Anda di halaman 1dari 20

BENIGN PROSTAT HYPERPLASI

PENDAHULUAN
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak
disebelah

inferior

buli-buli

dam

membungkus

uretra

posterior.

Bila

mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan


menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram.
McNeal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona ,antara lain :
zona perifer, merupakan 70 % bagian volume dari kelenjar prostat dewasa
muda, zona sentral, sebanyak 25 %, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat berasal dari
zona transisional, 60 70 % pertumbuhan karsinoma prostat (CaP) berasal
dari zona perifer, 10 20 % berasal dari zona transisional dan 5 10 % dari
zona sentral(McNeal et al, 1988).2
EPIDEMIOLOGI
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki dan
insidennya berdasarkan dari umur. Prevalensi dari hasil studi otopsi BPH
menunjukkan peningkatan kira-kira sebanyak 20% pada pria dengan umur
41-50 tahun, menjadi 50 % pada pria dengan umur 51-60 tahun dan menjadi
> dari 90% pada pria > dari 80 tahun(Berry et al, 1984). 1,2 Walaupun bukti
klinis dari penyakit lebih jarang muncul, gejala dari obstruksi prostat juga
berhubungan dengan umur. Pada umur 55 tahun, kira-kira sebanyak 25%
pria mengeluhkan gejala voiding symptoms. Pada umur 75 tahun, 50% dari
pria mengeluhkan penurunan dari pancaran dan jumlah dari pembuangan
urin. Faktor resiko dari BPH masih belum terlalu dimengerti. Beberapa hasil
studi menyebutkan predisposisi genetik dan beberapa studi lainny memberi
perhatian pada perbedaan ras. Kira-kira 50% dari pria dibawah umur 60

tahun yang telah menjalani operasi pembedahan BPH mungkin memiliki


suatu bentuk genetika dari penyakit. Bentuk ini paling banyak merupakan
bentuk autosomal dominan trait(Sanda et al, 1994).2,4

ETIOLOGI
Hingga sekarang etiologi dari BPH masih belum diketahui secara pasti,
tetapi beberapa penelitian secara laboratorium maupun klinik menyebutkan
bahwa

terdapat

faktor

yang

erat

kaitannya

dengan

BPH

yaitu;

peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua)


(McConnell, 1995).

Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab

timbulnya hiperplasia prsostat adalah ; 1) teori dihidrotestoteron, 2) adanya


ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron, 3) interaksi antara sel
stroma dan sel epitel prostat, 4) berkurangnya kematian sel (apoptosis) dan
5) teori stem sel.2,3,4
1) TEORI DIHIDROTESTOSTERON
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari
testosteron didalan sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan
bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan
reseptor androgen (RA) yang membentuk kompleks DHT-RA pada inti
sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian
dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan
kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim
5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH.
Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap
DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.

2) KETIDAKSEIMBANGAN ANTARA ESTROGEN TESTOSTERON


Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan
kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen :
testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam
prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat
dengan

cara

meningkatkan

sensitifitas

sel-sel

prostat

terhadap

rangsangan hormon androgen, dan menurunkan jumlah kematian selsel prostat(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah,
meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
3) INTERAKSI SEL STROMA DAN EPITEL
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma
melalui mediator (grwoth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma
mendapatkan stimulasi DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis
suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu
sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel
epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi
sel-sel epitel maupun sel stroma.
4) BERKURANGNYA KEMATIAN SEL PROSTAT
Program kematian sel prostat (apoptosis) pada sel prostat adalah
mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar
prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang
selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh
sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada
jaringan normal,

terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel

dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai


pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan
yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel

prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat


secara

keseluruhan

menjadi

meningkat

sehingga

menyebabkan

pertambahan massa prostat.


5) TEORI SEL STEM
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu
dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem,
yaitu suatu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat
ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan
hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti
yang

terjadi

Terjadinya

pada

proliferasi

kastrasi,
sel-sel

menyebabkan
pada

BPH

terjadinya

apoptosis.

dipostulasikan

sebagai

ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang


berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

ANATOMI & FISIOLOGI


Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih
20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskuler dan glandular yang
terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona preprostatik sfingter dan zona anterior (McNeal
1970). Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar
dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh
darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.1,2
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu
komponen dari cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius
dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama

cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat
merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.2,4
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari
pleksus

prostatikus.

