Anda di halaman 1dari 6

Pendahuluan

Keadaan perekonomian di negara Asia Timur yang berkembang pesat tentunya


menimbulkan banyak interpretasi bagi ahli ekonomi untuk merumuskan faktor
penyebab keberhasilan tersebut. Negara di Asia Timur yang perkembangan ekonominya
cukup signifikan adalah Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan. Para ahli ekonomi aliran
neoklasik mengklaim bahwa penyebab perkembangan tersebut yaitu negara di Asia
Timur bisa mengambil keuntungan komparatif dari kegiatan perekonomian dinegaranya
sehingga mereka bisa bersaing dalam perdagangan internasional. Namun jika ditinjau
lebih dalam ternyata pertumbuhan ekonomi di Asia Timur tidak diraih dengan resep
liberalisme dan perdagangan bebas seperti yang dikatakan oleh kaum neoklasik, tetapi
pertumbuhan ekonomi di Asia Timur didorong oleh dominannya peran negara dalam
kegiatan perekonomian. Inilah yang oleh Chalmer Johnson disebut dengan konsep
developmental state .
Developmental State Asia Timur
World Bank mengungkapkan bahwa antara pertengahan tahun 1960-an hingga
1990, delapan negara Asia yaitu, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Singapura, dan
Taiwan dan tiga newly industrializing countries (NICs), Indonesia, Malaysia dan
Thailand, sangat menikmati jumlah angka pertumbuhan ekonomi rata-rata dua kali lipat
dari negara-negara Asia lainnya, tiga kali lipat dari Amerika Latin dan Asia Selatan, dan
lima kali lipat dari negara-negara Afrika-Sub Sahara. World Bank menyebut fenomena
ini sebagai The Asia Miracle.
Weiss melihat faktor penyebab berkembangnya negara di Asia Timur bukan
hanya karena dampak positif pasar bebas, tetapi ada keunggulan atau prasyarat yang
bersifat unik dan tidak dimiliki oleh negara berkembang lainnya seperti faktor
pemerintah dalam pembangunan ekonomi dan jenis kebijakan yang dijalankan. Weiss
menyebutkan tiga kriteria yang membedakan developmental state di Asia Timur yaitu:
1. Prioritas

(tujuannya

untuk

meningkatkan

produktivitas

dalam

negeri,

meningkatkan surplus investasi, dan menghapus gap teknologi dengan negara


industri lainnya);

2. Susunan organisasi (mewujudkan struktur lembaga yang bisa mensyaratkan staf


birokratnya dikelola dengan manajerial yang baik, yang sangat berkomitmen
untuk mencapai tujuan organisasi dan mendukung sistem politik)
3. Menghubungkan kelembagaan dengan mengorganisasikan aktor-aktor ekonomi
(kebijakannya lebih ditujukan pada kerjasama antar aktor dengan membentuk
perkumpulan organisasi).
Weiss juga menambahkan pentingnya sistem politik yang mendukung
tercapainya tujuan transformasi ekonomi serta birokrasi yang memiliki inisiatif dan
bekerja dengan efektif. Semua hal tersebut sangat penting dan saling berkaitan, jika
salah satu indikatornya tidak terpenuhi maka kebijakan suatu negara tidak akan
dirumuskan atau diimplementasikan dengan baik. Kontrol negara atas sumber daya vital
sangat penting, namun perannya tidak ditekankan pada hal-hal lebih rinci. Porsi negara
yang pas dalam perekonomian akan mendorong pada tercapainya keberhasilan ekonomi.
Di Jepang, konsep development state diperkenalkan oleh Chalmers Johnson
dalam bukunya MITI and The Japanese Miracle : The Growth Industrial Policy 19251975. Negara sebagai aktor utama. MITI (Ministry of lntenational Trade and Industry)
dan Menteri Keuangan mempunyai kapasitas untuk mengendalikan tabungan domestik
(domestic savings) untuk menyediakan kredit murah bagi industri-industri tertentu.
Melalui cara ini, perencana Jepang mampu memandu proses industrialisasi sejak dini,
dan juga mendorong lebih banyak industri yang bernilai tinggi, sedangkan industri yang
sudah tua dipindahkan ke negara lain. Inti dari developmental state Jepang adalah
birokrasi yang kompeten yang berkomitmen untuk mengimplementasikan proses
pembangunan ekonomi yang terencana.1 Pemerintah memberi insentif kepada
masyarakat bisnis melalui peraturan administratif, subsidi, proteksi hingga peninjauan
pasar. Resep developmental state ini digunakan juga oleh beberapa negara asia timur
lainnya, antara lain Korea Selatan dan Taiwan.
Lalu di Korea Selatan pada masa Park Chung Hee berkuasa dia menempatkan
negara sebagai aktor utama dalam pertumbuhan ekonominya. Park Chung Hee melihat
lemahnya sektor swasta untuk menggerakkan sektor ekonomi sehingga negara menjadi
satu-satunya institusi yang mempunyai kekuatan untuk menggerakkan perekonomian.
Park Chung Hee menerapkan kebijakan ekonomi yang berorientasi ekspor, perencanaan
1

