Anda di halaman 1dari 10

Osteoporosis

Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Menurut WHO pada International Consensus
Development Conference, di Roma, Itali, 1992, osteoporosis adalah penyakit dengan sifatsifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan
penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya
kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor
Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis Pada Sekelompok Osteoporosis Di RSIJ, 2005.
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli 2006:107-126.. Menurut National
Institute of Health (NIH), 2001, osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan
kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah
tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas
tulang dan kualitas tulang Junaidi, Iskandar, dr. 2007. Osteoporosis, Pengenalan,
Pencegahan, serta Pengobatan Penyakit Osteoporosis dan Penyakit Tulang Lain yang mirip.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia Kualitas tulang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu arsitektur tulang, pergantian tulang, mineralisasi tualang, dan
akumulasi dari kerusakan tulang (contoh : mikrofraktur). Nelms M, Sucher KP, Lacey K,
Roth SL. Nutrition Theraphy & Patophysiology. 2th ed. Wadsworth: Cengage Learning; 2010
Epidemiologi
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kejadian
kepadatan mineral tulang tidak normal dan dampak serius yang diakibatkannya, diantaranya
yaitu diperkirakan terdapat 200 juta penderita kepadatan mineral tulang tidak normal di
seluruh dunia, dimana satu dari tiga wanita dan satu dari lima pria berisiko mengalami
kepadatan mineral tulang tidak normal. Penderita osteoporosis di Eropa, Jepang, dan Amerika
sebanyak 75 juta penduduk, sedangkan China terdapat 84 juta penduduk Zaviera, Ferdinand.
2008. Osteoporosis: Deteksi Dini, Penanganan, dan Terapi Praktis. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media. Sebuah studi di Amerika Serikat menyebutkan bahwa dijumpai satu kasus
osteoporosis terjadi diantara 2-3 wanita pascamenoupose atau mencapai 25 juta penduduk. Di
Australia sekitar 25% wanita dan 17% laki-laki menderita fraktur osteoporosis Trellian. 2008.
The Facts About Osteoporosis.. Studi terbaru menunjukkan 10 juta warga Amerika menderita
osteoporosis, 8% wanita dan 20% laki-laki, dan lebih dari 34 juta menderita osteopenia NOF.
2008. Fast Fact of Osteoporosis. Washington, DC.

Di Indonesia, berdasarkan penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan


Makanan, Departemen Kesehatan, bekerja sama dengan PT. Fonterra Brands Indonesia
(2005) menunjukkan bahwa prevalensi osteopenia mencapai 41,8% dan 10,3% osteoporosis.
Penelitian tersebut dilakukan di 21 wilayah di Indonesia dan melibatkan sampel hingga
65.727 orang Messwati, Elok Dyah. 2008. Menikmati Usia Senja Tanpa Osteoporosis.. Hasil
penelitian Persatuan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) tahun 2006 menemukan bahwa dari
38% pasien yang dating untuk memeriksakan kepadatan mineral tulang di Makmal Terpadu
FKUI, Jakarta ternyata terdapat 14,7% pasien yang terdeteksi menderita osteoporosis
Gustina, Endah. 2006. Osteoporosis..
Diagnosis
Metode yang paling sering digunakan untuk menentukan seseorang mengalami
osteoporosis atau tidak yaitu dengan pemeriksaan densitas mineral tulang (DMT). Untuk
menentukan kepadatan tulang tersebut, ada 3 teknik yang biasa digunakan di Indonesia,
antara lain : Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL. Nutrition Theraphy & Patophysiology.
2th ed. Wadsworth: Cengage Learning; 2010
1.

