endomorfin bersinonim
dengan
peptide
opioid
endogen,tetapi
juga
menunjuk
pada
opioid
endogenspesifik yaitu
-endorfin.
Ti g a ke l o m p o k p e p t i d a o p i o i d k l a s i k y a n g
b e r b e d a t e l a h d i i d e n t i fi ka s i y a i t u : enkefalin, endorfin dan
dinorfin. Masing-masing kelompok berasal dari suatu
prekursor p o l i p e p t i d a y a n g b e r b e d a d a n m e m i l i k i
d i s t r i b u s i a n a t o m i s y a n g k h a s ( G o o d m a n & Gilman.
2001).
Opioid merupakan senyawa alami atau sintetik yang
menghasilkan
efek
sepertimorfi n.
Istilah
opioid
dicadangkan untuk obat-obatan seperti morfi n dan
kodein, yangdidapat dari sari buah popi opium. Semua
obat dalam kategori ini bekerja dengan jalan mengikat
reseptor spesifik pada SSP. Untuk menghasilkan efek meniru
neurotransmitter peptide endogen, opiopeptin.
Opioid berinteraksi secara stereospesifik dengan reseptor
protein pada membranesel sel tertentu pada ssp, pada
ujung saraf perifer dan pada sel-sel saluran cerna.
Efek utama opioid diperantarai oleh 4 famili reseptor
yang ditunjukkan dengan huruf yunanikuno , , dan .
Pada umumnya kuatnya ikatan berkorelasi dengan
analgesia. Sifat-sifat anlgesik diperantarai oleh reseptor
,
tetapi
reseptor
pada
kornu
dorsalis
jugamenyokong.enkefalin berinteraksi lebih selektif dengan
reseptor di perifer. Reseptor kurang spesifi k, reseptor ini
juga
mengikat
obat-obat
non
opioid
seperti
halusinogenfensiklidin.
Distribusi
re s e p t o r
opioid
densitas
ti n g g i
t e rd a p a t p a d a l i m a d a e r a h u m u m s s p y a n g d i ke t a h u i
t e r l i b a t d a l a m m e n g i n t e g r a s i p e m b e n t u ka n n y e r i .
J a l a n i n i m e n u r u n d a r i periaquaduktus abu-abu(PAG)
menuju kornu dorsalis medulla spinalis. reseptor ini jugadapat
diidentifikasikan di perifer .
( Myceek, M.J, et al. Widya Medika. Farmakologi Ulasan
Bergambar,Edisi 2. Jakarta : 2001 )
Opioid sintetik :
Fentanyl
Fentanyl adalah opioid sintetik yang secara struktur mirip
dengan meperidin. Potensial analgesiknya 75-125 kali lebih
besar daripada morfin. Mempunyai onset dan durasi yang lebih
cepat jika dibandingkan dengan morfin hal ini dikarenakan
kelarutan lemak fentanyl yang tinggi. Fentanyl dimetabolisme
dengan cara metilasi menjadi norfentanyl, hydroksipropionilfentanyl dan hidroksinorpropionil-fentanyl. Diekskresi melalui
urin dan dapat dideteksi 72 jam setelah pemberian iv. Namun
<10% tetap tidak termetabolisme dan diekskresikan melalui
urin. Setelah pemberian bolus iv, fentanyl tersebar terutama
pada organ yang kaya vaskularisasi seperti otak, paru-paru dan
jantung. Dosis fentanyl 2-20 g/kgBB seringkali diberikan
sebagai adjuvant anestesi inhalasi pada saat operasi.
Pemberian
intratekal
juga
memberikan
respon
yang
memuaskan terutama pada dosis 25 g. Terdapat juga sediaan
oral transmukosa fentanyl 15-20 g/kgBB untuk anak-anak 2-8
tahun yang diberikan 45 menit sebelum induksi anestesi.
Fentanyl juga diberikan transdermal dengan sediaan 12,5-100
g yang ditujukan terutama pasien postoperatif serta pasien
dengan nyeri kanker. Jika dibandingkan dengan morfin, fentanyl
kurang menyebabkan pelepasan histamin namun lebih sering
mencetuskan bradikardi. Pemberian fentanyl iv secara cepat
dapat mencetuskan otot rigid, batuk bahkan kejang. Fentanyl
juga dapat meningkatkan tekanan intrakranial hingga 6-9
mmHg oleh karena efek vasodilatasi.
Sufentanyl
Sufentanyl merupakan analog dari fentanyl dan mempunyai
kekuatan analgesi 5-10 kali lebih besar daripada fentanyl.
