SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Manajemen Dakwah (MD)
SRI WAHYUNI
1105054
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 5 (eksemplar)
Hal
: Persetujuan Naskah
Skripsi
Kepada
Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya,
maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari :
Nama
: Sri Wahyuni
NIM
: 1105054
Jurusan
: DAKWAH /MD
Judul Skripsi : STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM
MENGHADAPI MISIONARIS KRISTEN
Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian
atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
ii
SKRIPSI
STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM MENGHADAPI
MISIONARIS KRISTEN
Disusun oleh:
Sri Wahyuni
1105054
Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Penguji I
Penguji II
Pembimbing I
Pembimbing II
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga
pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun
yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan
daftar pustaka
SRI WAHYUNI
1105054
iv
MOTTO
PERSEMBAHAN
satu
kost
Segaran
Semarang
No.
14,
yang
selalu
mendampingiku dalam suka dan duka dalam hidup dan kehidupan Kak
Dahlia, Suyati, Wati, Safiah, Zahroul, Ernik, Mahfudzoh, Asyiah yang selalu
memberikan support untuk menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar, do'a
penulis semoga amal baik kalian dibalas lebih oleh Allah SWT.
v Teman-teman satu kelas MD 2005, Nurul Khikmah, Dewi Thoharoh, Suyati,
Okta Laila, Siti Zulaikhah, Arifin, Bambang, Bowo, Dibyo, Khoirul tempat
berbagi suka maupun duka serta yang selalu memberikan suport dan
dukungan.
v Pendamping hidupku (M. Bagus Ibrahim) yang tidak pernah menyerah dalam
memberikan motivasi kepada penulis untuk menemukan arti dan tujuan
kehidupan, sehingga terselesaikannya skripsi ini.
vi
ABSTRAK
Kerukunan antar umat beragama kiranya akan menjadi agenda nasional
bahkan internasional yang tak kunjung usai. Ini bisa dipahami karena masa
depan suatu bangsa sedikit banyak tergantung pada sejauh mana keharmonisan
hubungan antarumat beragama ini. Yang menjadi rumusan masalah yaitu
bagaimana pandangan M Natsir tentang dakwah? Bagaimana pandangan M
Natsir tentang misionaris Kristen? Bagaimanakah strategi dakwah M. Natsir
dalam menghadapi misionaris Kristen?
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data
skripsi ini dengan teknik dokumentasi atau studi dokumenter. Data Primernya
yaitu tulisan, informasi dari saksi-saksi sejarah, dan karya-karya M. Natsir
tentang strategi dakwah dan misionaris Kristen, sedangkan data sekundernya
yaitu sejumlah kepustakaan yang relevan dengan skripsi ini. Penulisan ini
menggunakan metodologi analisis yang kualitatif.
Hasil pembahasan skripsi adalah pandangan M Natsir tentang dakwah, bahwa
M. Natsir secara maksimal telah berupaya menyampaikan materi dakwah.
Dilihat dari segi isi dan sasaran dakwahnya, M. Natsir terkesan memiliki
kemampuan intelektual yang utuh. Artinya, ada keseimbangan secara utuh
pesan dakwah yang disampaikan, baik dari dimensi spiritual maupun sosial.
Dalam dimensi spiritual, M. Natsir banyak menggugah perasaan para objek
dakwah dengan berbagai tulisan dan karya-karya ilmiah keagamaan.
Sedangkan, dalam dimensi sosial, M. Natsir tidak ragu-ragu menyampaikan
pesan dakwahnya yang berisikan kepentingan sosial, termasuk politik,
ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Pada sisi ini, M. Natsir ingin menyadarkan
umat bahwa Islam itu meliputi ajaran spiritual dan sosial. Pandangan M
Natsir tentang misionaris Kristen, bahwa pandangan M. Natsir dalam
menghadapi misionaris Kristen dikenal apa yang disebut konsep modus
vivendi. Menurut M. Natsir modus vivendi adalah menciptakan kehidupan
berdampingan secara damai. Modus vivendi M. Natsir tersebut dapat dipahami
karena umat Islam di Indonesia menginginkan hal-hal berikut. Pertama, antara
pemeluk beragama di Indonesia ini supaya hidup berdampingan. Kedua, agar
semua agama di Indonesia merasakan arti hidup intern umat beragama dengan
pemerintah. Ketiga, terwujudnya perdamaian antara masyarakat yang berbeda
agama. Keempat, menghindari terjadinya perang agama. Strategi dakwah M.
Natsir dalam menghadapi misionaris Kristen. M. Natsir mengetengahkan tiga
strategi dakwah dalam mengimbangi berbagai upaya misionaris Kristen, yaitu
strategi pertama adalah memperbanyak pembangunan masjid. Strategi yang
kedua adalah pengiriman da'i ke daerah terpencil dan desa-desa yang
berpotensi terpengaruh misionaris Kristen, dan strategi ketiga yaitu
menerbitkan berbagai media cetak.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, bahwa atas taufiq
dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM
MENGHADAPI MISIONARIS KRISTEN ini, disusun untuk memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata satu (S.1) Fakultas
Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A., selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang.
2. Bapak Drs. H. M. Zain Yusuf, MM. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Bapak Drs. H. M. Zain Yusuf, MM selaku Dosen pembimbing I dan Bapak
Thohir Yuli Kusmanto, S.Sos., M.Si selaku Dosen pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan
dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Segenap Bapak, Ibu tenaga edukatif dan administratif Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang yang telah memperlancar proses pembuatan skripsi ini.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai
kesempurnaan dalam arti sebenarnya, namun penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING.......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi
ABSTRAKSI............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
....................................................................1
....................................................................11
....................................................................20
....................................................................41
ix
.............................................................. 53
STRATEGI
DAKWAH
M.
NATSIR
DALAM
BAB V : PENUTUP
5.1.Kesimpulan
....................................................................101
5.2.Saran-Saran
....................................................................102
5.3.Penutup
....................................................................102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap pemeluk agama menginginkan agar agamanya banyak yang
memeluk, tidak terkecuali agama Kristen. Hanya saja para misionaris (utusan
penyebar injil) seringkali menggunakan cara-cara yang tidak terpuji yaitu
menyebarkan agama di kalangan orang yang non Kristen yaitu para pemeluk
agama Islam. Fenomena ini sangat menyinggung perasaan orang Islam
terlebih lagi para pemuka agama Islam termasuk di dalamnya para da'i.
Melihat kenyataan ini, para misionaris menganggap Islam tidak toleran,
sebaliknya kalangan pemeluk Islam menganggap justru Kristen yang tidak
toleran. Peristiwa ini terus berlangsung hingga munculnya berbagai
propaganda dan cara untuk menjadikan penganut Islam keluar dari agamanya.
Hal itu dilakukan bisa dalam bentuk yang halus dan tak kentara sampai bentuk
yang terang-terangan. Persoalan ini yang menjadi salah satu pemicu timbulnya
saling curiga antara agama yang melibatkan kecurigaan para pemeluknya serta
menimbulkan berbagai hujatan yang dialamatkan pada para misionaris
Kristen. Dari kecurigaan tersebut, maka peristiwa pertikaian, peledakkan bom
di beberapa gereja memunculkan sebuah asumsi yang dikembangkan oleh
sebagian para misionaris sebagai kelakuan orang Islam yang benci terhadap
keberadaan umat Kristen di Indonesia. Padahal Islam bukan agama kekerasan
dan tidak ada dalam ajarannya yang memerintahkan pengeboman karena
hanya lantaran perbedaan agama. Dari sini tampaknya umat Kristiani telah
membuat penilaian yang keliru
Berbagai peristiwa yang mengagetkan hampir mewarnai media cetak
dan elektronika. Dalam Harian Kompas (2006: 6) diberitakan bahwa beberapa
tempat obyek wisata seperti Bali dan tempat ibadah luluh lantak oleh bom
yang dijatuhkan sekelompok orang yang disebut teroris. Banyak kejadian jika
ditelusuri lebih jauh dan mendalam merupakan "simbol-simbol" dari apa yang
selama ini telah dilakukan dalam bermasyarakat.
