Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PSIKOLOGI KESEHATAN
Hidup dengan Sakit Kronis: peran obat dan dukungan psikologis
PENDERITA ALZHEIMER

Disusun oleh:
148115135
148115146
148115161
148115198
148115200

Chatarina Serafina Ika Wijayanti, S.Farm.


I Nyoman Dwika Dharmanta, S.Farm
Prasetyo Handy Kurniawan, S.Farm.
Pande Putu Krisna Wedana, S.Farm.
Paulus prim Kapi, S.Farm.

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit kronis adalah penyakit tidak menular dengan durasi atau periode yang
panjang, tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan jarang yang dapat benar-benar
sembuh. Contohnya adalah penyakit jantung, kanker, stroke, diabetes dan arthritis.
Penyakit kronis lebih banyak menyerang orang lanjut usia. Tetapi, penelitian
menunjukkan bahwa semua umur berpotensi untuk mengalami jenis penyakit ini.
Perilaku buruk yang dapat mempengaruhi penyakit ini adalah merokok, minum alkohol,
kebiasan makan buruk dan aktivitas fisik (olahraga) yang tidak teratur (Centers For
Disease Control and Prevention, 2009).
Alzheimer adalah kelainan kognitif bawaan dan penurunan perilaku yang ditandai
dengan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan
dengan perkembangan yang lama dan progresif. Pada penyakit ini, plak terbentuk di
hippokamus, bagian otak yang membentuk ingatan, dan bagian korteks otak lain yang
digunakan untuk berpikir dan membuat keputusan. Gejala yang biasanya berkembang
secara perlahan dan memburuk dari waktu ke waktu menjadi cukup berat sehingga
mengganggu tugas sehari-hari (Alzheimer's Association National Office, 2015).
Alzheimer adalah penyakit neurodegenaratif yang secara epidemiologi dibagi
menjadi kelompok early onset (penderita berusia kurang dari 58 tahun) dan late onset
(penderita berusia lebih dari 58 tahun). Penyakit ini dapat timbul pada semua umur, 96%
kasus dijumpai setelah berusia 40 tahun. Data menyebutkan bahwa sekitar 2 juta
penduduk menderita Alzheimer. Di Indonesia, diperkirakan jumlah usia lanjut adalah
18,5 juta penduduk dengan angka insidensi dan prevalensi belum diketahui dengan pasti.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan lakilaki yang dimungkinkan karena refleksi usia harapan hidup wanita lebih lama
dibandingkan laki-laki (Japardi, 2002).
Penyebab penyakit ini belum diketahui. Otak penderita Alzheimer berisi lesi yang
luas terdiri dari saraf dan serat protein yang menggumpal dan kusut. Bukti-bukti
mengindikasikan bahwa kelainan genetik dapat menyebabkan penggumpalan dan
pengerutan tersebut. Penelitian menyebutkan bahwa semua anggota keluarga dengan
kelainan genetik juga mempunyai penyakit Alzheimer (Sarafino and Smith, 2008).
Gejala penyakit ini adalah umumnya dimulai dengan ringan, tetapi memburuk
seiring waktu dan mulai mempengaruhi hidup. Gejala Alzheimer untuk setiap penderita
tidaklah sama. Untuk beberapa orang, gejala paling awal adalah penyimpangan memori.
1

Artinya, ada kesulitan untuk mengingat kembali ingatan terbaru dan sulit untuk
mempelajari informasi baru. Kemudian, penderita mulai kehilangan barang, susah untuk
menemukan kata yang tepat, lupa tentang percakapan atau kejadian terbaru, tersesat di
tempat yang familiar dan melupakan janji atau perayaan. Kemudian, sulit untuk
mengikuti percakapan, bermasalah dalam menentukan jarak atau melihat benda dalam
tiga dimensi, sulit untuk membuat keputusan dan menjadi bingung atau sering tersesat
(Alzheimer Society, 2015).
Pengobatan penyakit ini hingga saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan
karena karena penyebab dan patofisiologisnya belum jelas. Pengobatannya hanya
dilakukan secara empiris, simptomatik dan suportif untuk menyenangkan penderita atau
kelurganya (Japardi, 2002). Terapi suportif yang bisa dilakukan adalah perubahan
pengaturan gaya hidup, sering diajak bepergian, sering dikunjungi dan ditemani. Pada
terapi inilah, keluarga berperan banyak sehingga penderita merasa diterima. Selain itu,
karena penderita kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi, ada baiknya keluarga
sering mengecek kenyamanan dan kebutuhan penderita (Alzheimers Organization,
2014).

