Developmental State
Developmental State
(tujuannya
untuk
meningkatkan
produktivitas
dalam
negeri,
Yogi Suwarno, Mengenal Developmental State; Belajar dari Pengalaman Negara-negara Asia
Timur. Bunga Rampai Administrasi Publik, 2006. Diakses dari www.pkai.lan.go.id tanggal: 12 Dec 12
pembangunan lima tahun, dan mendirikan lembaga yang berperan dalam perumusan
dan implementasi kebijakan ekonomi politik; seperti Korean Central Intelligence
Agency (KCIA) dan Economic Planning Board (EPB). Park Chung Hee juga membuat s
bureaucratic authoritariarism, yaitu birokrasi yang kuat dan struktur politik yang
mantap untuk menopang kebijakan ekonomi.2
Kemudian di Taiwan pemerintah nasionalis Kuo Min Tang di bawah Chiang Kai
Shek dan anaknya Chiang Ching Kuo juga menjalankan campur tangan yang kuat di
dalam pembangunan industri. Mereka pun memiliki institusi ekonomi seperti lembaga
penelitian ITRI (Industrial Technology Research lnstitute) yang bergerak di bawah
CEPAD (Council for Economic Planning and Development).3
Dari ketiga contoh negara Asia Timur tersebut dapat disimpulkan bahwa ternyata
negara dan pemerintah campur tangan secara aktif, bukan hanya di dalam perencanaan
namun juga dalam implementasi ekonomi. Namun peran aktif negara saja tidak cukup
untuk mendukung keberhasilan developmental state, tetapi diperlukan birokrasi yang
kuat dan kapabel dalam mengimplementasikan semua kebijakan yang dirumuskan. Satu
hal lagi yang tidak bisa dipungkiri yaitu eratnya hubungan antara pemerintah dan
korporasi
yang
biasa
yaitu
Poppy S. Winanti, Developmental State dan Tantangan Globalisasi Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Vol. 7, No.2, Nopember 2003.
3
Linda Weiss, Sources of the East Asian Advatage: An Institutional Analysis, dalam R. Robinson
(ed.), Pathways to Asia: The Politics of Engagement, Allen-Unwin, Sydney, 1996, hal. 184
Namun ketika krisis ekonomi 1997-1998 yang terjadi di Asia, kaum neolib
mengkritik dan melihat bahwa peran negara yang dominan dalam proses pembangunan
merupakan penyebabnya. Weiss berpendapat bahwa developmental state cenderung
mengabaikan kapasitas transformatif mereka yang memadai untuk bertahan dalam
lingkungan ekonomi global. Padahal pengalaman mereka dalam mengelola sektor
swasta sebelum krisis, merupakan bukti bahwa developmental state sebenarnya bisa
bertahan, asalkan mereka melakukan inovasi terhadap struktur negara dan mengadopsi
atau menyesuaikan diri dengan strategi catch up pada kondisi perekonomian
global. Pengabaian ini terus berlanjut hingga munculnya kecenderungan dilakukannya
praktek-praktek ekonomi neoliberal di Asia Timur, terutama seperti yang dilakukan oleh
Jepang dan China.
Jepang dibawah perdana menteri Ryutaro Hashimoto, pada tahun 1996 Jepang
mulai mengadaptasi ekonomi neoliberal. Fenomena yang dikenal dengan Tokyos Big
Bang ini awalnya merupakan langkah strategis dalam menghadapi strategi dari
Hongkong dan Singapura yang dianggap telah mengambil sekitar 50% share dari bisnisbisnis Jepang di Tokyo Stock Exchange dan dunia perbankan domestik. Strategi
Hashimoto yang paling terkenal antara lain adalah meniadakan hambatan hukum dalam
upaya merger antara dunia perbankan dengan ke-asuransi-an dan juga antara perbankan
dengan bisnis sekuritas. Hashimoto juga menghilangkan regulasi pemerintah yang
mengatur tentang insentif untuk memacu investasi luar negeri.4
Saya yakin sebenarnya konsep developmental state ini solusi paling tepat untuk
diterapkan di negara berkembang Asia. Peran negara yang dominan sangat diperlukan
supaya prioritas pembangunan tercapai dan untuk membimbing sektor swasta supaya
tetap berada dalam kontrol pemerintah dan tunduk kepada kebijakan yang telah
dirumuskan oleh negara. Namun, kinerja birokrasi yang kapabel dan berkualitas
merupakan kunci utama berjalannya konsep developmental state ini. Alasannya yaitu
karena upaya untuk menggerakkan perekonomian sebenarnya ada pada tangan mereka,
birokrasi yang cerdas, bersih, tidak korup, dan berpihak pada rakyat merupakan
prasyarat utama dalam menerapkan developmental state. Porsi negara yang pas
merupakan sesuatu yang misteri karena kita tidak bisa mengukur seberapa besarnya
porsi negara dalam mengintervensi kegiatan perekonomian, dan negara bukan hanya
4
Arief Witjaksono. Krisis Developmentalisme dan Transformasi Neoliberal di Asia Timur. Jurnal
Alternativa, Volume III, Juli-Desember, 2010, Himahi Fisip Universitas Hasanuddin, 2011.
sebagai pembuat kebijakan; tetapi ikut serta dalam kegiatan perekonomian bersama
sektor swasta. Pada intinya, kerjasama yang baik antara negara dan swasta merupakan
hal yang sangat penting dalam menjalankan roda perekonomian.
Kesimpulan
Konsep developmental state menggambarkan dominannya peran negara dalam
kondisi perekonomian Asia Timur. Selain negara sebagai pembuat kebijakan, negara
pun ikut serta dalam mendampingi sektor swasta dalam mengimplementasikan
kebijakan dan menggerakkan perekonomian. Prasyarat utamanya tentu kemampuan
birokrasi yang tangguh dan berpihak pada kesejahteraan rakyat. Krisis yang terjadi di
Asia Timur yang di kritik oleh kaum neolib disebabkan oleh peran negara dalam
perekonomian. Namun, menurut saya krisis itu bukan disebabkan karena peran negara,
mau ada peran negara ataupun pasar yang dominan, krisis itu akan tetap terjadi. Resep
neolib untuk liberalisasi sebenarnya kurang begitu pas digunakan di negara Asia Timur,
karena karakteristik negara di Asia Timur sangat jauh berbeda dengan barat yang
individualis. Negara Asia Timur lebih cenderung komunal dan senang bekerjasama
membutuhkan peran negara yang mendampingi masyarakat untuk bahu membahu
dalam kegiatan perekonomian.
Referensi:
-
Hale, David., The Outlook for Economic Integration in East Asia. dalam East
Asian Multilateralism. Maryland: The Johns Hopkins University Press. 2008