Pleksus

prostatikus

(pleksus

pelvikus)

menerima

masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis S 2-4 dan simpatik dari
nervus hipogastrikus (T10-L2 ). Stimulus parasimpatik meningkatkan sekresi
kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan
pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat
ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat,
kapsula prostat dan leher buli-buli. Di tempat-tempat itu banyak terdapat
reseptor adrenergik-. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan
tonus otot polos tersebut.4
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi
kanker

ganas

dapat membuntu

uretra

posterior

dan

mengakibatkan

terjadinya obstruksi saluran kemih.

PATOFISIOLOGI HIPERPLASIA PROSTAT


Pembesaran
prostatika

dan

prostat

menyebabkan

menghambat

aliran

urine.

penyempitan
Keadaan

ini

lumen

uretra

menyebabkan

peningkatan tekanan intravesike. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli


harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang
terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa
hipertrofi oto detrusor,

tarbekulasi, terbentuknya

selula, sakula, dan

divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien


dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower
urinary

tract

symptom

prostatimus.1,2,3,4

(LUTS)

yang

dahulu

dikenal

dengan

gejala

Tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli


tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter
ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks

vesiko-ureter.

Keadaan

ini

jika

berlangsung

terus

akan

mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke


dalam gagal ginjal.
Hiperplasia prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikel

Buli-buli
-

Hipertrofi otot detrusor


Trabekulasi
Selula
Divertikel buli-buli

Ginjal dan Ureter


- Refluks vesiko ureter
- Hidroureter
- Hidronefrosis
- Pionefrosis
- Gagal ginjal

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak


hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra
posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada
stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos
itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel.
Kalau pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1,
pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH
terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat

normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen
statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik
sebagai penyebab obstruksi prostat.2,4

GAMBARAN KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan di luar saluran kemih.

KELUHAN PADA SALURAN KEMIH BAWAH(LUTS)


Lower Urinary Track Symptom terdiri atas gejala obstruksi dan gejala
iritatif seperti terlihat pada tabel di bawah.

OBSTRUKSI

IRITASI

HESITANSI

PANCARAN MIKSI LEMAH

INTERMITENSI
tiba-tiba

(Kencing

berhenti

Anyang-

Sering

anyangan)

Nokturia

kencing malam hari)

dan

lancar kembali)

Frekuensi

Urgensi ( Merasa ingin

MIKSI TIDAK PUAS

kencing yang tidak bisa

TERMINAL

ditahan)

DRIBBLING

( Menetes setelah miksi)

Disuria ( Rasa tidak enak


saat kencing)

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih


sebelah bawah, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring
yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem
skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah International Prostatic Symptom
Score (I-PSS).
Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan
dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan
dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang
menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS
itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, (1) Ringan : 0 -7
Watchfull waiting, (2) Sedang : 8 - 19 Medikamentosa, (3) Berat : 20 - 35
Operasi.

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi

otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli
mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi
yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut. Timbulnya dekompensasi
buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus antara lain : (1)

volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,menahan


kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang
mengandung diuretikum (alkoholo, kopi), dan minum air dalam jumlah yang
berlebihan, (2) massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan
aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut, dan (3) setelah
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor
atau yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain : golongan
antikolinergik atau adrenergik alfa.1,2,4

GEJALA PADA SALURAN KEMIH BAGIAN ATAS


Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian
atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang,

benjolan di

pinggang

(yang

merupakan

tanda

hidronefrosis),

atau

demam

yang

merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.


GEJALA PADA LUAR SALURAN KEMIH
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan
intraabdominal.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh
dan teraba massa kistus didaerah supra simfisis akibat retensi urine.
Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh
pasien yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada DRE
(direct rectal examination) diperhatikan : (1) tonus sfingter ani/refleks bulbokavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, (2)
mukosa rektum, dan (3) keadaan prostat: kemungkinan adanya nodul,
krepitasi, konsistensi prostat, simteris antara lobus, volume prostat dan
batas prostat(batas atas, kiri dan kanan, sulcus teraba/tidak).2,4
Colok

dubur

pada

pembesaran

prostat

benigna

menunjukkan

konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, halus, lobus kanan
dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul; sedangkan pada karsinoma
prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin di antara lobus
prostat tidak simetris.4

