Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan yang sampai saat ini belum dapat teratasi sangat
mempengaruhi keadaan penduduknya di suatu negara. Salah satu dampak dari
kemiskinan yaitu dengan munculnya para tunawisma / homeless.
Homeless merupakan orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap
dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan,
taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai
fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari.
Sebagai pembatas wilayah milik pribadi, tunawisma sering menggunakan
lembaran kardus, lembaran seng atau alumunium, lembaran plastik, selimut,
kereta dorong pasar swalayan, atau tenda sesuai dengan keadaan geografis dan
negara tempat tunawisma berada. Untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari seringkali hidup dari belas kasihan orang lain atau bekerja sebagai
pemulung.
Orang yang mempunyai tradisi tinggal di dalam tenda seperti Mongolia
tidak bisa dikatakan tunawisma. Di negara-negara maju, ada orang yang
memutuskan menjadi tunawisma bukan karena kemiskinan atau tidak
memiliki uang, tapi ingin bebas dari keluarga atau tanggung jawab. Di
Amerika Serikat, industrialis Howards Hughes pernah untuk sementara
memutuskan untuk menjadi tunawisma. Sewaktu perang Vietnam anak muda
Amerika Serikat dengan sengaja berkeinginan jadi tunawisma, karena orang
tanpa alamat yang jelas tidak menerima surat undangan wajib militer.
Gelandangan adalah istilah dengan konotasi negatif yang ditujukan kepada
orang-orang yang mengalami keadaan tunawisma.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan homeless ?
2. Apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi homeless ?
3. Bagaimana dampak dari adanya homeless ?
4. Bagaimana cara mengatasi homeless ?
1.3 Tujuan

1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui apa itu homeless


Untuk menegtahui faktor-faktor yang melatarbelakangi homeless
Untuk mengetahui bagaimana dampak adanya homeless
Untuk mengetahui cara mengatasi homeless

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Homeless atau Tunawisma adalah kondisi orang yang hidup dalam
keadaan tidak sesuai dengan norma di masyarakat setempat, serta tidak

mempunyai tempat tinggal yang tetap diwilayah tertentu dan hidup ditempat
umum.
Adapun secara spesifik ciri-ciri tunawisma yaitu sebagai berikut :
1. Para tunawisma tidak mempunyai pekerjaan.
2. Kondisi fisik para tunawisma yang dapat dibilang tidak sehat karena
kondisi lingkungan yang memprihatinkan.
3. Para Tunawisma biasanya mencari-cari barang atau makanan disembarang
tempat demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
4. Para Tunawisma hidup bebas tidak bergantung kepada orang lain ataupun
keluarganya.
Tunawisma sendiri di bagi menjadi tiga, yaitu :
1. Tunawisma biasa, yaitu mereka mempunyai pekerjaan namun tidak
mempunyai tempat tinggal tetap.
2. Tunakarya, yaitu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak
mempunyai tempat tinggal tetap.
3. Tunakarya cacat, yaitu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak
mempunyai tempat tinggal, juga mempunyai kekurangan jasmani dan
rohani.
1.2 Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Ada beberapa faktor yang mendorong seseorang menjadi seorang
homeless atau tunawisma, yaitu :
1. Kemiskinan
Hal ini merupakan faktor utama. Kemiskinan menyebabkan mereka
tidak mampu memenuhi kebutuhan papan, sehingga mereka bertempat
tinggal di tempat umum. Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya
pendidikan sehingga tidak mempunyai ketrampilan dan keahlian untuk
bekerja. Hal ini berefek pada anak-anak mereka. Mereka tidak mampu
membiayai anak-anaknya sekolah sehingga anak-anak mereka juga ikut
jadi gelandangan.
2. Bencana Alam
Bencana alam akhir-akhir ini banyak menimpa negara kita. Banyak
yang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan mereka. Sehingga mereka