Masyarakat beragama sering diguncang dengan banyaknya peristiwa
yang sentimentil, rasial, dan agama dengan upaya-upaya mengail di "air
keruh" sehingga tampaknya bermuatan keagamaan. Peristiwa yang sama
sekali bukan bermuara agama, berubah menjadi peristiwa yang sarat dengan
sentimen-sentimen keagamaan, sehingga tidak jarang membuyarkan anganan
bahwa agama adalah pembawa damai dan keselamatan bersama. Agama
menjadi semacam ancaman yang bisa dengan tiba-tiba datang memberangus
kehidupan bersama di bumi ini.
Fenomena di masyarakat telah menampakkan adanya serangkaian aksi
teroris yang meledakkan bom di beberapa tempat dan melukai orang-yang
tidak bersalah telah memicu kecemasan bangsa Indonesia. Padahal ajaran
agama melarang keras membunuh orang yang tidak bersalah dan tidak
memerangi. Namun kenyataan menunjukkan adanya keyakinan yang keliru
dari para teroris dalam memperjuangkan konsep jihad. Fenomena pengeboman
ini telah memicu antipati bagi kelompok agama yang kebetulan tempat
merupakan
agama
yang
paling
toleran,
Islam
tidak
faktor
pemersatu
(integratif)
juga
sebagai
faktor
pemecah
(disintegratif). Fenomena ini banyak ditentukan oleh empat hal: (1) Teologi
agama dan doktrin ajarannya, (2) sikap dan perilaku pemeluknya dalam
memahami dan menghayati agama tersebut, (3) lingkungan sosio-kultural
yang mengelilinginya, (4) peranan dan pengaruh pemuka agama tersebut
dalam mengarahkan pengikutnya (Harahap dan Nasution, 2003: 320 322).
Dalam sejarah Islam, toleransi dalam kehidupan beragama telah
dipraktikkan. Salah satu yang sangat menonjol ialah "Piagam Madinah" yang
disusun oleh Rasulullah, sesaat setelah berhijrah dari Madinah ke Mekah dan
pimpinan agama lain. Piagam Madinah itu semacam deklarasi damai
antarumat beragama. Demikian pula ketika Umar bin Khattab memimpin
pemerintahan tahun 15 Hijriah mengadakan perjanjian terhadap penduduk
yang beragama Nasrani Yerusalem, ketika kawasan itu dibebaskan. Dalam
perjanjian itu antara lain disebutkan jaminan untuk jiwa dan harta mereka, dan
untuk gereja-gereja dan salib-salib mereka, serta yang dalam keadaan sakit
ataupun sehat dan untuk agama mereka secara keseluruhan. Bahkan jauh hari
Al-Qur'an telah mensinyalir akan muncul bentuk klaim kebenaran, baik dalam
wilayah intern umat beragama maupun antarumat beragama. Kedua-duanya
sama-sama tidak menyenangkan dan tidak kondusif bagi upaya membangun
tata pergaulan masyarakat yang sehat (Harian Suara Merdeka, 2006: 9).
menyiarkan agama Islam sudah mengenal banyak agama semisal Yahudi dan
Kristen. Di dalam Al-Qur'an pun banyak ditemukan rekaman kontak Islam
serta kaum muslimin dengan komunitas-komunitas agama yang ada di sana.
Perdagangan yang dilakukan bangsa Arab pada waktu itu ke Syam, Irak,
Yaman, dan Etiopia, dan posisi kota Mekah sebagai pusat transit perdagangan
yang menghubungkan daerah-daerah di sekeliling jazirah Arab membuat
budaya Bizantium, Persia, Mesir, dan Etiopia, menjadikan agama-agama yang
ada di wilayah Timur Tengah dan sekitarnya, tidak asing lagi bagi Nabi
Muhammad Saw (Ma'arif, 2005: 36-38).
Pandangan tentang manusia memiliki akar-akarnya dalam setiap segi
ajaran Islam. Bahkan Islam itu sendiri adalah agama kemanusiaan, dalam arti
bahwa ajaran-ajarannya sejalan dengan kecenderungan alami manusia
menurut fitrahnya yang abadi (perennial). Karena itu seruan untuk menerima
agama yang benar itu dikaitkan dengan fitrah tersebut, sebagaimana dapat kita
baca dalam Kitab Suci al-Qur'an surat a-Baqarah (2) ayat 256 :
Jadi menerima agama yang benar tidak boleh karena terpaksa. Agama
itu harus diterima sebagai kelanjutan atau konsistensi hakikat kemanusiaan itu
sendiri. Dengan kata lain, beragama yang benar harus merupakan kewajaran
manusiawi. Cukuplah sebagai indikasi bahwa suatu agama atau kepercayaan
tidak dapat dipertahankan jika ia memiliki ciri kuat bertentangan dengan
naluri kemanusiaan yang suci. Karena itu dalam firman yang dikutip tersebut
ada penegasan bahwa kecenderungan alami manusia kepada kebenaran
(hanifiyah) sesuai dengan kejadian asalnya yang suci (fitrah) merupakan
agama yang benar, yang kebanyakan manusia tidak menyadari (Madjid, 2000:
24).
Kerukunan antar umat beragama kiranya akan menjadi agenda
nasional bahkan internasional yang tak kunjung usai. Ini bisa dipahami karena
masa depan suatu bangsa sedikit banyak tergantung pada sejauh mana
keharmonisan
hubungan
antarumat
beragama
ini.
Kegagalan
dalam
10
agama ini ialah; penerimaan dialog Islam-Kristen, selama jelas tujuantujuannya, gamblang pengertiannya, dan kaum muslimin yang terlibat
dalam dialog tersebut merupakan orang-orang yang memiliki kapasitas
keagamaan dan keilmuan yang memadai. Terlebih dahulu, harus memiliki
kesepakatan tentang tujuan dialog semacam ini. Banyak kaum muslimin
takut menghadapi dialog dengan orang-orang yang berbeda (pendapat dan
keyakinan).
Seolah-olah
mereka
khawatir
dialog
tersebut
akan
menyebabkan pihak muslim menarik diri dari akidah, syari'at, serta nilainilainya. Hal semacam ini tak bisa dibayangkan muncul dari seorang
muslim yang benar keislamannya, kuat imannya, rela menjadikan Allah
sebagai Tuhan, menjadikan Islam sebagai agama, dan menjadikan
Muhammad sebagai Nabi serta Rasul.
2. Skripsi yang disusun oleh Sulistiyono (Tahun 2005), Studi Analisis
Pendapat Jalaluddin Rakhmat tentang Konsep Dakwah Islam dalam
Pendidikan. Pada intinya dijelaskan bahwa bentuk-bentuk dakwah Islam
dalam pendidikan dapat ditarik dari dua ayat Al-Quran yang berkenaan
dengan tugas Nabi s.a.w. sebagai da'i:
"Orang-orang yang mengikuti Nabi yang ummi, yang namanya
mereka temukan termaktub dalam Taurat dan Injil di sisi mereka:
memerintahkan yang ma'ruf, melarang yang munkar, menghalalkan
yang baik, mengharamkan yang jelek, dan melepaskan beban dari
mereka dan belenggu-belenggu yang (memasung) mereka. Maka
barangsiapa beriman kepadanya, memuliakannya, membantunya, serta
mengikuti cahaya yang diturunkan besertanya, mereka itulah orangorang yang berbahagia." (QS. 7:157).
"Sesungguhnya, Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang
yang beriman, ketika la mengutus di tengah mereka Rasul dari
kalangan mereka sendiri, (yang) membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al12
Pluralitas
merupakan
kondisi
obyektif
dalam
suatu
pemikiran
dan
cendekiawan.
Dikatakan
demikian,
karena
14
tingkat,
baik
lokal,
nasional,
maupun
internasional.
