Anda di halaman 1dari 6

4.

2 Pembahasan
4.2.1 Muscle performance test
1. Push Up
Pada praktikum kali ini seluruh probandus yang terdiri dari dua laki-laki dan
dua perempuan melaksanakan push up sebanyak-banyaknya dalam satu menit.
Push up adalah gerakan latihan dengan mengangkat dan menurunkan tubuh
dengan tumpuan tangan. Push up merupakan gerakan yang dihasilkan dari
kerjasama dari beberapa otot terutama di dada dan lengan atas Otot yang
utamanya bekerja pada saat seseorang melakukan push up ialah m. pectoralis
major , m. biceps brachii, m.brachialis, dan m. triceps brachii. Push up merupakan
gerakan yang dapat dijadikan indikator untuk menilai kekuatan otot tersebut
dengan menghitung frekuensi pengulangan gerakan naik turun dari tiap probandus.
Pada praktikum push up, kekuatan otot dijadikan fokus pada tes performa
otot ini. Kekuatan otot dinilai dengan mengukur kekuatan tegangan otot dengan
tahanan yakni massa tubuh. Probandus akan melakukan kontraksi otot secepatcepatnya dalam durasi waktu yang pendek yakni satu menit. Serat otot yang paling
berperan dalam praktikum push up ini ialah serat otot putih (fast twitch) karena
serat otot ini akan menghasilkan tegangan maksimum yang besar dan cepat
sehingga dapat dihasilkan frekuensi pengulangan push up sebanyak mungkin
(Mader, 2004).
Supaya menghasilkan energi besar dalam waktu yang cukup singkat, otot
serat putih menggunakan sistem metabolisme anaerobik . sistem anaerobic dapat
menghasilkan 2.5 mol ATP per menit atau 2.5 kali lebih cepat dibandingkan sistem
metabolism aerobik (Guyton, 2006). Namun pada kondisi optimal, sistem ini hanya
dapat menyediakan energy selama 1.3-1.6 menit pada aktivitas otot maksimal
(Guyton, 2006). Oleh karena itu sistem metabolism ini lebih banyak digunakan saat
praktikum push up kali ini ketika jumlah besar ATP dibutuhkan untuk kontraksi
berulang dan cepat saat push up dalam waktu cukup singkat yakni satu menit.
Semua probandus mengaku mengalami kelelahan dan pegal terutama di
lengan atasnya setelah melakukan push up tersebut. Pegal dan kelelahan terjadi
terutama setelah melakukan kegiatan fisik yang mengedepankan kekuatan salah
satunya push up. Kegiatan fisik tersebut cenderung akan anaerobic dan
metabolisme tersebut dapat menghasilkan akumulasi asam laktat yang
menyebabkan otot cepat lelah.
Probandus pada praktikum push up terdiri dari dua perempuan yakni As dan
R dan dua laki-laki yakni L dan Al. probandus perempuan memiliki rata-rata jumlah
frekuensi push up probandus yakni 32 kali/menit dengan standar deviasi 1,41
sedangkan rata-rata skor yakni 60 dan standar deviasi 2,83. Hal tersebut
menunjukkan kedua probandus mempunyai kekuatan otot pada lengan atas (m.