memilih untuk tinggal di tempat- tempat umum seperti kolong jembatan


karena mereka tak lagi mampu memenuhi kebutuhan yang semakin lama
membutuhkan biaya yang banyak.
3. Yatim Piatu
Anak yang tidak mempunyai orangtua, saudara tidak mempunyai
tempat tinggal sehingga mereka mencari tempat berteduh di tempat-tempat
umum.
4. Kurang Kasih Sayang
Berbagai penyebab sehingga anak merasa kurang diperhatikan, kurang
kasih sayang orang tuanya, maka ia turun ke jalan untuk mencari
komunitas yang mau menerima dia apa adanya.
5. Tinggal di Daerah Konflik
Penduduk yang tinggal di daerah konflik, dimana mereka merasa
keamanannya kurang terjaga mengakibatkan mereka pindah ke daerah lain
yang mereka anggap lebih aman, apalagi kalau rumah mereka hancur
karena perang. Banyak tindak kekerasan di wilayah konflik, termasuk
pelecehan seksual, perkosaan, pembunuhan sehingga mereka memaksa
meninggalkan daerahnya.
Adapun faktor yang melatarbelakangi seorang wanita hidup sebagai
gelandangan di kota besar dari pada mereka hidup di daerah asal :
1. Natural assets : seperti tanah dan air, sebagian besar masyarakat desa
hanya menguasai lahan yang kurang memadai untuk mata pencahariannya
sehingga mereka berbondong-bondong berurbanisasi ke kota besar guna
mencoba peruntungan, yang akhirnya mereka terjebak dalam situasi yang
tak kunjung usai.
2. Human assets : kualitas sumber daya manusia yang masih rendah
dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat pendidikan, pengetahuan,
keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi),
dimana seorang wanita di desa di diskriminasikan dengan seorang lakilaki/ seorang wanita tidak boleh sekolah tinggi karena akhirnya mereka
akan turun ke dapur.

3. Physical assets : minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum


seperti jaringan komunikasi yang membuat para wanita tersebut semakin
tertinggal dan bahkan tidak tahu apapun mengenai dunia luar dari daerah
asal mereka. Sehingga mereka selalu berpikiran positif akan ada
perubahan hidup yang lebih baik jika mereka pergi ke kota, padahal malah
sebaliknya.
4. Financial assets : Minimnya dana yang dimiliki sebagai modal usaha di
kota menjadikan mereka hanya mengandalkan apa yang dimilikinya. Bila
yang dimiliki seorang wanita hanya tenaga, mereka akan menggunakan
tenaga mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tentu saja
tidaklah cukup. Sehingga tak jarang seorang wanita gelandangan
menjajakan diri atau berprofesi sebagai PSK. Untuk yang level paling
rendahnya, mereka memilih untuk menjadi seorang pengemis atau
pengamen.
5. Social assets : berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini
kekuatan bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan
politik. Tentu saja seorang wanita desa tidaklah tahu menahu akan hal ini.
Mereka hanya tahu mengenai bagaimana cara agar hari ini mereka bisa
makan, entah besok.
2.3 Indikator Masalah
Indikator-indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita di jalanan
atau para tunawisma antara lain :
1. Gender, adalah peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan jenis
kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Gender sebagai suatu
kontruksi sosial mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran jender
berbeda dalam konteks cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita juga
berbeda-beda.
2. Kemiskinan, antara lain mengakibatkan :
a. Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi
b. Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan yang
tidak layak.
c. Tidak mendapatkan pelayanan yang baik.
3. Pendidikan yang rendah

Kemiskinan

mempengaruhi

kesempatan

untuk

mendapatkan

pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi


tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya
biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki dianggap sebagai
pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini bukan indikator
kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga jender berpengaruh pula
terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat
kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian
yang lebih besar terhadap masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya.
Minimal dengan mempunyai pendidikan yang memadai seseorang dapat
mencari liang, merawat diri sendiri, dan ikut serta dalam mengambil
keputusan dalam keluarga dan masyarakat.
4. Kawin muda
Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada wanita
masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini banyak
kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah di usia tertentu
dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang tua cepatcepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawabnya dan
diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini berarti wanita muda
hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di samping itu resiko
tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang menikah di usia 20
tahunan. Dampak lain, mereka putus sekolah, pada akhirnya akan
bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan pengambilan
keputusan.
Sedangkan masalah yang timbul dengan semakin banyaknya wanita
tunawisma antara lain :
1.
2.
3.
4.