15
masyarakat luas. Hal ini bukan untuk siapa-siapa, melainkan demi cita-cita
agama itu sendiri, yaitu kehidupan yang penuh kasih dan sayang
antarsesama umat manusia. Ketiga, ada kesenjangan yang jauh antara citacita ideal agama-agama dan realitas empirik kehidupan umat beragama di
tengah masyarakat. Keempat, semakin menguatnya kecenderungan
eksklusivisme dan intoleransi di sebagian umat beragama yang pada
gilirannya memicu terjadinya konflik dan permusuhan yang berlabel
agama. Kelima, perlu dicari upaya-upaya untuk mengatasi masalahmasalah yang berkaitan dengan kerukunan dan perdamaian antarumat
beragama. Beberapa latar belakang di atas menjadi sebab mengapa tema
pluralitas agama dan cita-cita kerukunan menjadi semakin menarik untuk
dikaji dan didalami.
Karya-karya ilmiah sebagaimana disebutkan terdahulu belum ada yang
membahas Strategi Dakwah M. Natsir dalam Menghadapi
Misionaris
Kristen.
1.5 Metoda Penelitian
1.5.1. Jenis, Pendekatan, dan Spesifikasi Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yakni
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati
(Moleong, 2002: 3). Jenis penelitian kualitatif yang dipakai adalah
studi pustaka dan tokoh.
16
18
19
BAB II
DAKWAH, STRATEGI DAKWAH DAN MISIONARIS
2.1 Dakwah
2.1.1 Konsep tentang Dakwah
Kata da'wah (
kerusakan-kerusakan,
20
melenyapkan
kebatilan,
Islam
merupakan
aktualisasi
imani
(teologis)
yang
21
22
Atas dasar ini tujuan dakwah secara luas, dengan sendirinya adalah
menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun
masyarakat, sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan
sesuai dengan ajaran tersebut (Tasmara, 1997: 47).
Secara umum tujuan dakwah dalam al-Qur'an menurut Aziz
(2004: 68) adalah :
1. Agar manusia mendapat ampunan dan menghindarkan azab dari Allah.
( :
) ...
23
)...
Artinya: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu dan apa Jang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan
janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka
kepadanya..." (QS Asy Syura: 13) (Depag RI,1978: 786).
4. Mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus.
( :
materi
25
26
kedua,
yaitu
tampak
.pada
diri
da'i
27
ajaran
Islam
dan
punya
kemampuan
untuk
28
29
: )
31
32
33
34
2. Menutup aurat
3. Jujur dalam perkataan dan perbuatan
4. Ikhlas
5. Sabar
6. Rendah diri
7. Malu melakukan perbuatan jahat
Akhlak terhadap keluarga antara lain:
1. Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan
keluarga
2. Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak
3. Berbakti kepada Ibu Bapak
4. Memelihara hubungan silaturahmi (M.Daud Ali, 1997: 357)
Akhlak terhadap tetangga antara lain :
1. Saling menjunjung
2. Saling bantu diwaktu senang dan susah
3. Saling memberi
4. Saling menghormati
5. Menghindari pertengkaran dan permusuhan
Akhlak terhadap masyarakat antara lain :
1. Memuliakan tamu
2. Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat,
3. Saling menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa
35
4.
36
berbentuk
pidato,
ceramah,
kuliah,
bimbingan,
mengubah
perbuatan-perbuatan
nyata
yang
37
Media
(terutama
media
massa)
telah
meningkatkan
38
{ }
"Kami telah muliakan Bani Adam (manusia) dan Kami bawa
mereka itu di daratan dan di lautan. Kami juga memberikan
kepada mereka dan segala rezeki yang baik-baik. Mereka
juga Kami lebihkan kedudukannya dari seluruh makhluk
yang lain" (Depag RI,1978: 435).
39
40
2.
41
42
kekuatan,
misalnya
kualitas
manusianya,
dananya,
dan
sebagainya.
3. Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin
tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat
diterobos.
4. Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya
ancaman dari luar (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 77).
2.2.2. Strategi Dakwah
Dengan demikian, strategi dakwah dapat diartikan sebagai proses
menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran dakwah dalam
situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara optimal.
Dengan kata lain strategi dakwah adalah siasat, taktik atau manuver yang
ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dakwah (Pimay, 2005: 50).
Dalam hubungannya dengan strategi dakwah, bahwa dakwah dalam
hubungannya antara umat seagama dapat dilakukan dengan berupaya agar
mad'u memahami bahwa perbedaan pendapat dalam aliran dan mazhab
merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Dengan demikian tidak bisa satu
aliran atau mazhab meng-klaim sebagai yang paling benar. Sedangkan
43
44
transisi dari suatu masyarakat yang tertutup, sakral dan tunggal ke arah
keterbukaan, plural dan sekuler. Jadi, suatu strategi tidak bersifat universal. la
sangat tergantung pada realitas hidup yang sedang dihadapi. Karena itu,
strategi harus bersifat terbuka terhadap segala kemungkinan perubahan
masyarakat yang menjadi sasaran dakwah (Pimay, 2005: 53).
45
sekunder, dan bukan tujuan primer dari semua organisasi misionaris. Apabila
kita melempar pandangan ke Dunia Barat, yang kita temukan adalah dunia
materi yang tidak mengenal dunia rohani sama sekali, bahkan tidak mengenal
peraturan agama. Namun Amerika, yang menghamba kepada besi, emas, dan
minyak (sebagaimana diungkapkan oleh Amin Raihani), telah menebar
misionaris ke separuh wilayah bumi ini, dan mereka mengaku telah menyeru
kepada kedamaian, kehidupan rohani, dan keselamatan agama. Demikian pula
Perancis, yang kita kena) memiliki perundang-undangan sekuler. telah
menancapkan misionarisnya di luar negeri (Muhaisy, 1994: 23).
Tujuan utama mereka adalah imperialisme (penjajahan) yang sangat
berbahaya. Sebagian di antara mereka ada yang menjadikan kristenisasi
sebagai sarana perniagaan, untuk mengeruk keuntungan yang sebesarbesarnya. Yang
lain,
46
47
seberapa banyak itu. yang perlu mendengar kabar gembira, tetapi juga kaum
muslimin yang besar yang merupakan benteng agama yang sukar sekali
dikalahkan oleh pahlawan-pahlawan injil. Bukan saja rakyat jelata, lapisan
bawah yang harus ditaklukkan oleh Kristus, namun terutama para pemimpin
masyarakat, kaum cendekiawan, golongan atas dan tengah" (Berkhof, 1991:
321).
Indonesia merupakan pusat kristenisasi untuk wilayah Asia Pasifik.
Informasi ini dapat diketahui melalui hasil seminar kerjasama Global Mission
Singapure and Galilea Ministry Indonesia di Hotel Shangrila Jakarta pada
tanggal 9-12 Juni 1998. Pendeta George Anatorae dari The Lord Family
Church sebagaimana dikutip oleh Yusuf lsmail Al Hadid dalam bukunya yang
berjudul Menghalau Missionoris dan Misi Sucinya Mengkristenkan Dunia
mempresentasikan bahwa Indonesia akan dijadikan pusat perkembangan
Kristen di Asia Pasifik (Al-Hadid, 2005: 201).
Selain
itu,
Bambang,
Widjaja
mengatakan
bahwa
indonesia
48
BAB III
STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM MENGHADAPI
MISIONARIS KRISTEN
49
diperolehnya
menduduki
memungkinkannya
bangku
mendapatkan
beasiswa
perguruan
untuk
tinggi
(http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C,
diakses
bangsanya
yang
tertindas,
dan
tekadnya
untuk
meluruskan
50
51
52
53
bangsa Indonesia dalam keragaman dan kesatuan. Islam adalah induk dari
serba-sila yang telah berurat berakar dalam kalbu umat Islam di seluruh dunia
dan menjadi pedoman hidup serta sumber kekuatan lahir bathin dan sebagian
besar bangsa Indonesia, semenjak berabad-abad.
