Anda di halaman 1dari 7

Tonsilitis

Akut
Komplikasi
Fatal bila
Tidak
By

Malaura Elfrida
11.2014.255
Pembimbing: dr. Fitriah Shebubakar, Sp. THT
ABSTRACT

A case of acute tonsillitis is reported where proper antibiotic treatment was not given because
of a negative throat culture, and the patient presented with complications. Review of the
literature regarding acute tonsillitis, its presentation, treatment and various complications
are discussed.

Keywords: acute tonsillitis, throat swab, peritonsillar abscess, retropharyngeal abscess,


parapharyngeal abscess, GABHS, MRSA, PANDAS, Lemierres syndrome.

Abstrak

Terdapat kasus tonsilitis akut yang mana dilaporkan tidak diberikan penanganan antibiotik
yang sesuai karena kultur tenggorokan negatif, dan pasien menunjukkan terjadinya
komplikasi. Tinjauan pustaka ini menjelaskan mengenai tonsilitis akut, manifestasi,
penanganan dan komplikasi.

Kata kunci: tonsilitis akut, usap tenggorok, abses peritonsilar, abses retrofaringeal, abses
parafaringeal, GABHS, MRSA, PANDAS, Sindrom Lemierre.

LAPORAN KASUS

Pria berusia 22 tahun dibawa ke ruang IGD dengan sakit tenggorokan selama kurang lebih
tiga minggu. Pasien telah diberikan analgesik tetapi tidak mengalami perbaikan. Pasien tidak
diberikan antibiotik apapun karena pada usap tenggorok tidak ditemukan adanya bakteri.
Pasien dirawat dengan demam, odinofagia, dan trismus ringan.

Pasien mengalami pembesaran tonsil dan folikel yang diselubungi dengan debris berwarna
putih, dan tidak ada pembengkakan peritonsilar. Usap tenggorok diambil dan dikirim untuk
kultur. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis predominan netrofil. Pasien dalam

1
keadaan akut dan trismus ringan sehingga diberikan antibiotik intravena ceftriakson
(Rocephin) 2 gram sekali sehari dan klindamisin 600 miligram empat kali sehari dan masih
menunggu hasil usap tenggorok.

Trismus yang ada mengalami perbaikan dalam empat puluh delapan jam dan kultur tenggorok
hasilnya negatif. Pasien masih mengalami kesulitan menelan sehingga dilakukan CT scan di
bagian leher dan menunjukkan abses retrofaringeal tahap awal. Pasien mengalami demam
diberikan Flagyl (metronidazole) 500 miligram dimulai dalam delapan jam. Dalam empat
puluh delapan jam pasien mengalami perubahan kemudian pasien diberikan antibiotik oral
cefixime (Suprax) 400 miligram sekali sehari dan klindamisin 600 miligram setiap delapan
jam dan Flagyl (metronidazole) 500 miligram setiap delapan jam selama satu minggu. Selama
dua minggu pasien diterapi rawat jalan, didapatkan adanya perbaikan dan sembuh.

PEMBAHASAN

Tonsilitis adalah inflamasi tonsil yang umumnya disebabkan oleh infeksi viral atau bakteri.
Gejala tonsilitis termasuk sakit tenggorokan dan demam. Tidak ada pengobatan antibiotik
untuk infeksi singkat yang disebabkan oleh viral. Pada tonsilitis bakterialis, terapi antibiotik
bisa memberikan perbaikan dengan syarat antibiotik yang diberikan benar. Biasanya
antibiotik diberikan setelah diketahui hasil sensitivitas kultur. Tetapi jika hasil kultur
menunjukkan hasil negatif berulang dan pasien mengalami gejala persisten dan hebat dapat
diberikan antibiotik tanpa harus menunggu hasil kultur. Hasil kultur yang negatif dapat
disebabkan salah satu dari beberapa faktor seperti: kultur dari usapan yang tidak benar, kultur
terpajan dengan dunia luar dalam waktu yang lama, usap tenggorok yang didapat berasal dari
permukaan tonsil yang salah di mana tidak ada gejala infeksi, tidak menyebutkan antibiotik
apa yang telah pasien minum dengan peresepan sendiri, atau pada bagian permukaan tonsil
tidak ada bakteri tetapi berada pada inti tonsil.