Pelecehan seksual
Tindak kekerasan
Pemerkosaan
Paksaan untuk masuk dunia pelacuran

5. Wanita yang diperjual belikan


6. Perbudakan
7. Komplikasi berbagai penyakit
2.4 Pola Perilaku Seksual Perempuan Tunawisma
Pola perilaku anak perempuan atau wanita yang terjadi di kehidupan
jalanan yang dimulai dari usia sekolah hingga dewasa hampir sama,seakanakan yang mereka lakukan adalah hal amat biasa tentunya di kalangan mereka.
Berikut contohnya :
1. Seks bebas
Dari perilaku seksual usia dini Anak jalanan perempuan, yang mulai
seks bebas yaitu anak-anak jalanan dengan usia dibawah 14 tahun dan ada
yang melakukan dengan saudaranya sendiri. Hal ini menyebabkan anak
jalanan rentan terhadap penyakit kelamin misalnya HIV atau AIDS.
2. Penggunaan Drugs
Anak jalanan perempuan rela melakukan hal apapun ( merampas,
mencuri, membeli, hubungan seks) yang penting bisa mendapatkan uang
untuk membeli minuman keras, pil dan zat aditif lainnya. Mereka
menggunakan itu karena ingin menumbuhkan keberanian saat melakukan
kegiatan di jalanan.
3. Tindak Kriminal
Kegiatan-kegiatan yang bisa dikategorikan sebagai tindakan kriminal
yang diketahui pernah dilakukan anak jalanan perempuan yaitu memeras,
mencuri, mencopet dan pengedaran pil. Tindak kriminal terhadap anak
jalanan ini juga dilakukan oleh petugas keamanan seperti Polisi, Satpol PP,
TNI, Kantor Informasi dan Komunikasi Pemerintah, DLLAJ. Bagian
sosial Pemerintah pada saat melakukan operasi razia ketertiban terhadap
anak jalanan, gelandangan, anak yang dilacurkan dan pekerja seks
komersial dengan perlakuan tidak manusiawi dan sadis.
4. Eksploitasi Seksual
Keberadaan anak jalanan perempuan yang tinggal dijalanan sangat
rentan terhadap eksploitasi khususnya eksploitasi seksual seperti
pelecehan, penganiyaan secara seksual, pemerkosaan, penjerumusan anak
dalam prostitusi dan adanya indikasi perdagangan anak keluar daerah
khususnya Riau dan Batam.
5. Drop out dari sekolah

Anak-anak jalanan yang dulu pernah sekolah ini banyak mengalami


kekerasan di sekolah seperti perlakuan salah baik yang dilakukan oleh
teman maupun guru mereka.
Tentu saja hal yang tertera diatas adalah kenyataan pahit yang dialami
seorang perempuan di dunia jalanan yang terbilang amat kejam. Karena
tindakan diatas, tak hanya kesehatan reproduksi mereka yang mengalami
gangguan, melainkan kesehatan mental mereka. Apalagi bila seorang
mengalami pelecehan seksual.
Trauma yang dibawa akibat kejadian pelecehan seksual itu akan terbawa
sampai

dewasa

nantinya,

yang

tentunya

akan

sangat

mengganggu

perkembangan dari gadis tersebut.


