disebut juga delusi): keyakinan yang kuat dan tidak dapat
dipatahkan tentang sesuatu dengan alasan yang tidak dapat dipahami
orang sekitarnya. Waham yang sering ditemukan pada pasien skizofrenia
adalah waham kejar (ketakutan atau kecurigaan yang tidak beralasan) dan
waham bizzare (keyakinan yang sangat aneh)
Gangguan proses pikir: dapat berupa proses pikir yang cepat dan
melompat-lompat, tidak berhubungan, atau sangat lambat
Gangguan mood: biasanya berupa depresi, tapi dapat bervariasi
Gangguan afek: afek tidak sesuai (misalnya terlihat gembira saat
menceritakan kisah sedih), afek dapat berkurang atau tumpul
Gangguan kognitif: tidak dapat memusatkan perhatian atau memahami
ide abstrak
Gangguan perilaku dan interaksi sosial

Tipe Disorganisasi (hebefrenik)

berpikir disorganisasi, senyum aneh, afek


dangkal dan tidak sesuai, perilaku dungu dan
regresif, manerisme, keluhan somatik yang
sering kadang ada delusi dan halusinasi yang
tidak terorganisasi dan transient. Hanya
ditegakkan pada usia muda 15 25 Tahun

Tipe Katatonik

Subtipe Eksitasi : ditandai oleh aktivitas


motorik berlebih, kadang kala kuat.
Subtipe Withdrawn: ditandai oleh inhibisi
umum, stupor, mutisme, negativism,
fleksibilitas lilin, atau kadang kala status
vegetative.

Tipe Paranoid

ditandai dengan delusi kadang kala hlusinasi


atau religiositas berlebih. Pasien sering
bersikap kasar dan agresif.

Tipe tidak tergolongkan

perilaku disorganisasi dengan delusi dan


halusinasi yang menonjol.

Tipe Residual

pasien dengan tanda skizofren, sesudah


suatu episod skizofren yang tidak lagi psikotik

89. Ganguan obsesif kompulsif


merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pengulangan
pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih
dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan.
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya 2 minggu berturut turut.
Gejala gejala obsesif harus mencakup hal hal berikut :
Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada
lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi
kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak
dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas).
Gagasan , bayangan pikiran atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang
tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).
Maslim R, Buku Saku Diagnosis gangguan
Jiwa Rujukan ringkas dari PPDGJ - III

ILMU PENYAKIT KULIT DAN


KELAMIN

90. Erisipelas
Defenisi : Penyakit infeksi akut,
biasanya oleh
streptococcus
Etiologi : Streptococcus hemoliticus
Epidemiologi :Banyak pada anakanak & dewasa
Pria = wanita
Lokalisasi : Biasanya di tungkai
bawah
Gejala klinis : Gejala konstitusi (-);
Didahului trauma. Kelainan kulit
utama: eritema (merah cerah),
batas tegas & pinggirnya meninggi,
tanda-tanda radang akut (+)

Faktor yang mempengaruhi :


Kebersihan / higiene
Predisposisi : DM, ISPA, Gizi kurang

Differensial Diagnosis :
Selulitis : Dijumpai infiltrat subkutan
Penatalaksanaan :
Istirahat, tungkai bawah & kaki yg
diserang ditinggikan ( elevasi )
Antibiotika : penisilin 0,6 1,5 juta IU
selama 5 -10 hari atau sefalosporin 4
x 400 mg selama 5 hari
kompres terbuka dgn antiseptik

91. Impetigo
Impetigo Krustosa
Penyebab: streptococcus B
hemolyticus
Tempat predileksi di muka,
sekitar hidung dan mulut.
Gejala Klinis: eritema dan
vesikel yang cepat
memecah, krusta tebal
kekuningan seperti madu
Pengobatan: krusta
dilepaskan dan diberi salep
antibiotik

Impetigo bulosa
Penyebab: Staphylococcus
aureus
Tempat predileksi di ketiak,
dada, punggung.
Gejala klinis: eritema, bula,
dan bula hipopion.
Pengobatan: vesikel baru
bisa dipecahkan lalu
diberikan salep antibiotik
atau cairan antiseptik.

Buku ajar ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI edisi kelima

92. Pengobatan MH pada Anak


Pausibasilar

Multibasilar

Lesi kulit
(makula datar, papul
meninggi, nodus)

1-5 lesi
Hipopigmentasi/eritema
Distribusi tidak simetris
Hilangnya sensasi yang
jelas

>5 lesi
Distribusi lebih simetris
Hilangnya sensasi kurang
jelas

Kerusakan saraf
(menyebabkan hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi)

Hanya satu cabang saraf

Banyak cabang saraf

Kriteria Diagnosis Lepra:


Lesi hipopigmentasi dengan gangguan sensibilitas
Penebalan saraf
BTA (+)
Pemeriksaan
Bakterioskopik: Ziehl-Neelsen
Histopatologik: sel datia Langhans, atau sel Virchow
Serologik: MLPA, ELISA, ML dipstick

93. Reaksi Kusta


Episode akut dari penyakit kusta dengan gejala konstitusi, aktivasi dan
atau timbul efloresensi baru di kulit

Reaksi Reversal

Eritema Nodosum Leprosum

Umumnya pada lepra tipe BT, BB


dan BL.
Imunitas selular lebih berperan
Gejala konstitusi lebih ringan
dibandingkan ENL
Lesi lepra menjadi lebih banyak
dan aktif secara mendadak
Tidak terdapat nodus dan
terkadang ada jejak neuritis
Terapi :

Terjadi pada tipe BL atau LL


Imunitas humoral lebih berperan
Gejala konstitusional berupa
demam, menggigil, mual, nyeri
sendi, sakit pada saraf dan otot.
Timbul eritema, nodus pecah
menjadi ulkus
Predileksi di lengan, tungkai dan
dinding perut
Terapi :

Neuritis : kortikosteroid prednison


30 60 mg/hari
Teruskan obat kusta, ditambahkan
analgetik dan antipiretik bila perlu

Prednison 20 40 mg/hari dalam 4


dosis
Klofazimin 300 mg/hari
Obat kusta tetap diteruskan

94. Ulkus Mole


Suatu penyakit kelamin yang disebabkan oleh H.ducreyi ,
memberikan gambaran berupa ulkus yang nyeri di
kemaluan
Manifestasi Klinis
Inkubasi 3- 5 hari, timbul papul ulkus dangkal, tepi merah,
dasar kotor dan mudah berdarah. Nyeri saat penekanan,
indurasi (-)

Lokasi :
Pria : prepusium, frenulum, korpus penis dan skrotum
Wanita : klitoris, labia, anus dan perineum

Efloresensi
Ulkus berbentuk cawan, tepi tidak rata, dinding menggaung dan
eritema di sekitarnya

Terapi :
1 g azithromycin, single
dose oral
ceftriaxone 250 mg IM,
single dose
ciprofloxacin 2 x 500 mg
oral 3 hari
Erythromycin 3 x 500 mg
oral 7 hari

95. Hidradenitis Supurativa


Suatu Infeksi kelenjar apokrine oleh bakteri
Staphylococcus aureus
Lokalisasi : Ketiak, perineum & tempat-tempat
yg banyak kelenjar apokrine
Gejala klinis :
Sering didahului trauma/mikrotrauma (banyak
keringat, pemakaian deodoran, rambut ketiak
digunting); Demam & malaise (+)
Ruam: nodus dgn tanda radang melunak
abses pecah fistel. Bila menahun: dpt
terbentuk abses, fistel & sinus yg multipel
Terdapat leukositosis

Predisposisi :
Obesitas
Akne

96. Akne Vulgaris


Penyakit peradangan kronik folikel pilosebasea
Faktor: perubahan pola keratinisasi dalam folikel,
produksi sebum , terbentuknya fraksi asam lemak
bebas, peningkatan jumlah flora folikel
(Propionibacterium acnes), pembentukan circulating
antibodies, peningkatan kadar hormon androgen, stres
psikis, faktor lain (usia, ras, familial, makanan, cuaca)
Gejala klinis:
Predileksi: muka, bahu, dada atas, punggung atas
Erupsi kulit polimorfi:
Tak beradang: komedo, papula tidak beradang
Beradang: pustula, nodus, kista beradang
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Patogenesis Akne Vulgaris

Derajat Acne
Ringan

Sedang

Berat

5 10 lesi, tak meradang


pada 1 predileksi

> 10 lesi tak meradang pada


1 predileksi

< 5 lesi tak meradang pada


beberapa tempat predileksi

5 10 lesi tak meradang


pada lebih dari 1 predileksi

> 10 lesi tak meradang pada


lebih dari 1 predilksi

< 5 lesi meradang pada 1


predileksi

5 10 lesi meradang pada 1


predileksi

Lebih dari 10 lesi meradang


pada 1 atau lebih predileksi

< 5 lesi meradang pada lebih


dari 1 predileksi
Tak meradangkomedo
putih,lomedo hitam,papul
Meradangpustul,nodus,kista

Akne vulgaris
Pengobatan
Topikal:
Iritan: sulfur, asam salisilat, peroksida benzoil, asam retinoat
Antibiotik: oksitetrasiklin, eritromisin
Antiinflamasi: hidrokortison, triamsinolon intralesi
Sistemik
Antibiotik: tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, trimethoprim
Obat hormonal: estrogen, siproteron asetat
Vitamin A
Antiinflamasi
Terapi oral (Sistemik) diberikan pada acne sedang-berat

Kelainan

Karakteristik

Erupsi akneiformis

Erupsi papulopustula mendadak tanpa ada komedo


hampir di seluruh bagian tubuh. Disebabkan oleh induksi
obat

Akne venenata

Akne akibat rangsangan kimia/fisis. Lesi monomorfik,


predileksi di tempat kontak

Akne rosasea (Rosasea)

Penyakit radang kronik di daerah muka dengan gejala


eritema, pustula, talangiektasia dan hipertrofi kelenjar
sebasea. Tidak terdapat komedo.

97. Terapi Pityarisis versicolor


Topikal
Salep whitfield`s Asam
benzoat 12%, asam salisilat 6%,
tincture iodida 2,5%, tolnaftat
Sodium tiosulfat 25% selama 7
hari, oleskan selama 10 menit lalu
cuci
Salep klotrimazole, miconazole,
ketoconazole dll
Resiko rekurensi setelah
penggunaan terapi topikal selama
4 6 minggu 60-80%
Sebaiknya terapi digunakan
selama 6 8 minggu

Sistemik
Digunakan pada pasien
dengan lesi yang luas,
kesulitan untuk
menggunakan terapi
topikal, relaps berulang,
atau pilihan pasien untuk
terapi oral

Gothamy z. Review of Pytiarisis Versicolor. Egyp wor dermato soc vol.1 2004

Ketoconazole 1 x 200 mg
10 hari
Itrakonazol 1 x 200 mg 7
hari
Flukonazole 1 x 300 mg

98. Sindrom Stevens-JohnsonTEN


Sindrom yang mengenai kulit, selaputlendir di orifisium,
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan
sampai berat
Penyebab: alergi obat (>50%), infeksi, vaksinasi, graft vs
host disease, neoplasma, radiasi
Reaksi hipersensitivitas tipe 2
Trias kelainan
Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula
Kelainan mukosa orifisium: vesikel/bula/pseudomembran pada
mukosa mulut (100%), genitalia (50%). Berkembang menjadi
krusta kehitaman
Kelainan mata: konjungtivitis

Komplikasi: bronkopneumonia, gangguan elektrolit, syok


Pengobatan: KS sistemik-oral, antibiotik, suportif
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

TEN Definitions
SJS/TEN:
Lesions: Small blisters on dusky purpuric macules or atypical
targets
Mucosal involvement common
Prodrome of fever and malaise common

Stevens-Johnson Syndrome:
Rare areas of confluence.
Detachment </= 10% BSA

Toxic Epidermal Necrolysis:


Confluent erythema is common.
Outer layer of epidermis separates easily from basal layer with
lateral pressure.
Large sheet of necrotic epidermis often present.
>30% BSA involved.

Presentation of TEN
Demam (sering kali >39) dan flu-like illness 1-3 hari
sebelum lesi mukokutaneus muncul
Eritema yang berkonfluensi
Facial edema or central facial involvement
Lesi terasa nyeri
Palpable Purpura
Nekrosis kulit, dan blisters and/or epidermal detachment
Krusta/erosis pada membran mukosa, sore throat
Gangguan penglihatankarena ada keterlibatan mata
Rash muncul 1-3 minggu setelah exposure, atau
beberapa hari pada 2nd exposure

Eritema multiforme
Erupsi mendadak dan rekuren
pada kulit dan kadang-kadang
pada mukosa dengan gambaran
bermacam-macam spektrum
Penyebab pasti belum diketahui
Gejala:
Tipe makula-eritema
Mendadak, simetrik, predileksi di
punggung tangan, telapak tangan,
ekstensor ekstremitas, mukosa.
Gejala khas: bentuk iris

Tipe vesikobulosa
Makula, papula, urtika yang
kemudian timbul lesi vesikobulosa
di tengah

Obat: simtomatik, KS oral

Nekrolisis epidermal toksik


Bentuk parah SSJ
Gejala:
Mirip SSJ namun lebih berat
Hampir seluruh tubuh
Epidermolisis: tanda Nikolsky
(+)

Obat:
KS sistemik dosis tinggi
Sulfadiazin perak topikal
(sama seperti luka bakar)
Suportif

99. Pitiriasis Rosea


Dermatitis eritroskuamosa yang disebabkan
oleh infeksi virus (self-limiting disease)
Bentuk klinis:
Dimulai dengan lesi inisial berbentuk eritema
berskuama halus dengan kolaret (herald patch)
Disusul dengan lesi yang lebih kecil di badan, paha
dan lengan atas, tersusun sesuai lipatan kulit
(inverted christmas tree appearance)

Pengobatan: simtomatik
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Treatment
Bagian yang terpnting saat mengobati pasien
dengan pityriasis rosea adalah reassurance
bahwa rash akan menghilang
Mengurangi pruritus akan membantu
Penggunaan topical steroids, oral antihistamines,
topical menthol-phenol lotions, dan oatmeal baths.