Dimetabolisme terutama di hepar melalui proses N-dealkilasi
dan O-demetilasi. Ekskresi terutama di urine dan faeses
dengan <1% dari sufentanyl tidak berubah. Pada pemberian
sufentanyl dengan dosis 0,1-0,4 g/kgBB memberikan waktu
yang lebih lama serta efek depresi pernafasan yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan dosis fentanyl 1-4 g/kgBB.
Jika dibandingkan dengan opioid yang lain, sufentanyl
mempunyai
beberapa
kelebihan
terutama
penurunan
kebutuhan oksigen metabolisme di otak serta aliran darah otak
Alfentanyl
Alfentanyl adalah analog dari fentanyl yang mempunyai potensi
1/5 sampai 1/10 dari fentanyl. Keunikan dari alfentanyl adalah
onset dan durasi yang lebih cepat jika dibandingkan dengan
fentanyl. Alfentanyl dimetabolisme melalui piperidin Ndealkilasi menjadi noralfentanyl serta melalui amida Ndealkilasi
menjadi
N-fenilpropionamid.
Sebagian
besar
diekskresi melalui urin dengan <1% yang tidak berubah.
Alfentanyl sering dipakai pada manipulasi singkat seperti
intubasi trakeal ataupun blok retrobulbar dengan dosis 10-30
g/kgBB. Jika dibandingkan dengan opioid yang lain, kejadian
PONV lebih rendah pada pemakaian alfentanyl.
Remifentanyl
Remifentanyl adalah agonis selektif reseptor opioid u dengan
potensi analgesi menyerupai fentanyl (15-20 kali lebih poten
daripada alfentanyl). Struktur kimia remifentanyl tergolong unik
karena meskipun tergolong derivat fenilpiperidin, remifentanyl
mempunyai gugus ester. Sehingga metabolism remifentanyl
juga terjadi oleh hidrolisis enzim esterase di plasma maupun
jaringan yang lain menjadi metabolit yang inaktif. Onset yang
cepat, waktu pulih yang singkat dan efek yang relative non
kumulatif menjadikan remifentanyl opioid yang sering dipakai
intraop di negara-negara maju saat ini. Hasil metabolisme
remifentanyl adalah asam remifentanyl, yang juga agonis
reseptor u dengan potensi 1/300-1/4600 dari asalnya. Hasil
metabolit yang lain adalah N-dealkilasi remifentanyl yang juga
diekskresikan terutama melalui urin. Dosis 0,25-1 g/kgBB
memberikan efek analgesia yang memuaskan. Namun
pemberian remifentanyl intratekal tidak disarankan oleh karena
adanya glisin pada vehikulum obat ini. Glisin mempunyai efek
menginhibisi neurotransmitter pada medulla spinalis.
Peptidin
Meperidin atau petidin merupakan opioid sintetik yang bekerja
agonis terhadap reseptor u dan k sebagai derivat dari
fenilpiperidin. Adapun beberapa analog golongan ini antara lain
fentanil, alfentanyl, sufentanyl dan remifentanyl. Secara
struktur, meperidin mempunyai bentuk menyerupai atropin
sehingga beberapa efek atropine juga dimiliki oleh atropine ini
seperti takikardi, midriasis dan antispasmodic. Morfin
mempunyai potensi 1/10 morfin dengan durasi kerja 2-4 jam.
Meperidin diabsorbsi baik pada GIT tapi mempunyai efektifitas
jika dibandingkan dengan pemberian IM. Metabolisme
meperidin terutama di hepar dengan merubahnya melalui
proses dimetilasi 90% menjadi normeperidin dan ekskresinya
terutama melalui urin. Normeperidin mempunyai waktu paruh
eliminasi 15 jam dan dapat dideteksi di urin 3 hari setelah
pemakaian. Normeperidin mempunyai potensi meperidin
sebagai analgesik dan menstimulasi sistem saraf pusat. Kejang,
mioklonus, delirium dan halusinasi yang dapat terjadi setelah
pemberian meperidin adalah sebagai akibat efek stimulasi
saraf pusat oleh normeperidin. Sekitar 60% meperidin terikat
pada protein, sehingga pada pasien tua terjadi peningkatan
jumlah obat bebas pada plasma dan mencetuskan terjadinya
peningkatan sensitifitas pada opioid. Konsentrasi plasma 0,7g
dianggap mampu secara efektif meghilangkan nyeri post
operatif. Selain sebagai analgesia yang poten, meperidin juga
mempunyai efek anti menggigil postoperatif yang jika dibiarkan
lama dapat meningkatkan konsumsi oksigen pada tubuh. Efek
anti menggigil postoperatif dari meperidin didapatkan sebagai
salah satu kerjanya pada reseptor k2. Selain itu klonidin,
ondansetron, dan butorfanol juga merupakan obat-obatan yang
dipakai untuk mengatasi menggigil setelah operasi. Pemberian
meperidin
dengan
obat-obatan
antidepresan
dapat
mencetuskan sindrom serotonin yaitu suatu ketidakstabilan
sistem saraf otonom yang ditandai hipertensi, takikardi,
diaphoresis, hipertermi, perubahan perilaku, agitasi dan
perasaan bingung.
