DENGAN BILIRUBINURIA
Oleh
Nugroho Tristyanto
Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Malang
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara bilirubin serum dengan
bilirubinuria. Dilaksanakan dengan menganalisa pasien dengan kadar bilirubin direk
dan bilirubin total yang memberikan hasil positif bilirubinuria dari semua golongan
usia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang di RSI Unisma
Malang.
Rancangan dengan menggunakan pandekatan observational analytical
crossectional. Pemeriksaan bilirubin serum dilakukan dengan cara reaksi diazotasi,
sedangkan untuk pemeriksaan bilirubin urin dilaksanakan dengan cara caik clup
Combur 10 test M. Hasil penelitian diperoleh 75 pasien dengan bilirubin urin positif,
diantaranya: 49 pasien dengan bilirubinuria +1, 15 pasien dengan bilirubinuria +2,
dan 11 pasien dengan bilirubinuria +3.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan adanya korelasi positif antara bilirubin direk
serum dengan bilirubinuria. Ditemukan pula adanya hasil dengan bilirubinuria
positif palsu, hal ini dikarenakan adanya konsumsi obat piridium, indikan,
klorpromasin oleh pasien, selain itu juaga danya over estimasi pada pengukuran
fraksi bilirubin direk, sehingga nilai normal dilaporkan sebesar 0,1-0,5 mg/dl.
PENDAHULUAN
1 Hati
Hati adalah organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Walaupun hanya
membentuk 2% dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml darah per menit,
atau sekitar 28% dari curah jantung, agar dapat melaksanakan fungsinya. Hati
melakukan berbagai proses metabolic terhadap konstituen-konstituen darah yang
mengalir kepadanya sebagai produk sisa atau zat gizi, dan sebaliknya banyak
aktifitas hati secara langsung tercermin dalam beberapa zat yang beredar dalam
darah dan juga terdapat di cairan tubuh yang lain. Walaupun fungsi hati
mempengaruhi banyak metabolit, beberapa uji dan manipulasi berkorelasi baik
dengan integritas structural dan fungsional hati; pemeriksaan-pemeriksaan ini
secara konvesional disebut Uji Fungsi Hati. (Ronald A. Sacher dan Richard A.
McPherson, 2004 : 360)
Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris
dengan panjang beberapa millimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati
manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus.
Lobulus hati, yang ditunjukan dalam bentuk potongan pada gambar 2.1,
terbentuk mengelilingi sebuah vena centralis yang mengalir ke vena hepatica dan
kemudian ke vena cava. Lobulus sendiri dibentuk terutama dari banyak lempeng sel
hepar yang memancar secara sentrifugal dari vena centralis seperti jeruji roda.
Gambar 1 : Struktur dasar lobulus hati, memperlihatkan lempeng sel hati, pembuluh
darh sistem saluran empedudan sistem aliran limfe.
Masing-masing lempeng hepar tebalnya satu sampai dua sel, dan di antara sel yang
berdekatan terdapat kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di
dalam septum fibrosa yang memisahkan amper hati yang berdekatan (Guyton &
Hall,1997 : 1103).
Juga di dalam septum terdapat venula porta kecil yang menerima darah terutama
dari vena saluran pencernaan melalui vena porta. Dari venule ini darah mengalir ke
sinusoid hepar gepeng dan bercabang yang terletak di antara lempeng-lempeng
hepar dan kemudian ke vena centralis. Dengan demikian, sel hepar terus menerus
terpapar dengan darah vena porta.
Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar di dalam septum
interlobularis. Arteriol ini menyuplai darah arteri ke jaringan septum diantara amper
yang berdekatan, dan banyak arteriol kecil juga mengalir langsung ke sinusoid hati,
paling sering pada sepertiga jarak septum interlobularis seperti terlihat dalam
gambar 1.
Selain sel-sel hepar, sinusoid vena dilapisi dua tipe sel yang lain; (1) sel
endotel khusus dan (2) sel kupffer besar, yang merupakan makrofag jaringan (juga
disebut sel retikuloendotel), yang mampu memfagosit bakteri dan benda asing lain
dalam darah sinus hepatikus. Lapisan endotel sinusoid vena memiliki pori yang
sangat besar, beberapa diantaranya berdiameter amper 1 mikrometer. Di bawah
lapisan ini, terletak diantara sel endotel dan sel hepar, terdapat ruang disse. Jutaan
ruang disse kemudian menghubungkan pembuluh limfe di dalam septum
interlobularis. Oleh karena itu, kelebihan cairan di dalam ruangan ini dikeluarkan
melalui aliran limfatik. Karena besarnya pori di endotel, zat di dalam plasma
bergerak bebas ke dalam ruang disse, bahkan banyak protein plasma berdifusi
dengan bebas ke ruangan ini (Guyton & Hall,!997 : 1104).
