Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PSIKOLOGI KESEHATAN
Hidup dengan Sakit Kronis: peran obat dan dukungan psikologis
PENDERITA ALZHEIMER
Disusun oleh:
148115135
148115146
148115161
148115198
148115200
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit kronis adalah penyakit tidak menular dengan durasi atau periode yang
panjang, tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan jarang yang dapat benar-benar
sembuh. Contohnya adalah penyakit jantung, kanker, stroke, diabetes dan arthritis.
Penyakit kronis lebih banyak menyerang orang lanjut usia. Tetapi, penelitian
menunjukkan bahwa semua umur berpotensi untuk mengalami jenis penyakit ini.
Perilaku buruk yang dapat mempengaruhi penyakit ini adalah merokok, minum alkohol,
kebiasan makan buruk dan aktivitas fisik (olahraga) yang tidak teratur (Centers For
Disease Control and Prevention, 2009).
Alzheimer adalah kelainan kognitif bawaan dan penurunan perilaku yang ditandai
dengan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan
dengan perkembangan yang lama dan progresif. Pada penyakit ini, plak terbentuk di
hippokamus, bagian otak yang membentuk ingatan, dan bagian korteks otak lain yang
digunakan untuk berpikir dan membuat keputusan. Gejala yang biasanya berkembang
secara perlahan dan memburuk dari waktu ke waktu menjadi cukup berat sehingga
mengganggu tugas sehari-hari (Alzheimer's Association National Office, 2015).
Alzheimer adalah penyakit neurodegenaratif yang secara epidemiologi dibagi
menjadi kelompok early onset (penderita berusia kurang dari 58 tahun) dan late onset
(penderita berusia lebih dari 58 tahun). Penyakit ini dapat timbul pada semua umur, 96%
kasus dijumpai setelah berusia 40 tahun. Data menyebutkan bahwa sekitar 2 juta
penduduk menderita Alzheimer. Di Indonesia, diperkirakan jumlah usia lanjut adalah
18,5 juta penduduk dengan angka insidensi dan prevalensi belum diketahui dengan pasti.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan lakilaki yang dimungkinkan karena refleksi usia harapan hidup wanita lebih lama
dibandingkan laki-laki (Japardi, 2002).
Penyebab penyakit ini belum diketahui. Otak penderita Alzheimer berisi lesi yang
luas terdiri dari saraf dan serat protein yang menggumpal dan kusut. Bukti-bukti
mengindikasikan bahwa kelainan genetik dapat menyebabkan penggumpalan dan
pengerutan tersebut. Penelitian menyebutkan bahwa semua anggota keluarga dengan
kelainan genetik juga mempunyai penyakit Alzheimer (Sarafino and Smith, 2008).
Gejala penyakit ini adalah umumnya dimulai dengan ringan, tetapi memburuk
seiring waktu dan mulai mempengaruhi hidup. Gejala Alzheimer untuk setiap penderita
tidaklah sama. Untuk beberapa orang, gejala paling awal adalah penyimpangan memori.
1
Artinya, ada kesulitan untuk mengingat kembali ingatan terbaru dan sulit untuk
mempelajari informasi baru. Kemudian, penderita mulai kehilangan barang, susah untuk
menemukan kata yang tepat, lupa tentang percakapan atau kejadian terbaru, tersesat di
tempat yang familiar dan melupakan janji atau perayaan. Kemudian, sulit untuk
mengikuti percakapan, bermasalah dalam menentukan jarak atau melihat benda dalam
tiga dimensi, sulit untuk membuat keputusan dan menjadi bingung atau sering tersesat
(Alzheimer Society, 2015).