Steroids sistemik tidak direkomendasikan


Akan menekan rasa gatal, tapi tidak dapat
memperpendek durasi penyakit, justru akan
memperlama dan mengeksaserbasi penyakitnya

Ultraviolet B (UV-B) light therapy


starting at 80% of the minimum erythrogenic dose, may rapidly
relieve pruritus in resistant cases
Bila rasa gatal masih belum terkontrol, dosis dapat ditingkat
sampai 20% samapai gejala berkurang.
Namun, penelitian terkini, gagal membuktikan berkurangnya
pruritus pada penggunaan UV-B Light therapy, tapi terdapat
bukti adanya penurunan derajat keparahan dari lesi.
Harus dipertimbangkan timbulnya postinflammatory
pigmentation setelah light therapy.[8, 9]

For vesicular pityriasis rosea, a single case was considerably


improved with 20 mg of dapsone twice a day.
High-dose acyclovir (800 mg qid or 400 mg 5 times a day)
dapat memperpendek durasi penyakit, terutama bila
diberikan pada fase awal penyakit
Further trials are needed to help confirm this finding.
http://emedicine.medscape.com/article/11075
32-treatment

100. Urtikaria
Vascular reaction of the
skin (Anaphylactic)
Marked by the transient
appearance of smooth,
slightly elevated patches
(wheals) that are
erythematous
Severe pruritus

Loratadine
AH-1 : blok reseptor H1 pada otot dan dinding
pembuluh darah, bronchus dan git serta
kapiler dan ujung saraf.
Generasi I : prometazin, klorfeniramin,
difenhidramin, siproheptadin, hidroksizin, dll.
Generasi II : astemizol, terfenadin, loratadin,
setirizin, dll.
Generasi II sukar mencapai SSP sehingga
bersifat non sedatif.

101. Infeksi Enterobius Vermicularis


(Oxyuris vermicularis, Cacing Kremi)
Penyakit : Enterobiasis, oksiuriasis
Manusia adalah satu-satunya hospes
Parasit kosmopolit, lebih banyak ditemukan
didaerah dingin
Habitat cacing dewasa adalah di rongga
sekum, usus besar, dan di usus halus yang
berdekatan dengan rongga sekum
Cacing betina akan bermigrasi ke daerah
perianal untuk bertelur
Telur berbentuk lonjong dan lebih datar pada
satu sisi (asimetris). Dinding telur bening,
agak lebih tebal dari dinding telur cacing
tambang
Infeksi terjadi bila menelan telur matang atau
bila larva dari telur yang menetas bermigrasi
kembali ke usus besar
Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. FKUI

Daur Hidup ENTEROBIASIS

Wolfram W. Enterobiasis. http://emedicine.medscape.com/article/997814-overview

Gejala Klinis
Pruritus lokal akibat migrasi cacing betina, sering terjadi pada
waktu malam hari hingga mengganggu tidur
Iritasi dan luka garuk disekitar anus, perineum dan vagina
Kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas meninggi,
enuresis, cepat marah, insomnia

Diagnosis
Menemukan telur dan cacing dewasa. Telur diambil dengan anal
swab yang ditempelkan di sekitar anus pada pagi hari sebelum
cebok
Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut

Pengobatan
Seluruh anggota keluarga sebaiknya diberi pengobatan
Mebendazol, efektif untuk semua stadium perkembangan
enterobius, 100 mg PO, diulang 2 minggu kemudian
Pyrantel Pamoate 10-11 mg/kgBB single dose, diulang 2 minggu
kemudian
Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. FKUI

102. Dermatitis Atopik


DA infantil (2 bulan 2 tahun)
Lesi sering di muka (dahi dan pipi) berupa eritema, papulovesikel, yang
kemudian menjadi eksudat dan krusta akibat digaruk
Lesi juga meluas ke tempat lain seperti skalp, leher, pergelangan
tangan, lengan dan tungkai

DA anak (2 10 tahun)
Merupakan kelanjutan dari bentuk infantil atau de novo
Lesi lebih kering, papul, likenifikasi dengan sedikit skuama
Predileksi: lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan fleksor, kelopak
mata, leher

DA remaja dan dewasa


Lesi sama dengan lesi anak

Terapi: hidrasi kulit, KS topikal, imunomodulator, preparat ter,


antihistamin
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Kriteria mayor:

Pruritus
Dermatitis di muka/ekstensor pada bayi/anak
Dermatitis di fleksura pada dewasa
Dermatitis kronis atau residif
Riwayat atopi pada penderita/keluarga

Kriteria minor:
Xerosis, infeksi kulit, dermatitis nonspesifik, iktiosis, pitiriasis alba,
dermatitis di papila mammae, white dermographism, keilitis, lipatan
infraorbital, konjungtivitis berulang, keratokonus, katarak subskapular
anterior, orbita menjadi gelap, muka pucat/eritem, gatal bila berkeringat,
intolerans terhadap wol/pelarut lemak, aksentuasi perifolikular,
hipersensitif terhadap makanan, dipengaruhi lingkungan/emosi, tes kulit
alergi (+), IgE serum meningkat, awitan usia dini

Diagnosis: 3 mayor + 3 minor

Allergen Testing
Skin prick test
Placing a drop of a solution containing a possible allergen
on the skin, and a series of scratches or needle pricks
allows the solution to enter the skinResult read in 20
minutes
Positive reactionskin develops a red, raised itchy area
(called a wheal)
Antihistamin harus dihentikan selama 1 minggu dan
steroid topikal selama 2 minggu sebelum waktu test

Skin patch test


the allergen solution is placed on a pad that is taped to the
skin for 24 to 72 hours
Untuk mendeteksi dermatitis kontak
http://www.webmd.com/allergies/allergy-tests#hw198353

Treatment

http://www.aafp.org/afp/2007/0215/p523.html

103. Spesimen Luka / Abses


Cara :

Biopsijar. Luka diambil sedikitterbaik


aspirasi(disedot)bisul yg tertutup
swab

Anaerob : biopsi dan aspirasi


Aspirasi untuk :

Abses tertutup
Luka bergaung dengan cairan di dalamnya yang tertutup
debris superfisial

Swab :

Pus diluar dibersihkan terlebih dahulu dengan swab yang


telah dicelupkan dengan NaCl steril, dengan swab baru
buat usapan dari dasar ulkus

Tidak dianjurkan untuk mengambil pus yang berasal


dari drain

luka / abses

BIOPSI DAN ASPIRASI


Aspirasi untuk :
Abses tertutup
Luka bergaung dengan cairan di dalamnya yang tertutup debris
superfisial

luka / abses

SWAB

104. Bacterial Vaginosis


Disebabkan oleh Gardnerella vaginalis
Sebagian besar wanita asymptomatic
Signs/symptoms when present:
Reported malodorous (fishy smelling) vaginal
dischargeduh tubuh ringan-sedang keabuan
berbau tidak enak (amis)
bau lebih busuk setelah bersenggama dan setelah
gatal dan rasa terbakar
kemerahan dan edem pada vulva

Gejala dapat menghilang secara spontan


416

Wet Prep: Bacterial Vaginosis


Saline: 40X objective

NOT a clue cell

Clue cells

Pemeriksaan sediaan basah


sekret: clue cell (epitel vagina
diliputi kokobasil sehingga
batas sel tidak jelas, disebut
clue cell).
Pewarnaan gram ditemukan
batang kecil negatif gram

NOT a clue cell


Source: Seattle STD/HIV

Prevention Training Center at the University of Washington

417

BV Diagnosis: Amsel Criteria


Vaginal pH >4.5
Presence of >20% per HPF

Amsel Criteria:
Setidaknya 3 dari
tanda berikut ini

of "clue cells" on wet mount


examination

Positive amine or "whiff"


test

Homogeneous, non-viscous,
milky-white discharge
adherent to the vaginal
walls

Absence of the normal


vaginal lactobacilli

418

Other Diagnostic Tools


Vaginal Gram stain
(Nugent or Speigel
criteria)
Culture
DNA probe
Newer diagnostic
modalities include:
PIP activity
Sialidase tests
419

Tatalaksana
Sebagian infeksi BV dapat sembuh secara spontan,
sebagian yang lain membutuhkan pengobatan
Pengobatan dibutuhkan pada pasien wanita
asimptomatik dengan:

Kehamilan
Persalinan
Operasi ginekologi
Infeksi rekuren

Risiko Infeksi asenden ke


uterus

Metronidazole
Oralmenurunkan pregnancy-associated morbidity
Vagina Ovuladigunakan pada pasien yang tidak dapat
mentoleransi efek samping metronidazol oral dan sedang
menyusui

Pengobatan terhadap pasangan tidak diperlukan

ILMU KESEHATAN ANAK

105.HISTOPATOLOGI PENYAKIT
GLOMERULAR

The glomerular basement membrane (GBM) of the kidney is the basal lamina
layer of the glomerulus.
The GBM is a fusion of the endothelial cell and podocyte basal laminas

GLOMERULUS
NORMAL

Glomerulus normal di bawah mikroskop


cahaya

Contoh Glomerulonefritis berdasarkan


Morfologi:
Minimal change nephrotic syndrome (MCNS)
Rapidly progressive glomerulonephritis
(RPGN)
Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS)
Membranous GN
Mesangial Proliferative GN
Membranoproliferative glomerulonephritis

Minimal-Change Glomerulonephritis
Nama lain Nil Lesions/Nil Disease (lipoid
nephrosis)
Minimal change nephrotic syndrome (MCNS)
merupakan penyebab tersering dari sindrom
nefrotik pada anak, mencakup 90% kasus di
bawah 10 tahun dan >50% pd anak yg lbh tua.

Nephrology (Carlton). 2007 Dec;12 Suppl 3:S11-4.


Pathophysiology of minimal change nephrotic syndrome and focal segmental glomerulosclerosis.
Cho MH, Hong EH, Lee TH, Ko CW.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17995521

Minimal-change disease (MCD)/lipoid nephrosis/nil disease, hampir selalu


beruhubungan dengan sindrom nefrotik. Hampir tidak ditemukan perubahan pada
membran maupun sel mesangial

Glomerulonephritis, crescentic (RPGN). Compression of the glomerular tuft with a circumferential


cellular crescent that occupies most of the Bowman space. Rapidly progressive
glomerulonephritis (RPGN) is defined as any glomerular disease characterized by extensive
crescents (usually >50%) as the principal histologic finding and by a rapid loss of renal function
(usually a 50% decline in the glomerular filtration rate [GFR] within 3 mo) as the clinical
correlate.
Image courtesy of Madeleine Moussa, MD, FRCPC, Department of Pathology, London Health Sciences Centre, London, Ontario, Canada.

This is focal segmental glomerulosclerosis (FSGS). An area of


collagenous sclerosis runs across the middle of this glomerulus. As the
name implies, only some (focal) glomeruli are affected and just part of
the affected glomerulus is involved (segmental) with the sclerosis. In
contrast to minimal change disease, patients with FSGS are more likely
to have non-selective proteinuria, hematuria, progression to chronic
renal failure, and poor response to corticosteroid therapy

Here is the light microscopic appearance of membranous nephropathy in which the


capillary loops are thickened and prominent, but the cellularity is not increased.
Membranous GN is the most common cause for nephrotic syndrome in adults. In most
cases there is no underlying condition present (idiopathic). However, some cases of
membranous GN can be linked to a chronic infectious disease such as hepatitis B, a
carcinoma, or SLE.

Mesangial Proliferative GN
Mesangioproliferative pattern of glomerular
injury is characterized by the expansion of
mesangial matrix and the mesangial
hypercellularity.
Contoh: immune disease such as IgA
nephropathy or class II lupus nephritis or nonimmune diseases such as early diabetic
glomerulosclerosis

Membranoproliferative
glomerulonephritis (MPGN)
Membranoproliferative glomerulonephritis (MPGN) is
an uncommon cause of chronic nephritis that occurs
primarily in children and young adults.
This entity refers to a pattern of glomerular injury
based on characteristic histopathologic findings,
including:
(1) proliferation of mesangial and endothelial cells and
expansion of the mesangial matrix
(2) thickening of the peripheral capillary walls by
subendothelial immune deposits and/or intramembranous
dense deposits
(3) mesangial interposition into the capillary wall, giving
rise to a double-contour or tram-track appearance on
light microscopy

Membranoproliferative
glomerulonephritis (MPGN)
type I. Glomerulus with
mesangial interposition
producing a double contouring
of basement membranes,
which, in areas, appear to
surround subendothelial
deposits (Jones silver
methenaminestained section;
original magnification 400).
Courtesy of John A. Minielly,
MD.

Chronic GN. A Masson trichrome preparation shows complete replacement of virtually all glomeruli by bluestaining collagen. (Courtesy of Dr. M. A. Venkatachalam, Department of Pathology, University of Texas Health
Sciences Center, San Antonio, Texas.)