Yogi Suwarno, Mengenal Developmental State; Belajar dari Pengalaman Negara-negara Asia
Timur. Bunga Rampai Administrasi Publik, 2006. Diakses dari www.pkai.lan.go.id tanggal: 12 Dec 12

pembangunan lima tahun, dan mendirikan lembaga yang berperan dalam perumusan
dan implementasi kebijakan ekonomi politik; seperti Korean Central Intelligence
Agency (KCIA) dan Economic Planning Board (EPB). Park Chung Hee juga membuat s
bureaucratic authoritariarism, yaitu birokrasi yang kuat dan struktur politik yang
mantap untuk menopang kebijakan ekonomi.2
Kemudian di Taiwan pemerintah nasionalis Kuo Min Tang di bawah Chiang Kai
Shek dan anaknya Chiang Ching Kuo juga menjalankan campur tangan yang kuat di
dalam pembangunan industri. Mereka pun memiliki institusi ekonomi seperti lembaga
penelitian ITRI (Industrial Technology Research lnstitute) yang bergerak di bawah
CEPAD (Council for Economic Planning and Development).3
Dari ketiga contoh negara Asia Timur tersebut dapat disimpulkan bahwa ternyata
negara dan pemerintah campur tangan secara aktif, bukan hanya di dalam perencanaan
namun juga dalam implementasi ekonomi. Namun peran aktif negara saja tidak cukup
untuk mendukung keberhasilan developmental state, tetapi diperlukan birokrasi yang
kuat dan kapabel dalam mengimplementasikan semua kebijakan yang dirumuskan. Satu
hal lagi yang tidak bisa dipungkiri yaitu eratnya hubungan antara pemerintah dan
korporasi

yang

biasa

disebut State-Corporatism atau Crony-Capitalism

yaitu

pemerintah membimbing korporasi untuk menggerakkan kemampuan ekonomi dan


membangun sektor industri yang menguntungkan rakyat. Hubungan ini oleh Weiss
disebut sebagai govemed interdependent (interdependensi terpimpin).
Namun, Hale yang menyatakan ada faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan
developmental state yaitu ternyata negara di Asia Timur antusias untuk melakukan
perjanjian dan kerjasama baik bilateral, regional, maupun multilateral untuk free trade
area. Contohnya Jepang bekerjasama dengan Amerika Serikat membentuk The Japan
Federation of Economic Organization, kemudian Jepang bekerjasama juga dengan
negara di ASEAN untuk membentuk free trade zone. Dan free trade zone ini tidak
hanya dengan ASEAN, tetapi juga dengan Australia dengan membentuk JapanAustralia free trade agreement. Kultur masyarakat Asia Timur tidak cocok jika
dipaksakan harus menggunakan cara yang sama dengan pembangunan di Barat..
2

Poppy S. Winanti, Developmental State dan Tantangan Globalisasi Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Vol. 7, No.2, Nopember 2003.
3

Linda Weiss, Sources of the East Asian Advatage: An Institutional Analysis, dalam R. Robinson
(ed.), Pathways to Asia: The Politics of Engagement, Allen-Unwin, Sydney, 1996, hal. 184