Menurut Natsir (1983: 202) ada orang yang berkata bahwa takut
adalah nasihat yang tidak baik dari orang yang penuh ketakutan dan
kekuatiran susah diharapkan pandangan yang jernih dalam menilai sesuatu
keadaan. Menurut istilah orang sekarang, tidak mudah baginya melihat sesuatu
dengan ukuran yang sebenarnya. Tambahan pula takut apabila sudah sampai
ke puncaknya, akan dipakai jadi sumber kekuatan oleh yang takut, dengan
cara-cara orang di dalam ketakutan, dengan segala akibat-akibatnya, yakni
dengan terburu nafsu dan sebagainya dengan hasil yang sama sekali tidak
diharapkannya sendiri.
Pada galibnya, kekuatan yang bersumber pada ketakutan dan
dipergunakan dalam ketakutan akibatnya ialah kerusakan. Di kalangan
masyarakat Indonesia, ketakutan sering kali mempengaruhi jalan pikiran orang
dan kalau tidak sama-sama awas, ketakutan inipun mungkin menjadi salah
satu pendorong dari pikiran dan langkah-langkah selanjutnya.
Tatkala Undang-Undang Dasar Sementara RI dibicarakan dalam
Parlemen, ternyata bahwa pasal 18 UUDS tersebut yang menjamin
kemerdekaan beragama di RI dirasakan oleh saudara-saudara-sebangsa kita
yang beragama Kristen belum cukup menjamin kemerdekaan beragama di
negeri ini.
54
55
56
maka seorang Islam tidak boleh tinggal pasif dan tenggelam serta lumpuh
hatinya melihat persimpang-siuran perbedaan-perbedaan itu. Perbedaan
tentang ibadah dan agama, tidak boleh menyebabkan putus asanya seorang
Muslim di dalam mencari titik persamaan yang ada di dalam agamaagama itu. Seorang Muslim itu diwajibkan untuk mengambil inisiatif,
menjernihkan kehidupan antar-agama dengan memanggil orang-orang
yang beragama lain, yang mempunyai kitab berpedoman kepada Wahyu
Ilahi :
58
oleh ummat Islam; di dalam negara RI ini, semata-mata bukan lantaran apaapa, tetapi lantaran mengharapkan keridaan Ilahi.
Setelah menjelajah apa yang tersebut di atas, maka yang hendak
dipertanyakan: Kalau tidaklah ajaran Islam yang menjamin kemerdekaan
beragama dan menyuburkan kehidupan beragama di Indonesia ini dengan cara
yang positif itu, tunjukkanlah ideologi manakah lagi selain daripada Islam
yang mampu mengemukakan konsepsi yang lebih tegas dari pada yang
diajarkan oleh Islam itu.
Jawab pertanyaan di atas ini ialah : Kalau orang memang hendak
menjamin kemerdekaan agama dan hendak menegakkan kejernihan hidup
antar agama di tengah-tengah penduduk Indonesia yang bermacam-macam
agama ini sebagai dasar dari kesatuan Negara, maka tidak ada lain pemecahan,
melainkan memesrakan paham tersebut dan meluaskan paham itu dalam
kepulauan Indonesia yang indah dan permai ini, yang memang watak
rakyatnya pada dasarnya adalah bersifat tasamuh (toleransi) itu.
Tiap-tiap orang yang berpikiran sehat, seorang patriot tanah air,
ataupun seorang ahli negara yang hendak menegakkan kesatuan negara, tak
dapat tidak apabila berani bersikap jujur, pasti akan mendapat dalam
pelaksanaan ajaran Islam itu jawaban pertanyaan tersebut, dengan toleransi
ajaran Islam yaag dikemukakan itu memelihara dan menyuburkan keragaman
dart perdamaian antar agama dalam Negara Indonesia ini.
59
Apa yang dibawa oleh Islam itu bukanlah monopoli umat Islam saja,
akan tetapi milik yang akan menyelamatkan kesejahteraan pribadi seluruh
masyarakat dalam dunia ini. Maka adalah kewajiban dari tiap-tiap umat Islam:
1. Memahami ajaran Islam ini bagi diri masing-masing dengan sungguhsungguh.
2. Menjadikan ajaran ini jadi pakaian hidup: dalam berkata, bertindak dan
berlaku terhadap masyarakat di sekelilingnya, sesuai dengan ajaran
tersebut.
3. Memancarkan
pengertian
ini
di
sekelilingnya
dengan
tidak
60
61
tempat tempat tersebut. Para da'i dapat direkrut dari masyarakat desa
sendiri, dan ia harus dibekali dengan berbagai ilmu dan keterampilan yang
diperlukan dalam melaksanakan tugas di lapangan. Melalui pengiriman
da'i ini diharapkan umat Islam yang berada di daerah-daerah tersebut dapat
terbina keimanan dan keislamannya. Akidah dan keyakinan mereka dapat
dibentengi dari berbagai pengaruh negatif dari luar, baik pengaruh ajaran
nativisme (ajaran yang digali dari bumi sendiri) maupun pengaruh
misionaris Kristen yang cukup pesat perkembangannya.
3. Penerbitan
Perlu adanya tulisan-tulisan yang berisi ajaran Islam mulai dari
persoalan akidah, syari'ah maupun akhlaq. Tulisan tersebut dapat
dituangkan dalam buku, majalah, brosur dan lain-lain. Majalah dan buku
tersebut harus bisa menjangkau semua pihak, mulai dari golongan awam,
menengah maupun terpelajar. Tujuannya adalah memberikan informasi
keagamaandan sosial kemasyarakatan pada masyarakat secara luas, supaya
mereka dapat memahami agama dan persoalan-persoalan sosial secara
tepat.
Dalam rangka menjaga keserasian dalam pelaksanaan penyebaran
agama di Indonesia, Pemerintah telah menyelenggarakan "musyawarah antar
agama" di Jakarta.
Pancasila menentukan adanya kebebasan menganut agama antara
Islam, Kristen, Protestan, Katholik dan Hindu-Bali. Ini bukan berarti bahwa
meng-kristen-kan orang-orang Islam itu sesuai dengan Pancasila. Kalau tokoh
62
63
bagikan beras kepada orang-orang Islam di daerah yang miskin dan melarat
dengan menganjurkan mereka yang telah disuapi dengan beras itu agar masuk
Kristen, menurut agama Islam orang Islam yang masuk Kristen itu adalah
munafik, dan percayalah, kalau orang-orang seperti itu lahirnya masuk Kristen
adalah mereka itu munafik Kristen pula, sebab jadi Kristen karena beras.
Identitas orang-orang Islam jangan diganggu. Perdamaian Nasional
hanya bisa dicapai kalau masing-masing golongan agama, di samping
memelihara identitas masing-masing juga pandai menghormati identitas
golongan lain dan hentikan segera melahirkan golongan-golongan munafik
beragama itu. Terhadap bangsa-bangsa asing yang mau membantu rakyat
Indonesia, kalau betul-betul jujur, mengapa diserahkan melalui missionarismissionaris asing Kristen atau Katholik? Jangan diadakan zending asing yang
campur tangan memecah kedamaian ummat Islam dan Kristen Indonesia di
tanah air Indonesia.
Sebagai contoh pula, Bung Natsir menanyakan, apa artinya penjualanpenjualan mentega yang memakai tanda dan semboyan Advent, sedangkan
mentega itu dijual dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasaran?
