Anda di halaman 1dari 19

SARANA ILMIAH (BAHASA,

MATEMATIKA, LOGIKA, DAN


STATISTIKA)
Oleh: Syafieh, M.Fil. I
A. Pendahuluan
Bahasa sebagai sarana komunikasi antar
manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi.
Tanpa komunikasi apakah manusia dapat
bersosialisasi, dan apakah manusia layak
disebut makhluk sosial? Sebagai sarana
komunikasi maka segala yang berkaitan
dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa,
seperti berfikir sistematis dalam menggapai
ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa
mempunyai kemampuan berbahasa seseorang
tidak dapat melakukan kegiatan berpikir
secara sistematis dan teratur.
Demikian pula ilmu-ilmu pengetahuan,
semuanya sudah mempergunakan matematika,
baik matematika sebagai pengembangan
aljabar maupun statistik. Phylosopy modern
tidak akan tepat bila pengetahuan tentang
matematika tidak mencukupi. Hampir dapat
dikatakan bahwa fungsi matematika sama
luasnya dengan fungsi bahasa yang
berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu
pengetahuan.
Logika adalah sarana untuk berfikir sistematis,
valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Karena itu, berfikir logis adalah berpikir
sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti;
setengah tidak boleh lebih dari satu.
Dalam kamus ilmiah populer, kata statistik
berarti tabel, grafik, daftar informasi, angkaangka, informasi. Statistik berarti ilmu
pengumpulan, analis, dan klasifikasi data,
angka sebagai dasar untuk induksi.
B. Bahasa sebagai Sarana Ilmu
Pengetahuan
Bahasa mempunyai peranan penting dan suatu
hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan
manusia. Kelaziman tersebut membuat
manusia jarang memperhatikan bahasa dan
menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa,

seperti bernafas dan berjalan. Padahal bahasa


mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar
biasa dan termasuk yang membedakan
manusia dari ciptaan lainnya.[1] Ernest
Cassirer berpendapat bahwa keunikan manusia
bukanlah terletak pada kemampuan
berpikirnya melainkan terletak pada
kemampuannya berbahasa.Oleh karena itu,
Ernest menyebut manusia sebagai Animal
Symbolicum, yaitu makhluk yang
menggunakan simbol.[2]
Wittgenstein menyatakan: Batas bahasaku
adalah batas duniaku. Melalui pernyataan ini
orang-orang yang berpikir (homo sapiens)
akan bertanya dalam diri apa itu bahasa? Apa
fungsinya? Bagaimana peran bahasa dalam
berpikir Ilmiah?
Bloch and Trager mengatakan: a language is a
system of arbitrary vocal symbols by means of
which a social group cooperates (Bahasa
adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang
arbitrer yang dipergunakan oleh suatu
kelompok sosial sebagai alat untuk
berkomunikasi.
Joseph broam mengatakan: bahasa adalah
suatu sistem yang berstruktur dari simbolsimbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh
para anggota suatu kelompok sosial sebagai
alat bergaul satu sama lain.
Batasan diatas memerlukan sedikit penjelasan
agar tidak terjadi salah paham. Oleh karena
itu, perlu diteliti setiap unsur yang ada
didalamnya:
Simbol-simbol
Simbol-simbol berarti sesuatu yang
menyatakan sesuatu yang lain. Hubungan
antara simbol dan sesuatu yang
dilambangkannya itu tidak merupakan sesuatu
yang terjadi dengan sendirinya atau sesuatu
yang bersifat alamiah, seperti yang terdapat
antara awan hitam dan turunnya hujan,
ataupun antara tingginya panas badan dan
kemungkinan terjadinya infeksi. Awan hitam
adalah tanda turunnya hujan; panas suhu

badan yang tinggi tanda suatu penyakit.