biceps brachii, m. triceps brachii, m.brachialis ) dan pada dada (m.pectoralis major)
yang hampir sama. Kedua probandus perempuan memiliki rating yang sama yakni
average karena frekuensi push up kedua probandus tidak jauh berbeda dengan data
di populasi yakni 26 kali/menit. Rating tersebut menunjukkan bahwa kekuata otot
pada lengan atas dan dada kedua probandus berada di rata-rata kekuatan otot
perempuan pada umumnya.
Probandus laki-laki pada praktikum ini memiliki rata-rata jumlah frekuensi
push up yakni 18,5 kali per menit dengan standar deviasi 2,12 sedangkan rata-rata
skor sebesar 12,5 dengan standar deviasi 2,12. Hal tersebut menunjukkan kedua
probandus memiliki kekuatan otot pada lengan atas dan dada yang hampir sama.
Kedua probandus laki-laki memiliki rating yang sama yakni poor karena frekuensi
push up jauh di bawah rata-rata laki-laki yakni 45-46 kali/ menit.kedua probandus
sama-sama memiliki kekuatan otot lengan atas dan dada yang jelek. Kedua
probandus yakni L dan Al mengaku jarang berolahraga khususnya melatih kekuatan
otot lengan dan dada.
Menurut Sugiyanto kekuatan otot ditentukan oleh terutama beasrnya luas
penampang otot serta kualitas control pada otot yang bersangkutan. Pada daranya
besarnya luas penam[ang otot dan kualitas control otot dapat ditingkatan dengan
latihan rutin dan bekesinambungan (progresif). Kedua probandus laki-laki mengaku
jarang melakukan olahraga yang dapat meningkatkan kekuata otot misalnya angkat
beban. Inilah yang menjadi faktor utama yang menyebabkan otot lengan atas dan
dada kedua probandus tidak terlatih dan beradaptasi sehingan menghasilkan
performa yang jelek.
Umur dan jenis kelamin juga mempengaruhi baik dan tidaknya kekuatan otot.
Namunpada praktikum kali ini pengaruh umur tidak dapat diamati pada praktikum
ini karena probandus memiliki usia yang sama. Sedangkan berdasarkan jenis
kelamin secara sekilas terlihat frekuensi push up probandus perempuan lebih besar
dibandingkan probandus laki-laki (32 kali / menit > 18,5 kali/ menit). Namun data
tersebut kurang tepat untuk menjadi bukti bahwa performa otot perempuan lebih
baik dibandingkan laki-laki karena perbedaan metode tes push up yang digunakan.
Probandus perempuan menggunakan lutut sebagai sandaran / pengungkit saat
melakukan push up. Hal ini mengakibatkan pusat massa tubuh (di area sekitar
umbilicus) menjadi lebih dekat dengan titik pengungkit di lutut sehingga usha
oleh otot lengan dan dada akan mengecil. Hal ini berbeda dengan

Effort
fulcrum

load

effort
Fulcrum load

probandus laki-laki yang memiliki titik pengungkit di ujung jari yang lebih jauh dari
pusat massa tubuh. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi performa otot ialah
berat badan dan nutrisi .
2. sit up
Situp ialah gerakan memfleksikan batang tubuh dan pinggang sehingga
mengubah posisi tubuh dari baring menjadi duduk dan mengulanginya dalam durasi
waktu tertentu. Gerakan sit up dapat dilakukan dengan melibatkan otot-otot yang
mefleksikan batang tubuh (tulang belakang) terutama pada sendi lombosacral.
Otot-otot yang paling berperan dalam gerakkan sit up yakni otot yang berada di
perut yakni m. rectus abdominis, m. eksternal oblique, dan m. internal oblique.
Oleh karena itu, sit up biasanya digunakan untuk melatih kekuatan otot-otot
tersebut selain juga digunakan untuk mengukur performa otot tersebut.
Praktikum sit up kali ini dilakukan oleh 2 probandus laki-laki yakni Al dan L
dan oleh 2 probandus perempuan yakni M dan V. Pada praktikum sit up ini, kekuatan
otot menjadi fokus penilaian performa otot perut. Seluruh probandus diperintahkan
untuk melakukan sit up sebanyak-banyaknya dalam waktu satu menit. Otot perut
akan dipacu untuk berkontraksi secara cepat dan intens dalam kurun waktu
tersebut. Kekuatan otot akan dinilai dari frekuens jumlah sit up yang dapat
dilakukan.
Serat otot yang paling banyak digunakan pada praktikum ini ialah serat
otot putih (fast twitch). Serat otot ini akan menghasilkan energi yang besar dan
cepat sehingga dapat dihasilkan frekuensi pengulangan sit up sebanyak mungkin.
Otot serat putih, yang didesain untuk kekuatan otot, cenderung menggunakan
sistem metabolic anaerobik agar menghasilkan energy besar dalam waktu cepat.
sistem anaerobic dapat menghasilkan 2.5 mol ATP per menit atau 2.5 kali lebih
cepat dibandingkan sistem metabolism aerobik (Guyton, 2006). Namun pada
kondisi optimal, sistem ini hanya dapat menyediakan energy selama 1.3-1.6 menit
pada aktivitas otot maksimal (Guyton, 2006). Oleh karena itu, dalam kurun waktu
satu menit, otot perut akan menggunakan sistem metabolik anaerobic yang
memungkinkannya untuk mendapatkan energy yang maksimal. Diharapkan energy
tersebut dapat digunakan untuk melakukan kontraksi cepat dan intens sehingga
jumlah pengulangan sit up yang diperoleh akan besar.
Meskipun menghasilkan energy yang relatif besar, sistem
metabolism anaerobic akan menghasilkan asam laktat. Timbunan asam
laktat akan mengakibatkan otot menjadi cepat lelah dan pegal. Oleh
karena itu, setelah sit up seluruh probandus mengeluh kelelahan dan
pegal pada otot perutnya.