106. PERTUSIS

Pertusis
Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis dan Bordetella
parapertussis (basil gram -)
Karakteristik : uncontrollable, violent coughing
which often makes it hard to breathe. After fits of
many coughs needs to take deep breathes which
result in a "whooping" sound.
Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius
selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit

Pertusis
Stadium:
Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi
biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini.
Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang
lama, bisa diikuti dengan whooping atau stadium
apnea. Bisa disertai muntah.
Stadium konvalesens: batuk kronik hingga
beberapa minggu
Guinto-Ocampo H. Pediatric pertussis. http://emedicine.medscape.com/article/967268overview

Diagnosis dan Tatalaksana Pertusis


Diagnosis :
Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika
penyakit diketahui terjadi lokal.
Tanda diagnostik : Batuk paroksismal diikuti whoop saat inspirasi
disertai muntah, perdarahan subkonjungtiva, riwayat imunisasi (-),
bayi muda dapat mengalami henti napas sementara/sianosis
Penatalaksanaan :
Kasus ringan pada anak-anak umur 6 bulan dilakukan secara rawat
jalan
< 6 bulan, dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti
napas, atau sianosis dirawat di RS
Komplikasi : Pneumonia, Kejang, Gizi kurang, Perdarahan dan Hernia
Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

Antibiotik dalam Penatalaksanaan Pertusis


Beri eritromisin oral (12.5 mg/kgBB/kali, 4 kali
sehari) selama 10 hari atau makrolid lainnya
Jika terdapat demam atau eritromisin tidak tersedia,
berikan kloramfenikol oral (25 mg/kg/kali, 3 kali
sehari) selama 5 hari sebagai penatalaksanaan
terhadap kemungkinan pneumonia sekunder
Tanda pneumonia sekunder : pernapasan cepat diantara
episode batuk, demam, dan gejala distres pernapasan
dengan onset akut

Jika kloramfenikol tidak tersedia, berikan


kotrimoksazol
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

107. CROUP

Croup
Croup (laringotrakeobronkitis
viral) adalah infeksi virus di
saluran nafas atas yang
menyebabkan penyumbatan
Merupakan penyebab stridor
tersering pada anak
Gejala: batuk menggonggong
(barking cough), stridor,
demam, suara serak, nafas
cepat disertai tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam

Steeple sign

Pemeriksaan
Croup is primarily a clinical diagnosis
Laboratory test results rarely contribute to confirming this
diagnosis. The complete blood cell (CBC) count may suggest a viral
cause with lymphocytosis
Radiography : verify a presumptive diagnosis or exclude other
disorders causing stridor.
The anteroposterior (AP) radiograph of the soft tissues of the neck
classically reveals a steeple sign (also known as a pencil-point sign),
which signifies subglottic narrowing
Lateral neck view may reveal a distended hypopharynx (ballooning)
during inspiration

Laryngoscopy is indicated only in unusual circumstances (eg, the


course of illness is not typical, the child has symptoms that suggest
an underlying anatomic or congenital disorder)

Klasifikasi dan Penatalaksanaan


Ringan
Gejala:

Demam
Suara serak
Batuk menggonggong
Stridor bila anak gelisah

Terapi:
Rawat jalan
Pemberian cairan oral,
ASI/makanan yang sesuai
Simtomatik

Berat
Gejala:
Stridor saat istirahat
Takipnea
Retraksi dinding dada bagian
bawah

Terapi:
Steroid (dexamethasone) dosis
tunggal (0,6 mg/kg IM/PO)
dapat diulang dalam 6-24 jam
Epinefrin 1:1000 2 mL dalam 23 mL NS, nebulisasi selama 20
menit

WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO; 2008.

108. VSD

Tekanan di dalam Jantung

Congenital Heart Disease


Congenital HD

Acyanotic

With volume
load:
- ASD
- VSD
- PDA
- Valve
regurgitation

Cyanotic

With pressure
load:

With
pulmonary blood
flow:

With
pulmonary blood
flow:

- Valve stenosis

- ToF

- Coarctation of
aorta

- Atresia
pulmonal

- Transposition of
the great vessels

- Atresia tricuspid

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.


2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.

- Truncus
arteriosus

Penyakit jantung kongenital


Asianotik: L-R shunt
ASD: fixed splitting S2,
murmur ejeksi sistolik
VSD: murmur pansistolik
PDA: continuous murmur

Sianotik: R-L shunt


TOF: AS, VSD, overriding
aorta, RVH. Boot like heart
pada radiografi
TGA
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/

Ventricular Septal Defect

VSD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Flow across VSD

Pansystolic murmur & thrill


over left lower sternum.

Over flow across mitral valve

If defect is large 3rd heart sound


& mid diastolic rumble at the apex.

LA, LV, RV volume overload

ECG: Left ventricular hypertrophy or


biventricular hypertrophy,
peaked/notched P wave
Ro: gross cardiomegaly

High systolic pressure & high


flow to the lungs
pulmonary hypertension

Dyspnea, feeding difficulties, poor


growth, profuse perspiration,
pneumonia, heart failure.
Duskiness during crying or infection
Ph/: increased of 2nd heart sound

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

VSD:
Pathophysiology & Clinical Findings
cardiomegaly with
prominence of
both ventricles,
the left atrium, &
the pulmonary artery.

pulmonary vascular
marking

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

109. HEMORRHAGE DISEASE OF


NEWBORN

Acquired Prothrombine Complex Deficiency


(APCD) dengan Perdarahan Intrakranial
Sebelumnya disebut sebagai Hemorrhagic Disease of
the Newborn (HDN) atau Vitamin K Deficiency Bleeding
Etiologinya adalah defisiensi vitamin K yang dialami
oleh bayi karena : (1) Rendahnya kadar vitamin K dalam
plasma dan cadangan di hati, (2) Rendahnya kadar
vitamin K dalam ASI, (3) Tidak mendapat injeksi vitamin
K1 pada saat baru lahir
Mulai terjadi 8 hari-6 bulan, insidensi tertinggi 3-8
minggu
80-90% bermanifestasi menjadi perdarahan
intrakranial
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

Hemorrhagic disease of newborn (HDN)


Acquired prothrombrin complex deficiency (APCD)
Stadium

Characteristic

Early HDN

Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Baby
born of mother who has been on certain drugs: anticonvulsant,
antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.

Classic HDN

Occurs during 2 to 7 day of life when the prothrombin complex


is low. It was found in babies who do not received VKP or
VK supplemented.

Vit K deficiency

Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Definite
etiology inducing VKP is found in association with bleeding:
malabsorption of VK ie gut resection, biliary atresia, severe liver
disease-induced intrahepatic biliary obstruction.

Late HDN / APCD

Acquired bleeding disorder in the 2 week to 6 month age infant


caused by reduced vitamin K dependent clotting factor (II, VII,
IX, X) with a high incidence of intracranial hemorrhage and
responds to VK.

Diagnosis APCD
Diagnosis
Anamnesis : Bayi kecil yang sebelumnya sehat, tiba-tiba
tampak pucat, malas minum, lemah. Tidak mendapat
vitamin K saat lahir, konsumsi ASI, kejang fokal
PF : Pucat tanpa perdarahan yang nyata. Tanda
peningkatan tekanan intrakranial (UUB membonjol,
penurunan kesadaran, papil edema), defisit neurologis
fokal
Pemeriksaan Penunjang : Anemia dengan trombosit
normal, PT memanjang, APTT normal/memanjang. USG/CT
Scan kepala : perdarahan intrakranial
Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, disertai UUB
membonjol harus difikirkan APCD sampai terbukti bukan
Buku PPM Anak IDAI

Tatalaksana APCD
Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, dan UUB membonjol,
berikan tatalaksana APCD sampai terbukti bukan
Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut
Transfusi FFP 10-15 ml/kgBB selama 3 hari berturut-turut
Transfusi PRC sesuai Hb
Tatalaksana kejang dan peningkatan tekanan intrakranial
(Manitol 0,5-1 g/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali)
Konsultasi bedah syaraf
Pencegahan : Injeksi Vitamin KI 1 mg IM pada semua bayi
baru lahir
Buku PPM Anak IDAI

110. HEMOLYTIC ANEMIA: COLD


AGGLUTININ DISEASE

Patofisiologi
Cold Agglutinin Disease (CAD)
merupakan bagian dari anemia
hemolitik autoimmun (13-25%
kasus AIHA)
Adanya dekstruksi sel darah
merah intra dan ekstravaskular
Biasanya menyerang usia 60-70
Antibodi cold agglutinin dibuat
di sumsum tulang,

Biasanya antibodi CAD


yang berupa IgM lebih
teraktivasi pada
temperatur rendah
dibandingkan
temperatur yang hangat
suhu turun
antibodi teraktivasi
mengaktifkan sistem
komplemen berujung
pada destruksi eritrosit

Klasifikasi CAD
CAD primer
10% idiopatik
90% berkaitan dengan low grade lymphoproliferative bone
marrow disorder

CAD sekunder
Dipicu oleh suatu penyebab
Penyakit infeksi: mycoplasma pneumonia, mumps,
mononucleosis, sifilis,rubella, varicella, HIV, Hep B
Limfoma, CLL
SLE
Menghilang jika penyakit yang mendasarinya membaik

Gejala

Pemeriksaan Laboratorium

Demam
Nyeri abdomen
Dispnea
Takikardia
Angina
Malaise
Ikterik
Urine cokelat
Splenomegali
acrocyanosis

Darah perifer lengkap


Reticulocyte count
Bilirubin
Haptoglobin
Lactate Dehydrogenase
Hemoglobinuria (urinalysis)
Direct antiglobulin test
(Coombs Test)
Pemeriksaan sumsum tulang
Foto rontgen (jika ada ke arah
mycoplasma pneumonia)

111. ITP & TTP

ITP: Epidemiology
(ITP)/ primary immune
thrombocytopenic purpura/
autoimmune
thrombocytopenic purpura
merupakan kelainan
trombositopenia murni
dengan sumsum tulang yg
normal dan tidak ada
penyebab trombositopenia
itu sendiri
ITP akut pd anak sebagian
besar bersifat ringan dan
self limiting

Insidens tertinggi usia 2-5


tahun dan dewasa usia 2050 thn.
40% diagnosis ditegakkan
pada pasien dibawah 10 th
Remisi spontan pada 80%
kasus dan < 20% dewasa
Children Laki-laki dan
perempuan 1:1
Adults Laki-laki:
perempuan (1:3)

ITP: Cardinal Features

Trombositopenia <100,000/mm3
Purpura dan perdarahan membran mukosa
Diagnosis of exclusion
2 jenis gambaran klinis
ITP akut
Biasanya didahului oleh infeksi virus dan menghilang dalam 3 bulan.

ITP kronik
Gejala biasanya mudah memar atau perdarahan ringan yang berlangsung
selama 6 bulan

>90% kasus anak merupakan bentuk akut


Most adults have the chronic form
Komplikasi yang paling serius: perdarahan. Perdarahan intrakranial
penyebab kematian akibat ITP yg paling sering (1-2% dr kasus ITP)

ITP
Patofisiologi
Peningkatan destruksi
platelet di perifer, biasanya
pasien memiliki antibodi
yang spesifik terhadap
glikoprotein membran
platelet (IgG autoantibodi
pada permukaanplatelet)

Tatalaksana
Perdarahan yang mengancam
nyawa penanganan intensif
Glukokortikoid IV dosis tinggi & IV
immunoglobulin (IVIg), dengan
atau tanpa transfusi trombosit
Transfusi Tc diindikasikan untuk
pengontrol perdarahan yg parah
6-8 U of platelet concentrate, or 1
U/10 kg
1 U of platelets to increase count
of a 70-kg adult by 5-10,000/mm3
and an 18-kg child by 20,000/mm3

Splenectomi untuk pasien yang


gagal terapi medikamentosa
http://emedicine.medscape.com/article/779545-clinical#a0218

TTP
Thrombotic
Thrombocytopenic Purpura
(TTP) merupakan kelainan
darah dengan karakteristik
adanya trombosis sehingga
terjadi trombositopenia
Dalam bentuk lengkap, terdiri
dari pentad microangiopathic
hemolytic anemia,
thrombocytopenic purpura,
kelainan neurologis, demam,
dan kelainan ginjal.
Etiologi belum diketahui
Therapy of choice : plasma
exchange with fresh frozen
plasma.

Gejala dan tanda


acute or subacute onset
berkaitan dengan gejala
neurologis, anemia, dan
trombositopenia
Kelainan neurologis:
penurunan kesadaran, kejang,
hemiplegia, parestesia,
gangguan visual, afasia.
Mudah lelah akibat anemia
Perdarahan akibat
trombositopenia jarang
terjadi; biasanya muncul
petekie

112. KOLESTASIS

Ikterus Neonatorum
Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis.
Ikterus fisiologis:
Awitan terjadi setelah 24 jam
Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB)
Ikterus fisiologis berlebihan ketika bilirubin serum puncak adalah 715 mg/dl pada NCB

Ikterus non fisiologis:


Awitan terjadi sebelum usia 24 jam
Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB

Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
Tanda penyakit lain

Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk.


Ditandai bilirubin direk > 2 mg/dl. Penyebab: kolestasis, atresia
bilier, kista duktus koledokus.
Indrasanto E. Hiperbilirubinemia pada neonatus.

Kolestatis
Bilirubin
indirek

Bilirubin Direk

Larut air: dibuang lewat ginjal

OBSTRUKSI

Urin warna
teh

Tidak ada bilirubin direk yg menuju usus

Feses warna
Dempul

Kolestasis (Cholestatic Liver Disease)


Definisi : Keadaan bilirubin direk > 1 mg/dl bila bilirubin total < 5
mg/dl, atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila kadar
bil.total >5 mg/dl
Kolestasis : Hepatoselular (Sindrom hepatitis neonatal) vs Obstruktif
(Kolestasis ekstrahepatik)
Sign and Symptom : Jaundice, dark urine and pale stools,
nonspecific poor feeding and sleep disturbances, bleeding and
bruising, seizures

Atresia Bilier

Merupakan penyebab kolestasis tersering dan serius pada bayi yang terjadi
pada 1 per 10.000 kelahiran
Ditandai dengan adanya obstruksi total aliran empedu karena destruksi atau
hilangnya sebagian atau seluruh duktus biliaris. Merupakan proses yang
bertahap dengan inflamasi progresif dan obliterasi fibrotik saluran bilier
Etiologi masih belum diketahui
Gambaran klinis: biasanya terjadi pada bayi perempuan, lahir normal,
bertumbuh dengan baik pada awalnya, bayi tidak tampak sakit kecuali sedikit
ikterik. Tinja dempul/akolil terus menerus. Ikterik umumnya terjadi pada usia
3-6 minggu
Laboratorium : Peningkatan SGOT/SGPT ringan-sedang. Peningkatan GGT
(gamma glutamyl transpeptidase) dan fosfatase alkali progresif.
Diagnostik: USG dan Biopsi Hati
Terapi: Prosedur Kasai (Portoenterostomi)
Komplikasi: Progressive liver disease, portal hypertension, sepsis

Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007

113. ISK

Infeksi Saluran Kemih


UTI pada anak perempuan 3-5%, laki-laki 1% (terutama yang
tidak disirkumsisi)
Banyak disebabkan oleh bakteri usus: E. coli (75-90%),
Klebsiella, Proteus. Biasanya terjadi secara ascending.
Gejala dan tanda klinis, tergantung pada usia pasien:
Neonatus: Suhu tidak stabil, irritable, muntah dan diare, napas tidak
teratur, ikterus, urin berbau menyengat, gejala sepsis
Bayi dan anak kecil: Demam, rewel, nafsu makan berkurang, gangguan
pertumbuhan, diare dan muntah, kelainan genitalia, urin berbau
menyengat
Anak besar: Demam, nyeri pinggang atau perut bagian bawah,
mengedan waktu berkemih, disuria, enuresis, kelainan genitalia, urin
berbau menyengat
Fisher DJ. Pediatric urinary tract infection. http://emedicine.medscape.com/article/969643-overview
American Academic of Pediatrics. Urinary tract infection: clinical practice guideline for the diagnosis and
management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months. Pediatrics 2011; 128(3).