Simbol-simbol vokal
Simbol-simbol yang membangun ujaran
manusia adalah simbol-simbol vokal, yaitu
bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya
dihasilkan dari kerjasama berbagai organ atau
alat tubuh dalam sistem pernafasan. Untuk
memenuhi maksudnya, bunyi-bunyi tersebut
haruslah didengar oleh orang lain dan harus
diartikulasikan sedemikian rupa untuk
memudahkan sipendengar untuk
merasakannya secara jelas dan berbeda dari
yang lainnya. Dengan kata lain, tidak semua
bunyi yang dihasilkan oleh organ-organ vokal
manusia merupakan simbol-simbol bahasa,
lambang-lambang kebahasaan. Contoh: bersin,
batuk, dengkur, biasanya tidak mengandung
nilai simbolis, semua itu tidak bermakna apaapa diluar mereka sendiri.
Simbol-simbol vokal arbitrer
Istilah arbitrer disini bermakna mana suka
dan tidak perlu ada hubungan yang valid
secara filosofis antara ucapan lisan dan arti
yang dikandungnya. Hal ini akan lebih jelas
bagi orang yang mengetahui lebih dari satu
bahasa. Misalnya, untuk menyatakan jenis
binatangEquus Caballus, orang Inggris
menyebutnya horse, orang Perancis cheval,
orang Indonesia kuda, dan orang Arab hison.
Semua kata ini sama tepatnya, sama
arbitrernya. Semuanya adalah konvensi sosial
yakni sejenis persetujuan yang tidak
diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam
antara sesama anggota masyarakat yang
memberi setiap kata makna tertentu.
Suatu sistem yang berstruktur dari simbolsimbol yang arbitrer.
Walaupun hubungan antara bunyi dan arti
ternyata bebas dari setiap suara hati nurani,
logika atau psikologi, namun kerjasama antara
bunyi-bunyi itu sendiri, didalam bahasa
tertentu, ditandai oleh sejumlah konsistensi,
ketetapan intern. Misalnya; setiap bahasa
beroperasi dengan sejumlah bunyi dasar yang

terbatas (dan ciri-ciri fonetik lainnya seperti


tekanan kata dan intonasi).
Yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu
kelompok sosial sebagai alat bergaul satu
sama lain.
Fungsi bahasa memang sangat penting dalam
dunia manusia. Dengan bahasa para anggota
masyarakat dapat mengadakan interaksi sosial.
[3]
a. Fungsi Bahasa
Para pakar telah berselisih pendapat dalam
hal fungsi bahasa. Aliran filsafat bahasa dan
psikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai
sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan
dan emosi, sedangkan aliran sosiolinguistik
berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah
sarana untuk perubahan masyarakat.
Walaupun tampak perbedaan tetapi saling
melengkapi. Secara umum dapat dinyatakan
bahwa fungsi bahasa adalah:
1) Koordinator kegiatan-kegiatan
masyarakat.
2) Penetapan pemikiran dan
pengungkapan.
3) Penyampaian pikiran dan perasaan.
4) Penyenangan jiwa.
5) Pengurangan kegoncangan jiwa.
Menurut Halliday sebagaimana yang dikutip
oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah
sebagai berikut:
1) Fungsi Instrumental: penggunaan
bahasa untuk mencapai suatu hal yang
bersifat materi seperti makan, minum dan
sebagainya.
2) Fungsi Regulatoris: penggunaan bahasa
untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku.
3) Fungsi Interaksional: penggunaan
bahasa untuk saling mencurahkan perasaan
pemikiran antara seseorang dan orang lain.
4) Fungsi Personal : seseorang
mengunakan bahasa untuk mencurahkan
perasaan dan pikiran.
5) Fungsi Heuristik: penggunaan bahasa
untuk mencapai mengungkap tabir fenomena

dan keinginan untuk mempelajarinya.