2.5 Penanganan pada tunawisma
Permasalahan tunawisma sampai saat ini merupakan masalah yang tidak
habis-habis, karena berkaitan satu sama lain dengan aspe-aspek kehidupan.
Namun

pemerintah

juga

tidak

habis-habisnya

berupaya

untuk

menanggulanginya. Dengan berupaya menemukan motivasi melalui persuasi


dan edukasi terhadap tunawisma supaya mereka mengenal potensi yang ada
pada dirinya, sehingga tumbuh keinginan dan berusaha untuk hidup lebih baik.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah
(Pemda) selama ini cenderung kurang menyentuh stakeholdernya, atau pihakpihak yang terkait dengan permasalahan dalam peraturan. Mekanisme yang
saat ini sedang dijalankan adalah dibangunnya Panti Sosial penampung para
tunawisma (gelandangan). Namun sekali lagi, efektifitasnya dirasa kurang
karena Panti Sosial ini sebenarnya belum menyentuh permasalahan yang
sebenarnya dari para tunawisma , yaitu keengganan untuk kembali ke
kampung halaman. Sehingga yang terjadi di dalam praktek pembinaan sosial
ini adalah para tunawisma yang keluar masuk panti sosial.
Adapun dalam sebuah penelitian cara penanggulangan terhadap tunawisma
diterapkan dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut :
1. Tahap persiapan

Karena tunawisma biasanya tidak mempunyai tempat tinggal, maka


suatu hal yang esensial bila mereka ditanggulangi dengan memotivasi
mereka untuk bersama-sama dikumpulkan dalam suatu tempat, seperti
asrama atau panti sosial. Tujuan dalam tahap ini yaitu untuk berusaha
memasuki atau mengenal aktivitas atau kehidupan para Tunawisma.
2. Tahap Penyesuaian diri
Setelah para tunawisma dikumpulkan , kemudian mereka harus belajar
menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru, dimana berlaku aturanaturan khusus. Agar nantinya mereka lebih disiplin dan teratur.
3. Tahapan pendidikan yang berkelenjutan
Setelah beberap para tunawisma dalam lingkungan tersebut diadakan
evaluasi mengenai potensi mereka untuk belajar dengan maksud supaya
mendapatkan pendidikan yang lebih layak.
Selain itu, dibawah ini terdapat solusi dalam menangani Tunawisma yaitu:
1. Tugas pemerintah untuk menangani masalah perkotaan pada umumnya
dan tunawisma pada khususnya adalah menyediakan lapangan pekerjaan
yang lebih banyak di kota-kota kecil. Sehingga mereka tak perlu hidup
susah menjadi seorang gelandangan di kota besar.
2. Rencana pembangunan pemerintah seharusnya

mengedepankan

pembangunan secara merata sehingga tidak timbul gunung dan lembah


di negara, pembangunan hendaknya dilakukan dengan pola dari desa ke
kota dan bukan sebaliknya. Sehingga, masing-masing putra daerah akan
membangun daerahnya sendiri dan mensejahterakan hidupnya.
3. Melakukan Pembinaan kepada para Tunawisma dapat dilakukan melalui
panti dan non panti, tetapi pembina harus mengetahui asal usul daerahnya
serta identifikasi penyebab yang mengakibatkan mereka menjadi
penyandang masalah sosial itu.
4. Kalau para Tunawisma disebabkan faktor ekonomi atau pendapatan yang
kurang memadai, mereka bisa diberi bekal berupa pelatihan sesuai potensi
yang ada padanya, di samping bantuan modal usaha.
5. Para tunawisma ke kampung mereka masing-masing.

