HIPOTESIS AWAL
Hipotesis awal dari kelompok kami adalah PPOK eksaserbasi akut, korpulmonale,
hiperurisemia
BAB VI
Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan
edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat
edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
Pemeriksaan Penunjang
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( %
). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75
%
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
Keluhan sesak napas merupakan gejala tersering pada penyakit paru primer.
Gejala ini terjadi saat melakukan aktivitas atau bahkan saat istirahat dan
kadang-kadang diperberat dengan posisi tidur. Batuk kronis yang produktif
sering ditemukan. Sianosis sering didapatkan pada kor pulmonal karena
polisitemia sekunder maupun desaturasi arteri. Klien mungkin gelisah dan
kesadarannya terganggu karena hiperkapnea.
Pemeriksaan Fisik
kita bisa mendapatkan keadaan sianosis, suara P2 yang mengeras, ventrikel
kanan dapat teraba di parasternal kanan. Terdapatnya murmur pada daerah
pulmonal dan triskuspid dan terabanya ventrikel kanan merupakan tanda yang
lebih lanjut. Bila sudah terjadi fase dekompensasi, maka gallop (S3) mulai
terdengar dan selain itu juga dapat ditemukan murmur akibat insufisiensi
trikuspid. Dilatasi vena jugularis, hepatomegali, splenomegali, asites dan efusi
pleura merupakan tanda-tanda terjadinya overload pada ventrikel kanan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu akan
menyebabkan berbagai gambaran parenkim dan pleura yang mungkin dapat
menunjukkan penyakit primernya. Gambaran radiologi hipertensi pulmonal
adalah dilatasi arteri pulmonalis utama dan cabang-cabangnya, meruncing ke
perifer, dan lapang paru perifer tampak relatif oligemia. Pada hipertensi
pulmonal, diameter arteri pulmonalis kanan >16mm dan diameter arteri
pulmonalis kiri >18mm pada 93% penderita. Hipertrofi ventrikel kanan
terlihat pada rontgen thoraks PA sebagai pembesaran batas kanan jantung,
pergeseran kearah lateral batas jantung kiri dan pembesaran bayangan
jantung ke anterior, ke daerah retrosternal pada foto dada lateral.
2. Elektrokardiogram
Gambaran abnormal kor pulmonal pada pemeriksaan EKG dapat berupa:
a. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.
b. Terdapat pola S1 S2 S3
c. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1
d. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1
e. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF
f. Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau
inkomplet.
g. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan
prekordial.
h. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK
karena adanya hiperinflasi.
i. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran
gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan
infark miokard.
j. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi prematur
atrium terisolasi hingga supraventrikuler takikardi, termasuk takikardi
atrial paroksismal, takikardi atrial multifokal, fibrilasi atrium, dan atrial
flutter. Disritmia ini dapat dicetuskan karena keadaan penyakit yang
mendasari (kecemasan, hipoksemia, gangguan keseimbangan asam- basa,
gangguan elektrolit, serta penggunaan bronkodilator berlebihan).
3. Ekokardiografi
Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan
diagnosis kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dari hasil
ekokardiografi dapat ditemukan dimensi ruang ventrikel kanan yang
membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran
ekokardiografi katup pulmonal, gelombang a hilang, menunjukkan
hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi
susah terlihat katup pulmonal karena accoustic window sempit akibat
penyakit paru.
C. Gejala Klinis Hiperurisemia
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR
Dari differential diagniosis di atas hipotesa akhir kami adalah PPOK Eksaserbasi Akut