2
PENYEBAB

Umumnya tonsilitis disebabkan oleh virus seperti adenovirus, rhinovirus, influenza, virus
corona dan respiratory syncytial virus. Tonsilitis juga dapat disebabkan oleh Epstein-Barr
virus, herpes simpleks virus, cytomegalovirus ataupun HIV. Bakteri yang paling sering
menjadi penyebab adalah streptokokus beta hemolitikus grup A (Group A beta-haemolytic
streptococcus GABHS) yang mana menyebabkan radang tenggorokan. Bakteri-bakteri lain
yang dapat menyebabkan tonsilitis adalah Staphyloccocus aureus termasuk MRSA,
Streptococcus pneumoniae, Clamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, pertusis,
Fusobacterium, difteria, sifilis dan gonore. Kombinasi GABHS dan influenza-A dapat
menyebabkan titer ASO (Antistreptolysin O) dan titer anti-DNase B positif pada satu dari tiga
pasien. Bakteri anaerobik juga dapat menjadi penyebab, seperti streptokokus anaerob,
pigmented Protovella, Fusobacterium, Citrobacter mutans dan Actinomyces sp. Kadang-
kadang spirochaeta dan treponema dapat menyebabkan tonsilitis (angina Vincent). Bakteri
anaerobik dan streptokokus grup A (Streptococcus pyogenes) dapat menyebabkan abses
peritonsilar, abses retrofaringeal, abses parafaringeal, dan abses tiroid.

GEJALA

Pasien dapat menunjukan gejala seperti sakit tenggorokan, demam, malaise, pembengkakan
kelenjar getah bening di leher dan kemerahan atau pembengkakan tonsil kadang dengan
debris berwarna putih. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri yang menjalar ke
telinga. Bila tonsilitis tidak ditangani dengan tepat atau adekuat dapat mengarah ke
komplikasi seperti odinofagia berat, trismus, kekakuan leher atau suara yang bergumam (hot
potato voice) atau suara nasal. Jika pasien mengalami komplikasi dapat terlihat
pembengkakan tonsil dan palatum mole (abses peritonsilar) unilateral atau pembengkakan
leher sekunder sampai abses parafaringeal dengan suara serak jika pita suara edem. Infeksi
dapat menyebar ke dalam vena jugular interna sehingga menimbulkan infeksi septikemia
(sindrom Lemierre) tetapi hal ini sangat jarang. Pada kasus langka radang tenggorokan hebat
dapat menyebabkan demam rematik dan glomerolunefritis. Pada usia anak, ada gangguan

3
yaitu neuropsikiatrik autoimun pediatrik yang terkait dengan infeksi streptokokus (Pediatric
Autoimmune Neuropsychiatric Disorder Associated with Streptococcal Infections PANDAS).

PEMERIKSAAN

Usap tenggorok untuk kultur diambil dalam waktu 24 sampai 48 jam. Terkadang dapat
memberikan hasil negatif karena spesimen yang tidak tepat, seperti usapan yang diambil dari
tempat yang tidak tepat, peresepan antibiotik sendiri yang tidak diketahui, usap tenggorok
yang dibiarkan terlalu lama di luar sebelum dikirim ke laboratorium, atau ketiadaan bakteri
pada permukaan tonsil. Jika terlihat adanya abses peritonsilar harus dilakukan pungsi dengan
jarum aspirasi dan dikirim untuk dilakukan kultur. Tes monospot untuk infeksi mononukleosis
atau kultur viral tersedia begitu juga rapid tests untuk respiratory syncytial virus.
Pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan leukositosis. Terkadang kultur darah bisa
positif jika pasien masih dalam keadaan demam. Terjadi peningkatan titer ASO setelah dua
sampai tiga minggu setelah infeksi akut. Influenza A dapat membuat titer anti-DNase positif
pada satu dari tiga pasien. Pemeriksaan radiologi dari sisi lateral leher memperlihatkan tonsil
dan bayangan adenoid. CT scan atau MRI leher dilakukan pada sindrom Lemierre bila
diketahui adanya trombus yang tidak terlihat dengan ultrasound karena echogenicity yang
rendah. Jika tidak ada respon dengan antibiotik dan dicurigai terjadi komplikasi seperti abses
retrofaringeal dan abses parafaringeal disarankan dilakukan CT scan pada leher.

PENATALAKSANAAN

Hidrasi yang adekuat, analgesik dan anti inflamasi adalah pengobatan lini pertama. Jika hasil
usap tenggorokan tidak menunjukkan hasil positif dapat menunggu hasil dari usap tenggorok
selanjutnya jika gejala persisten dari tonsilitis. Jika gejala memburuk dan hasil usap
tenggorok negatif tetap harus mulai diberikan antibiotik.