Infeksi Saluran Kemih


3 bentuk gejala UTI:
Pyelonefritis: nyeri abdomen, demam, malaise, mual, muntah, kadangkadang diare
Sistitis: disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik, inkontinensia,
urin berbau
Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala
Pemeriksaan Penunjang :
Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria
(Eritrosit>5/LPB)
Biakan urin dan uji sensitivitas
Kreatinin dan Ureum
Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan anatomis
maupun fungsional
Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>105 koloni
kuman per mm2)
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.

Risk Factor

In girls, UTIs often occur at the onset


of toilet training. The child is trying
to retain urine to stay dry, yet the
bladder may have uninhibited
contractions forcing urine out. The
result may be high-pressure,
turbulent urine flow or incomplete
bladder emptying, both of which
increase the likelihood of bacteriuria.
Constipation can increase the risk of
UTI because it may cause voiding
dysfunction
Babies who soil to diaper can also
sometimes get small particles
of stool into their urethra

Tatalaksana

Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
Umum (Suportif)
Masukan cairan yang cukup
Edukasi untuk tidak menahan berkemih
Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
Hindari konstipasi
Khusus
Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
Pada bayi muda
Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral
Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis

114. SINDROM NEFRITIK

Glomerulonefritis akut (Sindrom


Nefritik Akut)
Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema, hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana
terjadi inflamasi pada glomerulus
Acute poststreptococcal glomerulonephritis is the archetype of
acute GN
GNA pasca streptokokus terjadi setelah infeksi GABHS nefritogenik
deposit kompleks imun di glomerulus
Diagnosis
Anamnesis: Riwayat ISPA atau infeksi kulit 1-2 minggu sebelumnya,
hematuri nyata, kejang atau penurunan kesadaran, oliguri/anuri
PF: Edema di kedua kelopak mata dan tungkai, hipertensi, lesi bekas
infeksi, gejala hipervolemia seperti gagal jantung atau edema paru
Penunjang: Fungsi ginjal, komplemen C3, urinalisis, ASTO

Terapi: Antibiotik (penisilin, eritromisin), antihipertensi, diuretik


Geetha D. Poststreptococcal glomerulonephritis.
http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview

Sindrom Nefritik Akut

Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Proteinuria, hematuria, dan adanya silinder eritrosit

Peningkatan ureum dan kreatinin


ASTO meningkat (ASTO: the antibody made
against streptolysin O, an immunogenic, oxygenlabile hemolytic toxin produced by most strains of
group A)
Komplemen C3 menurun pada minggu pertama
Hiperkalemia, asidosis metabolik,
hiperfosfatemia, dan hipokalsemia pada
komplikasi gagal ginjal akut

Penatalaksanaan

The major goal is to control edema and blood pressure


During the acute phase of the disease, restrict salt and water. If significant edema
or hypertension develops, administer diuretics.

Restricting physical activity is appropriate in the first few days of the illness but is
unnecessary once the patient feels well
Specific therapy:

Loop diuretics (Furosemide 1 mg/kg/kali, 2-3 kali per hari)


For hypertension not controlled by diuretics, usually calcium channel blockers or angiotensinconverting enzyme inhibitors are useful

Treat patients, family members, and any close personal contacts who are infected.
Throat cultures should be performed on all these individuals. Treat with oral penicillin G (250 mg qid
for 7-10 d) or with erythromycin (250 mg qid for 7-10 d) for patients allergic to penicillin
This helps prevent nephritis in carriers and helps prevent the spread of nephritogenic strains to
others

Indications for dialysis include life-threatening hyperkalemia and clinical


manifestations of uremia

Nefrotik vs Nefritik

115. TATALAKSANA ASMA

Derajat Serangan Asma dan Respon Pengobatan

Derajat
Serangan
Asma

Alur
Penatalaksanaan
Serangan Asma

Derajat Penyakit Asma


Parameter klinis,
kebutuhan obat,
dan faal paru

Asma episodik jarang Asma episodik sering

Asma persisten

Frekuensi serangan

< 1x /bulan

> 1x /bulan

Sering

Lama serangan

< 1 minggu

1 minggu

Hampir sepanjang tahun


tidak ada remisi

Diantara serangan

Tanpa gejala

Sering ada gejala Gejala siang dan malam

Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu


Pemeriksaan fisis
di luar serangan

Normal

Obat pengendali

Tidak perlu

Mungkin terganggu Tidak pernah normal

Perlu, steroid

Perlu, steroid

Uji Faal paru


PEF/FEV1 <60%
PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80%
(di luar serangan)
Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru
(bila ada serangan)

>15%

< 30%

< 50%

1116-117. MENINGITIS

Meningitis & ensefalitis


Meningitis
Meningitis bakterial: E. coli, Streptococcus grup B (bulan
pertama kehidupan); Streptococcus pneumoniae, H. influenzae,
N. meningitidis (anak lebih besar)
Meningitis viral: paling sering pada anak usia < 1 tahun.
Penyebab tersering: enterovirus
Meningitis fungal: pada imunokompromais
Gejala klasik: demam, sakit kepala hebat, tanda rangsang
meningeal (+). Gejala tambahan: iritabel, letargi, muntah,
fotofobia, gejala neurologis fokal, kejang

Ensefalitis: inflamasi pada parenkim otak


Penyebab tersering: ensefalitis viral
Gejala: demam, sakit kepala, defisit neurologis (penurunan
kesadaran, gejala fokal, kejang)
Hom J. Pediatric meningitis and encephalitis.
http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview

Meningitis bakterial: Patofisiologi

Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap dan kultur darah
Gula darah dan elektrolit jika terdapat indikasi
Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
etiologi
Pada kasus berat sebaiknya ditunda
Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
Diindikasikan pada suspek meningitis, SAH, dan penyakit SSP yang lain
(eg. GBS)
Protokol pertama pada kasus kejang pada anak usia < 1 tahun
sangat dianjurkan; 12-18 bln dianjurkan; > 18 bln tidak rutin
dilakukan

CT Scan dengan kontras atau MRI pada kasus berat, atau dicurigai
adanya abses otal, hidrosefalus, atau empiema subdural
EEG jika ditemukan perlambatan umum

HAEMOPHILUS MENINGITIS
Haemophilus influenzae is a nonmotile, History: From 60-80% of children
Gram-negative, rod-shaped bacterium
who develop Hib meningitis have
(coccobacilli; (0.5-1.5 micrometres).
had otitis media or an upper
respiratory illness immediately
before the onset of meningitis
Symptoms

Altered cry
Lethargy
Nausea or vomiting
Fever
Headache
Photophobia
Meningismus
Irritability
Anorexia
Seizures

Haemophilus Meningitis
Treatment:
Antimicrobial therapy
Dexamethasone may help
decrease the inflammatory
response & prevent hearing
loss.
Increased intracranial
pressure (ICP) can be treated
with mannitol.
Anticonvulsant

Cefotaxime and ceftriaxone


are the initial drugs of choice
for suspected Hib meningitis.
Do not use ampicillin
empirically, since as many as
50% of the isolates are
resistant, usually because of
plasmid-mediated betalactamase production.
Meropenem is considered an
alternative to cephalosporins;
as an option in patients who
are intolerant of
cephalosporins.

http://emedicine.medscape.com/article/218271-treatment
http://emedicine.medscape.com/article/1164916-medication#2

118. AKSES INTRAOSEUS

Akses Intraoseus

Akses intraoseus disarankan untuk


anak <6 thn.
Beberapa studi mengatakan jika
akses IO juga aman utk anak yg lbh
besar dan org dewasa
Menurut Emergency Cardiovascular
Care Guidelines (2000), akses IO
direkomendasikan pada semua
pasien anak yang gagal
mendapatkan akses IV setelah
mencoba 2x atau pada kasus syok/
circulatory collapse.
Pada tahun 2005, the American
Heart Association
merekomendasikan akses IO jika
akses vena tidak bisa didapatkan
dengan cepat.

Site of injection:
Proximal tibia
sternum

Spesimen darang yg didapatkan melalui intraosesus


bisa digunakan untuk pemeriksaan lab, seperti
kadar pH, kadar PCO2, dan gol darah, tetapi
mungkin agak berbeda dengan standar hasil darah
vena.
Semua obat-obatan dan produk darah bisa
dimasukkan melalui akses IO
Jika jarum Intraosseous dibiarkan > 72 jam, akan
berisiko infeksi lokal, sehingga akses IO sebaiknya
diangkat segera setelah akses vena didapatkan
secara permanen

Indikasi

Kontraindikasi

Sulit mendapatkan akses IV

Memerlukan infus dengan kapasitas


volume yang tinggi dan cepat

Burns
Obesity
Edema
Seizures

Hypovolemic shock
Burns

Sebagai akses ke sirkulasi vena sistemik

Cardiopulmonary arrest
Burns
Blood draws
Local anesthesia
Medication infusion

Infection at entry site


Burn at entry site
Ipsilateral fracture of the extremity
Osteogenesis imperfecta
Osteopenia
Osteopetrosis
Previous attempt at the same site
Previous attempt in different
location on same bone
Previous sternotomy (sternum
insertion)
Sternum fracture or vascular injury
near sternum (sternum insertion)
Unable to locate landmarks

119. GANGGUAN ELEKTROLIT PADA


DIARE

Komplikasi Diare
Dehidrasi
Asidosis Metabolik
Hipoglikemia, terutama dengan predisposisi
undernutrition
Gangguan elektrolit
hipo/hipernatremia
Hipokalemia
(NB: Hiperkalemia bisa menstimulasi intestinal
motility menyebabkan watery diarrhea.)

Gangguan gizi
Gangguan sirkulasi (syok)

Hyponatremia
Hypovolemic states, such as hemorrhage or dehydration,
prompt increases in sodium absorption in the proximal
tubule. Increases in vascular volume suppress tubular sodium
reabsorption, resulting in natriuresis and helping to restore
normal vascular volume
Hyponatremia is physiologically significant when it indicates a
state of extracellular hyposmolarity and a tendency for free
water to shift from the vascular space to the intracellular
space.
Cellular edema is well tolerated by most tissues, it is not well
tolerated within the rigid confines of the bony calvarium.
Therefore, clinical manifestations of hyponatremia are related
primarily to cerebral edema

Electrolyte: hyponatremia
Many symptoms of hyponatremia
are associated with the hypotonic
hydration.
The most common symptoms:
Headache
Nausea
Disorientation
Tiredness
Muscle cramps

Johnson JY. Fluids and Electrolytes demystified. 2008

Electrolyte: hyponatremia
Natrium concentration is influenced by the balance of natrium
& water in the body.

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.

Electrolyte: hypernatremia
Hypernatremia

Fluid moves out of the cells

Cell dehydration with shrinkage

Hypernatremia can affect


brain cells and cause
neurologic damage,
resulting in
Confusion
Paralysis of the
muscles of the lungs
Coma
Even death

Dry tissues dry mucous membrane,


loss of turgor, & thirst
Johnson JY. Fluids and Electrolytes demystified. 2008

Electrolyte: hypernatremia

Burtis Ca et al. Tietz textbook of clinical chemistry & molecular


diagnostic. 4th ed.2008

Electrolyte: kalium
K has important role in resting membrane potential & action potentials.

The level of K influences cell depolarization


the movement of the resting potential closer to the threshold more
excitability & hyperpolarization
decreased resting membrane potential to a point far away from the threshold
less excitability.

The most critical aspect of K, it affects:


Cardiac rate, rhythm, and contractility
Muscle tissue function, including skeletal muscle and muscles of the diaphragm,
which are required for breathing
Nerve cells, which affect brain cells and tissue
Regulation of many other body organs (intestinal motility)

Johnson JY. Fluids and Electrolytes demystified. 2008

Electrolyte: kalium
Hypokalemia

Disorientation
Confusion
Discomfort of muscles
Muscle weakness
Ileus paralytic
Paralysis of the
muscles of the lung,
resulting in death

Hyperkalemia

Rapid heart beat


(fibrillation)
Skin tingling
Numbness
Weakness
Flaccid paralysis

Johnson JY. Fluids and Electrolytes demystified. 2008

Tatalaksana Hipokalemia
Transient, asymptomatic, or mild hypokalemia may spontaneously resolve
or may be treated with enteral potassium supplements.
Symptomatic or severe hypokalemia should be corrected with a solution of
intravenous potassium.

