Oleh:
M. Arrival Khadiva
0810312144
Rahmat Hidayat
0910313266
0910312077
Preseptor:
dr. Weni Helvinda, Sp.M
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Endoftalmitis merupakan peradangan berat intra okular, biasanya akibat infeksi setelah
trauma, pasca bedah, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif di dalam rongga
mata dan struktur di dalamnya. Peradangan supuratif di dalam bola mata akan memberikan abses
di dalam badan kaca. Endoftalmitis biasanya dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang
melibatkan viterus dan segmen depan, namun kenyataannya juga dapat melibatkan koroid dan
retina. Penyebab endoftalmitis supuratif adalah kuman dan jamur yang masuk bersama trauma
tembus (eksogen) atau sistemik melalui peredaran darah (endogen). 6
b. Jaringan uvea, yang merupakan jaringan vaskular terdiri dari iris, badan siliar, dan
koroid. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos
humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas
kornea dan sklera.
c. Lapisan retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10
lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi
rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
Vitreus melekat tidak begitu erat dengan kapsul lensa mata dan papil saraf optik pada orang
dewasa.
Vitreus mengisi sebagian besar bola mata dibelakang lensa, tidak berwarna, bening, dan
konsistensinya lunak. Bagian luar merupakan lapisan tipis (membran hialoid) dan konsistensinya
lunak. Vitreus ditengah-tengah ditembus oleh suatu saluran yang berjalan dari papil saraf optik
ke arah kapsul belakang lensa yang disebut saluran hialoid. Struktur vitreus tidak mempunyai
pembuluh darah dan menerima nutrisi dari jaringan sekitarnya: koroid, badan siliar, dan retina. 2
Fungsi vitreus adalah membantu fungsi retina dan meningkatkan fungsi dari kavitas
korpus vitreus, sebagai barrier difusi antara segmen anterior dan posterior bola mata, berfungsi
sebagai buffer metabolic, menstabilkan perjalanan cahaya (media refraksi), dan konsumsi serta
distribusi oksigen. 7
Vitreus normal sangat jernih sehingga tidak tampak apabila diperiksa dengan
oftalmoskop direk ataupun indirek. Jika terjadi perubahan struktur badan kaca, seperti pencairan
sel, kondensasi, pengerutan, barulah keadaan tersebut dapat dilihat dan hal inipun hanya dapat
dilihat dengan slit lamp. 3
glaukoma. Bahkan beberapa penelitian melaporkan adanya peningkatan resiko endoftalmitis akut
mengikuti operasi katarak bpada beberapa tahun ini. 8
Angka mortalitas dan morbiditas endoftalmitis eksogen tidak sama dengan endoftalmitis
endogen. Kasus yang tidak tertatalaksana dapat mengakibatkan panoftalmitis dan selulitis orbital.
Tidak ada hubungan predileksi antara ras, jenis kelamin, dengan umur pada endoftalmitis
eksogen. 8
Pada endoftalmitis post operasi, bakteri penyebab tersering merupakan flora normal pada
kulit dan konjungtiva. Endoftalmitis ini sering terjadi setelah operasi-operasi berikut ini :
katarak, implantasi IOL, glaukoma, keratoplasty, eksisi pterigium, pembedahan strabismus
paracentesis, pembedahan vitreus dll.
Endoftalmitis paling sering terjadi setelah trauma mata, yaitu trauma yang menimbulkan
luka robek pada mata.
b. Endoftalmitis Endogen
Pada endoftalmitis endogen, organisme disebarkan melalui aliran darah. Endoftalmitis
endogen beresiko terjadi pada :
Memiliki faktor predisposisi, seperti : diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit jantung
Infeksi pada bagian tubuh lain, seperti: endokarditis, urinary tract infection, artritis,
Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus aureus
Streptococcus sp
b. Kronis
Endoftalmitis terjadi 6 minggu 2 tahun setelah operasi
-
Stapylococcus epidermidis
Propionibacterium acnes
3.
Bacilluscereus
Staphylococcal sp
Streptococcal sp
Bakteri-Endogen
-
Staphylococcal sp
Volutella
Neurospora
Fusarium
Candida
5. Fungal Endogen
-
Candida
6. Fungal Trauma
-
Fusarium
Aspergilus
10
Vitreus bertindak sebagai media yang sangat bagus bagi pertumbuhan bakteri.Bakteri
yang sering menyebabkan endoftalmitis adalah stafilokokus, streptokokus, pneumokokus,
pseudomonas dan bacillus cereus. Bakteri, sebagai benda asing, memicu suatu
respons
11
Manifestasi klinis dari endoftalmitis dapat digunakan untuk membedakan etiologi dari
endoftalmitis, yaitu :
1.