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Teoritis
1. Patofisiologis Alzheimer
Penyakit Alzheimer terkait dengan pengerutan dan pengecilan otak diakibatkan
kehilangan sel syaraf pada otak depan (basal forebrain) dan hipokampus melalui melalui
proses apoptosis sel. Patofisiologinya sangat kompleks, penyakit Alzheimer dipicu oleh
mutasi pada gen protein prekursor amyloid (APP), protein presenilin dan apoprotein E4. APP
merupakan protein transmembran yang menembus membran sel syaraf. APP sangat berperan
dalam pertumbuhan dan kehidupan sel syaraf, serta perbaikan terhadap kerusakan sel syaraf.
Pada kondisi normal, APP dipecah oleh enzim -secretase menjadi soluble protein prekursor
amyloid (sAPP) yang berperan sebagai faktor pertumbuhan sel syaraf. Pada kondisi
Alzheimer, terjadi mutasi gen pada dua bagian APP sehingga memungkinkan bagi enzim
dan -secretase, masing-masing memotong pada dua bagian tersebut menghasilkan amyloid protein (A) dengan residu asam amino berjumlah 40 dan 42 (A40 dan A42).
Enzim b dan d-secretase bersifat kurang akurat dalam memotong APP sehingga
menghasilkan dua kemungkinan Ab yang dihasilkan, yaitu A40 dan A42. Mutasi gen
protein presenilin mengakibatkan peningkatan aktivitas enzim -secretase. Presenilin
merupakan protein yang terlibat dalam pengaturan aktivitas enzim tersebut. Mutasi pada gen
apoprotein E4 memacu agregrasi kedua -amyloid protein, A40 dan A42. Selanjutnya,
agregasi tersebut akan memacu dua hal: (1) pembentukan sedimen protein ekstraseluler yaitu
plak amyloid; dan (2) fosforilasi tau yang melibatkan enzim kinase (Nugroho, 2012).
Pembentukan plak amyloid ekstraseluler tersebut mengganggu interaksi atau
komunikasi antar sel syaraf sehingga mengakibatkan sel syaraf akan sulit untuk hidup.
Terbentuknya plak amyloid tersebut juga menganggu homeostatis ion kalsium ke dalam sel
syaraf, dan memacu proses apoptosis sel syaraf. Tau merupakan suatu protein yang berperan
dalam menstabilkan mikrotubulus intraseluler. Mikrotubulus merupakan bagian sel syaraf
yang berperan dalam transport nutrisi atau molekul dari tubuh sel syaraf menuju ujung
syaraf. Jika tau mengalami hiperfosforilasi maka akan berpasangan dengan yang lain
membentuk filamen heliks yang berpasangan dan membentuk serat yang berbelit-belit yaitu
serat neurofibril intraseluler. Hal ini yang mengakibatkan transport dalam sel syaraf
mengalam idisintegrasi atau gangguan. Pembentukan plak amyloid dan serat neurofibril
menyebabkan kematian sel syaraf (Nugroho, 2012).
3