PPM IDAI
http://emedicine.medscape.com/article/907757-treatment

Electrolye: kalium

Electrolyte: kalium

Summary
HIPER
Natremia (> 144 mEq/L)
Hiperrefleks, mental status
changes (lethargy, stupor, coma
etc), seizures

Kalemia (>5.2 mEq/L)


Weakness, flaccid paralysis,
hyperactive tendon reflexes,
decreased motor strength,
ventricular fibrillation risk

Kalsemia (> 10.2 mEq/L)


Stones in UT, HTN, constipation,
hyporeflexia, polydipsia, polyuria,
fatigue, anorexia, nausea

HIPO
Natremia (<136 mEq/L)
Hiporeflexia, mental status
changes, seizures

Kalemia (<3.6 mEq/L)


Muscle weakness, cramps,
tetany, polyuria, polydipsia,
decreased motor strength,
ileus, orthostatic hypotension

Kalsemia (<8.4 mEq/L)


Hypertension, peripheral &
perioral paresthesia, abdominal
pain & cramps, lethargy,
Trousseau sign (obstetrics
hand), Chvostek sign,
generalized seizures, tetany

120. DIARE AKUT AKIBAT VIRUS

Etiologi
Rotavirus
Penyebab tersering gastroenteritis
virus pada anak
Outbreak pada musim gugur-dingin
Puncak insidens: usia 6-24 bulan
Durasi 5-7 hari

Norovirus (Norwalk Virus)


Most common cause of Gastroenteritis
in adults
Winter outbreaks
Affects all ages
Typical duration 2-5 days
Common outbreaks via Foodborne
Illness in Nursing Home, dormitories,
cruise ships

Astrovirus
Winter outbreaks
Affects all ages
Typical duration 3 days

Adenovirus
Summer outbreaks
Typicall affects children
Typical duration 6-9 days

121. DIARE PERSISTEN

Diare akut: berlangsung < 1 minggu,


umumnya karena infeksi (umumnya e.c
rotavirus)
Diare akut cair
Diare akut berdarah

Diare berlanjut: diare infeksi yang


berlanjut > 1 minggu
Diare Persisten: Bila diare melanjut tidak
sembuh dan melewati 14 hari atau lebih
Diare kronik: diare karena sebab apapun
yang berlangsung 14 hari atau lebih

Diare Persisten
Intoleransi laktosa
Alergi protein susu sapi
Malabsorpsi nutrien

Bakteri tumbuhlampau
Infeksi persisten
Antibiotic-Associated
Diarrhea

Symptoms of lactose intolerance


include the following:
GI symptoms
Bloating, abdominal discomfort, meteorism, and
flatulence that occur from 1 hour to a few hours after
ingestion of milk or dairy products may signify lactose
intolerance

Stool characteristics: Loose, watery, acidic stool


often with excessive flatus and associated with
urgency that occurs a few hours after the
ingestion of lactose-containing substances is
typical.

Pemeriksaan Intoleransi Laktosa


Stool analysis
Reducing substances in the stool indicate that
carbohydrates are not being absorbed.
Acidic stool is defined by a pH level of less than
5.5. This is an indication of likely carbohydrate
malabsorption, even in the absence of reducing
substances.

Uji Hidrogen Napas Gold Standard


Pemeriksaan yang didasarkan atas adanya
peningkatan kadar hidrogen dalam udara
ekspirasi
Gas hidrogen dalam udara ekspirasi berasal
dari hasil fermentasi bakteri di kolon maupun
di usus halus terhadap substrat yang tidak
tercerna akibat defisiensi laktase baik

122. FOOD ALLERGY

Food Allergy

Hipersensitivitas terhadap protein di dalam makanan (cth kasein & whey dari
produk sapi)
Mekanisme pertahanan spesifik dan non-spesifik saluran cerna belum sempurna,
antigen masuk lewat saluran cerna hipersensitivitas
The prevalence of food allergies has been estimated to be 5-6% in infants and
children younger than 3 years and 3.7 % in adults
Gejala:

Anafilaktik
Kulit: dermatitis atopik, urtikaria, angioedema
Saluran nafas: asma, rinitis alergi
Saluran cerna: oral allergy syndrome, esofagitis eosinofilik, gastritis eosinofilik, gastroenteritis
eosinofilik, konstipasi kronik, dll.

Pemeriksaan: skin test, IgE serum, eliminasi diet, food challenge


Tata laksana:

Eliminasi makanan yang diduga mengandung alergen


Breastfeeding, ibu ikut eliminasi produk susu sapi dalam dietnya
Susu terhidrolisat sempurna bila susah untuk breastfeeding
Nocerino A. Protein intolerance. http://emedicine.medscape.com/article/931548-overview

Common Food Allergens

123. TATALAKSANA GIZI BURUK

10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk


No Tindakan
Tindaklanjut
3-6
mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia

Stabilisasi
H 1-2

Transisi
H 3-7

Rehabilitasi
H 8-14
mg

2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit


5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro
7. Makanan stab & trans
8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi
10. Siapkan tindak lanjut

tanpa Fe

+ Fe

Mikronutrien

Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)


Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase
rehabilitasi)
Vitamin A diberikan secara oral pada hari ke 1 dengan:

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3
bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1,
2, dan 15.

X1
Dryness of conjunctiva

Wrinkle and hyperpigmentation


52

X2
Dryness of cornea

Wrinkle and hyperpigmentation


29

Bitot spot
Foam-like substance

Hyperpigmentation & wrinkle


(X-1)

53

X3A
Corneal ulcer < 1/3

Conjunctival & ciliary injection

54

X3B

X3B
Ulkus kornea > 1/3

Keratomalacea
30

XS
Corneal scar

124. IMUNISASI

Apa yang baru?

Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

1. Hepatitis B
Jadwal vaksin hepatitis B1 tetap dianjurkan
umur 12 jam.
Diberikan setelah vitamin K1.Penting untuk
mencegah terjadinya perdarahan akibat
defisiensi vitamin K.
HBIg utk bayi dari ibu HBsAg positif, selain
imunisasi hepatitis B, utk cegah infeksi
perinatal yang berisiko tinggi untuk terjadinya
hepatitis B kronik.
Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

2. Polio
Vaksin polio 0 : polio oral (saat lahir atau saat
bayi dipulangkan)
Untuk vaksin polio 1, 2, 3 dan booster : polio
oral (OPV) atau polio inaktivasi (IPV)
Rekomendasi: paling sedikit 1 dosis IPV yang
penting dalam masa transisi dalam menuju
eradikasi polio

Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

3. BCG
BCG dapat diberikan : umur 0 - 3 bulan

Optimal pada umur 2 bulan.


Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

4. DTP
Untuk vaksin Td ditambahkan perlu booster
tiap 10 tahun.

Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

5. Campak
Imunisasi campak pada program nasional
diberikan 2 kali pada umur 9 dan 24 bulan
(Permenkes RI no 42/ 2013 tentang
penyelenggaran imunisasi)
Bila mendapat MMR umur15 bulan, imunisasi
campak umur 24 bulan tidak diperlukan.

Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

125. TB MILIER

Tatalaksana TB
Jika menemukan salah satu tanda di bawah
ini, rujuk ke RS

TB Milier
TB milier terjadi akibat
penyebaran kuman melalui
hematogen ke organ-organ
tubuh (dalam hal ini paruparu)
Pada keadaan TB yang
berat, baik pulmonal
maupun ekstrapulmonal (TB
milier, TB meningitis, TB
tulang, dll):
fase intensif diberikan minimal 4
macam jenis obat selama 2 bulan
(rifampisin, INH, pirazinamid,
etambutol, atau streptomisin).
Fase lanjutan diberikan
rifampisin dan INH selama 10
bulan.

Untuk kasus TB tertentu


yaitu TB milier, efusi pleura
TB, pericarditis TB, TB
endobronkial, meningitis
TB, dan peritonitis TB,
diberikan prednisone
Dosis prednisone 1-2
mg/kgBB/ hari dibagi 3
dosis selama 2-4 minggu
dosis penuh dilanjutkan
tapering off dalam jangka
waktu yang sama.

126. POLA PERTUMBUHAN KMS

PENILAIAN PERTUMBUHAN
Pertumbuhan disebut BAIK : bila BB bulan ini
bertambah dibandingkan BB bulan lalu dan grafik BB di
KMS
a. Tetap pada pita warna yang sama atau
b. Berpindah ke pita warna yang lebih tua
Pertumbuhan TIDAK BAIK : bila BB bulan ini bertambah
tetapi grafik BB berpindah ke pita yang lebih rendah
Pertumbuhan TIDAK BAIK : bila BB bulan ini
dibandingkan dengan BB bulan lalu;
a. Sama nilainya (tetap)
b. Lebih rendah (berkurang)

PENAFSIRAN GRAFIK BB DI KMS


Bila nilai (absolut) BB naik, dan grafik berpindah
ke pita yang lebih atas (N1): anak mengalami
tumbuh kejar, artinya terjadi pembentukan
jaringan baru yang lebih cepat dari pola yang
normal
Bila nilai (absolut) BB naik, dan grafik tetap
berada pada pita yang sama (N2): anak
mengalami tumbuh normal, artinya terjadi
pembentukan jaringan baru sesuai dengan pola
yang normal

PENAFSIRAN GRAFIK BB DI KMS


Bila nilai (absolut) BB naik, tetapi grafik berpindah ke
pita yang lebih bawah (T1): anak mengalami tumbuh
tidak memadai, artinya terjadi pembentukan
jaringan baru yang lebih lambat dari pola yang
normal
Bila nilai BB tetap, sehingga arah grafik mendatar (T2):
anak tidak tumbuh, artinya tidak terjadi
pembentukan jaringan baru
Bila nilai BB berkurang, sehingga arah grafik menurun
(T3): anak mengalami tumbuh negatif, artinya telah
terjadi penyusutan dari jaringan tubuh anak

127. HYPOGLYCEMIA IN INFANT OF


DIABETIC MOTHER

Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi bayi dengan kadar glukosa
darah <45 mg/dl (2.6 mmol/L), baik bergejala atau
tidak
Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat menyebabkan
palsi serebral, retardasi mental, dan lain-lain
Etiologi
Peningkatan pemakaian glukosa (hiperinsulin): Neonatus
dari ibu DM, Besar masa kehamilan, eritroblastosis fetalis
Penurunan produksi/simpanan glukosa: Prematur, IUGR,
asupan tidak adekuat
Peningkatan pemakaian glukosa: stres perinatal (sepsis,
syok, asfiksia, hipotermia), defek metabolisme karbohidrat,
defisiensi endokrin, dsb
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

Hipoglikemia
Diagnosis
Anamnesis: tremor, iritabilitas, kejang/koma, letargi/apatis, sulit menyusui,
apneu, sianosis, menangis lemah/melengking
PF: BBL >4000 gram, lemas/letargi/kejang beberapa saat sesudah lahir
Penunjang: Pemeriksaan glukosa darah baik strip maupun darah vena, reduksi
urin, elektrolit darah

Penatalaksanaan
Bolus 200 mg/kg dengan dextrosa 10% IV selama 5 menit
Hitung Glucose Infusion Rate (GIR), 6-8 mg/kgBB/menit untuk mencapai GD
maksimal. Dapat dinaikkan sampai maksimal 12mg/kgBB/menit
Cek GD per 6 jam
Bila hasil GD 36-47 mg/dl 2 kali berturut-turut + Infus dextrosa 10%
Bila GD >47 mg/dl setelah 24 jam terapi, infus diturunkan bertahap
2mg/kgBB/menit setiap jam
Tingkatkan asupan oral

SOP Divisi Perinatologi Departemen Ilmu


Kesehatan Anak FKUI RSCM

128. DISENTRI

Disentri
Disentri adalah diare yang disertai darah.
Sebagian besar kasus disebabkan oleh Shigella
dan hampir semuanya membutuhkan
pengobatan antibiotik
Peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10 per
lapang pandang mendukung etiologi bakteri
invasif

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

Disentri
Bakteri (Disentri basiler)
Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering ( 60%
kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri
yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella.
Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
Salmonella
Campylobacter jejuni, terutama pada bayi

Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba


hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5 tahun
Non Infeksi: intususepsi, gang. hematologi (misal def. vit. K
pada bayi baru lahir), kelainan imunologis misal purpura
Henoch-Schnlein serta colitis ulseratif atau penyakit
Chrons

Campylobacter Sp
Campylobacter species are
gram-negative bacilli that
have a curved or spiral
shape
diarrhea, cramping,
abdominal pain, and fever
within two to five days after
exposure to the organism
In most patients, the
diarrhea is either loose and
watery or grossly bloody; 8
10 bowel movements per
day occur at the peak of
illness

Most cases of
campylobacteriosis are
associated with eating raw
or undercooked poultry
meat
The most important
postinfectious complication
of C. jejuni infection is the
Guillain-Barr syndrome
(GBS) (probably preceding
30% of GBS cases; <1 case
of GBS per 1000 C. jejuni
infections)

http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/campylobacter/
http://cid.oxfordjournals.org/content/32/8/1201.full.pdf+html

Salmonella Sp
Salmonella are gramnegative facultative
intracellular anaerobes
Cause of gastroenteritis,
enteric fever (caused by
typhoid and paratyphoid
serotypes), bacteremia,
focal infections, a
convalescent lifetime carrier
state.

The incubation period is


from 8-48 hours after the
ingestion of contaminated
food or water.
Symptoms are acute onset
of fever and chills, nausea
and vomiting, abdominal
cramping, and diarrhea.
If a fever is present, it
generally abides in 72
hours.
Diarrhea is usually selflimited, lasting 3-7 days and
may be grossly bloody.

Gambar Bakteri & Parasit

C. Jejuni
Shigella

Entamoeba Hystolitica

Gejala klinis
Disentri basiler
Diare mendadak yang disertai darah
dan lendir dalam tinja. Pada disentri
shigellosis, pada permulaan sakit,
bisa terdapat diare encer tanpa darah
dalam 6-24 jam pertama, dan setelah
12-72 jam sesudah permulaan sakit,
didapatkan darah dan lendir dalam
tinja.
Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan
toksik.
Muntah-muntah.
Anoreksia.
Sakit kram di perut dan sakit di anus
saat BAB.
Kadang-kadang disertai dengan gejala
menyerupai ensefalitis dan sepsis
(kejang, sakit kepala, letargi, kaku
kuduk, halusinasi).

Disentri amoeba
Diare disertai darah dan lendir
dalam tinja.
Frekuensi BAB umumnya lebih
sedikit daripada disentri
basiler (10x/hari)
Sakit perut hebat (kolik)
Gejala konstitusional biasanya
tidak ada (panas hanya
ditemukan pada 1/3 kasus).