Pengobatan penyakit ini hingga saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan
karena karena penyebab dan patofisiologisnya belum jelas. Pengobatannya hanya
dilakukan secara empiris, simptomatik dan suportif untuk menyenangkan penderita atau
kelurganya (Japardi, 2002). Terapi suportif yang bisa dilakukan adalah perubahan
pengaturan gaya hidup, sering diajak bepergian, sering dikunjungi dan ditemani. Pada
terapi inilah, keluarga berperan banyak sehingga penderita merasa diterima. Selain itu,
karena penderita kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi, ada baiknya keluarga
sering mengecek kenyamanan dan kebutuhan penderita (Alzheimers Organization,
2014).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Teoritis
1. Patofisiologis Alzheimer
Penyakit Alzheimer terkait dengan pengerutan dan pengecilan otak diakibatkan
kehilangan sel syaraf pada otak depan (basal forebrain) dan hipokampus melalui melalui
proses apoptosis sel. Patofisiologinya sangat kompleks, penyakit Alzheimer dipicu oleh
mutasi pada gen protein prekursor amyloid (APP), protein presenilin dan apoprotein E4. APP
merupakan protein transmembran yang menembus membran sel syaraf. APP sangat berperan
dalam pertumbuhan dan kehidupan sel syaraf, serta perbaikan terhadap kerusakan sel syaraf.
Pada kondisi normal, APP dipecah oleh enzim -secretase menjadi soluble protein prekursor
amyloid (sAPP) yang berperan sebagai faktor pertumbuhan sel syaraf. Pada kondisi
Alzheimer, terjadi mutasi gen pada dua bagian APP sehingga memungkinkan bagi enzim
dan -secretase, masing-masing memotong pada dua bagian tersebut menghasilkan amyloid protein (A) dengan residu asam amino berjumlah 40 dan 42 (A40 dan A42).
Enzim b dan d-secretase bersifat kurang akurat dalam memotong APP sehingga
menghasilkan dua kemungkinan Ab yang dihasilkan, yaitu A40 dan A42. Mutasi gen
protein presenilin mengakibatkan peningkatan aktivitas enzim -secretase. Presenilin
merupakan protein yang terlibat dalam pengaturan aktivitas enzim tersebut. Mutasi pada gen
apoprotein E4 memacu agregrasi kedua -amyloid protein, A40 dan A42. Selanjutnya,
agregasi tersebut akan memacu dua hal: (1) pembentukan sedimen protein ekstraseluler yaitu
plak amyloid; dan (2) fosforilasi tau yang melibatkan enzim kinase (Nugroho, 2012).
Pembentukan plak amyloid ekstraseluler tersebut mengganggu interaksi atau
komunikasi antar sel syaraf sehingga mengakibatkan sel syaraf akan sulit untuk hidup.
Terbentuknya plak amyloid tersebut juga menganggu homeostatis ion kalsium ke dalam sel
syaraf, dan memacu proses apoptosis sel syaraf. Tau merupakan suatu protein yang berperan
dalam menstabilkan mikrotubulus intraseluler. Mikrotubulus merupakan bagian sel syaraf
yang berperan dalam transport nutrisi atau molekul dari tubuh sel syaraf menuju ujung
syaraf. Jika tau mengalami hiperfosforilasi maka akan berpasangan dengan yang lain
membentuk filamen heliks yang berpasangan dan membentuk serat yang berbelit-belit yaitu
serat neurofibril intraseluler. Hal ini yang mengakibatkan transport dalam sel syaraf
mengalam idisintegrasi atau gangguan. Pembentukan plak amyloid dan serat neurofibril
menyebabkan kematian sel syaraf (Nugroho, 2012).
3
Gambar 1. Brain imaging otak penderita Alzheimer (kiri) dan manusia normal
(kanan)
Pada Gambar 1. citra komputer membandingkan otak penderita alzheimer (kiri)
dengan otak manusia normal (kanan). Kematian sel-sel syaraf pada otak akan menyebabkan
otak berangsur-angsur menyusut dan lama kelamanan mengakibatkan penurunan daya ingat
dan kemampuan berbahasa pada penderita Alzheimer.
