Anda di halaman 1dari 15

CARDIO PULMONARY RESUSCITATION

(CPR)
A. Pengertian CPR
Resusitasi jantung paru-paru atau CPR adalah tindakan pertolongan pertama pada
orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. CPR bertujuan untuk
membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama sekali. CPR sangat
dibutuhkan bagi orang tenggelam, terkena serangan jantung, sesak napas karena syok
akibat kecelakaan, terjatuh, dan sebagainya.
Dalam arti luas resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap
mereka yang berada dalam keadaan gawat atau kritis, untuk mencegah kematian. Kematian
di dalam klinik diartikan sebagai hilangnya kesadaran dan semua refleks, disertai
berhentinya pernafasan dan peredaran darah yang ireversibel. Oleh karena itu resusitasi
merupakan segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah
dan saraf, yang terhenti atau terganggu sedemikain rupa sehingga fungsinya dapat berhenti
sewaktu-waktu, agar kembali menjadi normal seperti semula. Karenanya timbullah istilah
Cardio Pumonary Resuscitation (CPR) yang dalam bahasa Indonesia menjadi Resusitasi
Jantung Paru (RJP).
Namun yang perlu diperhatikan khusus untuk korban pingsan karena kecelakaan, tidak
boleh langsung dipindahkan karena dikhawatirkan ada tulang yang patah. Biarkan di
tempatnya sampai petugas medis datang. Berbeda dengan korban orang tenggelam dan
serangan jantung yang harus segera dilakukan CPR.
B. Sejarah diciptakannya CPR
CPR diciptakan pada tahun 1960. Penemuan prosedur ini dikreditkan ke dokter bedah
dan inovator Peter Safar. Saat ia bekerja di Rumah Sakit Kota Baltimore di Maryland, dia
melakukan penelitian tentang kehidupan yang ada prosedur dukungan.
Salah satu pendukung kehidupan yang ada prosedur mengendalikan seseorang bernapas
napas dengan miring ke belakang atau kepalanya dengan mulut ternganga dan kemudian
menggunakan mulut ke mulut. Prosedur ini dikenal sebagai pernafasan buatan. Lain yang
mendukung kehidupan ada prosedur yang dikenal sebagai jantung dada tertutup pijat atau
penekanan dada. Risetnya menyebabkan menggabungkan kedua prosedur, yaitu pernafasan

buatan dan pijat jantung dada tertutup. Kombinasi ini menyebabkan dukungan hidup dasar
metode CPR atau Cardiopulmonary Resuscitation.
Sebelum penemuan CPR, kematian sudah dekat bagi seseorang yang menderita serangan
jantung. Tapi Peter Safar tidak hanya mengubah bahwa dengan perkembangan dan
popularisasi the prosedur yang dikenal sebagai resusitasi cardiopulmonary, atau CPR tetapi
juga dua kali lipat kesempatan seseorang untuk bertahan hidup dari serangan jantung
mendadak.
Meskipun penelitian Safar menyebabkan penemuan CPR, ia enggan untuk mengambil
kehormatan untuk "menciptakan" CPR. Hal ini karena ia percaya bahwa ia hanya
dikombinasikan prosedur efektif bahwa manusia sudah ditemukan. Dia hanya menempatkan
mereka bersama-sama ke dalam apa yang ia sebut "ABC" - mempertahankan pasien Airway,
Pernapasan dan Sirkulasi. Kerja kerasnya mengarah ke popularisasi kehidupan dasar ini
mendukung prosedur di seluruh dunia. Dia juga berperan dalam bekerjasama dengan
sebuah perusahaan Norwegia untuk menciptakan "Resusci Anne," pelatihan CPR pertama
manekin.
Cardiopulmonary resusitasi, atau CPR, telah sejak itu menjadi prosedur darurat dilakukan
pada orang yang menderita serangan jantung.
C. Metode lama Silvester dan Holger Nielsen tentang resusitasi
Pada abad ke-19, Dokter SDM Silvester dijelaskan metode (Metode Silvester) dari
pernapasan buatan di mana pasien diletakkan di punggung mereka, dan lengan mereka
dinaikkan di atas kepala mereka untuk membantu inhalasi dan kemudian menekan dada
mereka untuk membantu pernafasan. Prosedur ini diulang enam belas kali per menit. Jenis
pernapasan buatan kadang-kadang terlihat dalam film-film yang dibuat di bagian awal abad
ke-20.
Teknik kedua, yang disebut Holger Neilson teknik, dijelaskan dalam edisi pertama dari Buku
Pegangan Pramuka di Amerika Serikat pada tahun 1911, menggambarkan bentuk
pernapasan buatan mana orang itu diletakkan di depan mereka, dengan kepala mereka ke
samping, beristirahat di telapak kedua tangan.
Tekanan diterapkan pada siku pasien mengangkat tubuh bagian atas sementara tekanan di
udara mereka kembali dipaksa masuk ke dalam paru-paru, dasarnya Metode Silvester
dengan pasien terbalik.