Namun ketika krisis ekonomi 1997-1998 yang terjadi di Asia, kaum neolib
mengkritik dan melihat bahwa peran negara yang dominan dalam proses pembangunan
merupakan penyebabnya. Weiss berpendapat bahwa developmental state cenderung
mengabaikan kapasitas transformatif mereka yang memadai untuk bertahan dalam
lingkungan ekonomi global. Padahal pengalaman mereka dalam mengelola sektor
swasta sebelum krisis, merupakan bukti bahwa developmental state sebenarnya bisa
bertahan, asalkan mereka melakukan inovasi terhadap struktur negara dan mengadopsi
atau menyesuaikan diri dengan strategi catch up pada kondisi perekonomian
global. Pengabaian ini terus berlanjut hingga munculnya kecenderungan dilakukannya
praktek-praktek ekonomi neoliberal di Asia Timur, terutama seperti yang dilakukan oleh
Jepang dan China.
Jepang dibawah perdana menteri Ryutaro Hashimoto, pada tahun 1996 Jepang
mulai mengadaptasi ekonomi neoliberal. Fenomena yang dikenal dengan Tokyos Big
Bang ini awalnya merupakan langkah strategis dalam menghadapi strategi dari
Hongkong dan Singapura yang dianggap telah mengambil sekitar 50% share dari bisnisbisnis Jepang di Tokyo Stock Exchange dan dunia perbankan domestik. Strategi
Hashimoto yang paling terkenal antara lain adalah meniadakan hambatan hukum dalam
upaya merger antara dunia perbankan dengan ke-asuransi-an dan juga antara perbankan
dengan bisnis sekuritas. Hashimoto juga menghilangkan regulasi pemerintah yang
mengatur tentang insentif untuk memacu investasi luar negeri.4
Saya yakin sebenarnya konsep developmental state ini solusi paling tepat untuk
diterapkan di negara berkembang Asia. Peran negara yang dominan sangat diperlukan
supaya prioritas pembangunan tercapai dan untuk membimbing sektor swasta supaya
tetap berada dalam kontrol pemerintah dan tunduk kepada kebijakan yang telah
dirumuskan oleh negara. Namun, kinerja birokrasi yang kapabel dan berkualitas
merupakan kunci utama berjalannya konsep developmental state ini. Alasannya yaitu
karena upaya untuk menggerakkan perekonomian sebenarnya ada pada tangan mereka,
birokrasi yang cerdas, bersih, tidak korup, dan berpihak pada rakyat merupakan
prasyarat utama dalam menerapkan developmental state. Porsi negara yang pas
merupakan sesuatu yang misteri karena kita tidak bisa mengukur seberapa besarnya
porsi negara dalam mengintervensi kegiatan perekonomian, dan negara bukan hanya
4

Arief Witjaksono. Krisis Developmentalisme dan Transformasi Neoliberal di Asia Timur. Jurnal
Alternativa, Volume III, Juli-Desember, 2010, Himahi Fisip Universitas Hasanuddin, 2011.

sebagai pembuat kebijakan; tetapi ikut serta dalam kegiatan perekonomian bersama
sektor swasta. Pada intinya, kerjasama yang baik antara negara dan swasta merupakan
hal yang sangat penting dalam menjalankan roda perekonomian.
Kesimpulan
Konsep developmental state menggambarkan dominannya peran negara dalam
kondisi perekonomian Asia Timur. Selain negara sebagai pembuat kebijakan, negara
pun ikut serta dalam mendampingi sektor swasta dalam mengimplementasikan
kebijakan dan menggerakkan perekonomian. Prasyarat utamanya tentu kemampuan
birokrasi yang tangguh dan berpihak pada kesejahteraan rakyat. Krisis yang terjadi di
Asia Timur yang di kritik oleh kaum neolib disebabkan oleh peran negara dalam
perekonomian. Namun, menurut saya krisis itu bukan disebabkan karena peran negara,
mau ada peran negara ataupun pasar yang dominan, krisis itu akan tetap terjadi. Resep
neolib untuk liberalisasi sebenarnya kurang begitu pas digunakan di negara Asia Timur,
karena karakteristik negara di Asia Timur sangat jauh berbeda dengan barat yang
individualis. Negara Asia Timur lebih cenderung komunal dan senang bekerjasama
membutuhkan peran negara yang mendampingi masyarakat untuk bahu membahu
dalam kegiatan perekonomian.

Referensi:
-

Hale, David., The Outlook for Economic Integration in East Asia. dalam East
Asian Multilateralism. Maryland: The Johns Hopkins University Press. 2008

S. Winanti, Poppy., Developmental State dan Tantangan Globalisasi. Jurnal Ilmu


Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 7, No.2, Nopember 2003.

Suwarno, Yogi,. Mengenal Developmental State; Belajar dari Pengalaman


Negara-negara Asia Timur. Bunga Rampai Administrasi Publik, 2006. Diakses
dari www.pkai.lan.go.id tanggal: 12 Dec 12

Weiss, Linda., Developmental States in Transition: Adapting, Dismantling,


Innovating, not Normalizing, The Pacific Review, 26 Nov 20120

Weiss, Linda., Sources of the East Asian Advatage: An Institutional Analysis,


dalam R. Robinson (ed.), Pathways to Asia: The Politics of Engagement. Sydney:
Allen-Unwin. 1996.

Witjaksono, Arief. Krisis Developmentalisme dan Transformasi Neoliberal di Asia


Timur. Jurnal Alternativa, Volume III, Juli-Desember, 2010, Himahi Fisip
Universitas Hasanuddin, 2011. s

Anda mungkin juga menyukai