2. Faktor Resiko
Para ilmuwan telah mengidentifikasi beberapa faktor yang meningkatkan resiko
penyakit Alzheimer. Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan Alzheimer adalah
peningkatan umur, genetik, serta riwayat keluarga.
a. Usia
Sebagian besar individu yang mengidap Alzheimer adalah individu yang berusia
65 tahun atau lebih. Penyakit Alzheimer dapat berkembang dengan cepat setiap
lima tahun setelah berusia 65 tahun. Setelah mencapai usia 85 tahun, peningkatan
resiko hampir mencapai 50%.
b. Riwayat Keluarga
Faktor risiko yang lain adalah riwayat keluarga. Mereka yang memiliki orangtua,
kakak, adik atau anak dengan penyakit Alzheimer lebih mungkin untuk
mengembangkan penyakit ini. Risiko meningkat jika lebih dari satu anggota
keluarga memiliki penyakit. Ketika penyakit cenderung berjalan dalam keluarga,
baik keturunan (genetika) atau faktor lingkungan, atau keduanya, mungkin
memainkan peran.
c. Genetik
Gen APOE-e4 menjadi faktor yang dapat meningkatan resiko penyakit Alzheimer
20 sampai 25 persen dari kasus Alzheimer yang ada.
(Alzheimer's Association National Office, 2015)
3. Gejala-gejala
4
(DiPiro, 2008).
Secara teoritis ada beberapa obat-obatan yang dapat digunakan untuk menekan
simtomatik yang timbul akibat penyakit alzheimer. Pengobatan penyakit alzheimer masih
sangat terbatas oleh karena penyebabnya cukup banyak. Pengobatan simtomatik dan suportif
seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Berikut adalah beberapa
contoh obat yang digunakan pada penderita alzheimer.
a. Inhibitor kolinesterase
Tujuannya adalah untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat
selama berlangsung.
Efek samping obat antara lain adalah memperburuk penampilan intelektual
pada orang normal dan penderita alzheimer, mual dan muntah, bradikardi,
(Muttaqin, 2008).
Daya tangkap rendah tidak boleh berbicara terlalu panjang terlalu kompleks.
Bantuan mimik gerak-gerik, katakan kata kunci untuk mempermudah komunikasi
Jaga kalimat agar tetap pendek dan sederhana, fokuskan pada satu ide pada satu saat.
Bahasa tubuh juga mungkin perlu menggunakan gerakan tangan dan eksptresi wajah
untuk membuat diri bisa lebih dimengerti. Menunjukan atau memperagakan dapt
membantu. Menyentuh dan memegang tangan mereka mungkin membantu
mempertahankan perhatian mereka dan menunjukan bahwa anda peduli. Senyuman
hangat dan berbagi tawa juga sering bisa berbicara lebih banyak dari pada yang bisa
Hubungkan suku kata yang mereka gunakan dengan perasaan yang mereka tunjukan.
Beri mereka waktu untuk berbicara. Ketika diam, mereka mencari kata-kata yang
berserakan diotak yang ingin mereka gunakan. Usahakan jangan mnyelesaikan
kalimat mereka. Cukup dengarkan saja.
Jangan membuat mereka terburu-buru berbuat suatu sebab mereka tidak bisa berfikir
atau berbicara cukup cepat. Usahakan memberikan waktu kepada mereka untuk
menanggapi.
(Ester, 2010; DiPiro, 2008).
mungurangi atau mencegah terjadinya peningkatan keparahan yang terjadi pada subyek.
Beberapa dukungan sosial yang dapat membantu mencegah bertambah parahnya Alzheimer
seperti membiasakan subyek mencatat hal-hal kecil untuk membantu mengingat, menghindari
hal yang memaksa subyek untuk mengingat sesuatu atau melakukan hal yang sulit karena
akan menyebabkan subyek menjadi cemas dan akan memperburuk keadaan subyek, usahakan
untuk berkomunikasi lebih sering. Komunikasi bukanlah hanya dengan berbicara namun juga
dengan menyentuh tangan atau bahunya untuk membantu pasien memusatkan perhatiannya,
buatlah lingkungan yang aman. Sebaiknya kamar subyek berada di lantai dasar untuk
menghindari jatuh. Jauhkan benda tajam atau zat-zat yang berbahaya, ajaklah pasien berjalanjalan pada siang hari.