6. Pemerintah atau masyarakat mengadakan Program Pendidikan non formal


bagi para tunawisma, sehingga dengan cara ini para Tunawisma
mendapatkan pengetahuan.
Dengan mekanisme yang lebih menyentuh permasalahan dasar para
Tunawisma tersebut diharapkan masalah tunawisma di kota besar dapat
teratasi tanpa menciderai hak-hak individu mereka dan malah dapat membawa
para gelandangan kepada kehidupan yang lebih baik.
Namun, mekanisme di atas merupakan tindakan jangka panjang dan
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat terealisasi, untuk itu diperlukan
kerjasama yang baik antar generasi kepemerintahan agar hal tersebut dapat
terwujud dan pada akhirnya kesejahteraan bangsa dapat lebih mudah dicapai.
Dan tentunya mekanisme tersebut harus dilakukan secara terus menerus dan
paling tidak berangsur, agar hasil yang dicapai dari mekanisme yang
dijalankan, hasilnya sesuai dengan harapan, baik pemerintah maupun individu
itu sendiri (para tunawisma).
2.6 Kendala dalam penanganan Tunawisma
Kendala-kendala yang menyulitkan upaya penanganan gelandangan
adalah:
1. Alokasi dana untuk penanganan Tunawisma relatif kecil.
2. Upaya penanganan terhadap Tunawisma seringkali hanya berhenti pada
pendekatan punitif-represif.
3. Upaya penanganan sering tidak didukung oleh kebijakan Pemerintah
Daerah.
4. Kurangnya partisipasi dan perhatian dari pemerintah.
5. Belum teratasinya kemiskinan.

10

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Homeless adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai
dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta
tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah
tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
2. Faktor yang melatar belakangi seorang wanita hidup sebagai tunawisma :
a. Natural assets
b. Human assets
c. Physical assets
d. Financial assets
e. Social asset
3. Masalah yang timbul dengan semakin banyaknya wanita tunawisma antara
lain :
a. Pelecehan seksual
b. Tindak kekerasan
c. Pemerkosaan
d. Paksaan untuk masuk dunia pelacuran
e. Wanita yang diperjual belikan
f. Perbudakan
g. Komplikasi berbagai penyakit
4. Penanggulangan terhadap tunawisma diterapkan dalam beberapa tahapan,
yaitu sebagai berikut :
a. Tahap persiapan
b. Tahap Penyesuaian diri
c. Tahapan pendidikan yang berkelanjutan

3.2 Saran
Diharapkan para pembaca lebih memahami dan mendalami isi makalah
yang telah tertera di dalam makalah tersebut agar bisa diterapkan di
lingkungan masyarakat.

11

DAFTAR PUSTAKA

Devi Oktavianty.2013.Kesehatan Reproduksi Homeless.


http://dhevyoktoviyanti.blogspot.com/2013/05/kesehatan-reproduksihomeless.html
(diakses tanggal 15 April 2015).

12

nDa_mIDwIFe.2009.Makalah Tunawisma.
http://aboutmidwifery.blogspot.com/2009/06/makalah-tunawismapendahuluan.html
(diakses tanggal 21 April 2015).
Nia Bintari.2012.Homeless.
https://agzniabintari.wordpress.com/2012/12/19/homeless/
(diakses tanggal 14 April 2015).

13

HASIL DISKUSI KELOMPOK 8


Pertanyaan
1. Haria Fitri dari kelompok 11 menanyakan :
Jelaskan apa yang dimaksud dengan pendekatan punitif-represif ?
2. Sindy Fatmala dari kelompok 6 menanyakan :
Jika menemukan gadis gelandangan yang menawarkan dirinya kepada orang
lain, bagaimana tanggapan kita sebagai bidan terhadap masalah tersebut ?
3. Lulu Yusrina dari kelompok 6 menanyakan :
Berikan contoh melakukan pembinaan kepada para tunawisma ?
4. Dina Karlita dari kelompok 2 menanyakan :
Bagaimana cara menanggulangi kespro pada tunawisma yang sudah terlanjur
mengalami masalah reproduksi ?
5. Ani Rustiana dari kelompok 7 menanyakan :
Sekarang banyak ditemukan seorang mantan atlit menjadi tunawisma,
bagaimana cara kita sebagai bidan mengatasinya ?
6. Helmina Ferdinda dari kelompok 4 menanyakan :
Sekarang telah ditetapkan UU yang menyatakan bahwa seseorang tidak boleh
memberikan uang kepada para tunawisma, dan jika dilanggar maka akan
dikenakan sanksi, bagaimana tanggapan kita sebagai bidan terhadap uu
tersebut ?
~
Jawaban
1. Irma Delima menjawab pertanyaan Haria Fitri dari kelompok 11 :
Punitif artinya hukuman dan represif artinya menindas. Jadi yang dimaksud
pendekatan punitif-represif adalah pendekatan melalui hukuman yang bersifat
menindas. Contohnya petugas satpol pp yang memberi hukuman kepada para
gelandangan, ketika mereka melakukan penggusuran ataupun razia, para
satpol cenderung melakukan kekerasan seperti memukul terhadap tunawisma
sehingga terkesannya menindas.
2. Ade Norma Sari menjawab pertanyaan Sindy Fatmala dari kelompok 6 :
Caranya adalah kita sebagai bidan melakukan pendekatan dengan gadis
tersebut kemudian memberikan konseling tentang apa itu kesehatan
reproduksi, pentingnya kespro untuk wanita remaja, dan resiko-resiko apa saja

