Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan lensa yang dapat terjadi akibat hiperhidrasi lensa,
denaturasi protein lensa atau terjadi akibat keduanya. Katarak senilis sendiri adalah kekeruhan
lensa setelah 50 tahun. Penyebabnya masih tidak diketahui.
Penyebab katarak senilis masih belum diketahui tetapi banyak teori tetapi yang banyak dianut
adalah teori radikal bebas dimana terbentuk akibat oksidasi dari senyawa sehingga menyebabkan
degenerasi dari sel. Atau dapat juga karena jaringan yang mati sesuai dengan teori jam biologis.
Katarak senilis merupakan penyebab utama dari kelainan pengelihatan bahkan sampai kebutaan
di seluruh dunia. Insiden tersering sekitar 67% orang berusia 70 tahun menderita katarak senilis.
Patofisiologi dari katarak sendiri kompleks dan masih belum dapat dimengerti. Semakin tuanya
usia, lensa semakin berat dan semakin tebal. Nekleus akan semakin tertekan dan semakin keras.
Epitel dari lensa juga mengalami degenerasi akibat usia sehingga epitel menjadi sedikit dan serat
lensa menjadi tidak biasanya. Jadi, walau epitel lensa memiliki sifat apoptosis yang sangat
rendah, tetapi jika berkurang, sel epitel yang mati akan menyebabkan serat akan terganggu.
Selain itu proses oksidasi juga mengganggu kejernihan lensa. Yang terkahir adalah perubahan
protein lensa dari low soluble protein menjadi high soluble protein yang menyebabkan fluktuasi
refraksi terganggu.
Katarak ini dikenal beberapa stadium yaitu insipient, intumesen, imatur, matur dan hipermatur.
Katarak insipient sendiri kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks
anterior dan posterior. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia karena indeks refraksi tidak
sama. Katarak intumesen sendiri dimana lensa membengkak karena bagian yang degenerative
menyerap air. Bilik mata menjadi dangkal sehingga dapat memberikan penyulit pada glaucoma.
Selain itu, pengelihatan menjadi miop. Katarak imatur adalah sebgian lensa keruh pada katarak
imatur, lensa dapat mencembung sehingga dapat mempersulit glaucoma. Selain itu ditemukan
shadow test + akibat bayangan iris jatuh pada lensa yang keruh. Katarak matur kekeruhan telah
mengenai seluruh lensa, dan cairan akan keluar sehingga menyebabkan lensa kembali ke ukuran
semula. Dapat terjadi kalsifikasi juga pada lensa dan shadow test akan negative. Katarak
hipermatur merupakan stadium lanjut dimana dapat menjadi dua kemungkinan yaitu mengeras
atau melembek. Jika mengeras, maka masa yang berdegenerasi akan keluar sehingga lensa
mengecil, kuning kering dan bilik mata dalam serta terdapat lipatan kapsul lensa. Pengerutan
dapat berlangsung terus sehingga hubungan dengan zonula akan kendor. Jika korteks tetap tebal
maka korteks yang berdegenerasi dan tebal tidak dapat keluar sehingga nucleus akan berenang
renang seperti dalam susu. Katarak ini disebut katarak morgagnian. Katarak brunesen sendiri
berwarna cokelat dan biasa pada pasien Diabetes atau myopia tinggi.
Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senilis
Kekeruhan
Besar lensa
Cairan Lensa
Insipien
Ringan
Immatur
Sebagian
Matur
Seluruh
Hipermatur
Masif
Normal
Normal
Lebih Besar
Bertambah
Normal
Normal
Kecil
Berkurang
( Air masuk)
(Air
massa
Iris
Bilik depan
Sudut bilik mata
Penyulit
Normal
Normal
Normal
-
Terdorong
Dangkal
Sempit
Glukoma
Normal
Normal
Normal
-
lensa keluar)
Tremulans
Dalam
Terbuka
Uveitis,glaucom
Visus
(+)
-
<
(++)
<<
-
a
<<<
(+/-)
Bayangan Iris
Untuk pengobatan katarak sendiri sampai sekarang hanya bisa oleh pembedahan. Tetapi untuk
mencegah progresivitas pada katarak, menurut beberapa penelitian bisa dipakai vitamin dosis
tinggi.
Prognosis bila dilakukan tindakan pembedahan secara defenitif
memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis
penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk
pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina
membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk
perbaikan ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral
dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.
Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang dari normal
akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bolamata yang lebih panjang dari
normal pula.
Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan myopia yang lebih besar (70%
90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% 40%). Paling kecil adalah Afrika (10%
20%).
Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat memperbesar resiko
myopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan penerangan yang kurang memadai.
Klasifikasi Miopia
Menurut klinis:
1. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata yang terlalu
panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalinaa yang terlalu tinggi.
2. Nokturnal myopia: adalah myopia yang hanya terjadi pada saat kondisi sekeliling kurang
cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap level
pencahayaan yang ada. Myopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka
terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan
menambah kondisi myopia.
3. Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme
akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot otot siliar yang memegang lensa
kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan myopia palsu, karena memang sifat myopia ini
hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini,
tidak boleh buru buru memberikan lensa koreksi.
4. Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological, atau progressive myopia.
Biasanya merupakan myopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah
normal meskipun telah mendapat koreksi. Myopia jenis ini bertambah buruk dari waktu
ke waktu.
5. Induced (acquired) myopia: merupakan myopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat
obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa, dan
sebagainya.
Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat bahwa
cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan refraksi mata
mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada myopia, kelebihan daya bias ini dapat
dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata.
Presbiopi
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi, lensa mata
tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan akomodasi ini
maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu
berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas.
Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuatan
tertentu, biasanya :
Hipertensi Retinopati
Retinopati hipertensi adalah kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah
tinggi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati
hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina dan
perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau
setempat,fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah. Penyempitan ini akibat respon
hipertensi pada pembuluh darah retina (vasokonstriksi).
Etiologi dari hipertensi sendiri dapat terjadi primer maupun sekunder. Hipertensi primer sendiri
terjadi akibat gaya hidup ataupun genetik. Hipertensi sekunder merupakan hipertensi dengan
penyebab lain seperti kelainan ginjal, pembuluh darah dan kelianan endokrin. Hipertensi yang
tidak terkontrol dapat bermanifestasi kepada mata sebagai hipertensi retinopati karena mata
merupakan end organ.
Penyempitan arteri dapat fokal atau menyeluruh. Penyempitan arteri fokal karena
peningkatan tekanan darah. Pada kasus parah akan menimbulkan cotton-wool patches yang
merupakan edema serat saraf retina karena mikroinfark. Biasanya terletak pada 2-3 diameter
Grading dari hipertensi sendiri adalah grade I dan II terbatas pada refleksi cahaya (cooper wire
and silver wire). Grade III mencakup cotton wool, hard exudate, perdarahan dan perubahan
mikrovaskular. Grade IV yaitu gejala grade III disertai edema diskus optikus. Pada pasien berusia
muda,dijumpai retinopati yang luas disertai perdarahan, infark retina, infark koroid(Elsching
spot),dan kadang ablasio serosa retina. Pada pasien yang lebih tua maka sulit dikenali gambaran
khas pada orang muda karena telah dilindungi oleh arteriosklerotik.
Grading menurut scheie adalah stadium I terdapat penciutan setempat pada pembuuh darah kecil,
stadium 2 penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang-kiadang penciutan
setempat seperti benang, pembuluh darah arteri tegang, membentuk cabang keras. Sedangkan
stadium 3 adalah gejala stadium 2 dengan cotton woll eksudat, dengan kadang terdapat keluhan
berkurang pengelihatan. Stadium 4 sendiri seperti stadium 3 dengan edem papil dengan eksudat
star figure, disertai keluhan pengelihatan menurun dengan tekanan diastole kira-kira 150mmHg.
Terapi dari hipertensi retinopati adalah menurunkan tekanan darah dan mengontrol dalam batas
normal. Biasanya pada derajat 3 & 4 akan mengalami perbaikan tetapi tidak dengan derajat 1 &
2. Pada derajat 1 & 2, pengontrolan berguna untuk mencegah agar tidak berlanjut ke stadium
yang lebih tinggi. Akan tetapi perlu diketahui, ketika tekanan darah sangat tinggi, penurunan
tekanan darah secara tiba-tiba akan mengagalkan autoregulasi sehingga menyebabkan iskemik
dari nervus optikus.
Terapi anti hipertensi yang digunakan tergantung dari usia. Jika usia lebih dari 55 tahun, maka
sebaiknya digunakan ca blocker atau thiazide dan jika kurang dari 55 tahun, ace inhibitor adalah
pilihan utama. Dosis yang digunakan untuk calcium bloker adalah nifedipin 30-60mg/24 jam.
Sedangkan thiazide adalah chlortalidone 25-50mg/24jam. Ace inhibitor adala Lisinopril 1040mg/24jam peroral. Menurut penelitian, penggunaan kalsium bloker dapat membuat
remodeling retina lebih baik daripada obat lain karena efek vasodilatasi.
Daftar Pustaka
1. Illyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010
2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17 th ed. USA : Mc
Graw-Hill; 2007.
3. Olver J, Cassidy L. Basic optics and refraction. In : Olver J, Cassidy L. Ophtalmology at a
Glance. New York: Blackwell Science; 2005.
4. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes on ophtalmology. New York:
Blackwell
Publishing; 2003.
5. Goss DA, Grosvenor TP, Keller JT, Matsh-Tootle W, Norton TT, Zadnik K. Optometric
clinical practice guidelines: Myopia. American Optometric Association. 2006. Diunggah dari
www.aoa.org pada 10 mei 2015