Selain terapi suportif yang dapat dilakukan keluarga dan orang-orang sekitar ada juga
terapi obat yang dapat dilakukan untuk untuk menekan simtomatik yang timbul akibat
penyakit alzheimer seperti obat golongan kolinesterase inhibitor dan golongan thiamin. Obatobat tersebut berperan untuk memperbaiki memori dari subyek penderita Alzheimer.
10
Kegiatan
Longmarch
Tujuan
Meningkatkan
Sasaran
Lansia,
Pendekatan
kesadaran dan
Orang
yang
mengubah
dengan
persuasif
perilaku
Demensia
Perubahan
dalam upaya
individual
(ODD),
perilaku
pengurangan
untuk
Alzheimer,
(Maulana,
resiko
menjalani gaya
beserta
2009).
penyakit
hidup sehat
keluarga
dengan
ODD dan
berjalan kaki
Memberikan
caregivers
Alzheimer
Mendorong
pengetahuan
mengenai
penanganan
2
Kampanye
penderita
Alzheimer oleh
tenaga ahli
Membagikan
Isi Kegiatan
Pendidikan
individu
Pendekatan
Medik
(Maulana,
2009).
melakukan
deteksi dini
pengobatan
gangguan
terkait
(Dokter dan
penyakit
Perawat)
Memberikan
Alzheimer
Memberikan
Pendekatan
11
pengetahuan
informasi
dan pengertian
tentang sebab
terhadap
akibat faktor-
individu
faktor yang
sehingga
dapat
mampu
leaflet
membuat
mereka mampu
mengambil
Edukasional
(Maulana,
2009).
meningkatka
n resiko
Alzheimer,
dan
keputusan dan
pencegahan
sikap atas
penyakit
informasi yang
Alzheimer.
ada pada
leaflet
12
pendekatan yang berpusat pada penderita Alzheimer. Pada kampanye ini didatangkan
tenaga profesional dalam mengatasi penyakit Alzheimer supaya masyarakat lebih
sadar, peduli dan mendukung penderita Alzheimer.
c. Leaflet
Leaflet yang dibagikan terdiri dari penjelasan-penjelasan seputar penyakit Alzheimer.
Berikut adalah garis besar dari isi leaflet yang dibagikan pada saat longmarch :
1.
2.
3.
4.
5.
Pengertian Alzheimer
Penyebab dan faktor resiko
Kenali gejala alzheimer lebih dini
Pencegahan penyakit Alzheimer dengan menerapkan pola dan gaya hidup sehat.
Deteksi dini.
13
DAFTAR PUSTAKA
21.
ntID=100,
diakses tanggal 18
Centers For Disease Control and Prevention, 2009, Chronic Diseases: The
Power To
Prevent, The Call To Control, Departement of Health and
Human Services, USA,
pp. 2.
DiPiro, 2008, Pharmacotherapy: A Patophysiologic Approach, McGraw-Hill, USA, pp.
1489-1500
Eisdorfer, C., Cohen, D., Paveza, G.J., Ashford, J.W., Luchins, D.J., Gorelick, P.B., 1992, An
empirical evaluation of the Global Deterioration Scale for staging Alzheimer's disease,
Am J Psychiatry,149(2):190-4.
Ester, M., 2010, Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, EGC,
Jakarta.
Japardi, I., 2002, Penyakit Alzheimer, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, hal
1-2, 4.
Maulana, H.D.J., 2009, Promosi Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 4850.
Muttaqin, A., 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Salemba Medika, Jakarta.
Nugroho, A.E., 2012, Farmakologi: Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi
dan Dunia Kesehatan, Pustaka Pelajar, pp. 74-75.
Sarafino, E.P. and Smith, T.W., 2008, Health Psychology Biopsychosocial Interactions, John
Wiley & Sons, USA, pp. 357.
14