Hal itu menimbulkan kejengkelan di kalangan ummat Islam yang sadar. Kalau
kejengkelan seperti itu sudah menumpuk dan tidak bisa mencari jalan ke luar,
maka akibatnya susah menyelesaikannya. Natsir menambahkan agar jiwa
Kristus yang begitu murni jangan dipakai untuk tujuan yang tidak murni dan
ikhlas. Janganlah hal itu sampai menjadi suatu peaceful agression, suatu
penyerangan bersemboyan damai. Tindak tanduk seperti itu segera harus
64
65
Apabila aksi dan reaksi ini dibiarkan berjalan terus, maka sangat
dikekhawatiran terhadap keselamatan perikehidupan bernegara, sekarang dan
untuk di masa depan. Maka tugas masyarakat sekarang ialah, menjawab
pertanyaan "Apakah bangsa ini memeluk bermacam-macam agama, yang
sudah sama-sama berjuang dan ingin terus menegakkan Negara Republik
Indonesia ini sebagai negara bersama, bisa mencari dan mendapat satu modus
vivendi (metode yang memungkinkan antara kedua belah pihak yang
bersengketa untuk dapat hidup berdampingan dalam sementara waktu dengan
jalan menahan nafsu masing-masing, persetujuan sementara, jalan tengah)
yang menjamin keragaman hidup antar-agama, dengan tidak mengkhianati
keyakinan agama masing-masing?"
Menurut Natsir (1983: 212) dalam menjalankan kewajiban dakwah,
orang Islam memiliki strategi dakwah dengan mengacu pada kode dan ethik,
sebagai pedoman.
-
Antara lain kode ethik ini, menegaskan bahwa keyakinan agama tidak
boleh (dan memang tidak bisa) dipaksa-paksakan. "Tidak ada paksaan
dalam keyakinan-agama" Oleh karena itu dakwah harus dilakukan
"dengan kebijaksanaan (hikmah), dengan didikan yang baik-baik
(mau'idzah hasanah) dan dengan bertukar fikiran dengan cara yang
terbaik (mujadalah billatihiya ahsan)"
Sesuai dengan kode dan ethik itu pula, kami Ummat Islam tidak
menganggap Ummat Masehi sebagai orang-orang heiden atau orang
animis yang masih belum beragama. Ummat Masehi bagi umat Islam
66
67
68
69
Injil dari lembaga missi asing yang bernama: "The Gideons International"
hanyalah satu contoh dari keadaan yang umum. Di mana-mana dilakukan
pembelian tanah dan rumah (milik orang Islam) yang strategis tempatnya
untuk digunakan oleh missi dan zending, dengan harga yang luar biasa
tingginya. Pemilik-pemilik Islam yang berada dalam keadaan serba miskin
secara berangsur-angsur menyingkir ke pinggiran lagi.
Di desa Cigugur, di kaki gunung Ceremai dekat Kuningan Jawa Barat,
umpamanya, satu rumah kecil mungil di mana sebelumnya dilakukan tablightabligh agama Islam dan yang kebetulan berada di hadapan gereja, dengan
mudah saja dibeli oleh Gereja dan di suatu daerah digunakan untuk satu
poliklinik Kristen yang bernama "Sekar Kemulyaan". Begitulah seterusnya
berlaku, baik di kota-kota besar,. maupun di pedalaman Indonesia.
Di Indonesia, gereja-gereja didirikan di tengah-tengah desa orang
Islam dan sawah-sawah. Petugas-petugas missi membeli tanah yang
tempatnya strategis dengan harga yang sangat tinggi (2 kali, malah 3 kali dari
harga biasa) guna mendirikan gereja-gereja dan sekolah-sekolah. Apabila si
pemilik tanah memperlihatkan keengganannya menjual (kepada missi), maka
petugas-petugas missi mengirim orang (lain) yang membeli tanah itu atas
namanya sendiri, akan tetapi sesudah itu dijual lagi kepada missi. Gereja
membagi-bagi beras, pakaian dan uang.
Gereja meminjamkan uang atau bahan-bahan kepada para petani
miskin dengan syarat supaya mereka memasukkan anak-anaknya ke sekolah
missi.' Banyak anggota-anggota dari Partai Komunis yang sudah dilarang dan
70
sedang dalam tahanan dengan syarat agar mereka nanti menanda tangani satu
keterangan dimana mereka mengakui sudah masuk agama Katholik.
Pekerja-pekerja industri textil yang kehilangan mata pencaharian
dalam keadaan ekonomi yang sulit ini ditawarkan bantuan berupa beras dan
uang tunai. Rumah-rumah besar yang telah diwariskan pemilik-pemilik kaya
untuk keluarganya, dijual kepada missi. Banyak toko-toko dan rumah-rumah
tempat tinggal dirombak menjadi gereja-gereja. Club-club, ruang-ruang
bacaan, perpustakaan, tempat berenang dan lapangan olahraga dibuatkan
untuk pemuda-pemuda bukan Kristen.
Puteri-puteri Kristen mencoba merayu pemuda-pemuda Islam masuk
Kristen. Pemuda-pemuda Kristen merayu puteri-puteri Islam masuk Kristen.
Pernah terjadi bahwa guru-guru Islam yang menerangkan ayat-ayat Al-Qur'an
mengenai Yesus dikenakan tahanan oleh petugas Pemerintah yang beragama
Kristen atau diseret oleh pemuda-pemuda Kristen kepada petugas-petugas
Pemerintah. Rumah dari keluarga Islam dikunjungi oleh petugas-petugas missi
yang mendesak supaya mendengarkan penerangannya mengenai agama
Kristen.
Sebenarnya warga Indonesia Kristen dan warga Indonesia Islam, di
waktu sama-sama keluar dari penjajahan, pada hakekatnya, sama-sama miskin
kalau dikatakan miskin, dan sama-sama kaya kalau dikatakan kaya. Akan
71
tetapi, dengan terus mengalirnya ratusan juta dollar ke Indonesia, dari negerinegeri industri di Eropah, Amerika, dan lain-lain untuk missi dan zending,
keadaan mendadak sontak sudah berubah. Di kota-kota besar ataupun kecil,
berdirilah seperti jamur sesudah hujan, gedung-gedung besar, berlapis-lapis
berupa Rumah Sakit Kristen, Universitas Kristen, Percetakan Kristen,
Christian Center, Youth Center Advent, dan sebagainya.
Terus terang, organisasi-organisasi dakwah dan Sosial Islam seperti
Muhammadiyah, Jami'atul Washliyah dan lain-lain takkan mungkin dapat
menandinginya. Bagaimana pedati-kuda disuruh berlomba dengan kereta
ekspres. Pendeknya D.G.I./Vatikan/C.C.P.D., dan lembaga-lembaga missi dan
zending luar negeri itu, bukan tandingannya bagi ormas-ormas dan yayasanyayasan Islam. Malah dinas-dinas Pemerintah RI di bidang sosial, pertanian,
peternakan, kesehatan dan lain-lain dari Kabupaten kebawah pun bisa atau
sudah kewalahan, lantaran tak cukup tenaga dan dana operasionil.
Di tengah-tengah keadaan itu semua, ummat Islam yang awam
merasakan dirinya sebagai "armoed-zaaiers", perlambang kemiskinan yang
sewaktu-waktu, musim paceklik bisa menadahkan tangan, menerima susu
kaleng dan bulgur luar negeri dari tangan Romo Pastur atau tuan Domine dari
Jerman, Amerika dan lain-lain. Oleh karena itu, Dr. Verkuyl sebagai sarjana
yang terkenal aktif dalam gerakan zending, juga untuk Indonesia, hendaknya
jangan heran, apabila ummat Islam di Indonesia ini merasakan agamanya
dalam kepungan. Kata-kata ini tidak berlebih-lebihan.
72
73
BAB IV
ANALISIS STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM MENGHADAPI
MISIONARIS KRISTEN
pengalamannya
dalam
perikehidupan
perseorangan,
74
mempunyai implikasi nyata dalam kehidupan. Dalam hal ini, ajaran Islam
tidak dipahami sebagai dukungan sosial untuk kemajuan hidupnya. Dalam
konteks ini, tugas dakwah Islam ini lebih diarahkan sebagai kewajiban pribadi,
buakan sebagai kewajiban kolektif. Artinya semua orang harus berdakwah
untuk dirinya, keluarganya, danmasyarakat dimana saja dan kapan saja,
supaya dapat memacu adanya perubahan. Untuk bangsa Indonesia dengan
komunitas muslim sebagai mayoritas tunggal maka logis kalau ajaran Islam
di negeri ini. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan tidak demikian adanya.