Formulir ini terlihat baik ke tahun 1950-an (itu digunakan dalam sebuah
episode Lassie selama era Jeff Miller), dan sering digunakan, kadang-kadang untuk efek
komedi, dalam kartun teater dari waktu (lihat Tom and Jerry 's " Cat dan Mermouse ").
Metode ini akan terus ditampilkan, untuk tujuan sejarah, sisi-by-side dengan CPR modern di
Buku Pegangan Pramuka sampai edisi kesembilan di tahun 1979. The technique was later
banned from first-aid manuals in the UK Teknik ini kemudian dilarang dari manual
pertolongan pertama di Inggris.
Namun, tidak sampai pertengahan abad ke-20 bahwa masyarakat medis yang lebih luas
mulai untuk mengenali dan mempromosikan pernapasan buatan dikombinasikan dengan
penekanan dada sebagai bagian kunci dari resusitasi berikut serangan jantung .Kombinasi
ini pertama kali terlihat dalam sebuah video pelatihan 1962 disebut "The Pulse of Life" yang
diciptakan oleh James Yudas , Guy Knickerbockerdan Peter Safar .Jude dan Knickerbocker,
bersama dengan William Kouwenhoven dan Joseph S. Redding baru-baru ini menemukan
metode kompresi dada eksternal, sedangkan Safar pernah bekerja dengan Redding
dan James Elam untuk membuktikan efektivitas pernapasan buatan.Upaya pertama di teknik
pengujian dilakukan pada anjing oleh Redding, Safar dan JW Perason.Soon afterward, the
technique was used to save the life of a child.
Segera setelah itu, teknik ini digunakan untuk menyelamatkan nyawa anak.Temuan
gabungan mereka dipresentasikan pada pertemuan tahunan Masyarakat Kedokteran
Maryland pada tanggal 16 September 1960 di Ocean City, dan mendapatkan penerimaan
yang cepat dan meluas selama dekade berikut, membantu oleh tur video dan berbicara
mereka melakukan. Peter Safar menulis buku ABC resusitasi pada tahun 1957.
Di AS, itu pertama kali dipromosikan sebagai teknik bagi masyarakat untuk belajar di tahun
1970-an.
Pernapasan buatan dikombinasikan dengan penekanan dada didasarkan pada asumsi bahwa
ventilasi aktif diperlukan untuk menjaga sirkulasi darah beroksigen, dan kombinasi itu
diterima tanpa membandingkan efektivitas dengan penekanan dada saja.
Namun, penelitian selama dekade terakhir telah menunjukkan bahwa asumsi berada dalam
kesalahan, sehingga AHA pengakuan efektivitas penekanan dada saja.
D. Perubahan Prosedur
American Heart Association (AHA) baru-baru ini telah mempublikasikan pedoman
cardio pulmonary resuscitation dan perawatan darurat kardiovaskular 2010. Seperti kita