129. DBD

Dengue
Demam dengue
Demam akut 2-7 hari
dengan 2 atau lebih gejala
berikut:

Nyeri kepala
Nyeri retroorbita
Myalgia/arthralgia
Ruam
Manifestasi perdarahan
Leukopenia

DBD
Infeksi dengue yang ditambah
1 atau lebih gejala:

Uji bendung positif


Petekie, ekimosis, purpura
Perdarahan mukosa
Hematemesis/melena
Trombositopenia (<100.000)
Adanya kebocoran plasma
(kenaikan >20% Ht normal;
adanya bukti kebocoran seperti
efusi pleura, asites,
hipoproteinemia)

KLASIFIKASI DBD
Derajat (WHO 1997):
Derajat I : Demam dengan test rumple leed
positif.
Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan
spontan dikulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

Guideline WHO 1997

WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in


small hospitals. 1999.

Rumple leede test


a tourniquet test used to determine the presence
of vitamin C deficiency or thrombocytopenia
a circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of
which is 4 cm below the crease of the elbow, is
drawn on the inner aspect of the forearm,
pressure midway between the systolic and
diastolic blood pressure is applied above the
elbow for 15 minutes
Count petechiae within the circle is made: 10,
normal; 10-20, marginal; more than 20,
abnormal.

130. POLIOMIELITIS

Lumpuh Layuh Akut


Merupakan hilangnya kekuatan otot yang disebabkan oleh
gangguan lower motor neuron atau unit motorik, yaitu badan sel di
kornu anterior medula spinalis, akson, sambungan saraf-otot, atau
pada otot itu sendiri
Manifestasi Klinis
Kelumpuhan tipe lower motor neuron berupa flaksid,
berkurangnya refleks fisiologis, atrofi, fasikulasi otot. Refleks
patologis (-)
Pemeriksaan Penunjang :
Elektrodiagnosis (Elektromiografi, nerve conduction studies)
Enzim kreatin kinase
Analisis CSF untuk diagnosis etiologi
CT-scan atau MRI untuk menyingkirkan lesi kompresi

Lumpuh Layuh Akut


Etiologi
Sel-sel kornu anterior
Infeksi virus : Poliomielitis
Penyakit pasca infeksi virus yang diperantarai sistem
imun : Mielitis transversa akut ( Weakness and
numbness of the limbs as well as motor, sensory, and
sphincter deficits. The onset is sudden and progresses
rapidly)
Trunkus saraf : Sindrom Guillain-Barre (Paralisis asendens,
simetris, dan nyeri), Toksin difteri
Sambungan neuromuskular : Toksin botulinum

Poliomyelitis
Poliomyelitis is an enteroviral
infection
Poliovirus is an RNA virus that is
transmitted through the oralfecal route or by ingestion of
contaminated water
The viral replicate in the
nasopharynx and GI tract
invade lymphoid tissues
hematologic spread viremia
neurotropic and produces
destruction of the motor neurons
in the anterior horn and
brainstem

Poliomyelitis:
90-95% of all infection remain
asymptomatic
5-10% abortive type:
Fever
Headache, sore throat
Limb pain, lethargy
GI disturbance
1-2% major poliomyelitis:
Meningitis syndrome
Flaccid paresis with asymmetrical
proximal weakness & areflexia,
mainly in lower limbs
Paresthesia without sensory loss or
autonomic dysfunction
Muscle atrophy

Infection of the Nervous system


Sign and Symptom:
Mild cases : Fever, Headache,
Nausea, Vomiting, Abdominal pain,
Oropharyngeal hyperemia
Nonparalytic poliomyelitis : Nuchal
rigidity, More severe headache, Back
and lower extremity pain, Meningitis
with lymphocytic pleocytosis
Paralytic : Asymmetric loss of
muscle function with involvement of
major muscle groups. Muscle
atrophy is generally observed several
weeks after the beginning of
symptoms
Color atlas of neurology

Poliomyelitis
Work Up :
viral cultures of specimens from the cerebrospinal
fluid (CSF), stool, and throat
Acute and convalescent serum for antibody
concentrations, 4-fold increase in the immunoglobulin
G (IgG) antibody titers or a positive antiimmunoglobulin M (IgM) titer during the acute stage
is diagnostic

Treatment
No antivirals are effective against polioviruses. The
treatment of poliomyelitis is mainly supportive
Pediatric Poliomyelitis. Benjamin Estrada, MD. http://emedicine.medscape.com/article/967950

ETIK, IKK DAN FORENSIK

157. Kriteria Justice


Kriteria
Memberlakukan sesuatu secara universal
Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
Menghargai hak sehat pasien
Menghargai hak hukum pasien
Menghargai hak orang lain
Menjaga kelompok yang rentan
Tidak melakukan penyalahgunaan
Bijak dalam makro alokasi
Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil
Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan tepat/sah
Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan
Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb

158. KODEKI Pasal 4


Kewajiban dokter secara umum (KODEKI)
pasal 4 setiap dokter harus menghindarkan
diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

159. KODEKI Pasal 7

160. Calgary Cambridge

161. Calgary Cambridge

162. KODEKI Pasal 3


Pasal 3 Kode Etik
Kedokteran
Indonesia
Dalam melakukan
pekerjaan
kedokterannya,
seorang dokter tidak
boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yang
mengakibatkan
hilangnya kebebasan
dan kemandirian
profesi

Sumpah Dokter

Penjelasan
Perbuatan berikut dipandang bertentangan
dengan etik:
Membuat ikatan atau menerima imbalan
dari perusahaan farmasi/obat,
perusahaan alat kesehatan/kedokteran
atau badan lain yang dapat
mempengaruhi pekerjaan dokter
Melibatkan diri secara langsung atau tidak
langsung untuk mempromosikan obat,
alat, atau bahan lain guna kepentingan
dan keuntungan pribadi dokter

163. Rahasia pasien


Pasal 12 Kode Etik Kedokteran Indonesia
Setiap dokter wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia
Undang-undang Praktik Kedokteran
No. 29 Tahun 2004

Undang-undang Praktik Kedokteran


No. 29 Tahun 2004

164. Rekam Medis

Dalam Pasal 47 ayat (1) UU Praktek Kedokteran bahwa dokumen rekam medis
milik dokter, doktek gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam
medis milik pasien.

Dalam Pasal 48 UU Praktek Kedokteran.


Ayat (1) setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran;
Ayat (2) rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang undangan.

Permenkes Rekam Medis Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan pimpinan sarana
pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulis atau
langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundangundangan
Penyidik dapat meminta kopi rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan yang
menyimpannya, untuk melengkapi alat bukti yang diperlukan dalam perkara
hukum (pidana).

165. Metode pengambilan kesimpulan


Logika: suatu dasar untuk memperoleh pengetahuan yang benar, sebab
tanpa logika penalaran tidak mungkin dilakukan, dan tanpa penalaran
pengetahuan tidak akan dibenarkan. Kegiatan penalaran tidak akan lepas
dari logika. Logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari
kebenaran. Dasar penalaran logika ada dua yaitu, penalaran logika deduktif
dan penalaran logika induktif.
Deduksi: kegiatan berpikir dengan kerangka pikir dari pernyataan yang
bersifat umum ditarik kearah kesimpulan yang lebih bersifat khusus, atau
penarikan kesimpulan dari dalil atau hukum menuju contoh-contoh.
Induksi: cara berpikir untuk menarik kesimpulan dari kasus khusus atau
contoh menuju kasus umum atau dalil atau hukum atau kesimpulan umum.
Verifikasi: salah satu cara pengujian hipotesis yang tujuan utamanya adalah
untuk menemukan teori-teori, prinsip-prinsip, generalisasi, dan hukumhukum
Empiris: salah satu aliran yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan serta pengalaman itu sendiri, dan mengecilkan
peranan akal.

166. Metode pengambilan sampel


Probability sampling
Simple random sampling
Systematic random
sampling
Stratified random
sampling
Cluster ampling

Non-probability
sampling
Consecutive sampling
Convenient sampling
Pusposive sampling

Sampel probabilitas (random)


Each member of the population has a known nonzero probability of being selected.

Multistage Sampling

Complex form of cluster sampling. Instead of using all the


elements contained in the selected clusters, the researcher
randomly selects elements from each cluster. The technique is
used frequently when a complete list of all members of the
population does not exist and is inappropriate.

When population is small,


homogeneous & readily
available. All subsets of the
frame are given an equal
probability.
The frame organized into
separate "strata." Each stratum
is then sampled as an
independent sub-population,
out of which individual
elements can be randomly
selected
In this technique, the total
population is divided into these
groups (or clusters) and
a simple random sample of the
groups is selected (two stage)
Ex. Area
sampling or geographical
cluster sampling

167. Surveilans
Definisi:
Kegiatan pengamatan sistematis, aktif, terus menerus
terhadap timbulnya dan penyebaran penyakit

Tujuan:

Memperkirakan besarnya masalah


Memahami kejadian penyakit
Mendeteksi KLB atau epidemi
Mendokumentasikan distribusi dan penyebaran
penyakit
Menguji hipotesis tentang etiologi/penyebab

Jenis surveilans
Berdasarkan cara pelaksanaan
Surveilans aktif
Pengamatan kasus secara langsung ke lapangan
Hasil yang diperoleh lengkap dan jauh lebih baik
Dibutuhkan dana dan tenaga khusus

Surveilans pasif
Pengamatan kasus secara tida langsung, yaitu melalui laporan
Hasil yang diperoleh kurang engkap

Berdasarkan waktu pelaksanaan


Berkala
Per bagian yang dilaksaan terus menerus
Pada saat tertentu

Kegiatan surveilans
Langkah:
1. Merumuskan kejadian yang akan diamati
2. Mengumpulkan data secara sistematis
3. Menghitung data agar bermakna
4. Menganalisa data dan menarik kesimpulan
5. Menyebarluaskan informasi kepada pihak
yang memerlukan
6. Melakukan kegiatan pengendalian

168. Ukuran Epidemiologi


Rasio: nilai relatif yang dihasilkan dari perbandingan dua nilai
kuantitif yang pembilangnya bukan bagian dari penyebut
Contoh: Kejadian Luar Biasa(KLB) diare sebanyak 30 orang di
suatu daerah. 10 diantaranya adalah jenis kelamin pria. Maka
rasio pria terhadap wanita
adalah R=10/20=1/2
Proporsi: perbandingan dua nilai kuantitatif yang pembilangnya
merupakan bagian dari penyebut. Penyebaran proporsi adalah
suatu penyebaran persentasi yang meliputi proporsi dari jumlah
peristiwa-peristiwa dalam kelompok data yang mengenai
masing-masing kategori atau subkelompok dari kelompok itu.
Pada contoh di atas, proporsi pria terhadap perempuan adalah
P= 10/30=1/3
Rate: Rate atau angka merupakan proporsi dalam bentuk khusus
perbandingan antara pembilang dengan penyebut atau kejadian
dalam suatu populasi teterntu dengan jumlah penduduk dalam
populasi tersebut dalam batas waktu tertentu

169. Odds Ratio


Faktor
Risiko

Ya

Tidak

Kasus
a

Kontrol
b

Jumlah
a+b

c
a+c

d
b+d

c+d
a+b+c+d

Odds Ratio:
ad/bc

Case Control
Menganalisa faktor risiko
dengan menentukan dua
kelompok yang memiliki
perbedaan outcome
(penyakit), kemudian
dihubungkan dengan causal
attribute- nya
Keuntungan :
Membutuhkan sumber
daya, dana yang lebih
sedikit, serta waktu yang
lebih singkat. Good for rare
cases, long latent period,
ethical related cases
Kelemahan : provide less
evidence for causal
inference

Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiologythe essentials. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996

Perbandingan OR dan RR
Outcome
Exposure

Cases

Controls

Exposed

70

300

370

Not Exposed

30

700

730

100

1000

1100

OR = AD/BC = 5.44

RR= A/(A+B)
C/(C+D)
= 4.41

603

Perbedaan pernyataan hasil OR dan RR

OR = 5.44
Those with the disease are 5.44 times as likely to
have had the exposure compared to those without
the disease

RR = 4.41
Those with the exposure are 4.41 times as likely to
develop the disease compared to those without the
exposure
604

170. Ukuran dalam Epidemiologi


Insidens Rate (IR)
Insidens : jumlah kasus baru yang timbul pada suatu
periode waktu dalam populasi tertentu gambaran
tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yang
ditemukan pada suatu waktu tertentu di suatu kelompok
masyarakat
Contoh : Pada suatu daerah dengan jumlah penduduk tgl 1
Juli 2005 sebanyak 100.000 orang semua rentan terhadap
penyakit diare ditemukan laporan penderita baru sebagai
berikut bulan januari 50 orang, Maret 1000 rang, Juni
150 orang, September 10 orang dan Desember 90 orang
IR = ( 50+ 100+150+10 +90) /100.000 X 100 % = 0,4 %

Insidensi

optimized by optima

Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Attack rate (AR)


Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan
pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang
sama dalam % atau permil.
Contoh: Dari 500 orang murid yang tercatat pada SD X
ternyata 100 orang tiba-tiba menderita muntaber
setelah makan nasi bungkus di kantin sekolah
AR = 100 / 500 X 100% = 20 %
AR hanya dignkan pada kelompok masyarakat terbatas
dan periode terbatas,misalnya KLB.