Artinya, Masyumi dengan dakwah politiknya bisa berhasil, tentu warna
kehidupan bernegra sudah pasti lain, mungkin mayoritas muslim Indonesia
akan hidup dalam bimbingan ajaran Islam yang sekaligus menjadi tolak
ukurnya.
M. Natsir memang serius dengan sebuah obsesi yang tampak ideal,
yaitu bagaimana memperjuangkan Islam secara politis pada elite birokrat, baik
dalam pemerintahan orde lama maupun orde baru. Tarjet yang di inginkan
adalah bagaimana mengislamkan umat Islam di Indonesia. Karena sebagai
mayoritas tunggal, ini merupakan satu dilema besar sebagai pencerminan
kehidupan Islam. Hal ini tidak boleh di diamkan begitu saja, harus
diperjuangkan secara serius melalui kekuatan politik. Kendatipun gagal karena
dibubarkan oleh kekuasaan Soekarno, M.Natsir tetap memiliki komitmen yang
kuat tentang dakwah Iskam itu. Inilah yang terlihat dalam pernyataanya,
kalau dulu, kita berdakwah dengan politik tetapi sekarang kita bberpolitik
melalui dakwah. Melalui pernyataan m.Natsir ini dapat di ketahui kemauanya
75
yang kuat untuk menyampaikan dakwah Islam melalui jalur politik secara
formal. Akan tetapi apa hendak dikata kemauannya tersebut tidak dapat izin
dari pihak penguasa.
Sebgai konsekuensi dari pernyataan tersebut maka isi dakwah Islam
yang lebih digemari oleh m. Natsir tampak bergeser. Artinya pada tahun
199330an dakwah Islam m.Natsir lebih terfokus pada materi Islam sebagai
petunjuk ritual. Disana, M. Natsir tanpak tegas mengajarkan tauhid, sholat,
dan lain-lain dengan satu muara, yaitu ingin menjadikan masyarakat Islam
supaya mengamalkan ajaran Islam. Hal tersebut berubah ketika M.Natsir
ikut mengambil bagian pada sejumlah jabatan politis tahun 1940-an. Lebih
terasa lagi adalah ketika M. Natsir menjadi ketua umum Masyumi pada tahun
1949-1958 dan menjadi perdana mentri RI pada tahun 1950-1951.
orienrasinya pada materi dakwah tanpak berubah, yaitu ingin menjadikan
kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam di Indonesia.
Karenanya, M. Natsir tanpaknya lebih intens berbicara, menulis, bahkamn
menggalang potensi-potensi umat yang dipandangnya memiliki nuansa politik
dan komitmen yang kuat terhadap kepentingan Islam. Hal tersebut tidak saja
dilakukannya pada masa pemerintahan orde lama, tetapi juga pada masa
pemerintahan orde baru. Tema-tema dakwah yang mendapatkan perhatiannya
adalah masalah politik, ekonomi, pendidikan, dan hal-hal yang dipandang
sebagai kekuatan yang melemahkan Islam.
Dalam pemerintahan Orde Baru, Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII) dan M. Natsir sebagai pemimpinnya hingga wafatnya, selalu
76
77
78
79
Untuk hal tersebut, konsep dakwah Islam juga harus diarahkan pada proses
terbentukkant regenerasi dalam arti luas sehingga dalam wajah masyarakat
Islam terliahat ada kelanjutan proses alih generasi, bukan stagnasi dalam
generasi kita menyadari bahwa mencarai pemimpin seperti M. Natsir bukan
hal yang muadah, tetapi tidak akan tumbuh pemimpin-pemimpin seperti beliau
kalau tidak diupayakan melalaui program-program pengaderan. Bahkan,
janagn bermimoi untuk mendapatkan tipe-tipe pemimpin seperti M. Natsir
kalau hanya diserahkan kepada seleksi alam.
Ada hal yang perlu disempurnakan dalam gerakan dakwah yang
dilakukan oleh M. Natsir. Dakwah Islam yanng dilakukan beliau hanya
terfokusnya pada pendekatan formal, terutama dalam menghadapi elite
birokrasi. Tidak tampak pendekatan dakwah yang bersifat lebih kekeluargaan
atau dari hati kehati seperti bapak dengan anaknya. Pendekatan yang serba
formal inilah yang menimbulkan jarak yang cukup jauh dengan penguasa
sehingga menimbulkan sikap kurang akrab dan bershabat yang membawa
konsekuensi kecurigaan pihak elite birokrasi terhadap misi dakwah yang di
emban oleh M. Natsir. Tampaknya, M. Natsir dalam gerakan dakwahnya,
terkesan sebagai seorang mubaligh yang menyampaikan kebenaran dengan
berorientasi pada apa yang disebut qul al- haq walau kaana murran
katakanlah yang benar walaupun rasanya pahit. Tugasnya menyampaikan
informasi dakwah dalam arti tabligh. Ia tidak memainkan peran dakwahnya
sebagai dai pengundang yang objek dakwah dijemput dan dihormati ketika
menerima informasi dakwah. Sebenarnya, dakwah yang bertumpu pada amar
80
ma ruf nahi munkar harus lebih di artikan sebagai undangan atau mengundang
para objek dakwah dengan diberi penghormatan sebagai tamu, diajak
berbicara dari hati kehati, didengar keluhan dan kesulitan apa yang sedang
dihadapi oleh mereka ( objek dakwah ), kemudian sang dai mencoba
memberi solusi dengan pilihan-pilihan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan mereka. Sudah barang tentu tawaran pilihan tersebut diikuti
dengan cara-cara yang arif dengan bahasa yang santun.
Dakwah Islam dalam arti sekadar
saja tanpa memperhatikan siapa dan apa yang sedanng dihadapi oleh objek
dakwah, apalagi tidak memberikan solusi dan hanya sekedar menuding, sudah
waktunya dihindari karena cara tersebut dipandang tidak menyelesaikan
masalah, malah bisa sebaliknya.
M. Natsir tampaknya masih menghendaki kekuatan politik sebagai
alat dakwah amar ma ruf nahi munkar. Kehendaknya ini dapat dibaca pada
ucapan kalau dulu, kita berdakwah melalui politik maka sekarang, kita
berpolitik melalui jalur dakwah.
4.2. Konsep Dakwah M Natsir dalam Menghadapi Misionaris Kristen
M. Natsir menaruh perhatian khusus terhadap kristenisasi di Indonesia.
Perhatian khusus ini dituangkan dalam bentuk konkret dengan melakukan tiga
upaya besar, yaitu 1) mengirimkan tenaga dai Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII) ke pelosok daerah dengan salah satu tugasnya membendung
kristenisasi, 3) menulis dua karya ilmiah yang monumental yaitu, Islam dan
Kristen di Indonesia dan Mencari Modus Vivendi antarumat Beragama di
81
benar-benar
82
umat Islam untuk berpindah ke agama mereka. Yang lebih demonstratif lagi
adalah sebagai minoritas, mereka tidak segan-segan mendirikan gereja,
sekolah-sekolah di tengah-tengah lingkungan masyarakat mayoritas muslim.
Mereka tidak segan-segan melakukan ajakan Kristenisasi dari rumah ke rumah
kepada umat Islam dengan membagikan sejumlah materi yang menjadi
kebutuhan masyarakat Islam. Alasannya sederhana, yaitu bantuan sosial dan
kepedulian mereka terhadap nasib sebagian umat Islam yang memerlukan
bantuan. Jika diteliti, sebenarnya kegiatan seperti ini tidak lebih dari suatu
penyerangan yang bersemboyan kedamaian.
