ILUSTRASI KASUS
Identitas
Nomor catatan medis
: 00549561
Nama
: Tn.Restu
Umur
: 18 tahun
Pekerjaan
:-
Alamat
: Citarik
Status pernikahan
: Belum menikah
Agama
: Islam
Pendidikan terakhir
: SMA
Suku
:-
Keluhan Tambahan
Pasien datang ke RSUD Karawang tanggal 16 Desember 2014 dengan keluhan nyeri
dan pegal pada daerah kemaluan sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan hilang
timbul terutama timbul saat berolahraga dan berdiri lama. Riwayat pada trauma pada
daerah tersebut (-) , mual (-), muntah (-). BAB dan BAK normal. Pasien mengaku
pernah keluar benjolan pada daerah skrotum 1 tahun yang lalu, benjolan tidak nyeri,
timbul saat berdiri dan menghilang sendiri saat berbaring. Pasien tidak memiliki
riwayat minum alcohol dan merokok dan rajin berolahraga
Riwayat Kebiasaan
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Status gizi
: TB 170 cm
BB 65 kg
Tanda vital
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 78 x/menit
Suhu
: 36,5 C
Pernapasan
: 18 x/menit
Status Generalis
Kepala
Mata
Mulut
: score mallapati 1
Leher
Pemeriksaan Penunjang
(Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Desember 2014)
Hematologi
-
Hemoglobin
: 16 g/dL
Leukosit
: 9,69 x 103/ul
Trombosit
: 289 x 103/ul
Hematokrit
: 44,8 %
GDS
: 87 mg/dL
Ureum
: 28,9 mg/dL
Creatinin
Kimia
: 0.92 mg/dL
Kesimpulan
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dinyatakan Tn.
Ismat 18 tahun menderita Varicocel, ASA-1. Rencana akan dilakukan operasi ligasi
vena spermatika interna dengan anestesi regional.
Pre operasi :
-
Intra Operatif :
Pasien masuk ruang operasi, di posisikan di atas meja operasi, pasang alat
monitoring.
Pasien diminta untuk duduk dengan posisi badan lurus kepala menunduk.
Kemudian diberikan obat lewat spinal bupivacaine 20 mg dengan jarum spinal
ukuran 27 pada L3-L4. Kemudian pasien diberikan O 2 sebanyak 2 liter/m
Menit ke-
TD
Pulse
Sp O2
10
90/46
54
100
20
90/44
50
100
30
80/42
48
100
40
100/53
62
100
50
105/58
68
100
60
110/73
70
100
Post-Operatif :
Operasi berakhir pada pukul 11.40 WIB.
Selesai operasi pasien masih dalam kondisi sadar kemudian pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan, pasien segera diberi bantuan O2 kanul 2 lt/m,
melanjutkan pemberian cairan dan di observasi terus pernapasan, tekanan darah serta
nadi setiap 10 menit. Lalu pasien di kembalikan ke ruang bangsal Pangkalan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi Regional
2.2.1 Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian
tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh
sebagian atau seluruhnya(1,3). Tetapi pasien tetap sadar(1,3).
2.2.2 Keuntungan Anestesia Regional
1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih
murah.
2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.
2.2.3 Kerugian Anestesia Regional
1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2.
3.
2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, dan analgesia regional intravena.
Indikasi(4):
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada
bedah
abdomen
dikombinasikan v
atas
dan
bawah
pediatrik
biasanya
Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal
2.
Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3.
2.
Peralatan resusitasi
3.
Jarum spinal
Jarum
spinal
dengan
ujung
tajam
(ujung
bambu
10
11
Prosedur Pembedahan
T4-5(nipple)
T6-8(xiphoid)
L1(inguinal ligament)
TUR(jika
tidak
ada
distensi
bul
S2-5(perineal)
12
penyebaran
obat
lekukan
anestesi
kolumna
lokal
vertebralis
dalam
ruang
pada
kelengkungan
kolumna
vertebralis.
13
15
1. Bisa segmental
2. Tidak terjadi headache post op
3. Hypotensi lambat terjadi
4. Dapat mengatasi post op paint
Kerugian epidural dibandingkan spinal :
1. Teknik lebih sulit
2.
3.
Reaksi sistemis
2.
3.
4.