Fungsi dasar hati dapat dibagi manjadi: (1) fungsi vaskuler untuk menyimpan dan
menyaring darah, (2) fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian
besar metabolismetubuh, dan (3) fungsi sekresi dan ekskresi yang berperan
membentuk empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke salura pencernaan
(Guyton & Hall,!997 : 1103).
Fungsi hati diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1). Vaskuler; - menimbun dan filtrasi darah
2). Ekskresi; - Membentuk empedu dan mengekskresikan ke Usus
- Bilirubin, cholesterol, garam empedu empedu
- Logam berat , zat warna BSP
3). Metaboloik;
a. Pasokan Darah
Darah masuk ke hati dari dua sumber: arteri dan vena. Arteri hepatica
membawa darah arteri langsung dari aorta. Pasokan darah ini kaya akan oksigen;
darah
ini juga membawa produk sisa dari seluruh tubuh yang sebelumnya
kembali melalui aliran balik vena, ke vena kava, dan kemudian ke jantung. Vena
porta mengalirkan darah yang sebelumnya mengalir melalui jaringan kapiler limpa
dan dari saluran cerna.
Darah porta kaya akan zat gizi yang diserap dari makanan oleh usus, yaitu
bahan yang harus menjalani serangkaian perubahan metabolic agar dapat
digunsksn sebagai karbohidrat, protein, dan lemak tubuh. Saluran-saluran yang
membentuk amper vena porta memungkinkan hati bekerja terhadap zat-zat yagn
diserap langsung dari organ pencernaan tersebut sebelum mereka beredar ke
jantung dan organ lain. Cabang arteri hepatica dan vena porta maencapai bagian
perifer setiap amper melalui saluran khusus yang disebut triad porta agar tercapai
distribusi zat gizi yang maksimum ke hepatosit. Dengan demikian, darah sinusoid
adalah campuran darah arteri dan vena. Vena central menerima semua darah dan
mengembalikannya ke sirkulasi sistemik melalaui vena hepatica yang besar, yang
mengalirkan isinya ke vena cava inferior.
Dua pertiga darah yang beredar melalui hati berasal dari vena porta, dan
hanya sepertiga amper langsung dari aorta. Dengan demikian, darah sinusoid
mengandung lebih sedikit oksigen daripada darah yang masuk ke sebagian besar
oragan lain. Karena melakukan berbagai aktifitas yang menguras amper dan
beroperasi dalam batas oksigenasi yang relatife sempit, hepatosit relatife rentan
terhadap perubahan tekanan darah (syok), aliran darah, dan kandungan oksigen
(hipoksia).
b. Sistem Empedu
Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu,
normalnya antara 600 dan 1200 ml/hari. Empedu melakukan dua fungsi penting:
Pertama, empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi
lemak, bukan akibat enzim apa pun dalam empedu yang menyebabkan pencernaan
lemak tetapi karena asam empedu dalam dalam empedu yagn melakukan dua hal:
(1) asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar
dalam makanan menjadi banyak bentuk partikel kecil yang dapat diserang oleh
enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas dan (2) asam empedu
membantu transport dan absorpsi produk akhir lemak yagn dicerna menuju dan
melalui membrane mukosa intestinal. Kedua, empedu bekerja sebagai suatu alat
untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah. Hal ini
terutama meliputi bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan
kelebihan kolesterol yang dibentuk oleh sel-sel hati.
dalam lempeng hepatic. (2) Kemudian, empedu mengalir ke perifer menuju septa
interlobularis, tempat kanalikuli mengosongkan empedu ke dalam duktus biliaris
terminal dan kemudian secara progresif ke dalam duktus yang lebih besar, akhirnya
mencapai duktus hepatikus dan duktus biliaris komunis, dari sini empedu langsung
dikosongkan ke dalam duodenum atau dialihkan melalui duktus sistikus ke dalam
kandung empedu, dintujukan pada gambar 2:
Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus biliaris ini, bagian kedua dari sekresi
ditambahkan ke dalam sekresi empedu yang pertama. Sekresi tambahan ini berupa
larutan ion-ion natrium dan bikarbonat encer yang disekresiakan oleh sel-sel epitel
sekretoris yang terletak di dalam duktulus dan duktus. Sekresi kedua ini dirangsang
oleh sekretin, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah ion-ion bikarbonat yagn
menambah sekresi pancreas dalam menetralkan asam lambung (Guyton & Hall,!