Dari segi ini, Kristen/Katolik melalui misionarisnya tampak sudah
melampaui batas, sebab mereka sudah tidak mengindahkan lagi etika
beragama, atau dengan pengertian lain, para misionaris Kristen/Katolik
tampak demonstratif memasuki rumah-rumah orang Islam dengan berbagai
dalih untuk menyampaikan pekabaran Injil. Sebagai contoh kecil, dapat
dikemukakan
suatu
kejadian
misi
mereka
yang
membawa
korban
84
Amudi, yang saat itu menimbulkan ketegangan dan keresahan umat Islam di
Lawang. Demikian ucap A.Hadi.
Peristiwa di atas menunjukkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, ajaran
Kristen/Katolik yang selama ini berpangkal pada kasih sayang seperti yang
digembar-gemborkan, ternyata diselewengkan oleh para misionaris, atau
mungkin ajaran itu sekadar bermakna simbolik untuk memperlancar misi
mereka menambah pengikut agama mereka. Kedua, peristiwa itu tampak tidak
etis karena para misionaris tidak segan-segan melakukan pemaksaan terhadap
masyarakat yang telah memeluk agama lain. Ketiga, menempuh segala cara
dengan mengecoh para pejabat desa untuk kepentingan misionaris. Terhadap
hal-hal seperti inilah, M. Natsir angkat bicara, yang dikenal dengan sebutan
"tiga saran untuk tiga pihak". Untuk menghindari agar insiden-insiden
semacam itu tidak terulang lagi, ia menyarankan hal-hal berikut. 1) Golongan
Kristen tanpa mengurangi hak dakwah mereka untuk 'membawa pekabaran
Injil sampai ke ujung bumi supaya menahan diri dari maksud dan tujuan
program kristenisasi itu. 2) Orang Islam pun harus dapat menahan diri, jangan
cepat-cepat melakukan tindakan-tindakan fisik. Hal ini hanya bisa dilakukan
apabila orang Kristen dapat menahan diri. 3) Sementara itu, pemerintah harus
bertindak cepat terhadap pihak Kristen yang telah tidak mematuhi larangan
pemerintah, agar tidak timbul perasaan tidak berdaya di kalangan orang Islam,
seolah-olah mereka tidak mendapat perlindungan hukum dan jaminan hukum
terhadap rongrongan pihak lain.
85
menawarkan pekerjaan,
perbaikan rumah,
pertunjukan-pertunjukan film,
86
penyalahgunaan transmigrasi,
kawin campur,
perkumpulan-perkumpulan koperasi,
penyalahgunaan kedudukan,;
87
ini, M. Natsir mengajukan perlunya warga yang beragama Kristen dan Islam
sama-sama mengadakan modus vivendi.
Adapun tujuan modus vivendi menurut M. Natsir adalah menciptakan
kehidupan berdampingan secara damai. Modus vivendi M. Natsir tersebut
dapat dipahami karena umat Islam di Indonesia menginginkan hal-hal berikut.
Pertama, antara pemeluk beragama di Indonesia ini supaya hidup
berdampingan secara baik, saling menghargai dan toleransi. Kedua, agar
semua agama di Indonesia merasakan arti hidup intern umat beragama dengan
pemerintah. Ketiga, terwujudnya perdamaian antara masyarakat yang berbeda
agama di negara ini dengan kepentingan pembangunan nasional. Keempat,
menghindari terjadinya perang agama sebagaimana yang sedang terjadi di
berbagai belahan dunia ini. Kelima, tidak kalah pentingnya adalah mengajak
semua manusia dengan perbedaan agama masing-masing untuk mengamalkan
salah satu perintah agama yang paling esensial, yaitu keadilan dalam
keragaman beragama.
Terhadap poin kelima ini, M. Natsir mengatakan,
"Kami umat Islam berseru kepada seluruh teman-teman sebangsa yang
beragama lain bahwa negara itu adalah negara kita bersama, yang kita
tegakkan untuk kita bersama, atas dasar toleransi, tenggang rasa,
bukan untuk satu golongan yang khusus. Kami berseru, sebagaimana
seruan Muhammad kepada sesama warga yang berlainan agama. Kami
diperintahkan supaya menegakkan keadilan dan keragaman di antara
Saudara. Allah adalah Tuhan kami dan Tuhan Saudara. Bagi kami,
amalan kami; bagi Saudara, amalan Saudara. Tidak ada persengketaan
agama antara kami dan Saudara. Allah akan menghimpun kita di hari
kiamat, dan kepada-Nyalah kita sama-sama kembali."
Konsep dakwah M. Natsir melalui modus vivendi tersebut patut
dihargai oleh pemerintah dan semua umat beragama di Negara Kesatuan
88
90
91
dalam masyarakat itu pada dasarnya ingin menguasai, ingin menang, dan ingin
dikatakan paling baik. Dengan demikian, sikap ingin menguasai sulit
dihindari, bahkan sering menjadi motivasi utama bagi masing-masing pihak
untuk mengalahkan pihak lain. Hal inilah yang tidak diperhitungkan M. Natsir
sehingga apa yang dilakukannya dalam banyak hal, ada yang menjegal.
Akibatnya, keinginan M. Natsir tidak semua terpenuhi sebagaimana yang
diharapkannya. Bahkan, yang terjadi malah sebaliknya. M. Natsir hanya
memperhitungkan kuantitas umat Islam sebagai mayoritas di negeri ini. Beliau
lupa bahwa secara politis, umat Islam yang mayoritas itu tidak mempunyai
kualitas yang bisa diandalkan sehingga bukan merupakan hal yang baru,
meskipun dari segi jumlah umat Islam di negeri ini merupakan mayoritas,
tetap saja pengaruhnya terasa sebagai minoritas. Baru belakangan ini mulai
terasa gemanya setelah adanya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI).
Sasaran dari isi-isi dakwah M. Natsir sebagaimana tersebut, pada
dasarnya ditujukan kepada:
a
92
Islam
juga
harus
mengerti politik,
mapan
dalam
ekonomi,
93
terjadi di lingkungannya. Ini semua merupakan hal yang sangat baik bagi
kehidupan manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.
Akan tetapi, ketika M. Natsir membicarakan masalah politik sebagai
isi dakwahnya, terkesan ada kepribadian yang tidak utuh pada dirinya. M.
Natsir ketika menyoroti kebijakan para penguasa, termasuk para pejabat
negara, di matanya mereka seperti manusia-manusia yang tidak mempunyai
jasa atau serba salah. Semestinya, M. Natsir secara jujur mengatakan
kelebihan dan kekurangan mereka sehingga tidak terjadi penilaian sepihak
oleh siapa pun juga. Kejujuran ini sangat penting karena akan diikuti oleh para
da'i atau pengikut yang menjadikannya sebagai idola mereka. Sebagai
gambaran global, hal ini terjadi pada majalah bulanan Media Dakwah yang
dikelolanya. Pada majalah mi, para dewan redaksi atau penulis artikel jika
menyoroti masalah-masalah politik selalu dengan nada negatif. Hal-hal
semacam ini sebenarnya tidak perlu terjadi lagi, karena bagaimanapun juga
akan menimbulkan sikap pro dan kontra bagi pembacanya. Bukan merupakan
hal yang mustahil jika hal tersebut akan membentuk opini umat yang akan
menimbulkan sikap antipati terhadap pemerintah. Apabila hal ini terjadi maka
sangat disayangkan karena dakwah Islam terus dibenturkan dengan
kepentingan emosional pribadi. Ini merupakan kerugian bagi umat Islam
secara keseluruhan dan dapat menjadi indikasi bahwa dakwah Islam tidak
berhasil memperbaiki umat.
Hal yang senada juga terjadi ketika M. Natsir membicarakan masalah
sekularisme. Bagi M. Natsir, sekuler itu seperti horor dan hal yang
94
menjijikkan. Karena itu, tidak ada tempat buat paham sekuler di negeri ini.