DIAGNOSIS BANDING
Kondisi obstruksi dari saluran kemih bagian bawah seperi striktur
uretra, contracture leher buli-buli, batu buli-buli atau karsinoma prostat (CaP)
harus ditunjukkan saat melakukan evaluasi laki-laki dengan kecurigaan BPH.
Riwayat melakukan tindakan pada saluran kemih, radang atau trauma harus

ditanyakan

untuk

menyingkirkan

kemungkinan

striktur

uretra

atau

contrrcture leher buli-buli. Hematuria dan nyeri biasanya berhubungan


dengan batu buli-buli. CaP mungkin dideteksi saat melakukan pemeriksaan
DRE atau elevasi dari kadar penanda tumor PSA. Infeksi saluran kemih bisa
mirip

gejalanya

seperti

pada

iritatif

BPH,

bisa

diidentifikasi

dengan

pemeriksaan urinalisa dan kultur urin; bagaimanapun juga infeksi saluran


kemih bisa juga sebagai komplikasi dari BPH.2,4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna
dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan

sensitifitas

kuman

terhadap

beberapa

antimikroba

yang

diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan
untuk ,mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes melitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik).1,2,3

PENCITRAAN
Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat
menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan
tanda dari suatu retensi urine. Pemeriksaan IVP dapat menerangkan
kemungkinan adanya: (1) kelainan pada ginjal maupun ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis, (2) memperkirakan besarnya kelenjar prostat
yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat/filling defect (pendesakan

buli-bli oleh kelenjar prostat) atau ureter disebelah distal yang berbentuk
seperti mata kail atau hooked fish dan (3) penyulit yng terjadi pada buli-buli
yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli. Pemeriksaan ini
sekarang tidak direkomendasikan pada BPH.2,3

PEMERIKSAAN LAIN
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat :3,4

Residual urine yaitu jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini
dapat diukur dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi
atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah
miksi.

Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana


yaitu dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya
miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri ysng
mrnyajikan gambaran grafik pancaran urine. Dari uroflometri
dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang
dibutuhkan
pancaran,

untuk

mencapai

maksimum

pancaran

oancaran,

dan

maksimum,
volume

urine

rerata
yang

dikemihkan.

PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan
medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh

sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan
konsultas saja. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah (1)
memperbaiki keluhan miksi (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi
obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal
ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi, dan (6) mencegah
progresifitas penyakit.2,4

Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

Obsevasi
Watchfull

Medikamentosa Operasi

TUBD

terbuka

TUMT

TURP

TUIP

reduktase

TULP

inhibitor

waiting

Invasif Minimal

Prostatektomi

adrenergik
inhibitor

Fitoterapi
Hormonal

Stent
Uretra

Elektro

vaparosasi

TUNA

WATCHFULL WAITING
Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor I-PSS < 7,
yaitu keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien
tidak diberikan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan ,mengenai
sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya :
1. Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam
2. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli
(kopi atau cokelat)
3. Batasi penggunaan obat-obatan yang mengandung fenilpropanolamin
4. Kurangi makanan pedas dan asin, dan
5. Jangan menahan kencing terlalu lama
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik, disamping itu dilakukan pemeriksaan
laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah
jelek, perlu dipikirkan memilih terapi lain.2,3,4

MEDIKAMENTOSA
Tujuan terapi ini adalah untuk :2,4
1. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik
penyebab obstruksi intravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik (adrenergik blocker)
2. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara
menurunkan

kadar

hormon

testosteron/dihidrotestosteron

(DHT)

melalui penghambat 5-reduktase.


3. Selain

kedua

cara

diatas,

sekarang

banyak

dipakai

terapi

menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya belum terlalu


jelas.

PENGHAMBAT RESEPTOR ADRENERGIK


Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat
penghambat adrenergik alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu
dipakai fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa tidak selektif yang ternyata
mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi.
Sayangnya

obat

ini

tidak

disenangi

oleh

pasien

karena

komplikasi

sistemiknya, antara lain hipotensi postural dan kelainan kardiovaskular lain.


Diketemukannya obat penghambat adrenergik-1 dapat mengurangi
beberapa

penyulit

yang

diakibatkan

oleh

fenoksibenzamin.