997 : 1028).
Tabel 1. Komposisi dari empedu;
Empedu Hati
Empedu kandung
empedu
Air
97,5 gr/dl
92 gr/dl
Garam empedu
1,1 gr/dl
6 gr/dl
Bilirubin
0,04 gr/dl
0,3 gr/dl
Kolesterol
0,1 gr/dl
0,3 sampai 0,9 gr/dl
Asam-asam lemak
0,12 gr/dl
0,3 sampai 1,2 gr/dl
Lesitin
0,04 gr/dl
0,3 gr/dl
Na+
145 mEq/liter
130 mEq/liter
Ca+
5 mEq/liter
23 mEq/liter
K+
5 mEq/liter
12 mEq/liter
Cl
100 mEq/liter
25 mEq/liter
HCO3
28 mEq/liter
10 mEq/liter
Sumber: Guyton & Hall,1997 : 1030
3. Bilirubin
Bilirubin merupakan hasil akhir pemecahan hem yang penting, sebagian
besar (85-90%) terjadi dari penguaraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%)
dari senyawa lain seperti mioglobin. (Ronald A. Sacher dan Richard A. McPherson,
2004: 363). Bilirubin juga terbentuk dari hasil perputaran hemoprotein hati dan dari
destruksi premature eritrosit yang baru terbentuk dalam sum-sum tulang (Robbins,
2007 : 666).
Seperti tampak pada gambar 2 bila sel darah merah sudah habis masa
hidupnya, rata-rata 120 hari, dan menjadi terlalu rapuh untuk bertahan lebih lama
dalam system sirkulasi, membrane selnya pecah dan hemoglobin yang lepas
difagositosis oleh jaringan makrofag (disebut juga system retikuloendotelial) di
seluruh tubuh. Di sini, hemoglobin pertama kali dipecah menjadi globin dan
hem,dan cin-cin hem dibuka untuk memberikan; (1) besi bebas yang ditransport
ke dalam darah oleh transferin, dan (2) rantai lurus dari empat inti pirol yaitu
substrat dari mana nantinya pigmen empedu akan dibentuk. Pigmen pertama yang
dibentuk adalah biliverdin, tetapi ini dengan cepat direduksi menjadi bilirubin
bebas, yang secara bertahap dilepaskan ke dalam plasma. Bilirubin bebas dengan
segera bergabung sangat kuat dengan albumin plasma dan ditranspor dalam
kombinasi ini melalui darah dan cairan interstisial. Sekali pun berikatan dengan
protein plasma, bilirubin ini masih disebut bilirubin bebas atau bilirubin tidak
terkonjugasi (indirek) untuk membedakanya dari bilirubin terkonjugasi yang akan
dibicarakan nanti.
Sekali berada dalam usus, kira-kira setengah dari bilirubin konjugasi
diubah oleh kerja bakteri menjadi urobilinogen, yang mudah larut. Beberapa
urobilinogen direabsorbsi melalui mukosa usus kembali ke dalam darah. Sebagian
besar dieksresikan kembali oleh hati ke dalam usus, tetapi kira-kira 5% dieksresikan
oleh ginjal ke dalam urin. Setlah terpapar dengan udara dalam urin, urobilinogen
teroksidasi menjadi urobilin, atau dalam feses urobilinogen diubah dan dioksidasi
menjadi sterkobilin (Guyton & Hall,1997 : 1108).
Bilirubin pascahepatik terkonjugasi bereaksi cepat pada berbagai uji yang sering
digunakan karena kelarutan inheren zat ini sehingga disebut zat yang bereaksi
langsung; bilirubin tidak terkonjugasi harus dicampur dengan alcohol atau zat
pelarut yang lain sebelum dapat secara efisien bereaksi dalam pemeriksaan
sehingga disebut sebagai zat yang bereaksi secara tidak langsung. Bilirubin direk
larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan bilirubin indirek tidak
larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan penjumlan
bilirubin direk dan indirek, sedangkan bilirubin total dan bilirubin direk diukur secara
terpisah dan perbedaan keduanya menghasilkan fraksi indirek (R.A. Sacher dan RA.