6) Fungsi Imajinatif: penggunaan bahasa
untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan
gambaran-gambaran tentang discovery
seseorang dan tidak sesuai dengan realita
(dunia nyata).
7) Fungsi Representasional: penggunaan
bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan
wawasan serta menyampaikannya pada orang
lain.
Kneller mengemukakan 3 fungsi bahasa yaitu
simbolik, emotif dan afektif. Fungsi simbolik
dan emotif menonjol dalam komunikasi
ilmiah, sedangkan fungsi afektif menonjol
dalam komunikasi estetik.[4]
Sedangkan Buhler membedakan fungsi bahasa
kedalam bahasa ekspresif, bahasa konatif, dan
bahasa representasional. Bahasa ekspresif
yaitu bahasa yang terarah pada diri sendiri
yakni si pembicara; bahasa konatif yaitu
bahasa yang terarah pada lawan bicara; dan
bahasa representasional yaitu bahasa yang
terarah pada kenyataan lainnya, yaitu apa saja
selain pembicara atau lawan bicara.
b. Bahasa sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Ada dua hal yang harus diperhatikan masalah
sarana ilmiah, yaitu pertama, sarana ilmiah
itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa
ia merupakan kumpulan pengetahuan yang
didapatkan berdasarkan metode ilmiah,
seperti menggunakan pola berpikir induktif
dan deduktif dalam mendapatkan
pengetahuan. Kedua, tujuan mempelajari
sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan
penelaahan ilmiah secara baik.
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang
digunakan dalam proses berpikir ilmiah
dimana bahasa merupakan alat berpikir dan
alat komunikasi untuk menyampaikan jalan
pikiran tersebut kepada orang lain, baik
pikiran yang berlandaskan logika induktif
maupun deduktif. Dengan kata lain, kegiatan
berpikir imiah ini sangat berkaitan erat
dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang

baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan


kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa
yang tidak baik dan benar. Premis yang salah
akan menghasilkan kesimpulan yang salah
juga. Semua itu tidak terlepas dari fungsi
bahasa itu sendiri sebagai sarana berpikir.
c. Bahasa Ilmiah dan Bahasa Agama
Bahasa ilmiah adalah bahasa yang digunakan
dalam kegiatan ilmiah, berbeda dengan bahasa
agama. Ada dua pengertian mendasar tentang
bahasa agama, pertama, bahasa agama adalah
kalam Ilahi yang terabadikan dalam kitab suci.
Kedua, bahasa agama merupakan ungkapan
serta perilaku keagamaan dari seseorang atau
kelompok sosial. Dengan kata lain, bahasa
agama dalam konteks kedua ini merupakan
wacana keagamaan yang dilakukan oleh
ummat beragama maupun sarjana ahli agama,
meskipun tidak selalu menunjuk serta
menggunakan ungkapan-ungkapan kitab suci.
[5]
Bahasa ilmiah dalam tulisan-tulisan ilmiah,
terutama sejarah, selalu dituntut secara
deskriptif sehingga memungkinkan pembaca
(orang lain) utuk ikut menafsirkan dan
mengembangkan lebih jauh. Sedangkan bahasa
agama selain menggunakan bahasa deskriptif
juga menggunakan gaya preskriptif, yakni
struktur makna yang dikandung selalu bersifat
imperatif dan persuasif dimana pengarang
menghendaki pembaca mengikuti pesan
pengarang sebagaimana terformulasikan dalam
teks. Dengan kata lain gaya bahasa ini
cenderung memerintah.[6]
C. Matematika sebagai Sarana Ilmu
Pengetahuan
Dalam abad ke-20 ini, seluruh kehidupan
manusia sudah mempergunakan matematika,
baik matematika ini sangat sederhana hanya
untuk menghitung satu, dua, tiga maupun
yang sampai sangat rumit, misalnya
perhitungan antariksa.
Penalaran ilmiah menyadarkan kita kepada
proses logika deduktif dan logika induktif.

Matematika mempunyai peranan penting


dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika
mempunyai peran penting dalam berpikir
induktif.[7]
Matematika Sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari
serangkaian pernyataan yang ingin kita
sampaikan. Lambang-lambang matematika
bersifat artifisial yang baru mempunyai arti
setelah sebuah makna diberikan kepadanya.
Tanpa itu maka matematika hanya merupakan
kumpulan rumus-rumus yang mati.[8]
Bahasa verbal mempunyai beberapa
kekurangan, untuk mengatasi kekurangan yang
terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling
pada matematika. Dalam hal ini kita katakan
bahwa matematika adalah bahasa yang
berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk
dan emosional dari bahasa verbal. Contoh:
menghitung kecepatan jalan kaki seorang
anak kita lambangkan X, jarak tempuh
seorang anak kita lambangkan Y, waktu
berjalan kaki seorang anak kita lambangkan
Z, maka kita dapat melambangkan hubungan
tersebut sebagai Z=Y/X. Pernyataan Z=X/Y
kiranya jelas tidak mempunyai konotasi
emosional dan hanya mengemukakan
informasi mengenai hubungan antara X, Y dan
Z. Dalam hal ini pernyataan matematika
mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan
informatif dengan tidak menimbulkan
konotasi yang tidak bersifat emosional.[9]
Matematika sebagai Sarana Berpikir Deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif. Karena
penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi
tidak didasari atas pengalaman, melainkan
didasarkan atas deduksi-deduksi (penjabaranpenjabaran). Matematika lebih mementingkan
bentuk logisnya. Pernyataan-pernyataannya
mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir
deduktif banyak digunakan baik dalam bidang
ilmiah maupun bidang lain yang merupakan
proses pengambilan kesimpulan yang