b. Derivat difenilheptan :
Methadon
Methadon merupakan agonis opioid sintetik yang digunakan
Propoksifen
Struktur propoksifen secara umum sama dengan methadone
sebagai salah satu agonis opioid yang poten. Dimana dosis oral
90-120 mg menghasilkan efek analgesia setara dengan 60 mg
kodein atau 650 mg aspirin. Propoksifen diserap dengan baik
melalui GIT yang kemudian dimetabolisme terutama di hepar.
Efek samping yang utama adalah vertigo, sedasi, mual dan
muntah.
c. Derivat morfinian :
Levorfanol
Levorfanol adalah golongan morfinian sintetik yang digunakan
sebagai salah satu terapi nyeri berat. Obat ini pertama kali
ditemukan di Jerman tahun 1948. Levorfanol mempunyai
afinitas yang sama pada reseptor opiat seperti morfin tetapi
mempunyai efek cross tolerance yang lebih rendah jika
dibandingkan morfin.
( Brunton, L.L. Goodman & Gilmans The
Pharmacological Basis of Therapeutics. New York : 2007
)
B.Mekanisme Kerja
M o r fi n b e r i ka t a n s e c a r a s e l e k t i f p a d a b a n y a k
t e m p a t t e m p a t d i s e l u r u h t u b u h u n t u k menghasilkan
efek farmakologi. Lokus otak yg terlibat dalam transmisi
nyeri dan dalam perubahan reaktivitas rangsangan
nosiseptif(sangat nyeri) terlihat sbg tempat kerja
utamat e t a p i b u k a n s a t u 2 n y a t e m p a t ke r j a o p i o i d .
Pa d a u m u m n y a t e m p a t y g m e m p e r l i h a t k a n afi nitas
tinggi utk ligan opiopid seperti morfi n juga mengandung
peptida endogen dalmkonstrasi tinggi yg mempunyai
o t o r a d i o g r a fi k, d a n i m u n h i s t o k i m i a . Te m p a t - t e m p a t
i ka t a n d e n g a n densitas tinggi terdapat dalam kornu
dorsalis
medula
spinalis
dan
regio-regio
subkortikaltertentu dari otak (talamus, periaqueductal gray
otak tengah dan rostral ventral medula).
Te m p a t i ka t a n o p i o i d t e rd a p a t p a d a sa r a f tr a n s m i s i
n y e r i m e d u l a s p i n a l i s d a n p a d a aferen2 primer yg
merelai nyeri yg disampaikan pada tempat ini. Opoioid
dan opiopeptintelah diperlihatkan dapat menghambat
pembebasan transmitter eksitatori dari aferen primer i n i .
B e b e r a p a t e m p a t p e n g i ka t a n o p i o i d o t a k y a n g
b e r h u b u n g a n d e n g a n m o d u l a s i n e y r i melalui jalur
turun termasuk nukleus rafe magnus dalam rostral
ventral medullan dan lokussereleus batang otak, area
periaqueductal
gray
otak
dan
beberapa
nukleus
hipothalamus danthalamus.
( Katzung Masters,A.J. Basic and Clinical Pharmacology.
New York : 2009 )
2. Distribusi
Penyerapan opioid pada organ sangat bervariasi. Meskipun tiap
4. Ekskresi
Metabolit yang polar, termasuk konjugasi glukoronid dari
analgesik opioid, sebagian besar diekskresi melalui urin.
Sejumlah kecil dari bagian yang yang tidak diubah dapat
ditemukan juga di urin. Selain itu konjugasi glukoronid juga
ditemukan di empedu, namun sirkulasi enterohepatik hanya
berperan kecil dalam proses ekskresi .
(Morgan Ge.Jr. Lange Clinical Anasthesiology. Newyork :
2006 )
f.
Opioid farmakologi