Mual muntah
16
17
ligamentum
supraspinosum,
ligamentum
interspinosum,
dan
18
kanalis sakralis, ubah jarum jadi 45 0-600 dan jarum didorong sedalam
1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat
sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji
apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.
(hipotensi). Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal , 26 dermatom diatas level blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi
block pada level yang sama.
Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk
mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan
spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi
dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.
-
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber
di T1-T4), dapat menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.
2. Efek Respirasi:
-
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan
menyebabkan terjadinya respiratory arrest.
19
3. Efek Gastrointestinal:
-
empat
pendekatan
yang
berbeda
interkalenus,
supraklavikularis,
20
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien bernama Tn. Restu usia 18 tahun datang ke RSUD Karawang tanggal
16 Desember 2014 dengan keluhan nyeri dan pegal pada daerah kemaluan sejak 3
bulan yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul terutama timbul saat berolahraga
dan berdiri lama. Riwayat pada trauma pada daerah tersebut (-) , mual (-), muntah (-).
BAB dan BAK normal. Pasien mengaku pernah keluar benjolan pada daerah skrotum
1 tahun yang lalu, benjolan tidak nyeri, timbul saat berdiri dan menghilang sendiri
21
saat berbaring. Pasien tidak memiliki riwayat minum alkohol dan merokok dan rajin
berolahraga.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg normal,
pemeriksaan status generalis masih dalam batas normal dan pemeriksaan status
urologis masih dalam batas normal.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan hasil
laboratorium darah dalam batas normal sehingga kami menyimpulkan Tn. Restu 18
tahun menderita varicocele
Selama pembedahan pasien mendapat obat anestesi regional bupivacaine
spinal 20 mg, Ranitidin 50 mg, Ondansentron 4 mg, Tramadol 50 mg, Ketorolac
30mg, Pethidine 30 mg, efedrin HCl 20 mg dan Sulfas Atrofin 0,50 mg . Cairan yang
didapatkan oleh pasien adalah 500cc ringer laktat dan 500cc Hes.
Decain (Bupivikain), sangat populer disebut dengan Marcaine. Ikatan dengan
HCL mudah larut dalam air. Sangat stabil dan dapat diautoclaf berulang. Potensinya
3-4 kali dari lidokain dan lama kerjanya 2-5 kali lidokain. Sifat hambatan sensorisnya
lebih dominan dibandingkan hambatan sensorisnya. Jumlah obat yang terikat pada
saraf lebih banyak dibandingkan dengan yang bebeas dalam tubuh. Dikeluarkan dari
dalam tubuh memalui ginjal sebagian kecil dalam bentuk utuh dan sebagian besaar
dalam bentuk metabolitnya. Penggunanaan klinik dapat digunakan dosis 12mg/kbBB.
Selama pembedahan pada menit ke 10 hingga menit ke 30 pasien mengalami
hipotensi sehingga diberikan Ephedrine. Hipotensi pada pasien dapat disebabkan oleh
efek dari anestesi regional dimana terjadi vasodilatasi akibat blok simpatis yang
menyebabkan terjadinya penurunan venous return. Hal ini dapat dicegah dengan
memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml (pre-loading) sebelum
tindakan untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan
spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan
pemberian cairan dan vasopressor seperti Ephedrine. Efedrin HCl merupakan obat
dengan kandungan ephedrine. Ephedrine dengan nama kimia Benzenemethanol, -[1(methylamino)ethyl] merupakan vasokonstriktor yang bekerja pada reseptor - dan
yang menstimulasi peningkatan cardiac output dan menurunkan motilitas usus. Dosis
lazim dewasa untuk pemberian IM adalah : 25 -50 mg ( range 10- 50 mg). Jika masih
dibutuhkan, pemberian dosis kedua sebesar 50 mg IM atau dosis 25 mg IV.Untuk
pemberian IV injeksi langsung, dosis 5 -25mg dapat diberikan secara perlahan.Jika
22
diperlukan, untuk mendapat dosis respon yang diinginkan, dosis tambahan IV yang
diperlukan dapat diberikan dalam waktu 5 - 10 menit.Dosis dewasa parenteral tidak
melebihi 150 mg dalam 24 jam. Anak-anak dapat menerima 2-3 mg/kg atau 67-100
mg/m2 secara subkutan, IM atau IV setiap hari dalam 4 -6 dosis terbagi 3.