Gambar 1. Brain imaging otak penderita Alzheimer (kiri) dan manusia normal
(kanan)
Pada Gambar 1. citra komputer membandingkan otak penderita alzheimer (kiri)
dengan otak manusia normal (kanan). Kematian sel-sel syaraf pada otak akan menyebabkan
otak berangsur-angsur menyusut dan lama kelamanan mengakibatkan penurunan daya ingat
dan kemampuan berbahasa pada penderita Alzheimer.
2. Faktor Resiko
Para ilmuwan telah mengidentifikasi beberapa faktor yang meningkatkan resiko
penyakit Alzheimer. Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan Alzheimer adalah
peningkatan umur, genetik, serta riwayat keluarga.
a. Usia
Sebagian besar individu yang mengidap Alzheimer adalah individu yang berusia
65 tahun atau lebih. Penyakit Alzheimer dapat berkembang dengan cepat setiap
lima tahun setelah berusia 65 tahun. Setelah mencapai usia 85 tahun, peningkatan
resiko hampir mencapai 50%.
b. Riwayat Keluarga
Faktor risiko yang lain adalah riwayat keluarga. Mereka yang memiliki orangtua,
kakak, adik atau anak dengan penyakit Alzheimer lebih mungkin untuk
mengembangkan penyakit ini. Risiko meningkat jika lebih dari satu anggota
keluarga memiliki penyakit. Ketika penyakit cenderung berjalan dalam keluarga,
baik keturunan (genetika) atau faktor lingkungan, atau keduanya, mungkin
memainkan peran.
c. Genetik
Gen APOE-e4 menjadi faktor yang dapat meningkatan resiko penyakit Alzheimer
20 sampai 25 persen dari kasus Alzheimer yang ada.
(Alzheimer's Association National Office, 2015)
3. Gejala-gejala
4

Berdasarkan perspektif psikologikal, bila penyakit ini berada di tahap permulaan,


individu ini berkemungkinan mengalami stress pada emosinya dan sedih berkenaan dengan
symptom kognitif seperti hilang ingatan. Dan kemurungan ini mempengaruhi apa saja yang
berkaitan dengan proses kognitif. Individu yang mengalami penyakit Alzheimer ini juga
berkemungkinan mengalami symptom yang lain berkaitan dengan kecelaruan psikologikal
termasuk symptom psikotik, anxiety, gangguan tingkah laku seperti suka menyerang dan lainlain di mana symptom ini akan terjadi pada awal perkembangan penyakit ini (Eisdorfer et al.,
1992).
Penderita alzheimer mempunyai perkaitan dengan keluarga yang melibatkan
ketegangan emosi. Ketegangan emosi ini bukan saja terbatas pada suami isteri dan ataupun
orang dewasa dan kanak-kanak tetapi ia juga melibatkan semua aspek keseluruhan ahli
keluarga. Hubungan di kalangan adik beradik boleh menjadi tegang jika ketua keluarga
marah dan tidak memberi perhatian yang sepenuhnya kepada keluarga. Perasaan bersalah,
kewajiban dan kehampaan akan terjadi di seluruh anggota keluarga apabila ada salah seorang
keluarga yang mengidap penyakit Alzheimer. Perasaan ini semakin berada di tahap yang
tinggi selaras dengan peringkat ataupun tahap penyakit ini.
Ada sepuluh gejala yang sering didapati dari penyakit Alzheimer, yaitu :
a. Gangguan daya ingat. Lupa janji, lupa nama orang, teman dan anggota keluarga,
tidak dapat mengingat kejadian-kejadian atau pembicaraan. Mudah lupa : mungkin
merupakan gejala awal Alzheimer. Sekitar 40-50 % pasien dengan gangguan mudah
lupa menjadi penyandang Alzheimer dalam waktu 3 tahun.
b. Kesulitan dalam melakukan aktivitas sederhana/pekerjaan sehari-hari. Misalnya
mengendarai mobil, berbelanja, mandi, berpakaian dan lain-lain. Selain daripada itu,
kemampuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi eksekutif terganggu, seperti membuat
perencanaan, mengorganisir, melakukan urutan pekerjaan, membuat kesimpulan,
melakukan koordinasi dan pengawasan, mengarahkan bawahan, sehingga penderita
menjadi berhenti dari pekerjaannya.
c. Problema berbicara/berbahasa. Gangguan keterlibatan dalam pembicaraan,
pengertian, kemampuan mencari dan menemukan kata yang tepat serta kurangnya
kemampuan untuk berbicara secara lancar.
d. Disorientasi. Gangguan mengenal waktu (tanggal, tahun, hari-hari penting),
gangguan mengenal tempat, gangguan kemampuan mengenali lingkungannya.
e. Penampilan memburuk. Tidak memperhatikan kebersihan diri dan salah berpakaian.
f. Kesulitan dalam melakukan penghitungan sederhana.
5

g. Salah/lupa meletakkan benda/barang, curiga seseorang telah mencurinya.