14

yang akan dialami jika melakukan pekerjaan itu. Sehingga gadis tersebut sadar
akan pentingnya kesehatan reproduksinya.
3. Indah Kumalasari menjawab pertanyaan Lulu Yusrina dari kelompok 6 :
Contoh pembinaan tunawisma adalah dengan melokalisasi para tunawisma ke
panti sosial. Dengan adanya panti sosial para tunawisma akan lebih
diperhatikan karena di panti pasti diadakan penyuluhan tentang kesehatan dan
mengajarkan betapa pentingnya mengisi waktu luang dengan kegiatan
bermanfaat sehingga orang-orang tersebut tidak lagi menjadi gelandangan.
4. Irma Delima menjawab pertanyaan Dina Karlita dari kelompok 2 :
Caranya adalah untuk para tunawisma yang sudah terlanjur mengalami
masalah kesehatan reproduksi, pada saat melokalisasi para tunawisma yang
mengalami masalah tersebut harus di tempatkan di tempat rehabilitasi. Karena
di tempat tersebut mereka akan lebih diperhatikan dan ada dokter yang
menanganinya. Sehingga mereka bisa cepat pulih dari penyakitnya.
5. Indah Kumalasari menjawab pertanyaan Ani Rustiana dari kelompok 7 :
Jika bidan yang ada di suatu tempat mendapatkan masalah tersebut di sekitar
lingkungannya. Maka hal yang harus dilakukan adalah bidan meneliti masalah
yang ada, mengumpulkan data-datanya, kemudian mencari solusinya. Setelah
itu, bidan tersebut melakukan lintas sektor kepada pemerintah yang
berwenang dengan membawa bukti-bukti yang ada sehingga masalah tersebut
diketahui pemerintah dan pemerintah mau mengatasinya. Dan akhirnya para
mantan

atlit

tersebut

lebih

diperhatikan

hidupnya

sehingga

tidak

menjadikannya tunawisma.
6. Ade Norma Sari menjawab pertanyaan Helmina Ferdinda dari kelompok 4 :
Tanggapannya ialah setuju karena kebanyakan gelandangan yang ada di kota
itu mengemis karena sudah dikoordinasi oleh seseorang. Akibatnya mengemis
dijadikan sebagai sumber rejeki dan merupakan pekerjaan rutin mereka.
Karena dalam waktu singkat dapat menghasilkan uang banyak tanpa harus
bersusah payah. Dampaknya banyak pengemis-pengemis bermunculan dan
menjadi masalah bagi pemerintah setempat karena pemerintah dianggap
kurang berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Jadi
sebaiknya jika ada pengemis datang kekita misalnya anak-anak, sebaiknya
jangan diberikan uang tetapi berikanlah sesuatu barang yang berguna
untuknya contohnya makanan seperti roti, cokelat, permen, dsb.

15

Anda mungkin juga menyukai