ketahui, para ilmuwan dan praktisi kesehatan terus mengeavaluasi CPR atau yang lebih kita
kenal dengan RJP ini dan mempublikasikannya setiap 5 tahun.
Evaluasi dilakukan secara menyeluruh mencakup urutan dan prioritas langkah-langkah
CPR dan disesuaikan dengan kemajuan ilmiah saat ini unutk mengidentifikasi faktor yang
mempunyai dampak terbesar pada kelangsungan hidup. Atas dasar kekuatan bukti yang
tersedia, mereka mengembangkan rekomendasi untuk mendukung intervensi yang hasilnya
menunjukkan paling menjanjikan.
Rekomendasi di 2010 Pedoman mengkonfirmasi keamanan dan efektifitas dari banyak
pendekatan, mengakui ketidakefektifan orang lain dan memperkenalkan perawatan baru
berbasis evaluasi bukti intensif dan konsesnsus para ahli. Kehadiran rekomendasi baru ini
tidak untuk menunjukkan bahwa pedomansebelumnya tidak aman atau tidak efektif.
Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima tahun
terakhir AHA mengeluarkan Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP) 2010. Faokus utama RJP
2010 ini adalah kualitas kompresi dada. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara
Panduan RJP 2005 dengan RJP 2010.
1. Bukan ABC lagi tapi CAB
Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC : airway,
breathing dan chest compressions, yaitu buka jalan nafas, bantuan pernafasan, dan
kompresi dada. Saat ini kompresi dada didahulukan, baru setelah itu kita bisa fokus pada
airway dan breathing. Pengecualian satu-satunya adalah hanya untuk bayi baru lahir.
Namun untuk RJP bayi, RJP anak, atau RJP dewasa, harus menerima kompresi dada sebelum
kita berpikir memberikan bantuan jalan nafas.
2. Tidak ada lagi look, listen dan feel
Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah dengan bertindak,
bukan menilai. Telepon ambulans segera saat kita melihat korban tidak sadar dan tidak
bernafas dengan baik. Percayalah pada nyali anda, jika anda mencoba menilai korban
bernafas atau tidak dengan mendekatkan pipi anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja.
Tapi tetap saja sang korban tidak bernafaas dan tindakan look feel listen ini hanya akna
menghabiskan waktu.
3. Kompresi dada lebih cepat lagi

AHA mengganti redaksi kalimat disini. Sebelumnya tertulis: tekanan dada sekitar 100
kompresi per menit. Sekarang AHA merekomndasikan kita untuk menekan dada minimal 100
kompresi per menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi membutuhkan waktu 18 detik.
4. Hands only CPR
Ada perbedaan teknik dari yang tahun 2005, namun AHA mendorong RJP seperti ini pada
2008. AHA masih menginginkan agar penolong yang tidak terlatih melakukan Hands only
CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan mereka. Pertanyaan besarnya adalah: apa
yang harus dilakukan penolong tidak terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan
mereka dan korban yang bukan dewasa/ AHA memang tidak memberikan jawaban tentang
hal ini namun ada saran sederhana disini: berikan hands only CPR karena berbuat sesuatu
lebih baik daripda tidak berbuat sama sekali.

5. Kenali henti jantung mendadak


RJP adalah satu-satunya tata laksana untuk henti jantung mendadak dan AHA meminta
kita waspada dan melakukan RJP saat itu terjadi.
6. Jangan berhenti menekan
Setiap penghentian menekan dada berarti menghentikan darah ke otak yang
mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama. Membutuhkan
beberapa kompresi dada untuk mengalirkan darah kembali. AHA menghendaki kita untuk
terus menekan selama kita bisa. Terus tekan hingga alat defibrilator otomatis datang dan
siap untuk menilai keadaan jantung. Jika sudah tiba waktunya untuk pernafasan dari mulut
ke mulut, lakukan segera dan segera kembali pada menekan dada.
Tanggal 18 obtober 2010 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan
perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia
disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah
dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu
sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B
(Circulation Airway Breathing). Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya
berlaku pada orang dewasa, anak, dan bayi. Perubahan tersebut tidak berlaku pada
neonatus.
Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari
pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk

mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital


seperti otak, paru, jantung dan lain-lain.
Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti jantung
masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulai darah. Oleh karena itu memulai
kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen
ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama
30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napar buatan
(bretahing) seperti prosedur yang lama.
AHA selalu mengadakan review guidelines CPR setiap 5 tahun sekali. Perubahan dan
review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan
kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.
Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan
ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan masayarakat umum.
Di dalamnya terdapat materi yang berguna terutama bagi sejawat di emergency unit
seperti Neonatal Resuscitation, Pediatric BLS dan ALS, Adults BLS dan ALS, CPR dan First Aid.

E. Kapan CPR Digunakan?

Cardiopulmonary resusitasi (CPR) adalah prosedur darurat untuk digunakan saat


seseorang memiliki serangan jantung atau yang hatinya dan / atau pernapasan telah
berhenti. Jantung dan / atau pernapasan dapat menghentikan dari sejumlah penyebab,
termasuk serangan jantung, tersedak, tenggelam atau sengatan listrik.
Namun, penyebab tidak dapat terbatas pada ini. Setiap kejadian atau trauma yang
mengarah pada pernapasan dihentikan atau jantung yang berhenti dapat diberikan CPR. Ini
juga termasuk kasus-kasus tertentu obat overdosis dan serangan asma juga.
Beberapa penyebab telah dibahas di bawah ini:

Serangan jantung

Stroke: ini berpotensi fatal sebagai aliran darah ke suatu bagian otak tiba-tiba
berhenti. Hal ini menghilangkan bagian dari otak dari oksigen

Tenggelam atau hampir tenggelam insiden: Ini terjadi ketika orang itu di bawah air
terlalu lama. Ketika seseorang tenggelam, air masuk-nya napas dan air ini memotong
pasokan oksigen memberi hidup ke paru-paru.

