Anda di halaman 1dari 2

Analisis Kadar Abu

March 24, 2012 by ASTUTI


Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu
bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya
merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar
abu tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik
dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah
disebut sebagai kadar abu. Produk perikanan memiliki kadar abu yang berbeda-beda. Standar
mutu ikan segar berdasar SNI 01-2354.1-2006, ialah memiliki kadar abu kurang dari 2%. Produk
olahan hasil diversifikasi dari jelly fish product (kamaboko) yang tidak diolah menjadi surimi
dahulu memiliki standar kadar abu antara 0,44 0,69% menurut SNI 01-2693-1992. Contoh
jelly fish product, yakni otak-otak, bakso dan kaki naga.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan
baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai
penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Penggilingan gandum, misalnya, apabila
masih banyak lembaga dan endosperm maka kadar abu yang dihasilkannya tinggi. Banyaknya
lembaga dan endosperm pada gandum menandakan proses pengolahan kurang baik karena masih
banyak mengandung bahan pengotor yang menyebabkan hasil analisis kadar abu menjadi tidak
murni. Kandungan abu juga dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan dan keaslian
bahan yang digunakan. Kadar abu sebagai parameter nilai gizi, contohnya pada analisis kadar
abu tidak larut asam yang cukup tinggi menunjukan adanya kontaminan atau bahan pengotor
pada makanan tersebut. Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan
cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah).
A. Penentuan kadar abu secara langsung
Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada suhu tinggi, yaitu
sekitar 500-600oC, kemudian zat yang tertinggal setelah proses pembakaran ditimbang.
Mekanisme pengabuan cara langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam
kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang
sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan,
ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu
pemanasan pada suhu 300oC agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi hingga
kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan hingga asam habis. Selanjutnya, pemanasan pada
suhu bertahap hingga 600oC agar perubahan suhu secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan
menjadi pecah.
B. Penentuan kadar abu secara tidak langsung
Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum
dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol atau pasir bebas

anorganik yang selanjutnya dipanaskan dalam suhu tinggi. Pemanasan menyebabkan gliserol
alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan
memperbesar oksidasi. Pemanasan pada pasir bebas dapat membuat permukaan yang
bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas sehingga proses
pengabuan semakin cepat.
Mekanisme pengabuan cara tidak langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1
jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong
ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam
cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram. Gliserol alkohol ditambahkan dalam cawan
sebanyak 5 ml dan dimasukan dalam tanur pengabuan hingga putih keabu-abuan. Abu yang
terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Cawan porselen dioven terlebih dahulu untuk
mengeringkan air yang mungkin terserap saat disimpan dalam muffle lalu dimasukan ke
desikator. Penimbangan cawan setelah pengabuan dicatat sebagi berat c gram. Suhu yang tinggi
menyebabkan elemen abu yang volatil, seperti Na, S, Cl, K dan P menguap. Pengabuan juga
menyebabkan dekomposisi tertentu, seperti K2CO3 dan CaCO3. Pengeringan dengan metode ini
bertujuan mendapatkan berat konstan.
Referensi :
Apriandi A. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif keong ipong-ipong (Fasciolaria
salmo) [skripsi]. Bogor: FPIK, IPB
Apriantono A, Fardian D. 1989. Analisa Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB
[BI] Bank Indonesia. 2008. Pengolahan ikan berbasis fish jelly product (otak-otak dan kaki
naga). http://www.bi.go.id (17 Maret 2011)
Fauzi M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Jember: FTP UNEJ
Siregar MM. 2011. Amankah ikan yang kita makan. http://diskanlutriau.net (22 Maret 2011)
Sudarmadji. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty
http://astutipage.wordpress.com/2012/03/24/analisis-kadar-abu/

Anda mungkin juga menyukai