4
Antibiotik lini pertama yang disarankan adalah penisilin meskipun antibiotik lain juga efektif
terhadap bakteriologik dan pengobatan klinis tonsilitis GABHS. Lincomisin, klindamisin, dan
amoxicillin-clavulanate paling efektif untuk tonsilitis GABHS berulang. Sefalosporin lebih
superior dibanding penisilin dalam pengobatan tonsilitis GAHBS akut maupun kronis,
mengeradikasi GAHBS lebih baik dan lebih cepat, dan mengontrol streptokokus alfa
hemolitikus yang mungkin berkolonisasi dan efikasi dijelaskan dengan aktivitas melawan
organisme yang menghasilkan beta laktamase.

PENYEBAB KEGAGALAN TERAPI ANTIBIOTIK PADA TONSILITIS GAHBS

Kehadiran organisme penghasil beta laktamase yang melindungi GAHBS dari penisilin.

Koagregasi GAHBS dengan M. Catarrhalis.

Penetrasi yang buruk dari penisilin ke dalam celah tonsilar.

Tidak adanya flora normal yang mampu mengganggu pertumbuhan GABHS baik
produksi bakteriosin maupun kompetitif dalam intake nutrient.
Dosis, durasi terapi atau pilihan antibiotik yang tidak sesuai.
Resistensi terhadap antibiotik (eritromisin).
Kurangnya kepatuhan.
Menderita GAHBS dari kontak atau objek (sikat gigi, kawat gigi).
Keadaan karier, bukan penyakit.
Kurangnya terapi adekuat dengan kesesuaian antibiotik tunggal atau kombinasi yang
mengarah terjadinya komplikasi.

Komplikasi seperti abses peritonsilar, abses parafaringeal atau abses retrofaringeal perlu
dilakukan pungsi bersamaan dengan diberikannya antibiotik intravena. Pada sindrom
Lemierre, yang umunya terjadi selama era pre-antibiotik, angka mortalitas mencapai 90%
akan tetapi dengan antibiotik yang tepat angka tersebut menurun menjadi 15%. Bakteri utama
yang bertanggung jawab adalah Fusobacterium necrophorum anaerob. Jika vena jugular
interna mengalami trombus septik maka dapat terjadi septikemia, dan mengalami sesak napas
karena adanya trombus arteri pulmoner yaitu emboli yang berjalan dari vena jugular interna

5
melewati jantung menuju arteri pulmoner. Hal ini dapat diketahui dengan ultrasound atau CT
scan atau MRI leher dan kultur darah yang positif, dan diterapi dengan adekuat dan antibiotik
intravena yang sesuai seperti klindamisin sebagai monoterapi. Jika resisten terhadap
klindamisin, sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole (Nidazole) dapat diberikan.

RINGKASAN UTAMA

Tonsilitis sering terjadi pada usia anak-anak dan sangat jarang terjadi pada dewasa.
Umumnya tonsilitis disebabkan oleh infeksi viral dan sangat sedikit yang disebabkan
oleh infeksi bakteri.
Lebih jarang lagi yang disebabkan oleh spirochetes atau jamur.
Seringnya tonsilitis tidak memerlukan antibiotik bila penyebabnya viral.
Jika tonsilitis tidak mengalami perbaiki dapat dilakukan usap tenggorok dan diberikan
terapi antibiotik yang sesuai.
Penisilin merupakan antibiotik pilihan.
Jika tidak ada perbaikan dapat diberikan penisilin sintetis atau generasi kedua atau
ketiga sefalosporin atau kombinasi antibiotik.
Jika pemberian antibiotik tidak dilakukan segera dapat terjadi komplikasi seperti abses
peritonsilar atau abses retrofaringeal atau abses parafaringeal atau yang paling jarang
bisa terjadi sindrom Lemierre.
Radang tenggorokan dapat menyebabkan glomerulonefritis dan demam rematik.
Gangguan neuropsikiatrik autoimun pada anak dihubungkan dengan infeksi
streptokokal.

POIN KLINIS

Tonsilitis harus diterapi dengan benar dan segera. Terapi tidak boleh ditunda jika terbukti
secara klinis, meskipun usap tenggorok berulang menunjukkan hasil negatif untuk kultur
bakteri, hal ini bisa saja terjadi apabila bakteri tidak berada pada permukaan tonsil tetapi pada
inti tonsil. Kegagalan pemberian terapi yang tepat di awal dapat menyebabkan komplikasi
yang mengarah pada peningkatan mortalitas dan morbiditas.

Anda mungkin juga menyukai