Tersedak pada sesuatu yang menghalangi seluruh napas. Hal ini menyebabkan
berhentinya pernapasan seperti dalam kasus tenggelam, kecuali bahwa di sini air
tidak memblokir jalan napas.

Serius leher, kepala, atau cedera punggung

Parah sengatan listrik: Hal ini disebabkan oleh dari menyentuh listrik tegangan tinggi

Overdosis

Ketika bernapas telah berhenti, ini menunjukkan bahwa jantung telah berhenti. Ketika
jantung telah berhenti, ia berhenti memompa darah dalam tubuh. Namun, kita telah
mempelajari bahwa darah membawa oksigen dan ketika darah beredar di dalam tubuh,
semua organ vital oksigen dan ini membantu fungsi organ-organ vital termasuk otak.
Namun, jika darah tidak diedarkan, organ-organ vital mungkin tidak menerima oksigen dan
ini mengarah pada situasi yang berpotensi fatal, kadang-kadang bahkan kematian. Kematian
mendadak dapat dihindari dengan memberikan CPR dengan mencoba memberikan
penyelamatan korban napas dan penekanan dada.
F. Penatalaksanaan henti jantung dan nafas
Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti
jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai
dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada
pulsasi.

(3)

Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan

resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan.


1. Resusitasi dilakukan pada :
- Infark jantung kecil yang mengakibatkan kematian listrik
- Serangan Adams-Stokes
- Hipoksia akut
- Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
- Sengatan listrik
- Refleks vagal
- Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.

2. Resusitasi tidak dilakukan pada :


- Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.
- Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
- Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah
1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat penting.
Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan kompresi dada
luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat, setiap
langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons, tidak ada nafas dan tidak
ada nadi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam resusitasi jantung paru adalah sebagai
berikut :

A. Bantuan Hidup Dasar


Airway (jalan nafas)
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas. Caranya
ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang
kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh
ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus dipertahankan dalam posisi ini.
Bila tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan.
Caranya ialah,
- Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil,
- Mendorong ke kepala ke belakang dan kemudian,
- Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung.
Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak
kepala korban. Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah ke samping
korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
Breathing (Pernafasan)

Dalam melakukan pernafasa mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan di


belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang,
tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil turut
menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam kemudian
meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban adalah
secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang
satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih belum adekuat.

Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :
- gerakan dada waktu membesar dan mengecil
- merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang
- dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.
Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban mengecil
sampai batas habis.

Circulation (Sirkulasi buatan)


Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti jantung (cardiac
arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang yang
tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan darurat yang paling gawat.
Sebab-sebab henti jantung :
- Afiksi dan hipoksi

- Obat-obatan

- Serangan jantung

- Reaksi sensitifitas

- Syok listrik

- Kateterasi jantung

- Anestesi.

Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan dalam 3 atau 4
menit setelah hilangnya sirkulasi. Bila terjadi henti jantung yang tidak terduga, maka
langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk
pernafasan dan sirkulasi buatan.
Henti jantung diketahui dari :
- Hilangnya denyut nadi pada arteri besar
- Korban tidak sadar
- Korban tampak seperti mati
- Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.
Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan nafas
dengan menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru korban 3-5
kali lalu raba denyut a. carotis. Perabaan a. carotis lebih dianjurkan karena :
1. Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan pernafasan
buatan
2. Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban
3. Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun daerah
perifer lainnya tidak teraba lagi.
Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan,
maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar.
Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan.