Prevalens rate
Gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru yang
ditemukan pada jangka waktu tertentu disekelompok masyarakat
tertentu.
Ada dua Prevalen:
Period Prevalence
Contoh : Pada suatu daerah penduduk pada 1 juli 2005 100.000
orang, dilaporkan keadaan penyakit A sbb: Januari 50 kasus lama dan
100 kasus baru, Maret 75 kasus lama dan 75 kasus baru, Juli 25 kasus
lama dan 75 kasus baru; September 50 kasus lama dan 50 kasus
baru, dan Desember 200 kasus lama dan 200 kasus baru.
Period Prevalens rate :
(50+100)+(75+75)+(25+75)+(50+50)+(200+200) /100.000 X 100 % =
0,9 %

Point Prevalence Rate


Jumlah penderita lama dan baru pada satu
saat, dibagi dengan jumlah penduduk saat
itu dalam persen atau permil.
Contoh: Satu sekolah dengan murid 100
orang, kemarin 5 orang menderita penyakit
campak, dan hari ini 5 orang lainnya
menderita penyakit campak
Point Prevalence rate = 10/100 x 1000 =
100

171. Fungsi Puskesmas


Sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya. Puskesmas berada di tengah-tengah
masyarakat yang dengan cepat dapat mengetahui
keberhasilan dan kendala yang dihadapi dalam
pembangunan kesehatan dan menentukan target
kegiatan yang sesuai kondisi daerah kerjanya.
Pusat pemberdayaan masyarakat
Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya
dalam meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan masyarakat

172. Mean
Nilai yang biasa digunakan untuk mewakili suatu
distribusi data adalah mean dan modus (disebut
nilai tengah/ central tendency)
Nilai mean: nilai yang baik dalam mewakili data
dan paling banyak dikenal dalam menyimpulkan
sekelompok data
Mean sangat dipengaruhi nilai ekstrim baik
ekstrim kecil maupun ekstrim besar

173. Nilai Varians


Nilai-nilai variasi adalah nilai yang menunjukkan
bagaimana bervariasinya data di dalam kelompok
data itu terhadap nilai rata-ratanya. Semakin
besar nilai variasi maka semakin bervariasi pula
data tersebut. Ada bermacam-macam nilai
variasi, yaitu:

Range
Rata-rata deviasi
Varians
Standar deviasi

Varians
Rata-rata perbedaan antara mean dengan nilai
masing-masing observasi
Untuk ragam data berkelompok, nilai ragam
dapat ditentukan dengan rumus :
Dengan :
S2 = ragam atau varians
n = banyaknya data
k = banyaknya kelas ke-i
fi = frekuensi kelas ke-i
xi = data ke-i
=rataan hitung

174. Kriteria KLB

175. Uji Klinis


Efficacy: adalah respon maksimal yang dihasilkan suatu obat.
Efikasi tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang
terbentuk dan efisiensi reseptor yang diaktifkan dalam
menghasilkan suatu kerja seluler
Efektivitas: untuk menilai efektivitas perlu diperhatikan
seberapa baik intervensi tersebut, kemampuannya untuk
menyaring dan mendiagnosis penyakit secara akurat,
intervensi tersebut memberi keuntungan bagi masyarakat
Efisiensi: suatu ukuran yang menunjukkan hubungan antara
hasil-hasil yang dicapai oleh suatu intervensi atau program
terhadap sumber-sumber yang dikeluarkan
Reliabilitas: dapat diandalkan, dalam proses pengukuran
berarti hasil pengukuran akan sama atau hampir sama
apabila dilakukan berulang kali

Regulasi Perijinan Obat Baru


Perijinan obat baru harus melewati uji praklinis (hewan coba) dan uji
klinis sebagai berikut :
Fase I. Uji fase I dilakukan terhadap probandus sehat, kecuali untuk
sitotoksik. Uji ini bertujuan untuk menentukan metabolisme obat,
mencari rentang dosis aman, mengidentifikasi reaksi toksik.
Fase II. Uji fase II dilakukan terhadap sejumlah kecil pasien. Uji ini
bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi
farmakokinetika, efek samping relatif, informasi efikasi obat,
penentuan dosis harian dan regimen.
Fase III. Uji fase III dilakukan terhadap sejumlah besar pasien, 5003000. Uji ini bertujuan untuk evaluasi efikasi dan toksisitas obat,
umumnya desain penelitian yang digunakan adalah randomized
clinical trial.

176. Kasus kontrol- OR

DESAIN STUDI
Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD
Institute of Health Economic and Policy
Studies (IHEPS),
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret

optimized by optima

Odd Ratio

optimized by optima

177. Kasus-kontrol
Desain Penelitian

Deskripsi

Cross sectional

Peneliti melakukan observasi atau pengukuran


variabel pada satu saat tertentu; tiap subjek hanya
diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel
subjek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut.

Case-control

Pengukuran variabel bebas dan tergantung tidak


dilakukan pada satu saat yang sama
Dilakukan identifikasi subyek yang telah terkena
penyakit (efek), kemudian ditelusuri secara
retrospektif ada atau tidaknya faktor risiko yang
diduga berperan
Subjek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok kasus (yang terkena penyakit) dan
kelompok kontrol (yang tidak menderita
penyakit)

Desain Penelitian

Deskripsi

Cohort

Dilakukan identifikasi terlebih dahulu adanya


kausa, kemudian subjek diikuti secara prospektif
selama periode tertentu untuk mencari ada atau
tidaknya efek

Clinical trial

Merupakan studi intervensi, yaitu suatu penelitian


eksperimental terencana yang dilakukan pada
manusia. Peneliti memberikan perlakukan pada
subyek penelitian, kemudian efek perlakuan
diukur dan dianalisis.

Deskriptif

Penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi


mengenai fenomena yang ditemukan. Hasil
penelitian disajikan apa adanya, peneliti tidak
menganalisis mengapa fenomena tersebut dapat
terjadi

178. Odds Ratio


Faktor
Risiko

Ya

Tidak

Kasus
a

Kontrol
b

Jumlah
a+b

c
a+c

d
b+d

c+d
a+b+c+d

Odds Ratio:
ad/bc

179. Teknik pengumpulan data


Teknik

Keterangan

Wawancara

proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara


tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian

Teknik

Keterangan

Observasi
partisipasi

adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data


penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat
dalam keseharian informan

observasi
nonpartisipan

yaitu peneliti melakukan penelitian dengan cara tidak melibatkan dirinya dalam
interaksi dengan objek penelitian. Sehingga, peneliti tidak memposisikan
dirinya sebagai anggota kelompok yang diteliti

Observasi tidak
terstruktur

ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi,


sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan
perkembangan yang terjadi di lapangan

Observasi
kelompok

ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap


sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian

Teknik

Keterangan

Focus Group
Discussion

yaitu upaya menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang yang
dianggap mewakili sejumlah publik yang berbeda lewat diskusi untuk
menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti

optimized
optima
Hariwijaya, M, Metodologi dan teknik penulisan skripsi,
tesis,bydan
disertasi, elMatera Publishing, Yogyakarta, 2007

180. Parameter mortalitas


crude death rate = kematian dalam suatu periode
cause-specific death rate
= kematian akibat kejadian tertentu (dalam suatu periode)

case fatality rate


= [kematian akibat penyakit / populasi penderita penyakit] x100%
proportional mortality rate
= kematian akibat kejadian tertentu dalam suatu periode /
kematian (apapun penyebabnya) pada periode tersebut

standardized death rate = rerata kematian pada populasi sesuai


distribusi usia standar (di suatu kelompok usia)
Referensi: Centers for Disease Control and Prevention. Principles of epidemiology in public health practice, 3rd ed.

181. Jenis Autopsi

Otopsi Anatomi, dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas


kedokteran. Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang
setelah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada
ahli waris yang mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat
disimpan sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum
anatomi.
Otopsi Klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat
suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti,
menganalisa kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis postmortem,
pathogenesis penyakit, dan sebagainya. Otopsi klinis dilakukan dengan
persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya ahli waris sendiri yang memintanya.
Otopsi Forensik/Medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga
meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan,
pembunuhan, maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik
sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Tujuan dari otopsi
medikolegal adalah :
Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas.
Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat
kematian.
Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas
benda penyebab dan pelaku kejahatan.
Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk
visum et repertum.

182. Sifat Saksi


Saksi menurut sifatnya dapat dibagi atas:
Saksi A Charge (memberatkan terdakwa): saksi
dalam perkara pidana yang dipilih dan diajukan
oleh penuntut umum, dikarenakan kesaksiannya
yang memberatkan terdakwa
Saksi A De Charge (menguntungkan terdakwa):
saksi yang dipilih atau diajukan oleh penuntut
umum atau terdakwa atau penasihat hukum,
yang sifatnya meringankan terdakwa

183. Permintaan Visum et Repertum


VeR : keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan
penyidik yang berwenang, mengenai hasil pemeriksaan
medik, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk
kepentingan peradilan
Pasal 133 KUHAP:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya

Permintaan bantuan kepada dokter sebagai ahli hanya dapat


diajukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas
jenis pemeriksaan yang dikehendaki
Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP : yang berwenang
meminta keterangan ahli penyidik & penyidik pembantu

Visum et Repertum
Pada korban yang diduga korban tindak pidana, dilakukan
tindakan perawatan/pengobatan dan dibuatkan catatan
medik lengkap
Penegak hukum yang menangani tindak pidana yang
korbannya masih hidup segera mengajukan permintaan
VeR atau korban tindak pidana harus segera melaporkan
tindak pidana yang dialami ke penegak hukum
Jika permintaan pembuatan Visum et Repertum diajukan
ditengah masa perawatan atau setelah sembuh, maka
substansi keterangan yang boleh dituangkan ke dalam
Visum et Repertum hanyalah mengenai fakta fakta sejak
diterimanya surat tersebut. Fakta-fakta sebelumnya akan
menjadi rahasia kedokteran yang hanya boleh
diungkapkan kepada hakim di sidang pengadilan

Visum et Repertum untuk Perlukaan


Tujuan pemeriksaan forensik pada korban hidup :
Untuk mengetahui penyebab luka dan derajat parahnya
luka
Dalam pemberitaan disebutkan : Keadaan umum
korban, luka-luka dengan uraian letak, jenis, sifat,
ukuran, serta tindakan medik yang dilakukan, riwayat
perjalanan penyakit, dan keadaan akhir saat perawatan
selesai.
Dalam kesimpulan disebutkan : luka-luka atau cedera
yang ditemukan, jenis benda penyebab, serta derajat
perlukaan. Tidak dituliskan pendapat bagaimana
terjadinya luka dan oleh siapa.

184. Penyebab kematian


Autopsi lebam mayat merah gelap, paru & hati
merah gelap, ada massa putih di jantung 2x3
cm.
Penyebab kematian: trombus putih di jantung.
Mekanisme kematian: asfiksia akibat
sumbatan di jantung.
Cara kematian: wajar.

185. Keracunan
Mekanisme keracunan ada tiga:
Accidental poisoning: terjadi karena kesalahan, kecerobohan, atau situasi
yang tidak diduga pada suatu lingkungan. Oleh karena itu, jenis keracunan ini
harus dicegah, terutama di tempat kerja. Keracunan karena penanganan
medis atau paramedis, atau keracunan iatrogenik, juga termasuk dalam
kategori ini.
Experimental poisoning: sebagai contoh, self-medication atau percobaan
dengan obat yang dijual sebagai pil pesta seperti ekstasi (MDMA).
Termasuk dalam kategori ini adalah juvenile poisoning, pada sebagian besar
kasus. Sebagai contoh, kejadian keracunan yang terjadi karena balita atau
bayi bermain-main dengan lingkungan dengan meletakkan benda-benda
tertentu di mulut mereka. Remaja juga sering bereksperimen dengan racun
berbahaya seperti nikotin, alkohol, mariyuana, dan pil.
Intentional poisoning: keracunan terjadi karena disengaja. Keracunan
tersebut dapat terjadi karena kemauan orang yang diracuni atau karena
permintaan pribadi, seperti pada bunuh diri atau euthanasia. Sering juga
keracunan menjatuhkan korban, seperti yang terjadi pada pembunuhan atau
sindrom munchhausen.

186. Tanda Pasti Kematian


Lebam mayat (livo mortis)
Eritrosit menempati tempat terbawah akibat gravitasi

Kaku mayat (rigor mortis)


ATP untuk menggerakkan otot habis

Penurunan suhu tubuh (algor mortis)


Panas tubuh berpindah ke benda yang lebih dingin

Pembusukan (dekomposisi)
Kerja digestif enzim pascamati (autolisis) & bakteri masuk ke
jaringan

Lilin mayat (adiposera)


Hidrolisis lemak & hidrogenisasi asam lemak jenuh pascamati
bercampur dengan sisa-sisa otot & jaringan ikat.

Mumifikasi
Pengeringan jaringan akibat dehidrasi/penguapan air yang cepat

Lebam mayat
Mulai tampak 20-30 menit pascamati. Well developed within the
next 3 to 4 hours
Lengkap & menetap setelah 8-12 jam, sebelumnya masih dapat
memucat pada penekanan dan berpindah

Kaku mayat:
Mulai tampak 2 jam pascamati, dimulai dari bagian luar
tubuh/otot-otot kecil (sentripetal)
Lengkap setelah 12 jam & dipertahankan selama 12 jam, lalu
menghilang dalam urutan yang sama

Pembusukan:
Tampak kehijauan di perut kanan bawah 24 jam pasca mati
Larva lalat dijumpai 36-48 jam pascamati

187. Waktu pembusukan


Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu
keliling optimal, kelembaban dan udara yang
cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk
atau menderita penyakit infeksi dan sepsis.
Media tempat mayat juga berperan. Mayat yang
terdapat di udara akan lebih cepat membusuk
dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau
dalam tanah.
Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang
berada dalam tanah : air : udara adalah 1: 2 : 8.