McPherson, 2004 : 364).
b.Perubahan Patofisiologik
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin
plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat
terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu ( USUdigitalibrary. com).
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin darah
melebihi 1 mg/dl. Pada konsentrasi lebih dari 2 mg/dl, hiperbilirubinemia akan
menyebabkan gejala ikterik atau jaundice. Ikterik atau jaundice adalah keadaan
dimana jaringan terutama kulit dan sklera mata menjadi kuning akibat deposisi
bilirubin yang berdiffusi dari konsentrasinya yang tinggi didalam darah.
Hiperbilirubinemia dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan
penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang
berlebih dan hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin
kedalam darah karena adanya obstruksi bilier.
Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat
dan gangguan konjugasi. Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan
mengekskresikan lebih dari 3000 mg bilirubin perharinya sedangkan produksi
normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal ini menunjukkan kapasitas hati yang
sangat besar dimana bila pemecahan heme meningkat, hati masih akan mampu
meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit
secara massive misalnya pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan
menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati
mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam
darah. Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam
urine sehingga disebut juga dengan ikterik acholuria.
Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti
Syndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil
transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang
jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl.
Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena
kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin monoglukoronida
terdapat dalam getah empedu.
Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake
bilirubin oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan
secara autosomal dominan.
Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya
obstruksi pada saluran empedu, misalnya karena tumor, batu, proses peradangan
dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus akan
menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati
menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe.
Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan
disebut sebagai ikterik choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran
empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik.
Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalah
Syndroma Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena
adanya defek pada sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu
yang penyebab pastinya belum diketahui.
Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion an organik
termasuk bilirubin, dengan gambaran histologi hati normal, penyebab pastinya juga
belum dapat diketahui.
Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti
chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga
akibat cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi.
Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan
menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang tidak
larut.
Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi
bilirubin dan menjadi preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi
tidak pada sindroma Crigler najjar. Phototerapi dengan cahaya dapat merubah
bilirubin menjadi lebih polar dan merubahnya menjadi beberapa isomer yang larut
dalam air meskipun tampa konjugasi dengan asam glukoronida sehingga dapat
Urin
Plasma (mg/hari)
Indirect
Direct
Normal
0,2-0,7
0,1-0,4
Hepatitis
+
Hemolotik
Obstruksi
+
Sumber : T. Helvi Mardiani, Metabolisme Heme, 2004, www.USUdigitalibrary.com
c.
d.
e.
Dipilih program untuk tes bilirubin total, dengan menekan tombol program.
f.
c.
d.
e.
Dipilih program untuk tes bilirubin direct, dengan menekan tombol program.
f.
Nilai diagnostik ;
Bilirubin Total, Direk;
Peningkatan kadar dapat disebabkan, karena: ikterik obstruktif karena batu
atau neoplasma,hepatitis , sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis
(kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B,
klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide,
obat antituberkulosis (asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic
(asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium),
barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin,
metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral,
tolbutamid, vitamin A, C, K.
Sedangkan untuk penurunannya dapat disebabkan, karena: anemia
defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam
dosis tinggi.
Bilirubin indirek;
Peningkatan kadar dikarenakan: eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit,
reaksi transfuse, malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik,
Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan
pigmen empedunya akan menurun.
6. Bilirubin Urin
Secara normal, bilirubin tidak dijumpai di urin. Bilirubin terbentuk dari
penguraian hemoglobin dan ditranspor ke hati, tempat bilirubin berkonjugasi dan
diekskresi dalam bentuk empedu. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk) ini larut
dalam air dan diekskresikan ke dalam urin jika terjadi peningkatan kadar di serum.
Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek) bersifat larut dalam lemak, sehingga
tidak dapat diekskresikan ke dalam urin.
a.Prosedur
Uji bilirubinuria dapat menggunakan reaksi diazo (dengan tablet atau
dipstick), atau uji Fouchet (Harison spot test) dengan feri klorida asam (FeCl2). Uji
bilirubinuria dengan reaksi diazo banyak dipakai karena lebih praktis dan lebih
sensitif. Di antara dua macam uji diazo, uji tablet (mis. tablet Ictotest) lebih sensitif
daripada dipstick.