Sedangkan bradikardi yang juga terjadi pada menit ke 10-30 dapat terjadi
karena aliran darah balik berkurang atau dapat pula karena terjadi akibat blok sampai
T-2. Hal ini dapat disertai dengan hipotensi atau hipoksia dan diatasi dengan
pemberian Sulfas atrophine. Sulfas atropin merupakan obat golongan antikolinergik
yang bekerja memblokade neotransmiter asetilkolin dengan cara inhibisi kompetitif.
Obat ini menginhibisi tonus parasimpatis, dengan konsekuensi menurunkan tonus otot
polos di saluran cerna, saluran kemih dan sebagainya. Efek yang diinginkan dari obat
ini antara lain antisialagog (mengurangi sekresi jalan nafas), efek sedasi & amnesik
dan pencegahan refleks bradikardi.
Mual-mual yang dirasakan pasien selama operasi dapat diakibatkan dari
komplikasi penggunaan anestesi regional, hal ini diatasi dengan pemberian
Ondansentron dan Ranitidin HCL. Ondansetron merupakan antagonis selektif
reseptor 5-HT3 menghambat mual dan muntah post operatif, karena agen sitotoksik,
maupun radiasi. Penanganan mual dan muntah pasca-operasi: Vomceran injeksi
dapat diberikan secara intravena atau intramuskular tanpa pengenceran. injeksi
diberikan sebagai dosis tunggal 4 mg secara intramuskular atau melalui injeksi
intravena lambat tidak kurang dari 30 detik (sebaiknya antara 2-5 menit), segera
sebelum induksi anastesi atau diberikan segera pasca-operasi apabila pasien
mengalami mual dan muntah.
Ranitidine HCL suatu penghambat aktivitas histamin yang kompetitif dan
reversible pada reseptor H2 histamin, termasuk reseptor pada sel sel lambung dan
bukan suatu zat antikolinergik yang bekerja menghambat sekresi asam lambung
melalui penghambatan kompetitif terhadap histamine pada reseptor H2 sel sel
parietal. Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk
menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 3694 mg/mL. Kadar
tersebut bertahan selama 68 jam. Dengan dosis ntermittent bolus : 50 mg (2 mL)
tiap 6 8 jam.
Pada post opertif pasien juga diberikan Ketorolax dan Tramadol untuk
mengurangi nyeri post-operatif . Ketorolax tromethamine merupakan suatu analgesik
23
Ringer laktat adalah larutan steril dari kalsium klorida, natrium klorida,
kalium klorida, dan natrium laktat dalam air untuk injeksi.Injeksi ringer laktat tidak
boleh mengandung antimikroba, dan kecepatan pemberiannya tidak boleh lebih dari
300 ml/jam. Indikasi pemberian ringer laktat adalah untuk menambah kadar
elektrolit yang diperlukan tubuh.
HES ( Hydroxyetyl Straches) merupakan cairan koloid yang fungsinya dapat
menggantikan cairan intravaskular. Cairan ini memiliki berat molekul besar sehingga
tidak akan keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah.
Hetastrach sangat efektif sebagai plasma ekspander sehingga dapat mengembalikan
volume plasma secara lebih efektif dan efesien dari pada kristaloid karena larutan
koloid mengekspansi volume vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan
kristaloid dan cairan .
Pemberian Cairan
25
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien, Tn. Restu 18 tahun
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Boulton TB, Blogg CE. 1994. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC
2. Dobson, MB. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC
3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Anestesiologi: Edisi Kedua.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI
4. Miller RD. 2000. Anesthesia. Edisi Kelima. Chruchill Livingstone. Philadelphia
5. Morgan, E. 2006. Clinical Anesthesiology. Edisi Keempat. McGraw-Hill Company
6. Muhiman M, Thaib R, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI
7. Mulroy MF. 1996. Regional Anesthesia, An Illistrated Procedural Guide. Edisi
Kedua. Boston: Little Brown Company
8. Robyn Gymrek, MD. 2010. Regional Anesthesia at www.emedicine.com
9. Werth, M. Pokok-pokok Anestesi. Jakarta: EGC
27
28