188. Asfiksia Mekanik


Asfiksia mekanik : Mati lemas yang terjadi bila
udara pernapasan terhalang oleh berbagai
kekerasan (yang bersifat mekanik)
Meliputi : Pembekapan, penyumbatan,
pencekikan, penjeratan, gantung diri, serta
penekanan pada dada

Tanda Kematian akibat Asfiksia

Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku


Lebam mayat yang gelap dan luas
Perbendungan pada bola mata
Busa halus pada lubang hidung, mulut, dan saluran
pernapasan, perbendungan pada alat-alat dalam
Bintik perdarahan (Tardieus spot) pada mukosa usu
halus, epikardium, subpleura visceralis
Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi
jantung kanan (lorgan lebih berat, gelap, pada
pengirisan banyak mengeluarkan darah)

Kasus Gantung (Hanging)


Bila jerat kecil dan keras : Hambatan total arteri, muka
tampak pucat, tidak terdapat peteki
Bila jerat lebar dan lunak : Hambatan terjadi pada saluran
pernapasan dan pada aliran vena, sehingga tampak
perbendungan pada daerah sebelah atas ikatan
Jejas Jerat :
Relatif lebih tinggi pada leher, lebih meninggi di bagian simpul,
kulit mencekung ke dalam sesuai dengan bahan penjerat
Pada tepi jejas, terdapat perdarahan (resapan darah), pada
jaringan bawah kulit dan otot terdapat memar jaringan (Tanda
Intravital)

Distribusi lebam mayat mengarah ke bawah yaitu pada kaki,


tangan, dan genitalia eksterna.

Tanda Intravital
Reaksi tubuh yang masih hidup terhadap
trauma (Jika ditemukan menyatakan bahwa
korban masih hidup saat terjadinya trauma)
Tanda Intravital :
Perdarahan berupa ekimosis, peteki;
Emboli lemak atau udara (pada patah tulang dan
trauma tumpul jaringan lemak)
Kadar laktat darah (Cerminan reaksi adrenergik)
Reaksi radang (Edema, Ekstravasasi cairan)

THT

188. Vertigo

Vertigo perifer

Vertigo sentral

189. Prebiaskusis
Prebiaskusis adalah tuli sensorineural frekuensi
tinggi, umumnya dimulai pada usia 65 tahun.
Etiologi: prebiaskusis merupakan penyakit
degeneratif dan diduga memiliki hubungan
dengan faktor herediter, pola makan dan
metabolisme.
Pada pemeriksaan dapat dijumpai:
atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang organ
corti.
Berkurangnya jumlah dan ukuran sel ganglion dan
saraf
Buku ajar ilmu THTK&L FKUI edisi keenam

Gejala klinis: berkurangnya pendengaran secara


perlahan dan progresif, simetris, tinnitus, sulit
mendengar percakapan di tempat bising (cocktail
party deafness)
Diagnosis: pemeriksaan otoskopi terlihat
membran timpani suram, mobilitas berkurang,
tes penala terlihat tuli sensorineural.
Tatalaksana: rehabilitasi berupa pemasangan alat
bantu dengar, latihan membaca ujaran (speech
reading), latihan mendengar (auditory training)

190. Serumen
Serumen adalah produksi kelenjar sebasea, kelenjar
seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu.
Biasanya ditemukan pada sepertiga liang telinga bagian
depan.
Konsistensi serumen bisa lunak dan keras, dipengaruhi oleh
faktor keturunan, iklim, usia dan keadaan lingkungan.
Gumpalan serumen (serumen plug) dapat menyebabkan
gangguan berupa tuli konduktif.
Serumen plug dapat terjadi ketika telinga masuk air
(mandi, berenang) dan menyebabkan serumen
mengembang sehingga menimbulkan gangguan
pendengaran dan rasa tertekan pada telinga.

Pengobatan:
Serumen yang lembek: dapat langsung
dibersihkan dengan kapas
Serumen yang keras dapat dikeluarkan dengan
pengait atau kuret. Namun apabila kondisinya
keras dapat dicairkan dengan tetes karbogliserin
10% selama tiga hari.

THT

189. Vocal Cord Anatomy


Supraglotis: Ruang
laryngeal diatas
plika ventricularis.
Glotis: antara
plika ventricularis
& plika vocalis
Subglotis: ruang
laryngeal dibawah
plica vocalis
Grays anatomy for students. 2nd ed. Saunders.

189. Nodul Pita Suara/Vocal nodule


Kelainan ini biasanya disebabkan oleh
penggunaan suara dalam waktu lama, seperti
pada seorang guru, penyanyi dan sebagainaya.
Keluhan: suara parau, batuk.
Pada pemeriksaan fisik: nodul pita suara, sebesar
akcang hijau berwarna keputihan. Predileksi di
sepertiga anterior pita suara dan sepertiga
medial. Nodul biasanya bilateral.
Pengobatan: istirahat bicara dan voice therapy.
Tindakan bedah mikro dilakukan bida dicurigai
adanya keganansan atau lesi fibrotik.

Polip pita suara: lesi bertangkai apda seprtiga


anterior, sepertiga tengah atau seluruh pita suara.
Pasien biasa mengeluhkan suara parau.
Kista pita suara: kista retensi kelenjar minor
laring, terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar
tersebut Faktor risiko: iritasi kronis, GERD dan
infeksi.
Keganasan laring: Keganasan pada daerah laring,
faktor risiko berupa perokok, peminum alkohol
dan terpajan sinar radioaktif.

Berbagai Kelainan Laryngeal


Diagnosis

Characteristic

Polip pita suara

Penyebab: inflamasi kronik. Polip bertangkai, unilateral. Di


sepertiga anterior/medial/seluruhnya. Dapat terjadi di segala
usia, umumnya dewasa. Gejala: parau. Jenis: polip mukoid
(keabu-abuan & jernih) & polip angiomatosa (merah tua).

Papilloma laring

Tumbuh pada pita suara anterior atau subglottik. Seperti buah


murbei, putih kelabu/kemerahan. Sangat rapuh, tidak
berdarah, & sering rekuren.
Gejala: parau, kadang batuk, sesak napas. Terapi: ekstirpasi.

Carcinoma

Faktor risiko: merokok.


Gejala: serak, dispnea, stridor, batuk (jarang pada tumor
glotik), hemoptisis (tumor glotik & supraglotik), pembesaran
KGB leher. Laringoskopi: tampak rapuh, nodular, ulseratif atau
perubahan warna mukosa.

Nodul pita suara

Penyebab: penyalahgunaan suara dalam waktu lama. Suara


parau. Laringoskopi: nodul kecil berwarna keputihan,
umumnya bilateral, di sepertiga anterior/medial.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Papillomatosis
Vocal nodules
Vocal cord polyp
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.

190. Benda Asing Yang Tersedak


(Swallowed Foreign bodies)
Gejala: Seperti tercekik, batuk, disfagia,
odinofagia dan hypersalivasi.
Pada jangka waktu yang panjang, benda
asing dapat menyebabkan perkembangan
jaringan granulasi atau peradangan
periesofageal.
Radiologis: PA & lateral cervical esophagus
& CXR.
Radioluscent FB may be known from
inflammation signs

Terapi: esophagoscopi dengan forceps. Jika


gagal: cervicotomy atau thoracotomy.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Grays anatomy for students. 1st ed. Saunders; 2005.

191. Mastoiditis
Postauricular abscess merupakan
salah satu komplikasi dari
mastoiditis
Infeksi menjalar dari mastoid ke
ruang subperiosteal.
Pada keadaan tahap akhir, infeksi
jaringan lunak berakhir kepada
nekrosis jaringan dan
pembentukan abses. Sekitar
jaringan lunak akan menebal,
peradangan, eritema, dan
fluktuasi.
Ketika mastoditis telah menjadi
abses, eksisi dan drainase dengan
mastoidektomi diindikasikan.

1) Cummings otolaryngology head & neck surgery.

192. Rhinitis alergi


Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan
alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan berulang.
Klasifikasi rhinitis alergi:
Rhinitis alergi musiman (seasonal): hanya dikenal di
negara dengan 4 musim, alergennya tepungsari dan
spora jamur
Rhinitis sepanjang tahun(perenial): terjadi sepanjang
tahun baik intermitten atau terus menerus.
Penyebabnya adalah alergen inhalan.
Buku ajar ilmu THTK&L FKUI edisi keenam

Keluhan: serangan bersin berulang, rinore,


hidung tersumbat, mata lakrimasi.
Pemeriksaan fisik:
Pada rhinoskopi anterior: mukosa edema, basah,
pucat/livid
Allergic shiner: bayangan gelap dibawah mata akibat
stasis vena
Allergic salute: anak menggosok-gosok hidung dengan
punggung tangan karena gatal
Allergic crease: penggosokan hidung berulang akan
menyebabkan timbulnya garis di dorsum nasi
sepertiga bawah.

Pengobatan rhinitis alergi terdiri dari:


Hindari faktor pencetus
Medikamentosa (antihistamin H1, oral dekongestan,
kortikosteroid topikal, sodium kromoglikat)
Operatif konkotomi (pemotongan sebagian konka
inferior) bila konka inferior hipertrofi berat.
Imunoterapi dilakukan pada kasus alergi inhalan
yang sudah tidak responsif dengan terapi lain. Tujuan
imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking
antibody dan penurunan IgE.

Rhinitis vasomotor: Suatu keadaan idiopatik yang


didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia,
perubahan hormonal, dan pajanan obat. Pencetus: asap
rokok, bau menyengat, parfum. Hidung tersumbat
bergantian kiri dan kanan.
Rhinitis medikamentosa: kelainan hidung yang disebabkan
oleh penggunaan vasokonstriktor topikal dalam waktu lama
dan berlebihan (drug abuse)
Rhinitis atrofi: infeksi hidung kronik yang ditandai adanya
atrofi progresif mukosa dan tulang konka.
Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret
srosa, demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah.

193. Head & Facial Trauma

193. Le Fort

Le Fort 1 (horizontal): maxila


Le Fort 2 (piramidal): masila, os nasal, dan aspek
medial orbita
Le Fort 3: disosiasi craniofasial yang melibatkan
arkus zigomatik

Head & Facial Trauma


Maxillary (Le Fort) fractures

194. Otosklerosis
Otosclerosis: spongiosis dari tulang stapes tulang stapes kaku
tidak dapat menghantarkan suara ke labirin
Dalam praktik, otosklerosis lebih sering etrjadi apda wanita
daripada pria, dengan ratio 2:1. Kebanyakan pasien bergejala pada
umur 20 dan 45.
Tanda dan gejala:

Penurunan pendengaran bilateral namun asimetrik


Tinnitus
Paracusis Willisii: mendengar lebih baik pada keadaan berisik
Schwarte sign: Membran timpani merah karena vasodilatasi dari
pembuluh darah promontium.
Eustachius tube intak, tidak ada riwayat trauma atau penyakit telinga.

Penanganan: Stapedectomy atau stapedomy; mengganti stapes


dengan prosthesis.

195.Vertigo perifer VS Sentral


Gejala
Vertigo Onset

Perifer

Sentral

Mendadak

Insidious

Kualitas

Berputar

Disequilibrium

intensitas

Berat

Ringan sampai sedang

Munculnya

Episodik

Konstan

Durasi

Detik, menit, jam atau hari

Minggu atau lebih

Eksaserbasi
dengan pergerakan kepala

Sedang sampai berat

Ringan

Mual dan muntah

Berat

Ringan

Imbalance

Ringan

Sedang

Tekanan atau nyeri kepala

Kadang-kadang

Tidak ada

Hilang pendengaran

Sering

Jarang

Tinitus

Sering

Jarang

Gejala neurologis

Jarang

Sering

Vertigo perifer

196. Prebiaskusis
Prebiaskusis adalah tuli sensorineural frekuensi
tinggi, umumnya dimulai pada usia 65 tahun.
Etiologi: prebiaskusis merupakan penyakit
degeneratif dan diduga memiliki hubungan
dengan faktor herediter, pola makan dan
metabolisme.
Pada pemeriksaan dapat dijumpai:
atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang organ
corti.
Berkurangnya jumlah dan ukuran sel ganglion dan
saraf
Buku ajar ilmu THTK&L FKUI edisi keenam

Gejala klinis: berkurangnya pendengaran secara


perlahan dan progresif, simetris, tinnitus, sulit
mendengar percakapan di tempat bising (cocktail
party deafness)
Diagnosis: pemeriksaan otoskopi terlihat
membran timpani suram, mobilitas berkurang,
tes penala terlihat tuli sensorineural.
Tatalaksana: rehabilitasi berupa pemasangan alat
bantu dengar, latihan membaca ujaran (speech
reading), latihan mendengar (auditory training)

197. Serumen
Serumen adalah produksi kelenjar sebasea,
kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas
dan partikel debu. Biasanya ditemukan pada
sepertiga liang telinga bagian depan.
Konsistensi serumen bisa lunak dan keras,
dipengaruhi oleh faktor keturunan, iklim, usia dan
keadaan lingkungan.
Gumpalan serumen (sermen plug) dapat
menyebabkan gangguan berupa tuli konduktif.
Serumen plug dapat terjadi ketika telinga masuk
air (mandi, berenang) dan menyebabkan
serumen mengembang sehingga menimbulkan
gangguan pendengaran dan rasa tertekan pada
telinga.

Pengobatan:
Serumen yang lembek: dapat langsung dibersihkan
dengan kapas
Serumen yang keras dapat dikeluarkan dengan
pengait atau kuret. Namun apabila kondisinya keras
dapat dicairkan dengan tetes karbogliserin 10%
selama tiga hari.

198-199. Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi jamur di telinga
tengah dipermudah oleh kelembaban yang
tinggi di daerah tersebut
Etiologi: Pitysporum, Aspergillus, Candida
albicans
Gejala klinis: rasa gatal dan rasa penuh di telinga,
kadang tanpa keluhan.
Pengobatan: membersihkan liang telinga, asam
asetat 2% & dalam alkohol, povidon iodin 5%.
Antijamur topikal yang mengandung nistatin dan
klotrimazol

200. Fistel preaurikular


Merupakan sebuah kelainan herediter dimana
ditemukan sebuah fistula dapat ditemukan di depan
tragus. Ukurannya biasanya seujung pensil.
Gejala klinis: keluar cairan dari fistula (sekret kelenjar
sebasea), akibat komplikasi berupa obstruksi dari
fistula (pioderma dan selulitis)
Penatalaksanaan: Jika tidak ada keluhan tidak
diperlukan tindakan operasi. Operasi dapat dilakukan
bila terdapat infeksi atau keluar sekret berkepanjangan.
Salah satu komplikasi kista preaurikular adalah abses.

Anda mungkin juga menyukai