Dua probandus perempuan yakni V dan M memiliki rata-rata


frekuensi pengulangan sit up sebanyak 25,5 kali pengulangan/menit
dengan standar deviasi 2,12. Rata-rata skor kedua probandus ialah 0,5
dengan standar deviasi 0,71. Hal tersebut menunjukkan bahwa performa
otot fleksor tubuh kedua probandus hampir sama besar. Kedua probandus
memiliki rating poor karena jauh di bawah rata-rata capaian populasi yang
sebesar 42-41 kali/menit. Rating tersebut menunjukkan Kedua probandus
memiliki kekuatan otot perut, m. rectus abdominis, m. eksternal oblique,
dan m. internal oblique, yang jelek.
Pada praktikum yang sama dua probandus laki-laki yakni L dn Al
memiliki rata-rata frekuensi pengulangan sit up sebesar 37,5 kali/menit
dengan standar deviasi 4,95. Rata-rata skor kedua probandus yakni 15
dengan standar deviasi sebesar 16.97. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kedua probandus memiliki tingkat kekuatan otot perut yang berbeda.
Kedua probandus juga memiliki rating kekuata otot yang berbeda.
Probandus L memiliki rating fair sedangkan probandus Al memiliki rating
poor. Probandus L memiliki kekuatan otot perut yang biasa-biasa saja
dan dibawah rata-rata populasi sedangkan probandus Al memiliki
kekuatan otot perut yang jelek.
Faktor keterlatihan otot dianggap menjadi faktor utama mengapa
kesemua probandus memiliki kekuatan otot di bawah rata-rata populasi.
Otot yang terlatih akan menghasilkan adaptasi otot yakni pembesaran
luas penampang otot dan kualitas control otot yang baik. Hal ini tidak
terjadi pada otot yang tidak dilatih sehingga kondisi otot tidak
memungkinkan untuk menunjukkan tingkat kekuatan otot yang baik saat
diuji.
Umur juga mempengaruhi performa otot namun pada praktikum ini
pengaruh umur terhadap performa otot tidak dapat diamati karena
probandus memiliki usia yang setara. Kedua probandus melaksanakan tes
performa otot dengan metode yang sama sehingga pengaruh jenis
kelamin dapat dibandingkan. Pengaruh jenis kelamin terhadap kekuatan
otot perut terlihat pada praktikum ini. Rata-rata frekuensi pengulangan
otot pria jauh lebih baik dibandingkan otot perempuan (37,5 kali / menit >
25,5 kali/ menit). Skor performa otot laki-laki 25 lebih besar dibandingkan
rata-rata skor performa otot perempuan sebesar 0,5. Hal ini menunjukkan
bahwa kekuatan otot laki-laki 30 kali lebih besar dibandingkan kekuatan
otot perempuan. Otot-otot perempuan yang berukuran lebih kecil
mengakibatkan kekuatan otot perempuan lebih kecil dibandingkan dengan
perempuan. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
performa/kekuatan otot ialah berat badan dan nutrisi .