1.
Reaksi diazo
Uji Fouchet
warna yang terjadi.Reaksi negatif jika tidak tampak perubahan warna. Reaksi positif
jika terjadi perubahan warna : hijau atau biru.
Pengujian harus dilakukan dalam waktu 1 jam, dan urin harus dihindarkan
dari pajanan sinar matahari (sinar ultraviolet) langsung agar bilirubin tidak
teroksidasi menjadi biliverdin.
Nilai Rujukan; Normal : negatif (kurang dari 0.5mg/dl)
7.Masalah Klinis
Bilirubinuria (bilirubin dalam urin) mengindikasikan gangguan hati atau
saluran empedu, seperti pada ikterus parenkimatosa , ikterus obstruktif, kanker hati
, CHF disertai ikterik. Urin yang mengadung bilirubin yang tinggi tampak berwarna
kuning pekat, dan jika digoncang-goncangkan akan timbul busa.
Obat-obatan yang dapat menyebabkan bilirubinuria : Fenotiazin
klorpromazin (Thorazine), asetofenazin (Tindal), klorprotiksen (Taractan),
fenazopiridin (Pyridium), klorzoksazon (Paraflex) (labkesehatan.blogspot.com).
Kerangka Konsep
Ket :
: faktor penyebab
: yang akan diamati dalam penelitian
Hipotesis
peningkatan bilirubin indirect, bilirubin urin akan negatif, hanya akan tampak positif
1, atau negatif pada alat carik clup. Tetapi jika terjadi peningkatan bilirubin direct
dalam plasma, maka bilirubin urin akan positif.
METODE PENILITIAN
Variabel penelitian dalam penelitian ini digunakan dua variabel , yaitu variabel
bebas (independen), yaitu bilirubin urin dan variabel terikat (dependen), yaitu
bilirubin serum.
Pengumpulan data diperoleh dari data primer yaitu dari pasien pada laboratorium
Patologi Klinik Rumah Sakit Islam Unisma Malang dan data sekunder diperoleh
dengan menggunakan dokumen pendukung yang diperoleh dari bagian
pendokumentasi
laporan hasil laboratorium.
Metode analisis data menggunakan metode analisis bevariate, yang dilakukan
terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.Terdapat pula
pengumpulan data yang berbentuk angka-angka, sehingga akan diggunakan analisa
kuantitatif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3: Rentang Kadar Bilirubin Direk dan Bilirubin Total Serum dan Nilai rata-rata
yang Berhubungan dengan derajat Positif Bilirubinuria
NO
Bilirubin direk
(mg/dl)
Rata-rata
Bilirubin total
(mg/dl)
Rata-rata
Bilirubin urin
1
0,1 10,80
1,52
0,17 16,92
3,06
(+) 1
2
0,11 11,5
5,39
1,22 14,67
7,91
(+) 2
3
3,66 24,68
13,23
7,43 36,82
19,83
(+) 3
Sumber: data diolah
Berdasarkan data dari hasil penelitian ini penulis melakukan kuantifikasi tipe
hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi dan hiperbilirubinemia terkonjugasi , dan
hasilnya terlihat pada tabel 4 berikut ini.
Bilirubin urin
Hiperbilirubinemia total
(> 1,1 mg/dL)
Hiperbilirubinemia
Terkonjugasi
(> 0,2 mg/dL)
Hiperbilirubinemia
Tidak Terkonjugasi
(> 0,8 mg/dL)
%
(+) 1
33
44
32
43
31
41
(+) 2
15
20
14
19
13
17
(+) 3
11
15
11
15
11
15
Total
59
79
57
77
55
73
Sumber: data diolah
Berdasarkan nilai normal kadar bilirubin direk (< 0,3 mg/dL) dan kadar bilirubin
total (< 1,1 mg/dL) diperoleh prosentase kadar bilirubin serum normal yang
memberikan hasil positif bilirubinuria, tertera pada tabel 5.
