Pembangunan mesjid
Al-Muawanah
Landasan Syariat
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa
saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
(QS.Ali Imran:92)
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS.Al Baqoroh:261)
Barang siapa yang membangun sebuah mesjid karena mengharapkan
keridhaan Allah SWT, maka Allah akan membangun untuknya sebuah
rumah di surga. (H.R Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Saw bersabda, Apabila anak Adam meninggal
dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara yaitu
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh
yang mendoakan kedua orang tuanya.(HR. At-Tirmidzi)
Sejarah
Mesjid Jami Al-Muawanah, terletak di Kampung Parakansalak Desa Sukamerang
Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut, tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan
pesantren Al-muawanah, karena pada awal pembangunannya selain berfungsi
sebagai sarana ibadah (ritual), juga sebagai sarana pendidikan jamaah majlis talim
dan para santri.
Beiau
meninggal
pada
tahun
2002,
kemudian
perjuangannya
dilanjutkan oleh putranya Ust. Wawan Setiawan Anwar, S. Ag, sampai saat ini.
Latar Belakang
Pengadaan mesjid termasuk salah satu investasi amal yang akan mengalirkan pahala terus
menerus bagi orang-orang yang berinfaq untuk membangunnya. Karena hal ini termasuk salah satu
dari tiga amal yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW: Apabila anak Adam (manusia) meninggal
dunia, maka putuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah
jariah (termasuk membangun mushola), ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh
yang mendoakan kedua orang tuanya (HR. Muslim).
Bagi mereka yang membangun mesjid atau menyediakan dana untuk membangunnya, termasuk
dalam kategori Firman Allah Al-Baqarah : 261
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya
di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (pahala) bagi siapa yang Dia
kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui (QS. Al-Baqarah :
261)
Dan sabda Rosululloh SAW :
Barang siapa yang telah membangunkan sebuah masjid, yang sengaja mencari keridhaan
Allah, nanti Allah buatkan pula untuknya sebuah rumah di dalam syurga. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Seperti kita pahami bahwa sejak zaman Rasulullah Muhamad SAW, masjid bukan hanya tempat ibadah tetapi merupakan pusat kegiatan berdimensi
luas. Ketika Rasulullah Saw dan para sahabatnya Hijrah dari Mekkah ke Madinah, beliau singgah di suatu tempat yang dikenal dengan Quba.
Disinilah Rasulullah membangun sebuah Masjid yang diberi nama Masjid Quba. Begitu juga ketika sampai di Madinah Rasulullah membangun Masjid
Nabawi. Ini semua menunjukan bahwa Masjid memiki kedudukan yang sangat penting bagi kaum muslimin.
Di zaman Rasulullah Saw, Masjid menjadi sarana untuk memperkokoh iman para sahabatnya. Disamping itu, Masjid juga digunakan sebagai sarana
peribadatan dan tempat mengkaji ajaran Islam. Allah berfirman : Hanyalah yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah adalah orang-orang yang
beriman kepada Allah, dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan Shalat, menunaikan Zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain
kepada Allah maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (QS: At-Taubah: 8).
Rasulullah saw menjadikan Masjid sebagai sentral ilmu pengetahuan. Dari Masjidlah Rasulullah membina masyarakat baru Madinah. Ahlu Suffah
adalah mereka yang banyak mengambil manfaat dari ajaran Rasulullah. Disamping mereka tinggal dibagian belakang masjid mereka juga sangat
tekun
menghafal hadist-hadist Rasullah Saw. Abu Hurairah adalah salah seorang dari ratusan Ahli Shuffah yang banyak meriwayat hadis dibandingkan
sahabat lainya. Tradisi menjadikan Masjid sebagai pusat ilmu pengetahuan ini diteruskan oleh para Ulama Muslimin dalam mengembangkan Risalah
Islam setelah wafatnya Rasulullah Saw.
Di era modern sekarang ini kita harus mampu memerankan dan memakmurkan Masjid. Memakmurkan Masjid mempunyai dua pengertian. Hissi dan
maknawi. Hissi berarti membangun Masjid secara fisik, membersihkanya, melengkapi sarana wudhu dan yang lainya. Sedangkan memakmurkan
Masjid secara Maknawi adalah meramaikan Masjid dengan shalat berjama`ah, membaca al-quran, i`tikaf, dan ibadah lainya. Dan yang tidak kalah
penting adalah menjadikan Masjid sebagai pusat kegiatan dan pengembangan masyarakat. Dan disamping itu kita harus bisa memposisikan Masjid
sebagai wadah pemersatu kaum muslimin. Menghidupkan kembali peranan Masjid dengan segala macam aktivitas yang telah kita paparkan diatas
yang telah terbukti membawa kaum muslim pada puncak peradaban besar.
Memperhatikan dasar-dasar pemikiran tersebut, Pengurus Masjid Al-Barokah bersama masyarakat sekitar dan para tokoh agama
dan masyarakat, pemerintah desa, dan Alim Ulama serta Remaja telah mufakat akan merealisasikan program tersebut dengan membentuk
kepanitiaan pembangunan Masjid Al-Barokah. Untuk merealisasikan program tersebut tentunya memerlukan dana atau materiil. Untuk itu pada
kesempatan ini Kami membuka dan mengetuk hati kaum muslimin dan muslimat untuk berpartisipasi dalam mewujudkan pembangunan masjid Al
Barokah.
sarana
kemasyarakatan
dan
prasarana
aktivitas
religius
RST
Area Parkir
Mobil Tambahan
Rumah Sehat
Terpadu
mesjid