Beberapa

golongan obat penghambat adrenergik-1 ini adalah : Prazosin yang


diberikan 2x/hari, Terazosin, Afluzosin dan Doksazosin yang diberikan
1x/hari. Obat-obatan ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan
laju pancaran urine.
Akhir-akhir

ini

telah

diketemukan

pula

golongan

penghambat

adrenergik--1A, yaitu Tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos


prostat dan obat ini dilaporkan mampu memperbaiki keluhan pancaran miksi
tanpa menimbulkan kardiovaskuler.2,3,4

PENGHAMBAT 5-REDUKTASE
Obat

ini

bekerja

dengan

cara

menghambat

pembentukan

dihidrotestosterone (DHT) dari testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5reduktase didalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan
sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini, Finasteride 5mg/hari yang
diberikan 1x setelah enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat
hingga 28%.3,4

FITOFARMAKA
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik
tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat
fitoterapi ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja
sebagai: anti- estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone
binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan
epidermal growth factor (IGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin,
efek anti-inflammasi, menurunkan outflow resistance dan memperkecil
volume prostat.
Diantara fioterapi yang banyak digunakan adalah: Pygeum africanum,
Serenoa repens, Hypaxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.2,3,4

OPERASI
PEMBEDAHAN
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang saat ini yang paling
baik adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non
invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat
hasil terapi
Pembedahan mempunyai indikasi pada pasien BPH dengan:1,2,4
1. Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa
2. Mengalami retensi urine, > 2 x
3. Infeksi saluran kemih yang berulang
4. Hematuria, > 2 x
5. Gagal ginjal
6. Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi
saluran kemih bagian bawah

PEMBEDAHAN TERBUKA
Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode
dari Millin yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan
retropubik infravesika. Freyer melalui pendekatan suprapubik transvesika,
atau transperineal. Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua
yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling invasif dan efisien sebagai
terapi BPH. Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan
suprapubik

transvesikal

(Freyer)

atau

retropubik

infravesikel

(Millin).

Dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (> 100 gr).


Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah:
inkontinensia urine (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-80%)
dan kontarktor leher buli-buli (3-5%)

PEMBEDAHAN ENDOUROLOGI
Saat ini tindakan TURP (Trans Uretral Recection Prostat) merupakan
operasi yang paling banyak dilakukan di seluruh dunia. Disenangi karena
tidak memerlukan insisi pada kulit perut, massa mondok lebih cepat, dan
memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan operasi terbuka.
Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai
tenaga elektrik TURP atau dengan memakai energi Laser. Operasi terhadap
prostat berupa reseksi (TURP), insisi (TUIP), atau evaporasi.

TURP (Transuretral Resection of the Prostate)


Reseksi

kelenjar

prostate

dilakukan

transuretra

dengan

mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi

tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah
berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran
listrik saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah
yaitu H2O steril (aquades).

DAFTAR PUSTAKA

1. Potts, J.M. Essential Urology: A Guide to Clinical Practice. Humana Press Inc., Totowa, NJ.
Pg 191
2. Schwartz.Manual of Surgery,in Urology, Benign Prostatic Hyperplasia.Mc Graw Hills
Companies. 2006. Pg. 1061
3. Snell, Richard S. Clinical Anatomy For Medical Students 6th edition in cavitas Pelvis
Part II.Lippincot William & Wilkins Inc. 2006. USA. Pg.350-352.
4. Presti JC. Smiths General Urology, in Neoplasm of The Prostate Gland. 16 th edition.
USA : Lange Medical Books/McGraw-Hill Company, 2004. Pg.399-420
5. WebMD, Mens Health, Human Anatomy section, topic of Prostate Gland, Subject of
Prostate Picture, Definition, Function, Condition, Test, and Treatment. Last reviewed on
April 28th 2010 by WebMD, downloaded from http://men.webmd.com/picture-of-theprostate. on March 17th 2015.
6. UNSW Embriology, Categories of Genital, Prostate, Subject of Prostate development
Overview. Last modified on October 28th 2010 by Dr Mark Hill, downloaded from
http://php.med.unsw.edu.au./embryology/index.php/title=prostate_development on March
17th 2015
7. M. Hanno, Phillips. Malkowicz, Bruce S. Wein, Alan J. Clinical Manual of Urology
Third Edition. McGraw Hill International Edition. 2001.

Anda mungkin juga menyukai