3. Vertical Jump
Vertical jump ialah gerakan fisik melompat dari posisi berdiri
untuk mencapai titik tertinggi. Untuk mencapai posisi tinggi maka otot
harus melepaskan energi besar ketika menumpu pada tepat berpijaknya.
Otot yang bekerja saat melompat secara vertikal ialah hampir semua otototot ekstensor seluruh tubuh terutama yang berada di ekstremitas bawah
misalnya m. gastronecmius dan m. soleus. Waktu menumpu kaki yang
sangat singkat yakni hanya sepersesekian detik memaksa otot otot yang
bekerja pada saat melompat untuk menghasilkan lonjakan energy yang
besar dalam kurun waktu tersebut.
Pada praktikum vertical jump, seseorang akan dinilai daya ledak
otot tungkainya (muscle power). Daya otot adalah kemampuan seseorang
dalam mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya. Daya ledak otot akan dinilai
berdasarkan ketinggian yang dicapai, massa tubuh sebagai beban yang
harus dilawan dan waktu kontraksi otot saat melompat yang dianggap
sebesar 0,08 detik.
Serat otot yang paling banyak digunakan pada praktikum ini
ialah serat otot putih (fast twitch). Serat otot ini akan menghasilkan
energi yang besar dan cepat sehingga dapat dihasilkan daya otot yang
besar.
Sistem metabolisme yang cenderung digunakan pada aktivitas ini
ialah sistem fosfokreatin. Pada sistem ini sumber energy yang digunakan
ialah kreatin fosfat yang dibentuk saat otot relaksasi. Kreatin fosftat ini
kemudian akan diubah menjadi ATP dalam waktu singkat. Sistem
fosfokreatin akan menghasilkan 4 mol ATP per menit atau hampir dua kali
lebih cepat dibandingkan sistem anaerobik. Namun sistem metabolism ini
akan berlangsung dalam waktu 8-10 detik dan kemudian habis. Salah satu
aktivitas yang menggunakan sistem ini ialah melompat setinggi-tingginya
dimana otot-otot ekstensor bekerja sangat singkat untuk menghasilkan
energy sebesar-besarnya.
Praktikum ini melibatkan dua probandus perempuan yakni V dan
An dan dua probandus laki-laki yakni L dan Al sebagai sampelnya.
Probandus perempuan memiliki rata-rata kekuatan otot yakni 117,5 kg m/
dengan standar deviasi 7,78. Sedangkan rata-rata skor yang diperoleh
yakni sebesar 26 dengan standar deviasi 8,48. Hal ini menunjukkan bahwa
kedua nprobandus perempuan memiliki daya ledak otot tungkai yang
relatif berbeda. Walaupun demikian kedua probandus memiliki rating yang
sama yakni fair yang artinya kedua probandus memiliki daya otot yang
biasa saja atau berada di bawah rata-rata.

Pada pihak lain, kedua probandus laki-laki memiliki daya ledak


otot yang berbeda jauhh. Rata-rata skor kedua probandus ialah 72 dengan
standar deviasi 18,38. Probandus L memiliki daya ledak otot 318 kg m/s
dan memiliki rating average. Ini berarti bahwa prbandus L memiliki
tingkat daya ledak otot tungkai yang berada di rata-rata populasi.
Sedangkan probandus Al memiliki daya ledak otot NaN atau . Dan
memiliki rating excellent. Hal ini menunjukkan daya ledak otot tungkai
probandus Al menunjukkan tingkat yang sangat baik.
Faktor yang paling mempengaruhi daya ledak otot ialah kekuatan
otot. Kekuatan otot khususnya pada tungkai dapat ditingkatkan bila
seseorang melakukan latihan terutama latihan vertical jump. Bila
kekuatan otot meningkat maka dapat otot tersebut dapat menghasilkan
energy yang besar. Faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan otot
secara tidak langsung juga mempengaruhi daya ledak otot misalnya usia
dan nutrisi yang tidak diamati pada praktikum ini.
Jenis kelamin juga mempengaruhi daya ledak otot yang dapat
diamati pada praktikum ini. Berdasarkan data pengamatan, probadus
perempuan memiliki rata-rara daya ledak otot yang jauh lebih rendah
dibandingkan kekuatan otot laki-laki. Rata-rata daya ledak otot
perempuan yang sebesar 117,5 kgm/s atau hampir sepertiga daya ledak
otot probandus laki-laki yang paling rendah yang senilai 318 kgm/s.

Anda mungkin juga menyukai