Hal-hal yang harus


diperhatikan dalam
melakukan ABC RJP tersebut
adalah,
1. RJP jangan berhenti lebih dari 5
detik dengan alasan apapun
2. Tidak

perlu

memindahkan

penderita ke tempat yang lebih baik,


kecuali bila ia sudah stabil
3. Jangan

menekan

prosesus

xifoideus pada ujung tulang dada,


karena dapat berakibat robeknya
hati
4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum, jarijari jangan menekan iga korban
5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus
6. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP.
ABC RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi kemungkinan
beberapa hasil,
1. Korban menjadi sadar kembali
2. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP yang terlambat
diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak betul pelaksanaannya.
3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal ini
perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL).
B. Bantuan Hidup Lanjut
Drugs
Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan dengan
bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut jantung
spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-obatan. Obat-obatan
tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu,
1. Penting, yaitu : Adrenalin
Natrium bikarbonat
Sulfat Atropin

Lidokain
2. Berguna, yaitu : Isoproterenol
Propanolol
Kortikosteroid.
Natrium bikarbonat
Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB,
baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga
diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian harus
dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila
belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.
Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 1 mg iv
diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan
pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.
Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara meningkatkan
ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada
perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau periode
refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah
kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol
denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100
mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan
dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine
500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).
Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan mempercepat
denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalam mencegah arrest
pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi.
Dosis yang dianjurkan mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit
sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada
blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.
Isoproterenol
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat karena complete
heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan
dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung
sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil
diatasi dengan Atropine.
Propranolol

Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk
kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme
jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang
sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.
Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon sodium
succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau
shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada
komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8
mg tiap 6 jam.
C. EKG
Diagnosis
monitoring.

elektrokardigrafis

untuk

mengetahui

adanya

fibrilasi

ventrikel

dan

D. Fibrillation Treatment

Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang sebelah kiri
putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas.

E. Keputusan untuk mengakhiri resusitasi

Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis,
tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler penderita.
Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil, tingkat kesadaran,
gerakan dan pernafasan spontan dan refleks. Keadaan tidak sadar yang dalam tanpa
pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya menandakan kematian
serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian jantung sangat
memungkinkan terjadi bila tidak ada aktivitas elektrokardiografi ventrikuler secara berturutturut selama 10 menit atau lebih sesudah RJP yang tepat termasuk terapi obat.
G. Langkah untuk melakukan CPR:
Langkah 1: Cobalah untuk membangunkan orang. Jika orang tersebut tidak responsif,
segera menghubungi 911 dan kembali kepada korban.
Langkah 2: Buka Airway. Untuk melakukan hal ini, dengan lembut mengangkat dagu
dengan satu tangan. Ini akan memiringkan kepala ke belakang, sehingga jalan bagi udara
untuk perjalanan ke paru-paru dari mulut dan hidung.
Langkah 3: Periksa untuk bernapas. Anda dapat mencari dada untuk gerakan atau
mendengarkan suara atau pernapasan lain merasa udara hangat napas mereka di pipi. Jika
ada tanda-tanda CPR pernapasan mungkin tidak diperlukan. Namun, jika tidak ada tandatanda bernapas, kemudian bantuan pernapasan perlu disediakan.
Langkah 4: Memberikan bantuan pernapasan. Cara terbaik untuk melakukan ini adalah
melalui mulut ke mulut teknik. Kepala benar diposisikan oleh memiringkan kepala ke
belakang dengan mengangkat dagu. Lubang hidung kemudian mencubit dan orang tersebut
diberikan dua kali napas. Namun, untuk setiap napas pergerakan dada diperiksa. Gerakan
menunjukkan bahwa saluran udara jelas dan udara mencapai paru-paru. Jika tidak, Ulangi
Langkah 2 (membersihkan jalan napas) dan memberikan bantuan pernapasan lagi.
Langkah 5: Periksa denyut nadi dan pernapasan. Jika denyut nadi terasa, tetapi tidak
bernapas kemudian bantuan pernapasan perlu dilanjutkan sampai korban mulai napas.
Namun, jika tidak ada denyut nadi dan tidak bernapas maka kebutuhan sirkulasi buatan tobe
disediakan.
Langkah 6: Sediakan buatan sirkulasi melalui penekanan dada. Ini mengembalikan
sirkulasi darah orang. Untuk melakukan hal ini, berlutut di samping orang dan letakkan tumit
tangan Anda di tengah dada (antara puting susu). Letakkan tangan lain di atas tangan
diletakkan di dada. Jika korban adalah orang dewasa, lembut menekan dada korban untuk

sekitar 2 inci. Kemudian hapus tanpa melepas tekanan tangan dari dada korban. Penekanan
dada harus diberikan pada laju sekitar 2 per detik. Jika bantuan pernapasan dan penekanan
dada diberikan secara bersamaan, maka idealnya, sekitar 15 dada penekanan harus
diberikan setelah dua napas.
Langkah 7: Proses di atas dua napas dan 15 penekanan dada harus diulang sampai
korban mulai napas atau sampai bantuan medis darurat tiba di tempat.

Anda mungkin juga menyukai