h. Perubahan perasaan atau perilaku. Gejala perilaku yang paling mengganggu
adalah suka pergi kemana-mana, dan berulangkali mencari pengasuhnya atau orang
lain, selalu mengikuti pengasuhnya atau orang lain kemana-mana, berkeliling rumah
atau halaman tanpa tujuan, keluar rumah atau kabur malam hari, menjadi agresif.
i. Perubahan emosi secara drastis. Bersikap tidak sabar, mudah putus asa dan
menyalahkan orang lain, cemas.
j. Hilangnya minat dan inisiatif. Berkurangnya aktivitas kesenangan pribadi/hobi yang
biasa dinikmatinya
4. Peran obat

(DiPiro, 2008).

Secara teoritis ada beberapa obat-obatan yang dapat digunakan untuk menekan
simtomatik yang timbul akibat penyakit alzheimer. Pengobatan penyakit alzheimer masih
sangat terbatas oleh karena penyebabnya cukup banyak. Pengobatan simtomatik dan suportif
seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Berikut adalah beberapa
contoh obat yang digunakan pada penderita alzheimer.
a. Inhibitor kolinesterase
Tujuannya adalah untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat

digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral.


Contoh obat : fisotigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil

(aricept), galantamin (razadyne, dan rivastigmin.


Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia

selama berlangsung.
Efek samping obat antara lain adalah memperburuk penampilan intelektual
pada orang normal dan penderita alzheimer, mual dan muntah, bradikardi,

meningkatnya asam lambung serta nafsu makan berkurang.


b. Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase
dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal

ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.


Contoh obat : thiamin hydrochloride
Tujuannya adalah perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan

placebo selama periode yang sama


5. Dukungan sosial

(Muttaqin, 2008).

Tujuannya adalah untuk memperlambat perkembangan alzheimer, membantu


mengembalikan fungsi kognitif, motorik dan fungsi-fungsi bagian tubuh lain yang
mengalami gangguan akibat kelainan neurotransmiternya. Selain itu untuk membantu
6

masalah-masalah keseharian serta perilaku penderita dan selalu memperhatikan kebutuhan


nutrisi juga tetap dibutuhkan untuk mencegah berkembangnya penyakit lain akibat intake
nutrisi yang kurang tepat (Ester, 2010).
Peran keluarga sangat penting pada penderita alzheimer, karena pada penderita
alzheimer fungsi/kemampuan kognitif penderita menurun, sehingga pihak keluarga dapat
memberikan lingkungan yang kalem dan mudah dikenali yang membantu penderita
menginterpstasi lingkungan sekitar dan aktivitasnya. Mulai dari cara berbicara yang tenang,
menyenangkan dan dengan memberikan penjelasan yang sangat sederhana, ditambah dengan
alat bantu dan isyarat ingatan akan membantu meminimalkan kebinggungan dan disorientasi
serta memberikan rasa aman kepada penderita. Dari pihak keluarga juga dapat dapat
berfungsi sebagai penyemangat oleh penderita guna untuk mengurangi penyakit yang
dideritanya. Akan sangat mengurangi kebingungan jika setiap orang menggunakan
pendekatan yang sama. Penting bagi seluruh keluarga dan orang yang merawatnya untuk
mengulang pesan dengan cara yang persis sama (Ester, 2010).
Hal yang harus diperhatikan saat berkomunikasi dengan penderita adalah menjaga
perasaan, berempati dengan kebinggungan yang dirasakan. Terlepas dari cara berkomunikasi,
perlu diingat bahwa penderita masih memiliki perasaan dan emosi. Meskipun tidak mengerti
apa yang sedang dikatakan, merupakan hal penting untuk selalu menjaga harga diri dan
kehormatan mereka. Berlaku fleksibel dan selalu sabar menyediakan banyak waktu ketika
menantikan tanggapan. Jika kemungkinan, gunakan sentuhan untuk mempertahankan
perhatian penderita. Selain itu, sentuhan dapat mengkomunikasikan perasaan hangat dan
kasih sayang. Cara komunikasi :