didasarkan kepada premis-premis yang


kebenarannya telah ditentukan. Contoh: jika
diketahui A termasuk dalam lingkungan B,
sedangkan B tidak ada hubungan dengan C,
maka A tidak ada hubungan dengan C.
Matematika untuk Ilmu Alam dan Ilmu Sosial
Matematika merupakan salah satu puncak
kegemilangan intelektual. Disamping
pengetahuan mengenai matematika itu sendiri,
matematika juga memberikan bahasa, proses
dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk
dan kekuasaan.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam
matematika memberikan kontribusi yang
cukup besar. Kontribusi matematika dalam
perkembangan ilmu alam, lebih ditandai
dengan penggunaan lambang-lambang
bilangan untuk penghitungan dan pengukuran,
disamping hal lain seperti bahasa, metode dan
lainnya.
Adapun ilmu-ilmu sosial dapat ditandai oleh
kenyataan bahwa kebanyakan dari masalah
yang dihadapinya tidak mempunyai
pengukuran yang mempergunakan bilangan
dan pengertian tentang ruang adalah sama
sekali tidak relevan.
D. Logika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
Logika adalah sarana berpikir sistematis, valid
dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu
berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan
aturan-aturan berpikir.
Hukum-hukum pikiran beserta mekanismenya
dapat digunakan secara sadar dalam
mengontrol perjalanan pikiran yang sulit dan
panjang itu.
1. Aturan Cara Berpikir yang Benar
Kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya
sesuatu dapat terwujud, dapat terlaksana.
Untuk berpikir baik, yakni berpikir benar,
logis-dialektis, juga dibutuhkan kondisikondisi tertentu:[10]
a. Mencintai kebenaran
Sikap ini sangat fundamental untuk berpikir
yang baik, sebab sikap ini senantiasa

menggerakkan si pemikir untuk mencari,


mengusut, meningkatkan mutu penalarannya;
manggerakkan si pemikir untuk senantiasa
mewaspadai ruh-ruh yang akan
menyelewengkannya dari yang benar.
Misalnya, menyederhanakan kenyataan,
menyempitkan cakrawala/perspektif, berpikir
terkotak-kotak. Cinta terhadap kebenaran
diwujudkan dalam kerajinan (jauh dari
kemalasan, jauh dari takut sulit, dan jauh dari
kecerobohan) serta diwujudkan dengan
kejujuran, yakni disposisiatau sikap kejiwaan
(dan pikiran) yang selalu siap sedia menerima
kebenaran meskipun berlawanan dengan
prasangka dan keinginan/kecenderungan
pribadi atau golongannya.
b. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang
sedang Anda kerjakan
Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah
kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelek kita
adalah suatu usaha terus menerus mengejar
kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya
pengetahuan tentang kebenaran tetapi parsial
sifatnya. Untuk mencapai kebenaran, kita
harus bergerak melalui berbagai macam
langkah dan kegiatan.
c. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang
Anda katakan
Pikiran diungkapkan ke dalam kata-kata.
Kecermatan pikiran diungkapkan ke dalam
kecermatan kata-kata, karenanya kecermatan
ungkapan pikiran ke dalam kata merupakan
sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi. Anda
senantiasa perlu menguasai ungkapan pikiran
kedalam kata tersebut. Waspadalah terhadap
term-term ekuivokal (bentuk sama, tetapi arti
berbeda), analogis (bentuk sama, arti sebagian
sama sebagian berbeda). Ketahuilah pula
perbedaan kecil arti (nuansa) dari hal-hal yang
Anda katakan.
d. Buatlah distingsi (pembedaan) dan
pembagian (klasifikasi) yang semestinya
Jika ada dua hal yang tidak mempunyai bentuk
yang sama, hal itu jelas berbeda. Tetapi