Densitometri DXA (dual-energy x-ray absorptiometry)


Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling tepat dan mahal. Orang yang

melakukan pemeriksaan ini tidak akan merasakan nyeri dan hanya dilakukan sekitar 5-15
menit. DXA dapat digunakan pada wanita yang mempunyai peluang untuk mengalami
osteoporosis, seseorang yang memiliki ketidakpastian dalam diagnosa, dan penderita yang
memerlukan keakuratan dalam hasil pengobatan osteoporosis.
Keuntungan yang didapatkan jika melakukan pemeriksaan ini yaitu dapat menentukan
kepadatan tulang dengan baik (mempredisi risiko patah tulang pinggul) dan mempunyai
paparan radiasi yang sangat rendah. Akan tetapi alat ini memiliki kelemahan yaitu
membutuhkan koreksi berdasarkan volume tulang (secara bersamaan hanya menghitung 2
dimensi yaitu tinggi dan lebar) dan jika pada saat seseorang melakukan pengukuran dalam
posisi yang tidak benar, maka akan mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut. Hasil dari
DXA dapat dinyatakan dengan T-score, yang dinilai dengan melihat perbedaan BMD dari
hasil pengukuran dengan nilai rata-rata BMD puncak.
Menurut WHO, kriteria T-score dibagi menjadi 3, yaitu T-score > -1 SD yang
menunjukkan bahwa seseorang masih dalam kategori normal. T-score < -1 sampai -2.5
dikategorikan osteopenia, dan < -2.5 termasuk dalam kategori osteoporosis, apabila disertai
fraktur, maka orang tersebut termasuk dalam osteoporosis berat.

2.

Densitometri US (ultrasound)
Kerusakan yang terjadi pada tulang dapat didiagnosis dengan pengukuran ultrasound,

yaitu dengan menggunakan alat quantitative ultrasound (QUS). Hasil pemeriksaan ini
ditentukan dengan gelombang suara, karena cepat atau tidaknya gelombang suara yang
bergerak pada tulang dapat terdeteksi dengan alat QUS. Jika suara terasa lambat, berarti
tulang yang dimiliki padat. Akan tetapi, jika suara cepat, maka tulang kortikal luar dan
trabecular interior tipis. Pada beberapa penelitian, menyatakan bahwa dengan QUS dapat
mengetahui kualitas tulang, akan tetapi QUS dan DXA sama-sama dapat memperkirakan
patah tulang.
Dengan alat ini, seseorang tidak akan terpapar radiasi karena tidak menggunakan sinar
X. Kelemahan alat ini, yaitu tidak memiliki ketelitian yang baik (saat dilakukan pengukuran
ulang sering terjadi kesalahan), tidak baik dalam mengawasi pengobatan (perubahan massa
tulang).
3.

Pemeriksaan CT (computed tomography)


Pemeriksaan CT merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang dilakukan

dengan memeriksa biokimia CTx (C-Telopeptide). Dengan pemeriksaan ini dapat menilai
kecepatan pada proses pengeroposan tulang dan pengobatan antiesorpsi oral pun dapat
dipantau.
Kelebihan yang didapatkan jika menggunakan alat ini yaitu kepadatan tulang belakang
dan tempat biasanya terjadi patah tulang dapat diukur dengan akurat. Akan tetapi pada tulang
yang lain sulit diukur kepadatannya dan ketelitian yang dimiliki tidak baik serta tingginya
paparan radiasi.
Etiologi
Osteoporosis dapat dikategorikan

sebagai osteoporosis primer dan sekunder.

Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi seiring dengan proses
penuaan. Pada osteoporosis primer tidak ada penyebab yang spesifik. Sedangkan osteoporosis
sekunder adalah kehilangan massa tulang akibat hal-hal tertentu. Osteoporosis sekunder
berhubungan dengan kelainan patologis tertentu seperti kelainan endokrin, efek samping
obat-obatan, dan immobilisasi. Osteoporosis primer lebih sering terjadi dibanding
osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer merupakan dampak kumulatif kehilangan
mineral tulang dan kerusakan struktur tulang akibat proses penuaan. Osteoporosis primer

sering dikaitkan dengan proses postmenopouse pada wanita sedangkan osteoporosis sekunder
dikaitakan dengan proses premenopouse pada wanita. Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth
SL. Nutrition Theraphy & Patophysiology. 2th ed. Wadsworth: Cengage Learning; 2010
Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu:
1.

Osteoporosis pascamenopause, terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon


utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang.
Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat
muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya mulai menurun 2-3
tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini
berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama
setelah menopause.

2.

Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang


berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
(osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis berarti bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia
diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita
osteoporosis senilis dan pasca menopause.

3.

Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang


disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh
gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta
obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, antikejang, dan hormon tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok dapat memperburuk
keadaan ini.

4.

Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak


diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan
fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab
yang jelas dari rapuhnya tulang.

Faktor Risiko Osteoporosis


Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang berbeda. Faktor
risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak dapat dikendalikan dan
yang dapat dikendalikan. Berikut ini faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan:
1.

Jenis kelamin

Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar dibandingkan
kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun
kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
2.

Usia
Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara alamiah
tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia. Osteoporosis pada usia lanjut
terjadi karena berkurangnya massa tulang yang juga disebabkan menurunnya
kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium.

3.

Ras
Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena osteoporosis. Karena itu,
ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi terkena
osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa tulang lebih padat
dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot yang lebih besar
sehingga tekanan pada tulang pun besar. Ditambah dengan kadar hormon estrogen yang
lebih tinggi pada ras Afrika.

4.

Pigmentasi dan tempat tinggal


Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa, mempunyai risiko
terkena osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan dengan ras kulit putih yang
tinggal di wilayah kutub seperti Norwegia dan Swedia.

5.

Riwayat keluarga
Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai massa tulang
yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi terkena osteoporosis.

6.

Sosok tubuh
Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena osteoporosis. Demikian
juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih berisiko terkena osteoporosis
dibanding yang bertubuh besar.

7.

Menopause
Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena tubuh tidak lagi
memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan
mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya hormon estrogen seiring dengan
bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang sehingga terjadi
pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah. Menopause dini bisa terjadi jika
pengangkatan ovarium terpaksa dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan

seperti kanker, mioma dan lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya risiko
terkena osteoporosis.
Berikut ini faktor faktor risiko osteoporosis yang dapat dikendalikan. Faktor-faktor ini
biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola hidup.
1.

Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak terlatih dan
menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat menurunnya kekuatan tulang.
Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga teratur minimal tiga kali dalam
seminggu (lebih baik dengan beban untuk membentuk dan memperkuat tulang).

2.

Kurang kalsium
Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan
mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk
yang ada di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan asupan vitamin D
yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak mungkin diserap
usus Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis
Pada Sekelompok Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan,
Vol.2, No.2, Juli 2006:107-126..

3.

Merokok
Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan perokok. Telah
diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih rendah dan
mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita bukan perokok.
Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal
penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya, pengeroposan tulang/osteoporosis
terjadi lebih cepat.

4.

Minuman keras/beralkohol
Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding lambung. Dan ini
menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan kalsium (yang ada dalam
darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada gilirannya menyebabkan
osteoporosis.

5.

Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein). Fosfor akan
mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang, sedangkan kafein
meningkatkan

pembuangan

kalsium lewat

urin. Untuk menghindari

bahaya

osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi dengan minum susu atau
mengonsumsi kalsium ekstra Tandra, Hans. 2009. Segala Sesuatu yang Harus Anda
Ketahui Tentang Osteoporosis, Mengenal, Mengatasi, dan Mencegah Tulang Keropos.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
6.

Stres
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol yang diproduksi
oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan meningkatkan pelepasan
kalsium kedalam peredaran darah dan akan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan
keropos sehingga meningkatkan terjadinya osteoporosis.

7.

Bahan kimia
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan makanan (sayuran
dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan limbah industri seperti
organoklorida yang dibuang sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel
tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan membuat
pengeroposan tulang

Pencegahan Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL. Nutrition Theraphy & Patophysiology.
2th ed. Wadsworth: Cengage Learning; 2010
Mencegah terjadinya osteoporosis dimulai dari tahap kehidupan kanak-kanak, remaja
dan dewasa awal. Tujuannya adalah untuk meningkatkan puncak kepadatan mineral tulang,
memperlambat laju kehilangan mineral tulang stelah demineralisasi tulang, dan mengurangi
keseluruhan gejala yang dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis. Strategi pencegahan
osteoporosis yang direkomendasikan harus terbukti aman dan efektif. Beberapa rekomendasi
untuk mencegah terjadinya osteoporosis antara lain manjaga asupan kalsium dan asupan
vitamin D, latihan beban dan latihan otot, tidak merokok, dan menghindari konsumsi alkohol.
1.