Tabel 5: Prosentase dan proporsi Sampel Kadar Bilirubin Serum Normal yang
menunjukkan hasil Positif Bilirubinuria
Bilirubin
Urine
sampel
Proporsi
Bil. Direk Normal
%
Bili. Total Normal
%
(+) 1
49
0,65
20
26,6
16
21,3
(+) 2
15
0,20
1
1,3
-
(+) 3
11
0,15
Total
75
1
21
27,9
16
21,3
Sumber: data diolah
Pembahasan
dilaporkan sebesar 0,1 0,5 mg/dL. Menurut dr. R. Wirawan, bagian patologi klinik
UI hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat mefenamic acid,
chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila
urin mengandung metabolit pyridium atau serenium. Pada tabel 3 terlihat bilirubin
direk dengan kadar normal didalam serum dapat memberikan hasil positif
bilirubinuria mencapai 27,9 %. Sedangkan untuk bilirubin total sebesar 21,3 %. Ini
berarti bahwa bilirubin dapat ditemukan dalam urin orang normal.
Hal ini disebabkan karena adanya kebocorankebocoran minor pada hepatosit
sehingga bilirubin terkonjugasi dapat ditemukan dalam darah yang selanjutnya
diekskresikan kedalam urin.
Terdeteksinya bilirubinuria ini dapat juga disebabkan oleh faktor sensitivitas
dari carik uji Combur 10 Test M itu sendiri, dimana tingkat sensitivitasnya > 90%
dalam mendeteksi analit yang ditentukan dalam urin.
Kadar bilirubin serum terendah yang menunjukkan positif bilirubinuria
adalah 0,1 mg/dL pada bilirubin direk dengan nilai bilirubinuria positif (+) 1 dan
kadar tertinggi adalah 24,68 mg/dL pada bilirubin direk dengan nilai bilirubinuria
positif (+) 3 , sedang kadar bilirubin total serum terendah 0,17 mg/dL pada
bilirubinuria positif (+) 1 dan kadar tertinggi sebesar 36,82 mg/dL pada bilirubinuria
positif (+) 3. Sedangkan bilirbin indirek tidak berpengaruh terhadap nilai positif
bilirubinuria karena bilirubin indirek yang bersifat tidak larut dalam air, tidak
dieksresikan ke dalam urin oleh filtrasi glomerulus ginjal.
Hiperbilirubinemia lebih banyak oleh gabungan antara bilirubin direk dan
bilirubin indirek ( bilirubin total ), yang berarti bahwa sampel kebanyakan dari
pasien yang menderita kerusakan pada hati. Hasil bilirubinuria positif pada kadar
bilirubin direk maupun indirek serum yang tinggi dapat diakibatkan oleh adanya
sampel serum yang hemolisis dan lipemik serta pasien yang melakukan puasa
dalam waktu yang lama.
Kesimpulan
Ditemukan adanya korelasi positif antara kadar bilirubin serum terutama
bilirubin direk ( terkonjugasi ) dengan gradasi positif bilirubinuria. Kadar bilirubin
direk serum terendah adalah 0,1 mg/dL dengan nilai bilirubinuria positif (+)1 dan
kadar bilirubin direk tertinggi adalah 24,68 mg/dl dengan nilai bilirubinuria positif
(+) 3. Sedangkan kadar bilirubin total serum terendah adalah 0,17 mg/dL dengan
nilai bilirubinuria positif (+) 1 dan kadar bilirubin total serum tertinggi adalah 36,82
mg/dL dengan nilai bilirubinuria positif (+) 3 . pada orang dengan kadar bilirubin
serum yang normal, ditemukan bilirubin dalam urin.
Ditemukan pula adanya hasil dengan bilirubinuria positif palsu, hal ini dikarenakan
adanya konsumsi obat piridium, indikan, klorpromasin oleh pasien, selain itu juaga
danya over estimasi pada pengukuran fraksi bilirubin direk, sehingga nilai normal
dilaporkan sebesar 0,1-0,5 mg/dl
Saran
Penentuan bilirubin dalam urin dilaboratorium klinik, dianjurkan untuk
menggunakan carik uji Combur 10 Test M karena memiliki sensitifitas yang tinggi.
Untuk memperoleh hasil pengukuran kadar bilirubin serum yang akurat, perlu
diperhatikan tahap-tahap persiapan pasien seperti tidak melakukan puasa dalam
waktu yang lama ( 24 48 jam ) dan tidak menggunakan serum yang hemolisis dan
lipemik.
DAFTAR PUSTAKA