Daya tangkap rendah tidak boleh berbicara terlalu panjang terlalu kompleks.
Bantuan mimik gerak-gerik, katakan kata kunci untuk mempermudah komunikasi
Jaga kalimat agar tetap pendek dan sederhana, fokuskan pada satu ide pada satu saat.
Bahasa tubuh juga mungkin perlu menggunakan gerakan tangan dan eksptresi wajah
untuk membuat diri bisa lebih dimengerti. Menunjukan atau memperagakan dapt
membantu. Menyentuh dan memegang tangan mereka mungkin membantu
mempertahankan perhatian mereka dan menunjukan bahwa anda peduli. Senyuman
hangat dan berbagi tawa juga sering bisa berbicara lebih banyak dari pada yang bisa

dilakukan dengan kata-kata.


Suasana / lingkungan harus tepat, misalkan suara yang berbarengan saat menonton
TV atau radio.
7

Hubungkan suku kata yang mereka gunakan dengan perasaan yang mereka tunjukan.
Beri mereka waktu untuk berbicara. Ketika diam, mereka mencari kata-kata yang
berserakan diotak yang ingin mereka gunakan. Usahakan jangan mnyelesaikan
kalimat mereka. Cukup dengarkan saja.
Jangan membuat mereka terburu-buru berbuat suatu sebab mereka tidak bisa berfikir
atau berbicara cukup cepat. Usahakan memberikan waktu kepada mereka untuk
menanggapi.
(Ester, 2010; DiPiro, 2008).

B. Kasus Penderita Alzheimer


Subyek merupakan seorang ibu rumah tangga berusia 83 tahun dengan 5 anak.
Subyek didiagnosa menderita Alzheimer sejak 20 tahun terakhir. Sekitar 20 tahun silam,
subyek pernah mengalami perilaku menyimpang ketika sedang pergi berbelanja dengan
suaminya di suatu supermarket. Ketika subyek hendak melakukan pembayaran, subyek
terdiam binggung tidak bisa membedakan pecahan-pecahan uang. Gejala-gejala yang kerap
dialami subyek saat ini adalah kesalahan dalam melakukan suatu aktivitas yang berurutan
seperti saat memakai baju. Seringkali baju yang dikenakan terbalik, baju dengan kancing juga
seringkali dikancingkan terlebih dahulu baru digunakan.
Subyek memiliki seorang perawat dan keluarganya berperan sebagai pendamping
subyek dalam menjalani terapi pengobatan hingga pendampingan dalam kesehariannya.
Menurut keluarganya subyek seringkali mengalami kelupaan, depresi hingga marah-marah
tanpa sebab yang jelas. Keluarga subyek merasa perannya sangat penting terutama dalam
masalah sehari-hari subyek harapannya dengan adanya dukungan sosial serta pengawasan
dapat meningkatkan kualitas hidup subyek di sisa masa tuanya.
C. Tinjauan Kasus
Pada kasus diatas subyek didiagnosa menderita Alzheimer. Gejala-gejala yang dialami
subyek seperti sering megalami gangguan daya ingat, kesulitan dalam melakukan kegiatan
sederhana seperti menggunakan baju, perubahan perasaan atau perilaku juga merupakan
beberapa gejala yang sering terjadi pada penderita Alzheimer. Hal yang kemungkinan
menyebabkan terjadinya Alzheimer pada penderita adalah faktor usia, terlihat dari 96% orang
setelah 40 tahun mengalami gejala-gejala Alzheimer. Faktor usia sangat berpengaruh pada
peningkatan jumlah plak yang terbentuk di hippokamus, bagian otak yang membentuk
ingatan, dan bagian korteks otak lain yang digunakan untuk berpikir dan membuat keputusan.
Selain dari faktor subyek itu sendiri, ada juga faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan keparahan dari Alzheimer tetapi pada kasus ini peran dari keluarga
sudah terlihat dengan adanya seorang perawat dan keluarganya berperan sebagai pendamping
subyek dalam menjalani terapi pengobatan hingga pendampingan dalam kesehariannya.
Pengobatan penyakit ini hingga saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan
karena patofisiologinya yang sangat kompleks. Namun ada beberapa dukungan sosial yang
dapat dilakukan oleh keluarga dan orang-orang disekitar subyek yang dapat membantu
9