Kalsium
Kalsium adalah mineral pembentuk tulang utama yang diperlukan dalam jumlah yang

cukup di seluruh siklus kehidupan untuk mencapai puncak massa tulang, mempertahankan
massa tulang, meminimalkan kehilangan mineral tulang, dan mengurangi timbulnya patah
tulang. Ketidakcukupan asupan kalsium pada massa pertumbuhan akan menyebabkan tidak
maksimalnya puncak massa tulang dan meningkatkan risiko osteoporosis di massa tua.
Selama periode dewasa, asupan kalsium yang tidak cukup untuk mempertahankan level

serum kalsium menyebabkan peningkatan sekresi hormone paratiroid dan akan menstimulasi
resorpsi tulang untuk meningkatkan level serum kalsium.
Kebutuhan kalsium setiap individu berbeda, tergantung pada pola makan, gaya hidup
dam lingkungan. Suplementasi kalsium diperlukan bagi orang yang sulit mencapai
kecukupan asupan kalsium dari makanan. Suplementasi kalsium tidak akan melindungi
seseorang dari pengeroposan tulang yang disebabkan oleh pola makan yang buruk,
kekurangan hormon estrogen, aktivitas fisik yang kurang, merokok, konsumsi alkohol, atau
berbagai kesalahan pengobatan dan perawatan.
2.

Vitamin D
Fungsi utama vitamin D adalah untuk meningkatkan konsentrasi kalsium dan fosfor

darah dengan meningkatkan penyerapan oleh saluran pencernaan, meningkatkan rearbsorbsi


oleh ginjal, dan menstimulasi pembentukan osteoklas, sehingga terjadi resorpsi tulang dan
pelepasan kalsum serta fosfor dari tulang. Kekurangan vitamin D terkait dengan penyakit
rakhitis pada anak-anak dan osteomalacia pada dewasa. Indicator terbaik status vitamin D
adalah konsentrasi serum 25 hidroksivitamin D karena mewakili asupan vitamin D dan
sintesis vitamin D dalam tubuh. Status vitamin D dianggap cukup apabila konsentrasi serum
25 hidrosivitamin D secara konsisten >50 mol/L (20 ng/mL).
Kekurangan vitamin D pada lanjut usia terkait dengan kehilangan tulang dan
peningkatan risiko fracture. Suplementasi vitamin D merupakan strategi yang efektif untuk
mencegah fracture pada lanjut usia. Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi kalsium dan
vitamin D memperlambat kehilangan tulang pada lanjut usia dan mengurangi risiko patah
tulang. Asupan vitamin D dan kalsium yang cukup merupakan metode yang efektif untuk
mengurangi risiko patah tulang. Suplementasi vitamin D dan kalsium dianjurkan sebagai
dasar untuk mengobati osteoporosis dan mengurangi risiko patah tulang pada lansia. Asupan
rata-rata vitamin D untuk anak-anak dan dewasa adalah 2000 IU/hari.
3.

Aktivitas Fisik
Meningkatnya kepadatan tulang berasal dari berbagai jenis aktivitas fisik seperti

berjalan, jogging, lompat tali, naik tangga, aerobik, dan berbagai jenis olah raga seperti tenis,
sepak bola, basket dan senam. Penelitian menunjukkan bahwa atlet memiliki kepadatan
mineral tulang yang lebih tinggi daripada bukan atlet.
Walaupun peningkatan kepadatan tulang yang paling pesat terlihat pada masa
pertumbuhan sebelum usia pubertas, aktivitas fisik pada laki-laki dewasa serta wanita

premenopouse dan postmenopouse sangat berpengaruh. Hasil penelitian menunjukkan


olahraga teratur dengan intensitas sedang pada usia dewasa dapat meningkatkan kepadatan
mineral tulang sebesar 1% - 2%. Pada waita postmenopouse aktivitas fisik seperti berjalan,
menari, dan melompat terbukti memperlambat atau mencegah pengeroposan tulang dan
mengurangi risiko patah tulang pinggul.
4.