banyak kejadian dimana dua hal atau lebih


mempunyai bentuk sama, namun tidak
identik. Disinilah perlu dibuat suatu distingsi,
suatu pembedaan. Karena realitas begitu luas,
perlu diadakan pembagian ( klasifikasi).
Peganglah suatu prinsip pembagian yang
sama, jangan sampai Anda menjumlahkan
bagian atau aspek realitas prinsip klasifikasi
yang sama.
e. Cintailah definisi yang tepat
Penggunaan bahasa sebagai ungkapan sesuatu
kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana
yang akan diungkapkan atau yang
dimaksudkan. Karenanya jangan segan
membuat definisi. Definisi artinya
pembatasan, yakni membuat jelas batas-batas
sesuatu. Hindari uraian-uraian yang tidak jelas
artinya.
f. Ketahuilah (dengan sadar) mengapa
Anda menyimpulkan begini atau begitu
Anda harus bisa dan biasa melihat asumsiasumsi, implikasi-implikasi, dan konsekuensikonsekuensi dari suatu penuturan (assertion),
pernyataan, atau kesimpulan yang Anda buat.
Jika bahan yang ada tidak cukup atau kurang
cukup untuk menarik kesimpulan, hendaknya
orang menahan diri untuk tidak membuat
kesimpulan atau membuat pembatasanpembatasan (membuat reserve) dalam
kesimpulan.
g. Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan
segala usaha dan tenaga, serta sangguplah
mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan,
demikian juga mengenali sebab-sebab
kesalahan pemikiran (penalaran)
Dalam belajar logika Ilmiah (scientific) Anda
tidak hanya mau tahu hukum-hukum, prinsipprinsip, bentuk-bentuk pikiran sekadar untuk
tahu saja. Anda perlu juga;
1) Dalam praktik, menjadi cakap dan
cekatan berpikir sesuai dengan hukum,
prinsip, bentuk berpikir yang betul, tanpa
mengabaikan dialektika, yakni proses
perubahan keadaan. Logika ilmiah melengkapi

dan mengantar kita untuk menjadi cakap dan


sanggup berpikir kritis, yakni berpikir secara
menentukan karena menguasai ketentuanketentuan berpikir yang baik.
2) Selanjutnya sanggup mengenali jenisjenis, macam-macam, nama-nama, sebabsebab kesalahan pemikiran, dan sanggup
menghindari, juga menjelaskan segala bentuk
dan sebab kesalahan dengan semestinya.[11]
2. Klasifikasi
Sebuah konsep klasifikasi, seperti panas atau
dingin, hanyalah menempatkan objek
tertentu dalam sebuah kelas. Pertimbangan
yang berdasarkan klasifikasi tentu saja lebih
baik daripada tak ada pertimbangan sama
sekali. Misal; terdapat tiga puluh lima orang
yang melamar pekerjaan yang membutuhkan
kemampuan tertentu, dan perusahaan yang
akan menerima mempunyai psikolog harus
menetapkan cara-cara pelamar dalam
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Ahli psikologi tersebut membuat klasifikasi
kasar berdasarkan keterampilan, kemampuan
dibidang matematika, stabilitas emosional,
dan sebagainya. Ketiga puluh lima orang
tersebut dibandingkan dengan pengetahuan
yang berdasarkan klasifikasi kuat, lemah dan
sedang, kemudian ditempatkan dalam urutan
berdasarkan kemampuannya masing-masing.
[12]
3. Aturan Definisi
Definisi secara etimologi adalah suatu usaha
untuk memberi batasan terhadap sesuatu yang
dikehendaki seseorang untuk memindahkannya
kepada orang lain.
Sedangkan pengertian definisi secara
terminologi adalah sesuatu yang menguraikan
makna lafadz kulli yang menjelaskan
karakteristik khusus pada diri individu.
Definisi yang baik adalah jami wa mani
(menyeluruh dan membatasi). Hal ini sejalan
dengan kata definisi itu sendiri, yaitu definite
(membatasi).
E. Statistika sebagai Sarana Ilmu