Bakteri
-
Hipopion
2.
Fungi
-
Transient hipopion
Lesi satelit
12
2.9.1. Diagnosis6,7,8,9
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada pasien endoftalmitis eksogen dapat ditemukan adanya riwayat baru terkena trauma
mata. Pada endoftalmitis pos operatif akut dapat muncul satu hari sampai beberapa hari setelah
operasi. Selain itu akan muncul penurunan visus dan meningkatkan nyeri mata. Pada
endoftalmitis pos operatif terlambat akan muncul satu minggu sampai satu bulan setelah
pembedahan. Hal ini bahkan bertahun tahun dapat muncul tapi rerata munculnya adalah 9 bulan.
Adanya penurunan visus dan meningkat kemerahan secara bertahap serta tidak ada atau minimal
nyeri. Penglihatan yang lekas hilang dan tidak kembali lagi beberapa hari setelah dilakukannya
operasi. Berdasarkan virulensi mikroorganisme yang menginfeksi, diagnosis dapat dibagi
13
menjadi onset akut dan kronis, sesuai dengan pedoman diagnostik menurut ESCRS Multisenter
Study tahun 2007, berupa:
cincin, bilik mata depan berkabut penuh dengan sel, hipopion, atau fibrin.
Adanya Afferent Puppilary Defect (APD), vitreus berkabut (vitritis), terlibatnya segmen
ablasio retina.
Sadari bahwa keadaan ini merupakan kegawat daruratan. Lakukan pengambilan cairan
intravitreal untuk pemeriksaan gram dan kultur.
retina.
Ambil cairan aquos dan vitreus untuk pemeriksaan mikrobiologi. Jika direncanakan
pengambilan IOL (Intra Okular Lens), ambil bagian kapsular untuk diperiksa
mikrobiologi dan histopatologinya. Hal ini dimaksudkan untuk memeriksa apakah bakteri
penyebab endoftalmitis masih ada di intravitreal.
14
tumor yang semakin besar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan di
vitreus menyerupai endoftalmitis.
Pasien dirawat di rumah sakit sekitar 3-5 hari untuk diberikan antibiotik
intravena. Terapi awal dapat diberikan berupa injeksi IV Vancomicin 1g setiap 12 jam dan IV
ceftadizime 1-2g setiap 8-12 jam. Jika dengan pemeriksaan kultur didapatkan pasien terinfeksi
bakteri Bacilus atau bakteri anaerob lainnya, dapat direncanakan penambahan obat oral berupa
klindamisin 300 mg setiap 8 jam, amikacin 240 mg setiap 8 jam atau gentamicin 80 mg setiap 8
jam.7
b. Pengobatan Antifungal
Antifungal diberikan jika pasien tidak respon terhadap pemberian antibiotik dosis tunggal
ataupun kombinasi. Adanya faktor predisposisi infeksi jamur berupa pasien datang dalam
16
pengobatan antibiotik spektrum luas dlam jangka waktu lama, penderita keganasan ataupun
imunitas buruk (pasien AIDS). Biasanya diberikan Flukonazol 50-400mg/kg/hari peroral atau
IV.5
c. Pengobatan kortikosteroid dan siklopegik
Terapi steroid diberikan untuk reaksi inflamasi disertai terbentuknya eksudat, sehingga
jaringan granulasi dapat berkurang. Efek steroid ini sangat berguna karena dasar endoftalmitis
adalah inflamasi yang terus berlanjut dan akan mempengaruhi prognosi visus. Banyak penelitian
yang menunjukkan hasil memuaskan dengan pemberian Dexamethasone intravitreal dosis 0,4
mg dan 1 mg secara intraokular sebagai profilaksis kerusakan mata yang lebih luas. 5
Pemberian siklopegik topikal berguna untuk mengurangi rasa nyeri, menstabilkan aliran
darah mata, dan mencegah terjadinya sinekia posterior.5
d. Tindakan bedah
Pada kasus berat dan endoftalmitis post trauma dapat dilakukan vitrektomi pars Plana
yang bertujuan untuk mengeluarkan organisme beserta produknya (toksi dan enzim proteolitik)
yang ada dalam viterus dengan menggunakan vitrectome. Selain itu dapat juga meningkatkan
distribusi antibiotik dan mengeluarkan membran siklitik yang terbentuk, dimana membran ini
berpotensi mengakibatkan ablasio retina. 7
Pemberian antibiotik empirik saat vitrektomi pars plana dapat dilakukan, berupa injeksi
intravitreal vancomicin 1mg/0,1ml dan ceftazidime 2,25 mg/0,1ml. jika ada benda asing, lakukan
pengambilan benda asing intraokular secara emergensi.7
2.11. Komplikasi 5
Yang paling sering terjadi adalah meluasnya peradangan sehingga mengenai ketiga
lapisan mata (retina, koroid, sklera) dan badan kaca sehingga terjadilah panoftalmitis. Selain itu
komplikasi lainnya dapat berupa vitreous hemoragik, endophthalmitis rekuren, ablasio retina,
drug induced retinal toxicity, dan glaukoma sekunder.