Merokok
Merokok telah terbukti menurunkan kepadatan tulang, meningkatkan kehilangan

mineral tulang, dan meningkatan risiko patah tulang pada pria dan wanita. Ada beberapa
mekanisme bagi perokok yang dapat meningkatkan risiko penurunan kesehatan tulang.
Nikotin dan cadmium pada asap tembakau bersifat toksik bagi osteoblast. Asap tembakau
mengurangi penyerapan kalsium di usus dan perokok umumnya memiliki asupan vitamin D
yang rendah dan kadar serum 25 hidroksivitamin D yang lebih rendah dibandingkan dengan
bukan perokok.
Perokok biasanya menkonsumsi alkohol secara berlebihan yang dapat berdampak buruk
terhadap kesehatan tulang. Perokok cenderung memiliki berat badan yang lebih rendah,
aktivitas fisik kurang, lemah, dan berisiko tinggi terkena penyakit kronis. Beberapa obat yang
digunakan untuk mengobati penyakit kronis (seperti glukokortikoid) bisa mempengaruhi
kesehatan tulang dan meningkatkan risiko patah tulang. Merokok mempercepat metabolism
estrogen dan dapat mengurangi manfaat terapi enggantian hormone pada wanita. Rata-rata
perokok wanita mencapai menopause satu sampai dua tahun lebih awal dibanding bukan
perokok.
5.

Alkohol
Tidak ada bukti yang konsisten tentang dampak konsumsi alkohol pada kesehatan

tulang dan risiko patah tulang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi alkohol
dapat meningkatkan kepadatan mineral tulang dan mengurangi kehilangan mineral tulang,
meskipun efeknya hanya terlihat pada wanita. Namun, konsumsi alkohol yang berlebihan
dikaitkan dengan penurunan kepadatan mineral tulang, penurunan pembentukan tulang,
meningkatkan risiko patah tulang, serta kehilangan kalsium, vitamin D dan magnesium dalam
tulang Selain itu, konsumsi alkohol yang berlebihan juga merupakan faktor risiko
osteoporosis.
6.

Zat Gizi lain dan Komponen Makanan

Peran beberapa zat gizi dan komponen makanan dalam pencegahan osteoporosis telah
dipelajari, diantaranya fosfor, protein, buah-buahan, sayuran, natrium, kafein, fluoride, dan
trace mineral. Fosfor berperan penting dalam pembentukan mineral tulang dan asupan fosfor
yang cukup diperlukan untuk kesehatan tualang yang optimal. Protein hewani kaya akan
sulfur yang mengandung asam amino yang berkontribusi pada lingkungan asam. Kalsium
yang dihilangkan dari tulang agar menetralisir asam yang dihasilkan karena diet tinggi
daging. Diet yang menyediakan buah-buahan, sayuran dan protein nabati menghasilkan basa
lingkungan dalam tubuh. Penelitian lain mengatakan bahwa diet yang menyediakan kalium,
magnesium, buah-buahan, sayuran dan protein nabati berhubungan dengan kepadatan mineral
tulang yang lebih tinggi. Pasien harus didorong untuk mempertahankan status gizi yang baik
dan asupan protein yang cukup serta mengkonsumsi makanan berdasarkan rekomendasi dari
Dietary Guidelines for Americans.
Pencegahan dan Pengobatan Farmakologis Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL.
Nutrition Theraphy & Patophysiology. 2th ed. Wadsworth: Cengage Learning; 2010
Beberapa obat telah disetujui oleh FDA untuk pencegahan dan pengobatan
osteoporosis, di antaranya estrogen, modulator reseptor estrogen selektif, bifosfonat, dan
teriparatide, bentuk sintesis dari hormn paraatiroid. Selain obat, dalam pencegahan dan
pengobatan osteoporosis penting memastikan asupan kalsium yang cukup, vitamin D, serta
menyarankan pasien untuk tidak merokok dan mengonsumsi alkohol. Semua obat memiliki
efek samping sehingga manfaat terapeutik obat harus dipertimbangkan.

Anda mungkin juga menyukai