mungurangi atau mencegah terjadinya peningkatan keparahan yang terjadi pada subyek.
Beberapa dukungan sosial yang dapat membantu mencegah bertambah parahnya Alzheimer
seperti membiasakan subyek mencatat hal-hal kecil untuk membantu mengingat, menghindari
hal yang memaksa subyek untuk mengingat sesuatu atau melakukan hal yang sulit karena
akan menyebabkan subyek menjadi cemas dan akan memperburuk keadaan subyek, usahakan
untuk berkomunikasi lebih sering. Komunikasi bukanlah hanya dengan berbicara namun juga
dengan menyentuh tangan atau bahunya untuk membantu pasien memusatkan perhatiannya,
buatlah lingkungan yang aman. Sebaiknya kamar subyek berada di lantai dasar untuk
menghindari jatuh. Jauhkan benda tajam atau zat-zat yang berbahaya, ajaklah pasien berjalanjalan pada siang hari.
Selain terapi suportif yang dapat dilakukan keluarga dan orang-orang sekitar ada juga
terapi obat yang dapat dilakukan untuk untuk menekan simtomatik yang timbul akibat
penyakit alzheimer seperti obat golongan kolinesterase inhibitor dan golongan thiamin. Obatobat tersebut berperan untuk memperbaiki memori dari subyek penderita Alzheimer.

10

D. Rancangan Program Promosi Kesehatan


Gerakan peduli Alzheimer sudah dilakukan oleh pemerintah dan ada sejak tahun
2013. Gerakan peduli Alzheimer diterapkan sejak dimulainya Rencana Nasional Pencegahan
Demensia oleh Kementerian Kesehatan. Hal ini tentunya sangat bermanfaat untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dan lebih peka terhadap penyakit Alzheimer serta dapat
meningkatkan kualitas hidup para penderita Alzheimer.
Bentuk promosi kesehatan mengenai Alzheimer berupa longmarch sebagai bentuk
kepedulian terhadap para penderita penyakit Alzheimer, kampanye peningkatan kewaspadaan
terhadap penyakit Alzheimer, peran keluarga menghadapi penyakit Alzheimer dan disertai
pembagian leaflet yang berisi pemahaman dan pengurangan risiko penyakit Alzheimer.
Tabel 1. Rancangan Promosi Kesehatan Penyakit Alzheimer
No

Kegiatan

Longmarch

Tujuan
Meningkatkan

Sasaran
Lansia,

Pendekatan

kesadaran dan

Orang

yang

mengubah

dengan

persuasif

perilaku

Demensia

Perubahan

dalam upaya

individual

(ODD),

perilaku

pengurangan

untuk

Alzheimer,

(Maulana,

resiko

menjalani gaya

beserta

2009).

penyakit

hidup sehat

keluarga

dengan

ODD dan

berjalan kaki
Memberikan

caregivers

Alzheimer

Mendorong

pengetahuan
mengenai
penanganan
2

Kampanye

penderita
Alzheimer oleh
tenaga ahli

Membagikan

Isi Kegiatan
Pendidikan

individu
Pendekatan
Medik
(Maulana,
2009).

melakukan
deteksi dini
pengobatan
gangguan
terkait

(Dokter dan

penyakit

Perawat)
Memberikan

Alzheimer
Memberikan

Pendekatan

11

pengetahuan

informasi

dan pengertian

tentang sebab

terhadap

akibat faktor-

individu

faktor yang

sehingga

dapat

mampu
leaflet

membuat
mereka mampu
mengambil

Edukasional
(Maulana,
2009).

meningkatka
n resiko
Alzheimer,
dan

keputusan dan

pencegahan

sikap atas

penyakit

informasi yang

Alzheimer.