Tidak hanya itu, orang-orang yang dianggapnya membawa paham sekuler, di
mata M. Natsir semuanya serba salah, padahal tidak semua sekuler itu
salah/menjijikkan. Sekuler dalam pandangan Barat secara terminologis tidak
dapat dibenarkan. Istilah ini, bukan saja M. Natsir yang menolaknya, tetapi
juga umat Islam pada umumnya, karena pengertian sekuler tersebut akan
menolak campur tangan agama dalam urusan keduniaan. Ini yang disebut
bahaya terselubung bagi umat beragama. Penulis melihat bahwa istilah sekuler
secara harfiah mempunyai arti sangat positif, yaitu "memberi perhatian
terhadap masalah-masalah dunia" atau berkenaan dengan kehidupan dunia.
Demikian tulisan Harun Nasution dalam bukunya, Islam Rasional. Istilah ini
sebenarnya sesuai dengan isyarat dari beberapa ayat yang terdapat dalam AlQur'an surat al-Baqarah ayat 201, surat al-Qashash ayat 77, dan lain
sebagainya.
Sebenarnya, sasaran dakwah M. Natsir pada intinya ditujukan kepada
penguasa negara. Hanya saja, M. Natsir tidak begitu akrab dengan penguasa
sehingga menyebabkan sasaran dakwah ini hanya tinggal sebagai teori belaka.
M. Natsir merasa kecewa terhadap sikap para penguasa yang kurang
memperhatikan imbauan, harapan, dan kritiknya. Demikian sebaliknya, para
penguasa merasa disepelekan oleh kritik M. Natsir yang vokal melalui media
massa.
Sebagai mujahid dakwah, M. Natsir seharusnya berpikir demi
kepentingan yang lebih besar bagi umat Islam. Seharusnya, ia mau mengalah
95
96
pengaruh
terhadap
pendangkalan
akidah,
pemurtadan,
dan
97
dari bumi sendiri) maupun pengaruh misionaris Kristen yang dewasa ini
cukup pesat perkembangannya.
M. Natsir memahami bahwa para da'i yang melaksanakan tugas di
daerah-daerah pedesaan, pedalaman, dan transmigrasi itu menghadapi
berbagai hambatan dan rintangan yang tidak sedikit, baik yang menyangkut
keadaan di lapangan (medan) maupun sarana yang mereka perlukan dalam
melaksanakan tugasnya. Umumnya, sarana yang dipergunakan para dai itu
kurang memadai jika dibandingkan dengan yang dimiliki oleh para misionaris
Kristen. Para misionaris ini antara lain mempergunakan pesawat terbang
dalam melaksanakan tugasnya, seperti di daerah pedesaan dan pedalaman
Kalimantan. Oleh karena itu, ia tidak segan-segan mengirim bantuan
secukupnya sesuai dengan kemampuan yang ada.
Sekalipun bantuan yang diberikan oleh M. Natsir kepada para dai yang
sedang melaksanakan tugasnya itu tidak seberapa besar, namun mereka yang
sebelumnya telah dibekali dengan semangat iman yang mantap, tetap
melaksanakan tugasnya dengan baik. Banyak di antara mereka yang telah
berhasil melaksanakan tugasnya. Bagi sebagian mereka yang telah berhasil,
mendapat beasiswa untuk belajar ke negara-negara Timur Tengah. Hal ini
diberikan selain sebagai imbalan atas tugas-tugas mereka, juga untuk
mengembangkan dan meningkatkan kualitas ilmu dan agama mereka yang
berguna untuk kegiatan dakwah kepada masyarakat di masa yang akan datang.
Ketiga, Penerbitan. M. Natsir tampaknya belum begitu puas atas
dakwah bi al-hal seperti tersebut. la merancang dakwah bi al-kitabah, yaitu
98
melalui tulisan-tulisan yang diorganisasi oleh DDII. Mulai dari brosur berupa
lembaran sampai pada majalah ataupun buku-buku yang ditulisnya sendiri
maupun orang lain. Majalah dan buku-buku tersebut menjangkau semua
pihak, mulai dari golongan awam, menengah, maupun terpelajar. Tujuannya
adalah memberikan informasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan pada
masyarakat secara luas, supaya mereka dapat memahami agama dan
persoalan-persoalan sosial secara tepat. Paling tidak ada lima penerbitan
dakwah yang dikelola secara tertib, dan itu semuanya dikerjakan di kompleks
sekretariat DDII, Jalan Kramat Raya No.45, Jakarta Pusat. Adapun kelima
penerbitan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, majalah serial Media
Dakwah yang dititikberatkan sebagai konsumsi golongan terpelajar dan
menengah. Kedua, majalah Suara Masjid yang isinya lebih difokuskan untuk
konsumsi awam, berisi uraian-uraian tentang tafsir, hadits, dan lain-lain.
Ketiga, Serial Khutbah Jum'at, khusus memuat bahan-bahan khutbah Jumat
untuk para da'i dan masyarakat luas. Isinya kemudian ditambah dengan
pengelolaan manajemen dan pembinaan masjid. Keempat, majalah Sahabat,
bacaan agama dan bimbingan untuk anak-anak dalam membentuk anak yang
saleh. Kelima, Buletin Dakwah, terbit setiap hari Jumat yang terdiri atas empat
halaman. Isinya diatur sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh semua
pihak. Di samping itu, DDII menerbitkan tabloid Al-Salam sampai sekarang.
Isinya menyangkut masalah keagamaan dan laporan masalah-masalah
kegiatan sosial keagamaan. Dengan penerbitan-penerbitan tersebut, terjalinlah
hubungan yang kontinu dengan wilayah-wilayah, sedikit banyaknya juga
99
100
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada temuan berbagai sumber, hasil karya M. Natsir dan
berupa tulisan tentang Natsir yang penulis paparkan di awal maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
5.1.1. Pandangan M Natsir tentang dakwah, bahwa dalam dimensi spiritual,
M. Natsir banyak menggugah perasaan para objek dakwah.
Sedangkan, dalam dimensi sosial, M. Natsir tidak ragu-ragu
menyampaikan pesan dakwahnya yang berisikan kepentingan sosial,
termasuk politik, ekonomi, pendidikan, dan lainnya.
5.1.2. Pandangan M Natsir tentang misionaris Kristen dengan melahirkan
konsep modus vivendi yaitu menciptakan kehidupan berdampingan
secara damai. Modus vivendi dapat dipahami karena umat Islam di
Indonesia menginginkan terwujudnya perdamaian antara masyarakat
yang berbeda agama, dan menghindari terjadinya perang agama.
5.1.3. Strategi dakwah M. Natsir dalam menghadapi misionaris Kristen. M.
Natsir mengetengahkan tiga strategi dakwah dalam mengimbangi
berbagai upaya misionaris Kristen, yaitu
101
102
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Amrullah, 1983. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Primaduta.
Harahap, Syahrin, dan Hasan Bakti Nasution. 2003. Ensiklopedi Aqidah Islam.
Jakarta: Prenada Media.
M. Amirin, Tatang. 1995. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta, Raja Grafindo Persada.
103
Natsir, M.. 1983. Islam dan Kristen di Indonesia. Jakarta: Media Dakwah.
--------. 1985. Fiqhud Da'wah. Jakarta: Media Dakwah.
--------.1973. Capita Selecta, Jakarta : Bulan Bintang.
--------. 1982. Pesan Islam Terhadap Orang Moderen. Jakarta : Media Dakwah.
--------.1988. Kebudayaan Islam dalam Perspektif Sejarah. Jakarta : Giri Mukti
Pasaka
Njotorahardjo, Niko et.al. Transformasi Indonesia, Jakarta: Metanoia.
Pimay, Awaludin. 2005. Paradigma Dakwah Humanis. Semarang: Rasail.
Rais, Amien, 1999, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, Bandung: Mizan
104
Referensi lain:
Harian Kompas, 7 Juli 2004.
Harian Suara Merdeka, 10 April 2006.
Majalah Spirit, 2003
105
: Sri Wahyuni
NIM
: 1105054
Alamat Asal
Pendidikan
Demikian daftar riwayat hidup pendidikan ini saya buat dengan sebenar-benarnya
dan harap maklum adanya.
Sri Wahyuni
106