Pengetahuan
1. Pengertian statistik
Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai
keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh
negara dan berguna bagi negara.[13]
Secara etimologi, kata statistik berasal dari
kata status (bahasa latin) yang mempunyai
persamaan arti dengan kata state (bahasa
Inggris), yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya,
kata statistik diartikan sebagai kumpulan
bahan keterangan (data), baik yang berwujud
angka (data kuantitatif) maupun data yang
tidak berwujud angka (data kuantitatif), yang
mempunyai arti penting dan kegunaan yang
besar bagi suatu negara. Namun pada
perkembangan selanjutnya, arti kata statistik
hanya dibatasi pada kumpulan bahan
keterangan yang berwujud angka (data
kuantitatif) saja.[14]
Ditinjau dari segi terminologi, dewasa ini
istilah statistik terkandung berbagai macam
pengertian;
1. Istilah statistik kadang diberi
pengertian sebagai data statistik, yaitu
kumpulan bahan keterangan berupa angka
atau bilangan.
2. Sebagai kegiatan statistik atau
kegiatan perstatistikan atau kegiatan
penstatistikan.
3. Kadang juga dimaksudkan sebagai
metode statistik yaitu cara-cara tertentu yang
perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan,
menyusun, atau mengatur, menyajikan,
menganalisis, dan memberikan interpretasi
terhadap sekumpulan bahan keterangan yang
berupa angka itu dapat berbicara atau dapat
memberikan pengertian makna tertentu.
4. Istilah statistik dewasa ini juga dapat
diberi pengertian sebagai ilmu statistik, ilmu
statistik adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari dan memperkembangkan secara
ilmiah tahap-tahap yang adadalam kegiatan
statistik atau ilmu pengetahuan yang

membahas (mempelajari) dan


memperkembangkan prinsip-prinsip, metode
dan prosedur yang perlu ditempuh dalam
rangka;
a. Pengumpulan data angka
b. Penyusunan atau pengaturan data angka
c. Penyajian atau penggambaran atau
pelukisan data angka
d. Penganalisisan terhadap data angka
e. Penarikan kesimpulan (conclusion)
f. Pembuatan perkiraan (estimation)
g. Penyusunan ramalan (prediction) secara
ilmiah (dalam hal ini secara matematik) atas
dasar pengumpulan data angka tersebut.[15]
Dalam kamus ilmiah populer, kata statistik
berarti tabel, grafik, daftar informasi, angkaangka, informasi. Sedangkan kata statistika
berarti ilmu pengumpulan, analisis dan
klasifikasi data, angka sebagai dasar untuk
induksi.[16]
2. Sejarah Perkembangan Statistik
Peluang yang merupakan dasar dari teori
statistika, merupakan konsep baru yang tidak
dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno,
Romawi dan bahkan Eropa dalam Abad
Pertengahan. Teori mengenai kombinasi
bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang
dikembangkan sarjana Muslim, namun bukan
dalam lingkup teori peluang. Begitu dasardasar peluang ini dirumuskan, maka dengan
cepat telaahan ini berkembang. Konsep
statistik sering dikaitkan dengan distribusi
variabel yang ditelaah dalam suatu populasi
tertentu.
a. Abraham Demoitre (1667-1754)
mengembangkan teori galat atau kekeliruan
(theory of error).
b. Thomas Simpson (1757) menyimpulkan
bahwa terdapat sesuatu distribusi yang
berlanjut (continuous distribution) dari suatu
variabel dalam suatu frekuensi yang cukup
banyak.
c. Pierre Simon de Laplace (1749-1827)
mengembangkan konsep Demoivre dan

Simpson ini lebih lanjut dan menemukan


distribusi normal sebuah konsep mungkin
paling umum dan paling banyak dipergunakan
dalam analisis statistika disamping teori
peluang.
d. Distribusi lain, yang tidak berupa
kurva normal, kemudian ditemukan Francis
Galton (1822-1911) dan Karl pearson
(1857-1936)
e. Karl Friedrich Gauss (1777-1855)
mengembangkan teknik kuadrat terkecil (least
squares) simpangan baku dan galat baku untuk
rata-rata (the standard error of the mean).
Pearson melanjutkan konsep-konsep Galton
dan mengembangkan konsep regresi, korelasi,
distribusi, chi-kuadrat dan analisis statistika
untuk data kualitatif Pearson menulis buku
The Grammar of science sebuah karya klasik
filsafat ilmu.
f. William Searly Gosset, yang terkenal
dengan nama samaran student,
mengembangkan konsep tentang pengambilan
contoh. Desigent Experiment dikembangkan
oleh Ronald Alylmer Fisher (1890-1962)
disamping analisis varians dan covarians,
distribusi z, distribusi t, uji signifikan dan
teori tentang perkiraan (theory of estimation).
[17]
Di Indonesia sendiri kegiatan dalam bidang
penelitian sangat meningkat, baik kegiatan
akademik maupun pengambilan keputusan
telah memberikan momentum yang baik untuk
pendidikan statistika.
3. Hubungan Antara Sarana Ilmiah Bahasa,
Matematika, logika dan Statistika
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, agar
dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah
dengan baik, diperlukan sarana yang berupa
bahasa, matematika, logika dan statistika.
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal
yang dipakai dalam seluruh proses berpikir
ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir
dan alat komunikasi untuk menyampaikan
jalan pikiran tersebut kepada orang lain.

Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu


merupakan gabungan berpikir deduktif dan
berpikir induktif. Untuk itu penalaran ilmiah
menyandarkan diri pada proses logika
deduktif dan logika induktif. Matematika
mempunyai peranan yang penting dalam
berpikir deduktif, sedangkan statistika
mempunyai peranan penting dalam berpikir
induktif. Jadi keempat sarana ilmiah ini saling
berhubungan erat satu sama lain.[18]
4. Tujuan Pengumpulan Data Statistik
Tujuan ini dibagi menjadi dua golongan besar
yaitu;
a. Tujuan kegiatan praktis
Dalam kegiatan praktis hakikat alternatif yang
sedang dipertimbangkan telah diketahui,
paling tidak secara prinsip, dimana
konsekuensi dalam memilih salah satu dari
alternatif tersebut dapat dievaluasi
berdasarkan serangkaian perkembangan yang
akan terjadi.
b. Tujuan kegiatan keilmuan
Kegiatan statistika dalam bidang keilmuan
diterapkan pada pengambilan suatu keputusan
yang konsekuensinya sama sekali belum
diketahui. Dengan demikian konsekuensi
dalam melakukan kesalahan dapat diketahui
secara lebih pasti dalam kegiatan praktis
dibandingkan dengan kegiatan keilmuan.
5. Statistika dan Cara Berpikir Induktif
Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan
sebagai pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah
adalah sesuai faktual, dimana konsekuensinya
dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan
pancaindera, maupun dengan alat-alat yang
membantu pancaindera tersebut. Statistika
merupakan pengetahuan untuk melakukan
penarikan kesimpulan induktif secara lebih
seksama.
Kesimpulan yang ditarik dalam penalaran
deduktif adalah benar jika premis-premis yang
dipergunakan adalah benar danprosedur
penarikan kesimpulannya adalah sah.

Sedangkan dalam penalaran induktif meskipun


premis-premisnya adalah benar dan prosedur
penarikan kesimpulannya adalah sah, maka
kesimpulan itu belum tentu benar. Tapi
kesimpulan itu mempunyai peluang untuk
benar.
Statistik merupakan sarana berpikir yang
diperlukan untuk memproses pengetahuan
secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat
metode ilmiah, statistik membantu kita untuk
melakukan generalisasi dan menyimpulkan
karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti
dan bukan terjadi secara kebetulan.[19]
6. Peranan statistika dalam tahap-tahap
Metode Keilmuan
Langkah-langkah yang lazim dipergunakan
dalam kegiatan keilmuan yang dapat dirinci
sebagai berikut;
a. Observasi
Statistik dapat mengemukakan secara
terperinci tentang analisis yang akan dipakai
dalam observasi.
b. Hipotesis
Untuk menerangkan fakta yang diobservasi,
dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam
sebuah hipotesis. Dalam tahap kedua ini
statistika membantu kita dalam
mengklasifikasikan hasil observasi.
c. Ramalan
Dari hipotesis dikembangkanlah deduksi. Jika
teori yang dikemukakan memenuhi syarat
deduksi akan menjadi pengetahuan baru. Fakta
baru ini disebut ramalan.
d. Pengujian kebenaran
Untuk menguji kebenaran ramalan, mulai dari
tahapan-tahapan berulang seperti sebuah
siklus.
7. Penerapan Statistika
Statistika diterapkan secara luas dalam hampir
semua pengambilan keputusan dalam bidang
manajemen. Statistika diterapkan dalam
penelitian pasar, penelitian produksi,
kebijaksanaan penanaman modal, kontrol
kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan

industri, ramalan ekonomi, auditing dan


masih banyak lagi.
F. Kesimpulan
Bahasa mempunyai peranan penting dan suatu
hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan
manusia. Kelaziman tersebut membuat
manusia jarang memperhatikan bahasa dan
menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa,
seperti bernafas dan berjalan. Padahal bahasa
mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar
biasa dan termasuk yang membedakan
manusia dari ciptaan lainnya.
Matematika adalah bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari
serangkaian pernyataan yang ingin kita
sampaikan. Lambang-lambang matematika
bersifat artifisial yang baru mempunyai arti
setelah sebuah makna diberikan kepadanya.
Tanpa itu maka matematika hanya merupakan
kumpulan rumus-rumus yang mati.
Logika adalah sarana berpikir sistematis, valid
dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu
berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan
aturan-aturan berpikir.
Statistik yaitu kumpulan bahan keterangan
berupa angka atau bilangan. Metode statistik
yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh
dalam rangka mengumpulkan, menyusun, atau
mengatur, menyajikan, menganalisis, dan
memberikan interpretasi terhadap sekumpulan
bahan keterangan yang berupa angka itu dapat
berbicara atau dapat memberikan pengertian
makna tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu. Jakarta:
Rajawali Pers. 2010.
Suriasumantri,Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1995.
Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa
Agama, Jakarta: Paramadina, 1996.
Salam, Burhanuddin, Logika Materiil Filsafat
Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT Rineka Cipta,
1997.

Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu (Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan, 2002.
Poespoprojo, W, Logika Scientifika; Pengantar
Dialektika dan Ilmu,Bandung: Pustaka Grafika,
1999.
Suriasumantri, Jujun S, Ilmu Dalam
Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2001.
Dajan, Anto, Pengantar Metode Statistik, Jilid
I,Pustaka LP3ES Indonesia, 2000.
Sudijono, Anas, Pengantar Statistik
Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1996.
Pratanto, Pius A. dan Al-Barri, M. Dahlan,
Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola,
1994.
[1]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010), hal. 175.
[2]Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, (jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1995), hal. 171.
[3] Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu..., hal. 180.
[4] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, hal.
175
[5]Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa
Agama (Jakarta: Paramadina, 1996), hal. 75.
[6]Ibid, hal. 77.
[7]Burhanuddin Salam, Logika Materiil Filsafat
Ilmu Pengetahuan (Jakarta: PT Rineka Cipta,
1997), hal. 134.
[8]Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal.
190.
[9]Ibid, hal. 191.
[10]W. Poespoprojo, Logika Scientifika;
Pengantar Dialektika dan Ilmu (Bandung:
Pustaka Grafika, 1999), hal. 61
[11] Ibid, hal. 64
[12] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam
Perspektif (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2001), hal. 148.
[13]Anto Dajan, Pengantar Metode Statistik,
Jilid I (Pustaka LP3ES Indonesia, 2000), hal. 2.
[14]Anas Sudijono, Pengantar Statistik

Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada,


1996), hal. 1
[15] Ibid, hal. 4.
[16] Pius A. Pratanto, dan M. Dahlan Al-Barri,
Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola,
1994), hal.724.
[17] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam
Perspektif, hal. 213.
[18] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hal.202
[19] Ibid, hal. 206.

Anda mungkin juga menyukai