ada pada
leaflet

Alzheimer adalah penyakit neurodegenaratif yang secara epidemiologi dibagi menjadi


kelompok early onset (penderita berusia kurang dari 58 tahun) dan late onset (penderita
berusia lebih dari 58 tahun). Penyakit ini dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai
setelah berusia 40 tahun. Data menyebutkan bahwa sekitar 2 juta penduduk menderita
Alzheimer. Di Indonesia, diperkirakan jumlah usia lanjut adalah 18,5 juta penduduk dengan
angka insidensi dan prevalensi belum diketahui dengan pasti. Oleh karena itu promosi
kesehatan ini sangat disarankan bagi lansia, ODD, penderita Alzheimer, sementara itu para
caregiver juga perlu mengikuti kegiatan ini untuk menambah wawasan dan mengetahui
bagaimana langkah langkah pendekatan yang perlu untuk penderita Alzheimer.
a. Longmarch
Jalan sehat disertai ajakan secara persuasif untuk lebih waspada terhadap Alzheimer.
Lupa itu bukan hal biasa, bisa jadi gejala demensia yang mengarah ke Alzheimer,
sebaiknya melakukan deteksi dini dalam pencegahan dan penanganan penyakit.
b. Kampanye
Kampanye mengenai penyakit alzheimer, penyebab terjadinya penyakit Alzheimer,
faktor resiko bagi pasien yang dapat terjadi akibat penyakit Alzheimer , pencegahan
dan pengobatan secara dini, penangganan penderita melalui langkah langkah

12

pendekatan yang berpusat pada penderita Alzheimer. Pada kampanye ini didatangkan
tenaga profesional dalam mengatasi penyakit Alzheimer supaya masyarakat lebih
sadar, peduli dan mendukung penderita Alzheimer.
c. Leaflet
Leaflet yang dibagikan terdiri dari penjelasan-penjelasan seputar penyakit Alzheimer.
Berikut adalah garis besar dari isi leaflet yang dibagikan pada saat longmarch :
1.
2.
3.
4.
5.

Pengertian Alzheimer
Penyebab dan faktor resiko
Kenali gejala alzheimer lebih dini
Pencegahan penyakit Alzheimer dengan menerapkan pola dan gaya hidup sehat.
Deteksi dini.

13

DAFTAR PUSTAKA

Alzheimers Organization, 2014, Basics of Alzheimers Disease, U.S.A., pp.

21.

Alzheimers Society, 2015, Alzheimers,


http://www.alzheimers.org.uk/site/scripts/documents_info.php?docume
diakses tanggal 18 Maret 2015 pukul 18.00.

ntID=100,

Alzheimer's Association National Office, 2015, What is Alzheimers?,


http://www.alz.org/alzheimers_disease_what_is_alzheimers.asp,
Maret 2015 pukul 18.00.

diakses tanggal 18

Centers For Disease Control and Prevention, 2009, Chronic Diseases: The
Power To
Prevent, The Call To Control, Departement of Health and
Human Services, USA,
pp. 2.
DiPiro, 2008, Pharmacotherapy: A Patophysiologic Approach, McGraw-Hill, USA, pp.
1489-1500
Eisdorfer, C., Cohen, D., Paveza, G.J., Ashford, J.W., Luchins, D.J., Gorelick, P.B., 1992, An
empirical evaluation of the Global Deterioration Scale for staging Alzheimer's disease,
Am J Psychiatry,149(2):190-4.
Ester, M., 2010, Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, EGC,
Jakarta.
Japardi, I., 2002, Penyakit Alzheimer, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, hal
1-2, 4.
Maulana, H.D.J., 2009, Promosi Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 4850.
Muttaqin, A., 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Salemba Medika, Jakarta.
Nugroho, A.E., 2012, Farmakologi: Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi
dan Dunia Kesehatan, Pustaka Pelajar, pp. 74-75.
Sarafino, E.P. and Smith, T.W., 2008, Health Psychology Biopsychosocial Interactions, John
Wiley & Sons, USA, pp. 357.

14

Anda mungkin juga menyukai