17
2.12. Prognosis 9
Prognosis endoftalmitis endogen ataupun eksogen tergantung pada:
Tingkat keparahan infeksi
Virulensi organisme (agen penyebab)
Jumlah kerusakan mata yang dapat dilihat dari peradangan dan jaringan parut.
Fungsi penglihatan pasien/ visus yang dapat tergantung pada virulensi organisme
penginfeksi, adanya retina yang lepas, waktu dari awal penyakit sampai diobati,
dan luasnya cedera.
BAB 3
PENUTUP
18
3.1. Kesimpulan
Endoftalmitis adalah peradangan berat yang terjadi pada seluruh jaringan intraokular
yang mengenai dua dinding bola mata, yaitu retina dan koroid tanpa melibatkan sklera dan
kapsul tenon. Endoftalmitis dapat diklasifikasikan menjadi supuratif, non supuratif, dan
endoftalmitis fakoanafilaktik. Penyebab endoftalmitis dapat dikelompokkan menjadi dua bagian
besar, yaitu infeksi yang dapat bersifat endogen dan eksogen serta disebabkan oleh imunologis.
Gejala subjektif antara lain adalah nyeri pada bola mata, penurunan tajam penglihatan,
nyeri kepala, mata terasa bengkak, kelopak mata merah, bengkak, dan kadang sulit dibuka.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan edema pada palpebra superior, reaksi
konjungtiva berupa hiperemis dan kemosis, serta adanya edema pada kornea.
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah kultur. Pengobatan pasien endoftalmitis
adalah dengan antibiotik atau antifungal yang diberikan secepatnya secara intravitreal.
Sedangkan pemberian kortikosteroid masih kontroversi walaupun terbukti bermanfaat. Kadang
dapat pula diberikan sikloplegik. Bila dengan pengobatan malah terjadi perburukan, tindakan,
vitrektomi harus dilakukan.
3.2. Saran
Penyakit ini memiliki prognosis yang buruk dan dapat mengakibatkan kebutaan. Oleh
karena itu kita sebagai dokter umum harus dapat mendiagnosis, melakukan pemeriksaan fisik
dan tambahan sehingga dapat dirujuk secepat mungkin. Apalagi ditemukan endoftalmitis akut,
tindakan yang dilakukan bersifat emergensi. Semakin cepat endoftalmitis ditemukan dan
ditindak, semakin baik prognosis pasien.
19
20
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Ilyas, S.H. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2006.
2. Miller, J.W. Endophthalmitis. Diunduh dari www.emedicine.com. Edit tanggal 31
Oktober 2013.
3. Miller, J.W. Post Operative Endophthalmitis. Diunduh dari www.emedicine.com. Edit
tanggal 31 Oktober 2013.
4. Vaughan, G: Oftalmologi Umum, Edisi ke 14, Widya Medika. Jakarta, 2000.
5. Ilyas, Sidarta. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke 3. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta, 2005.
6. Egan, Daniel J. endophthalmitis. Diakses dari www.medscape.com. Diedit tanggal 30
Oktober 2013.
7. Clark, William L. Postoperative Endophthalmitis. Diakses dari www.medscape.com.
Diedit tanggal 31 Oktober 2013.
8. Khurana, AK. Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Age International. New Delhi,
2007.
9. Hampton. Post traumatic Endophthalmitis. Diakses dari www.aao.eyewiki.com. Diedit
tanggal 30 Oktober 2013.
22