Gunung Ceremai (seringkali secara salah kaprah dinamakan "Ciremai") adalah gunung
berapi kerucut yang secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni
Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat.
Posisi geografis puncaknya terletak pada 6 53' 30" LS dan 108 24' 00" BT, dengan
ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Jawa
Barat.
Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah
timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat
bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.
Kini G. Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC),
yang memiliki luas total sekitar 15.000 hektare.
Nama gunung ini berasal dari kata cereme (Phyllanthus acidus, sejenis tumbuhan perdu
berbuah kecil dengan rada masam), namun seringkali disebut Ciremai, suatu gejala
hiperkorek akibat banyaknya nama tempat di wilayah Pasundan yang menggunakan awalan
'ci-' untuk penamaan tempat.
Ceremai terjadi tahun 1990 dan tahun 2001. Getarannya terasa hingga Desa Cilimus di timur
G. Ceremai.
Jalur pendakian
Puncak gunung Ceremai dapat dicapai melalui banyak jalur pendakian. Akan tetapi yang
populer dan mudah diakses adalah melalui Desa Palutungan dan Desa Linggarjati di Kab.
Kuningan, dan Desa Apuy di Kab. Majalengka. Satu lagi jalur pendakian yang jarang
digunakan ialah melalui Desa Padabeunghar di perbatasan Kuningan dengan Majalengka di
utara. Di kota Kuningan terdapat kelompok pecinta alam "AKAR" (Anak Kuningan Alam
Rimba) yang dapat membantu menyediakan berbagai informasi dan pemanduan mengenai
pendakian Gunung Ceremai.
Keanekaragaman hayati
Vegetasi
Hutan-hutan yang masih alami di Gunung Ceremai tinggal lagi di bagian atas. Di sebelah
bawah, terutama di wilayah yang pada masa lalu dikelola sebagai kawasan hutan produksi
Perum Perhutani, hutan-hutan ini telah diubah menjadi hutan pinus (Pinus merkusii), atau
semak belukar, yang terbentuk akibat kebakaran berulang-ulang dan penggembalaan. Kini,
sebagian besar hutan-hutan di bawah ketinggian m dpl. dikelola dalam bentuk wanatani
(agroforest) oleh masyarakat setempat.
Sebagaimana lazimnya di pegunungan di Jawa, semakin seseorang mendaki ke atas di
Gunung Ciremai ini dijumpai berturut-turut tipe-tipe hutan pegunungan bawah (submontane
forest), hutan pegunungan atas (montane forest) dan hutan subalpin (subalpine forest), dan
kemudian wilayah-wilayah terbuka tak berpohon di sekitar puncak dan kawah.
Lebih jauh, berdasarkan keadaan iklim mikronya, LIPI (2001) membedakan lingkungan
Ciremai atas dataran tinggi basah dan dataran tinggi kering. Sebagai contoh, hutan di wilayah
Resort Cigugur (jalur Palutungan, bagian selatan gunung) termasuk beriklim mikro basah,
dan di Resort Setianegara (sebelah utara jalur Linggarjati) beriklim mikro kering.
Secara umum, jalur-jalur pendakian Palutungan (di bagian selatan Gunung Ciremai), Apuy
(barat), dan Linggarjati (timur) berturut-turut dari bawah ke atas akan melalui lahan-lahan
pemukiman, ladang dan kebun milik penduduk, hutan tanaman pinus bercampur dengan
ladang garapan dalam wilayah hutan (tumpangsari), dan terakhir hutan hujan pegunungan.
Sedangkan di jalur Padabeunghar (utara) vegetasi itu ditambah dengan semak belukar yang
berasosiasi dengan padang ilalang. Pada keempat jalur pendakian, hutan hujan
pegunungannya dapat dibedakan lagi atas tiga tipe yaitu hutan pegunungan bawah, hutan
pegunungan atas dan vegetasi subalpin di sekitar kawah. Kecuali vegetasi subalpin yang
diduga telah terganggu oleh kebakaran, hutan-hutan hujan pegunungan ini kondisinya masih
relatif utuh, hijau dan menampakkan stratifikasi tajuk yang cukup jelas.
Margasatwa
Keanekaragaman satwa di Ceremai cukup tinggi. Penelitian kelompok pecinta alam Lawalata
IPB di bulan April 2005 mendapatkan 12 spesies amfibia (kodok dan katak), berbagai jenis
reptil seperti bunglon, cecak, kadal dan ular, lebih dari 95 spesies burung, dan lebih dari 20
spesies mamalia.
Beberapa jenis satwa itu, di antaranya: