Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG


MATA KULIAH KEPERAWATAN RESPIRASI I

KELAS A3 (A14)
ANGGOTA KELOMPOK 1:
Irsa Alfiani

131411131003

Natalia Haris Krisprimada

131411131021

Aviati Faradhika

131411131039

Diana Rachmawati

131411131060

Soraya Salma Rahmadita

131411131078

Desy Ratna Sari

131411131096

Marissa Ulfah

131411133010

Savira Octaviana

131411133016

Fasilitator :
Ilya Krisnana, S.Kep. Ns., M.Kep.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
1

Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Mahaesa, yang telah
memberikan

rahmat,

taufik,

serta

hidayah-Nya

sehingga

kami

dapat

menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dengan dibuatnya
makalah ini sebagai syarat untuk mengikuti mata kuliah Keperawatan Respirasi I.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tidak dapat terlepas dari
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1) Ibu Ilya Krisnana, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku fasilitator mata kuliah
Keperawatan Respirasi I;
2) teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan tugas makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi kami pada khususnya.
Kami menyadari masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini, oleh
karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami terima dengan
senang hati.

Penulis

Lampiran 1. Lembar Pernyataan


Dengan ini saya menyatakan bahwa:
Saya mempunyai kopi dari makalah ini yang bisa saya reproduksi jika makalah
yang dikumpulkan hilang atau rusak.
Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang
lain kecuali yang telah dituliskan dalam referensi, serta tidak ada
seorangpun yang membuatkan makalah ini untuk kami.
Jika di kemudian hari ditemukan adanya ketidakjujuran akademik, kami bersedia
mendapatkan sanksi sesuai perturan yang berlaku.

Surabaya, 12 Mei 2015


NAMA
Irsa Alfiani
Natalia Haris Krisprimada
Aviati Faradhika
Diana Rachmawati
Soraya Salma Rahmadita
Desy Ratna Sari
Marissa Ulfah
Savira Octaviana

NIM
131411131003
131411131021
131411131039
131411131060
131411131078
131411131096
131411133010
131411133016

TANDA TANGAN

Lampiran 3. Penilaian Presentasi Kelompok


No

Aspek yang

Dinilai

Kemampua
n penyajian

Kemampua
n berdiskusi

Bobot

40%

40%

Kriteria Penilaian

Mahasiswa yang Dinilai


1 2 3 4 5 6 7 8

Teori dan konsep yang


dikemukakan bersumber
dari literatur yang sahih.
Materi disajikan secara
sistematis.
Hal-hal penting
ditegaskan.
Teknik penyajian menarik.
Jawaban tepat sasaran.
Landasan teori dan
3

pustaka yang kuat dalam


menjawab.
Berdasar literatur dan
penelitian terkini.
Terbuka menerima
pendapat orang lain.
Kemampuan
mengendalikan emosi.
Kerjasama tim.
Komunikasi jelas dan
percaya diri.
Pembagian tugas.
Ketepatan pengelolaan
waktu yang dialokasikan.
Kemampuan pengendalian
kelas.
Pengendalian alur diskusi.

Soft skills

10%

Manajemen

10%

1.

Nama
Irsa Alfiani
Natalia Haris

NIM
131411131003
131411131021

Krisprimada
Aviati Faradhika
Diana Rachmawati
Soraya Salma Rahmadita
Desy Ratna Sari
Marissa Ulfah
Savira Octaviana

131411131039
131411131060
131411131078
131411131096
131411133010
131411133016

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

DAFTAR ISI
Halaman Sampul...............................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Lampiran 1. Lembar Pernyataan.......................................................................iii
Lampiran 2. Lembar Penilaian Makalah dan Presentasi Kelompok.................iv
Lampiran 3. Penilaian Presentasi Kelompok....................................................v
Daftar Isi...........................................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Tujuan.....................................................................................................1

1.3 Manfaat..................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1 Pemeriksaan Sputum..............................................................................3
2.1.1 Pemeriksaan Makroskopi.............................................................3
2.1.2 Pemeriksaan Mikroskopi.............................................................5
2.1.2a Sediaan Natif....................................................................5
2.1.2b Sediaan Pulasan................................................................6
2.1.3 Penatalaksanaan Pengambilan Spesimen.....................................8
2.1.4 Metode SPS..................................................................................10
2.1.5 Peran Perawat dalam Pemeriksaan Sputum.................................11
2.2 Pemeriksaan Analisa Gas Darah............................................................12
2.2.1 Mengukur Oksigen dalam Darah.................................................13
2.2.2 Mengukur pH dalam Darah.........................................................13
2.2.3 Mengukur Karbon Dioksida dalam Darah...................................14
2.2.4 Mengukur Bikarbonat dalam Darah.............................................15
2.2.5 Menafsirkan Hasil Gas Darah Arteri............................................15
2.3 Pemeriksaan Radiologi..........................................................................19
2.3.1 Pemeriksaan Radiograf Dada.......................................................19
2.3.1a Prosedur............................................................................20
2.3.1b Perawatan Praprosedur.....................................................20
2.3.2 Pembacaan Radiologi Dada.........................................................20
2.3.3 Pemeriksaan Ultrasonografi.........................................................22
2.3.4 Computed Temograf (CT)............................................................26
2.3.5 Pemeriksaan Fluroskopi...............................................................26
2.3.5a Prosedur Pemeriksaan.......................................................26
2.3.6 Pemeriksaan Angiografi Pulmonal..............................................26
2.3.6a Prosedur............................................................................24
2.3.6b Perawatan peaposedur......................................................24
2.3.6c Perawatan Pascaprosedur..................................................24
2.3.7 Pemeriksan Endoskopi.................................................................24
2.3.8 Pemeriksaan Bronkoskopi...........................................................25
2.3.8a Perawatan Praposedur.......................................................25

2.3.8b Perawatan Pascaprosedur.................................................26


2.4 Monitoring EtCO2..................................................................................26
2.4.1 Kapnografi...................................................................................28
BAB 3 KESIMPULAN....................................................................................29
Dafrar Pustaka..................................................................................................30

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laboratorium klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan
pelayanan pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi
klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik atau bidang lain yang berkaitan
dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya
diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Selain
itu, laboratorium klinik dan kesehatan pun memilki klasifikasi tertentu sesuai
dengan kebutuhan masing-masing laboratorium (metode total Architecture
Syntsis, 2009).
Menurut Kep. Menkes No. 943/Menkes/SK/VIII/2002 yang dimaksud
dengan laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan
pengukuran, penetapan, dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari
manusia atau bahan bukan berasal manusia untuk penentuan jenis penyakit,
kondisi kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan
perorangan dan masyarakat. Sebagai bagian yang integral dari pelayanan
kesehatan, pelayanan laboratorium sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan
berbagai program dan upaya kesehatan, dan dimanfaatkan untuk keperluan
penegakan diagnosis, pemberian pengobatan dan evaluasi hasil pengobatan
serta pengambilan keputusan lainnya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui serta memahami tentang pemeriksaan laboratorium
dan penunjang yang berkaitan dengan sistem respirasi.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Menjelaskan pemeriksaan sputum.
b. Menjelaskan pemeriksaan analisa gas darah.
c. Menjelaskan pemeriksaan radiologi.
d. Menjelaskan monitoring ETCO2..
1.3 Manfaat
a. Menjelaskan pemeriksaan sputum.
b. Menjelaskan pemeriksaan analisa gas darah.
c. Menjelaskan pemeriksaan radiologi.
d. Menjelaskan monitoring ETCO2..

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemeriksaan Sputum
Sputum adalah bahan yang dikeluarkan dari paru dan trakea melalui
mulut. Biasanya juga disebut dengan ecpectoratorian. (Dorland, 1992)
2.1.1
Pemeriksaan Makroskopi
Pemeriksaan makroskopi adalah pemerikasaan yang terpenting.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan sputum secara
makroskopi antara lain:
1. Banyaknya
Dalam keadaan sehat, orang tidak mengeluarkan sputum.
Jika ada, maka jumlahnya sangat sedikit. Banyaknya sputum
yang dikeluarkan dapat menunjukkan penyakit yang sedang
diderita dan stadium penyakit tersebut. Jumlah sputum yang
lebih dari 100 ml per 24 jam dapat ditemukan pada klien
dengan edema pulmonari, abses paru-paru, bronkitaksis,
tuberkulosis pulmonum lanjut dan pada abses yang pecah
menembus paru-paru.
2. Bau
Sputum harus diuji dalam keadaan segar. Sputum yang
dibiarkan terlalu lama dapat membusuk. Pada gangren, abses
pulmonal, tumor yang mengalami nekrosis, dan empyema
sputum segar dapat berbau busuk.
3. Warna
Warna pada sputum dapat berbeda-beda bergantung pada
stadium penyakit yang sedang diderita. Warna abu-abu atau
kuning biasanya disebabkan oleh pus dan sel epitel, merah
disebabkan oleh perdarahan, merah kecokelatan disebabkan
oleh darah tua dan biasanya didapatkan pada penderita
pneumonia lobaris dan gangrena, warna hitam disebabkan oleh
debu hitam yang masuk jalan pernapasan.
Jika ada warna merah oleh darah, perhatikan apakan darah
itu bercampur dengan dahak atau hanya melapisi secara tidak
merata pada bagian luarnya saja. Perhatikan pula apakah darah

itu berbusa dan berwarna muda. Ciri-ciri tersebut memberi


petunjuk lokalisasi perdarahan.
4. Konsistensi
Konsistensi sputum dipengaruhi oleh jenis penyakit dan
stadiumnya. Sputum sereus didapat pada edema pulmonal,
dahak mukoid pad abronkitis, asma, pneumonia lobaris pada
stadium tertentu, dan bronkitaksis. Selain itu, dapat dilihat pula
konsistensi campuran seperti seropurullent, mucopurulrnt, dan
serohemoragik.
Apabila volume sputum besar, dapat dilihat terjadinya
lapisan-lapisan saat sputum dibiarkan. Paling atas adalah
lapisan berbusa, di tengah terdapat lapisan cairan yang keruh,
sedangkan lapisan di bawah tersusun atas sedimen. Sputum
berlapis tiga dapat ditemukan pada bronkitaksis, gangrena, dan
abses paru-paru.
5. Unsur-Unsur Khusus
Untuk mencari unsur-unsur khusus pada sputum, tuang
sputum ke dalam cawan petri hingga menyusun lapisan tipis.
Lihat dengan menggunakan kaca pembesar (lup). Perhatikan
adanya:
a. Butir keju, yaitu potongan-potongan kecil berwarna kuning
yang berasal dari jaringan nekrotik yang terdapat pada
tuberkulosis pulmonal, gangrena, abses paru-paru, dan
aktinomikosis.
b. Uliran (spiral)

Curschmann:

benang-benang

berulir,

biasanya terdapat pada asma bronkialis.


c. Tuangan bronki. Bahan tuangan berupa fibrin. Besarnya
bergantung pada besarnyabronkus di mana tuangan bronki
dibentuk. Tuangan bronki ditemukan pada bronkitis
fibrinosa dan kadang-kadang terdapat pada pneumonia.
d. Sumbat Dittrich, yaitu benda berwarna kuning keputihan
yang dibentuk di bronki atau bronkoili. Sumbat Dittrich
dapat ditemukan pada asma bronkialis, bronkitis, dan
bronkitaksis. Sumbat Dittrich berbeda dengan tuangan

bronki karena ia tidak tersusun dari fibrin, tetapi dari sel-sel


2.1.2

rusak, lemak, atau bakteri.


Pemeriksaan Mikroskopi
2.1.2a Sediaan Natif
Pilih sebagian dari sputum yang mengandung unsur-unsur,
letakkan pada kaca objek dan tutup dengan kaca penutup.
Gunakan lensa objektif denagn perbesaran 10 dan 40 kali.
Perhatikan:
1. Leukosit dan eritrosit.
2. Sel-sel yang mengandung pigmen:
3. Heart failure cells, yaitu sel besar, berinti satu yang
mengandung hemosiderin berupa butir kuning. Untuk
membuktikan adanya hemosiderin dapat menggunakan
reaksi Prussian blue dengan membuat sediaan sputum
yang kemudian diteteskan 1 tetes larutan K ferrosianida
dan biarkan beberapa menit, kemudian beri setetes
larutan HCl 5%. Butir hemosiderin menjadi biru. Sel ini
dapat ditemukan pada kongesti dalam paru-paru
(dekompensasi: kordis, stenosis valvule mitralis) dan
pada infark paru-paru.
4. Sel-sel yang berisi karbon yang berbutir-butir, dapat
ditemukan pada anthracosis dan pada perokok berat.
5. Serat elastik, berupa serat halus, berwarna agak kuning,
berombak-ombak dengan ujung terbelah. Adanya seratserat itu menandakan parenkim paru sedang dirombak.
6. Uliran Curschmann.
7. Kristal-kristal. Tidak terlalu banyak memberikan
makna. Kristal yang mungkin didapat adalah Kristal
Charcot Leyden, Kristal asam lemak, kolesterol,
leucine, tirosine dan hematoidin.
8. Fungi. Untuk identifikasi selanjutnya

diperlukan

pemeriksaan khusus seperti biakan. Bagian yang dapat


dikenal dengan memeriksa sediaan natif adalah
miselium, hifa atau spora.
9. Sel epitel, leukosit dan sel eosinofil.
2.1.2b Sediaan Pulasan

1.

Pengecatan Gram
a. Metode pemeriksaan: Pemeriksaan sputum dengan
pengecatan Gram
b. Prinsip percobaan: Untuk melihat unsur dalam
sputum

secara

mikroskopis

perlu

dilakukan

pemeriksaan preparat dengan pengecatan.


c. Sampel: Sejumlah sputum
d. Alat: Objek glass, air spirtus, mikroskop
e. Reagen:
- Gram A, Gentian violet 1 gram, phenol 10% 99 cc
- Gram B, Iodium 1 gram, Kalium Iodida 2 gram,
-

Akuades 30 cc
Gram C, Alkohol 90%
Gram D, Safranin 1 gram, Alkohol 96%, Akuades

99 cc
f. Tata cara pemeriksaan:
Preparat tipis yang telah direkat, digenangi larutan
Gram selama 5 menit. Tanpa dicuci dimasukkan ke
dalam larutan Gram B selama 30 40 detik. Segera
cuci dengan air lalu memasukkan larutan gram C
sampai warnanya mulai luntur. Tepat pada waktu
luntur, masukkan ke dalam larutan gram D selama 5
menit. Cuci dengan air, biarkan kering, kemudian
diperiksa.
g. Tata cara pembacaan hasil:
Bakteri Gram positif berwarna ungu
Bakteri Gram negative berwarna merah
1. Gram positif (+):

3.

Streptococcus
Diplococcus
Staphylococcus
Mycobacterium tuberculose
2. Gram negatif (-):
Neisseria catharralis
Hemopylus influenza
Neissera gonorrhoe
Bacillus friedlander
Ziehl Neelsen

a. Metode pemeriksaan: Pemeriksaan sputum pengecatan


Ziehi Neelsen
b. Prinsip pemeriksaan: Untuk melihat unsur-unsur dalam
sputum

secara

mikroskopis

perlu

dilakukan

pemeriksaan pada preparat pengecatan.


c. Sampel: Sputum
d. Alat-alat: objek glass, mikroskop, spirtus
e. Reagen:
ZNA Fuchsin basis 1 gr, alkohol 96% 10 cc, phenol
5% dalam aqua 960 cc
ZNB HCL pekat 3 cc, alcohol 97 cc
ZNC Methylene blue
f. Tata cara pemeriksaan:
Preparat tipis yang telah direkat digenangi dengan
larutan ZNA dan dipanaskan di atas lampu spirtus
sehingga terlihat adanya uap keluar dari genangan,
tetapi dijaga larutan jangan sampai mendidih, kemudian
didinginkan. Ulang pekerjaan ini sampai tiga kali.
Kemudian larutan dibuang dan preparat dicuci dengan
air lalu dimasukkan ke dalam larutan ZNB Sambil
digoyang-goyang sampai warna cat dilunturkan. Lalu
cuci dengan air, kemudian masukkan ke dalam larutan
ZNC selama 5 menit. Cuci dengan air dan keringkan di
udara. Periksalah dengan mikroskop obyektif 100x.
g. Tata cara pembacaan hasil:
Bakteri ZN positif: berwarna merah
Bakteri ZN negatif :berwarna biru
Niehl Neelsen untuk pemeriksaan bakteri tahan

2.1.3

asam
Pelaksanaan Pengambilan Spesimen
1. Jelaskan kepada klien apa yang akan Anda lakukan, mengapa hal
tersebut perlu dilakukan dan bagaimana klien dapat bekerja sama.
Diskusikan bagaimana hasilnya akan digunakan untuk perawatan
atau terapi selanjutnya. Berikan informasi dan instruksi berikut
pada klien:

a. Tujuan pemeriksaan, perbedaan antara sputum dan saliva, dan


cara mendapatkan
spesimen sputum,
b. Jangan menyentuh bagaian dalam wadah spesimen,
c. Untuk mengeluarkan sputumlangsung ke dalam wadah
sputum,
d. Untuk menjaga bagian luar wadah tidak terkena sputum, bila
memungkinkan,
e. Cara memeluk bantal secara kuat pada insisi abdomen bila
klien merasa nyeri
saat batuk,
f. Jumlah sputum yang diperlukan (biasanya 1-2 sendok the (510 ml) sputum cukup

analisis),

g. Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian infeksi lain


yang sesuai.
2. Berikan privasi klien.
3. Berikan bantuan yang diperlukan untuk mengumpulkan spesimen.
a. Bantu klien mengambil posisi berdiri atau duduk (mis., posisi
Fowler-tinggi atau- semi atau pada tepi tempat tidur atau
kursi). Posisi ini memungkinkan ventilasi dan ekspansi paru
yang maksimum.
b. Minta klien untuk memegang bagian luar wadah sputum, atau,
untuk klien yang tidak dapat melakukannya, pasang sarung
tangan dan pegang bagian luar wadah tersebut untuk klien.
c. Minta klien untuk bernapas dalam dan kemudian membatukan
sekresi. Inhalasi yang dalam memberikan udara yang cukup
untuk mendorong sekresi keluar dari jalan udara ke dalam
faring.
d. Pegang wadah sputum sehingga klien dapat mengeluarkan
sputum ke dalamnya, pastikan sputum tidak kontak dengan
bagian luar wadah. Memasukan sputum ke dalam wadah akan
mencegah penyebaran mikroorganisme ke tempat lain.
e. Bantu klien untuk mengulang batuksampai terkumpul jumlah
sputum yang cukup.
f. Tutup wadah segera setelah sputum berada di dalam wadah.
Menutup wadah akan mencegah penyebaran mikroorganisme
secara tidak sengaja ke tempat lain.

g. Bila sputum mengenai bagian luar wadah, bersihkan bagian


luar dengan disinfektan. Beberapa institusi menganjurkan
untuk membersihkan seluruh bagian luar wadah dengan sabun
cair dan air dan kemudian mengeringkannya dengan handuk
kertas.
h. Lepas dan buang sraung tangan.
4. Pastikan klien merasa nyaman.
a. Bantu klien untuk membersihkan mulutnya dengan obat
kumur, bila dibutuhkan.
b. Bantu klien mengambil posisi nyaman yang memungkinkan
ekspansi paru secara maksimal, bila diperlukan.
5. Beri label dan bawa spesimen ke laboratorium.
a. Patikan informasi yang benar tertulis pada label dan slip
permintaan laboratorium. Tempelkan label dan lampirkan
perimintaan laboratorium pada wadah spesimen. Identifikasi
dan/atau informasi yang tidak akurat pada wadah spesimen
dapat membuat kesalahan diagnosis atau terapi.
b. Atur agar spesimen dikirim segera ke laboratorium atau di
dinginkan. Kultur bakteri harus segera dimulai sebelum
organisme yang mengkontaminasi tumbuh dan berkembang
baik sehingga memberikan hasil positif palsu.
6. Dokumentasikan semua informasi yang relevan.
Dokumentasikan pengumpulan spesimen sputum pada catatan
klien. Pendokumentasian meliputi jumlah, warna, konsistensi
(kental, lengket, atau encer), adanya hemoptisis (darah pada
sputum), bau sputum, tibdakan yang perlu dilakukan

untuk

mendapatkan sputum (mis., drainase postural), jumlah sputum


yang dihasilkan secara umum, adanya ketidaknyamanan yang
dialami klien.
2.1.4

Metode SPS

Pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari,


dimana kemungkinan untuk mendapat sputum bagian dalam lebih
besar. Atau juga bisa diambil sputum sewaktu.
Waktu yang diperlukan untuk pengambilan sputum adalah 3
kali pengambilan sputum dalam 2 kali kunjungan, yaitu Sputum
sewaktu (S), yaitu ketika penderita pertama kali datang; Sputum pagi
(P) , keesokan harinya ketika penderita datang lagi dengan membawa
sputum pagi (sputum pertama setelah bangun tidur). Sputum sewaktu
(S), yaitu saat penderita tiba di laboratorium, penderita diminta
mengeluarkan sputumnya lagi.
Pengambilan sputum pada pasien tidak boleh menyikat gigi.
Agar sputum mudah dikeluarkan, dianjurkan pasien mengonsumsi air
yang banyak pada malam sebelum pengambilan sputum. Sebelum
mengeluarkan sputum, pasien disuruh untuk berkumur-kumur dengan
air dan pasien harus melepas gigi palsu (bila ada). Sputum diambil
dari batukkan pertama (first cough). Cara membatukkan sputum
dengan Tarik nafas dalam dan kuat (dengan pernafasan dada)
batukkan kuat sputum dari bronkus trakea mulut wadah penampung.
Wadah penampung berupa pot steril bermulut besar dan berpenutup
(Screw Cap Medium).
Periksa sputum

yang

dibatukkan,

bila

ternyata

yang

dibatukkan adalah air liur/saliva, maka pasien harus mengulangi


membatukkan sputum. Sebaiknya, pilih sputum yang mengandung
unsur-unsur khusus seperti : darah dan unsur-unsur lain. Bila sputum
susah keluarkan lakukan perawatan mulut Perawatan mulut dilakukan
dengan obat glyseril guayakolat (expectorant) 200 mg atau dengan
mengonsumsi air teh manis saat malam sebelum pengambilan sputum.
2.1.5

Peran Perawat dalam Pemeriksaan Sputum


1. Berikan kenyamanan, privasi, dan keamanan bagi klien. Klien
mungkin merasa malu atau tidak nyaman saat pengambilan
spesimen. Perawat harus menjaga privasi klien semaksimal
mungkin dan menangani spesimen secara terpisah. Perawat tidak
boleh

menghakimi

dan

sensitive

terhadap

kemungkinan

10

kepercayaan social dan


keinginan

klien

untuk

budaya yang dapat memengaruhi


berpartisipasi

dalam

pengumpulan

spesimen.
2. Jelaskan tujuan pengumpulan spesimen dan prosedur pengambilan
spesimen. Klien mungkin cemas terhadap prosedur, terutama bila
dirasakan oleh klien sebagai gangguan atau klien takut terhadap
hasil pemeriksaan yang belum diketahuinya. Keterangan yang
jelas akan membuat klien mau bekerja sama dalam pengumpulan
spesimen. Dengan intruksi yang tepat, banyak klien yang mampu
mengumpulkan spesimen mereka sendiri, yang meningkatkan
kemandirian dan mengurangi atau menghindari rasa malu.
3. Gunakan prosedur yang benar untuk mendapatkan spesimen atau
pastikan klien atau staf mengikuti prosedur yang benar. Teknik
aseptik

digunakan

dalam

mengumpulkan

spesimen

untuk

mencegah kontaminasi, yang dapat menyebabkan hasil tes tidak


akurat. Prosedur keperawatan atau petunjuk laboratorium sering
tersedia bila perawat tidak terbiasa dengan prosedur tersebut. Bila
ada pertanyaan tentang prosedur, perawat dapat menghubungi
petugas laboratorium untuk mendapatkan pengarahan sebelum
mengumpulkan spesimen.
4. Perhatian informasi yang

relevan

pada

slip

permintaan

laboratorium, contohnya, pengobatan yang sedang digunakan


klien yang dapat memengaruhi hasil pemeriksaan.
5. Bawa spesimen ke laboratorium dengan segera. Spesimen yang
segar memberikan hasil yang lebih akurat
6. Laporkan hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal kepada
tenaga kesehatan
2.2 Pemeriksaan Analisa Gas Darah
Analisa gas darah adalah salah satu tindakan pemeriksaan
laboratorium

yang

ditujukan

ketika

dibutuhkan

informasi

yang

berhubungan dengan keseimbangan asam basa pasien (Wilson, 1999). Hal


ini berhubungan untuk mengetahui keseimbangan asam basa tubuh yang
dikontrol melalui tiga mekanisme, yaitu system buffer, sistem respiratori,
dan sistem renal (Wilson, 1999).

11

Dalam pemeriksaan AGD, sampel darah arteri diambil dan


dianalisa untuk membantu menentukan kualitas dan tingkat pertukaran gas
paru dan status asam-basa. Pemeriksaan AGD mengukur tingkat PaO2 ,
SaO2 , PaCO2 , pH , dan bikarbonat (HCO3).
2.2.1

Mengukur Oksigen dalam Darah


Oksigenasi
mengevaluasi

dapat
PaO2

diukur
dan

menggunakan

SaO2.

Seperti

AGD

yang

dengan

disebutkan

sebelumnya, hanya 3% dari oksigen terlarut dalam darah arteri, dan


sisanya 97% melekat pada hemoglobin dalam sel darah merah.
PaO2 normal adalah 80 hingga 100 mmHg di atas permukaan
laut. Bagi orang-orang yang tinggal di dataran yang lebih tinggi,
PaO2 normal lebih rendah karena tekanan udara yang lebih rendah.
PaO2 cenderung menurun seiring menurunnya usia. Untuk pasien
usia 60 sampai 80 tahun, PaO 2 dari 60 sampai 80 mmHg adalah
normal. PaO2 rendah dinyatakan tidak normal disebut hipoksemia.
SaO2 yang normal berkisar antara 93% dan 97%. SaO 2 adalah
nilai oksigenasi yang penting untuk dinilai karena sebagian besar
oksigen yang dipasok ke jaringan dibawa oleh hemoglobin.
2.2.2

Mengukur pH dalam Darah


pH adalah ukuran konsentrasi ion hidrogen dalam darah dan
memberikan informasi tentang keasaman atau kebasaan darah. PH
normal adalah 7,35 7,45. Jika ion hidrogen menumpuk, pH akan
turun, sehingga dapat menyebabkan asidemia. Asidemia mengacu
pada suatu kondisi di mana darah terlalu asam. Asidosis mengacu
pada proses yang menyebabkan asidemia tersebut.
Penurunan ion hidrogen menyebabkan pH meningkat dan
alkalemia. Alkalemia mengacu pada suatu kondisi di mana darah
terlalu basa. Alkalosis mengacu pada proses yang menyebabkan
alkalemia tersebut.
Ada dua jenis asam: asam volatil dan asam nonvolatile. Asam
volatil adalah asam yang dapat bergerak di antara zat cair dan gas.
Asam utama dalam serum darah adalah asam karbonat (H2CO3).
12

Asam ini dipecah menjadi karbon dioksida dan air oleh enzim yang
diproduksi di ginjal.
Asam nonvolatil ("tetap") adalah asam yang tidak dapat
berubah menjadi bentuk gas dan karena itu tidak dapat
diekskresikan oleh ginjal (proses metabolisme). Contoh asam
nonvolatile adalah asam laktat dan ketoacids.
Gangguan asam-basa dapat berupa gangguan pernapasan atau
metabolik. Kelebihan asam akan mengakibatkan asidemia. Jika
karbon dioksida dari asam volatil menumpuk, maka terjadi
asidosis. Jika asam nonvolatile menumpuk, maka terjadi asidosis
metabolik.
Alkalemia merupakan kehilangan terlalu banyak asam dari
serum. Jika terlalu banyak karbon dioksida yang hilang, hasilnya
adalah alkalosis pernapasan. Jika asam nonvolatile kurang dari
jumlah normal, maka akan mengakibatkan alkalosis metabolik.
Basa adalah zat yang dapat menerima ion hidrogen (H +). Basa
utama yang ditemukan dalam serum adalah bikarbonat (HCO3).
Jumlah bikarbonat yang tersedia dalam serum diatur oleh ginjal
(proses metabolisme). Jika terlalu sedikit bikarbonat dalam serum,
maka akan menyebabkan asidosis metabolik. Jika ada terlalu
banyak bikarbonat dalam serum, maka akan menyebabkan
alkalosis metabolik .
Kondisi

yang

menyebabkan

asidemia

atau

alkalemia

dipengaruhi oleh banyak proses fisiologis. Beberapa proses ini


meliputi disfungsi fungsi pernapasan dan ginjal, oksigenasi
jaringan, sirkulasi, produksi asam laktat, konsumsi zat, dan
kehilangan elektrolit dari saluran pencernaan.
2.2.3

Mengukur Karbon Dioksida dalam Darah


PaCO2 mengacu pada tekanan yang diberikan oleh gas karbon
dioksida terlarut dalam darah arteri. Karbon dioksida adalah
produk sampingan alami dari metabolisme sel. Kadar karbon
dioksida diatur terutama oleh fungsi ventilasi paru. PaCO 2 normal

13

adalah 35 45 mmHg. Pada interpretasi AGD, PaCO2 dianggap


sebagai "asam". Eliminasi karbon dioksida dari tubuh adalah salah
satu fungsi utama dari paru-paru,
Jika pasien mengalami hpoventilasi, karbon dioksida akan
menumpuk dan menyebabkan peningkatan nilai PaCO2 di atas
batas atas, yaitu 45 mmHg. Penahan terus menerus hasil karbon
dioksida dalam tubuh akan mengakibatkan asidosis respiratori.
Asidosis respiratori dapat terjadi bahkan pada paru-paru yang
normal jika pusat pernafasan tertekan dan tingkat pernapasan atau
kualitas tidak cukup untuk menjaga konsentrasi karbon dioksida
normal.
Jika pasien hiperventilasi, karbon dioksida dihilangkan dari
tubuh, dan nilai PaCO2 menurun di bawah batas bawah, yaitu 35
mmHg. Hilangnya hasil karbon dioksida akan mengakibatkan
alkalosis respiratori.
2.2.4

Mengukur Bikarbonat dalam Darah


Bikarbonat (HCO3), basa utama yang ditemukan dalam serum
yang berfungsi untuk membantu tubuh mengatur pH karena
kemampuannya untuk menerima ion hidrogen (H+) . Konsentrasi
bikarbonat diatur oleh ginjal dan disebut sebagai proses
metabolisme regulasi . Tingkat bikarbonat yang normal adalah 22
hingga 26 mEq/L . Bikarbonat dapat dianggap sebagai basa. Ketika
tingkat kenaikan bikarbonat diatas 26 mEq/L, maka terjadi
alkalosis metabolik. Ketika tingkat bikarbonat menurun di bawah
22 mEq / L, maka terjadi asidosis metabolik.

2.2.5 Cara Pemeriksaan Analisa Gas Darah


1. Alat
a. Spuit gelas atau plastik 5 atau 10 ml
b. Botol heparin 10 ml, 1000 unit/ml (dosis-multi)
c. Jarum nomor 22 atau 25
d. Penutup udara dari karet
e. Kapas alcohol
f. Wadah berisi es (baskom atau kantung plastik) : bersifat
optional

14

g. Beri label untuk menulis status klinis pasien yang


meliputi:
Nama, tanggal dan waktu
Apakah menerima O2 dan bila ya berapa banyak dan
dengan rute apa
Suhu
2. Teknik
a. Arteri radialis umumnya dipakai meskipun brakhialis juga
dapat digunakan.
b. Bila menggunakan pendekatan arteri radialis lakukan tes
Allens. Secara terus menerus bendung arteri radialis dan
ulnaris. Tangan akan putih kemudian pucat. Lepaskan
aliran arteri ulnaris. Tes allens positif bila tangan kembali
menjadi berwarna merah muda. Ini meyakinkan aliran
arteri bila aliran arteri radialis tidal paten.
c. Pergelangan tangan dihiperekstensikan dan tangan dirotasi
keluar.
Penting

sekali

untuk

melakukan

hiperekstensi

pergelangan tangan biasanya menggunakan gulungan


handuk untuk melakukan ini
Untuk pungsi arteri brakialis, siku dihiperekstensikan
d.

setelah meletakkan handuk di bawah siku


1 ml heparin diaspirasi kedalam spuit, sehingga dasar
spuit basah dengan heparin,dan kemudian kelebihan
heparin dibuang melalui jarum, dilakukan perlahan
sehingga pangkal jarum penuh dengan heparin dan tak ada

gelembung udara.
e. Arteri brakialis atau radialis dilokalisasi dengan palpasi
dengan jari tengah dan jari telunjuk, dan titik maksimum
denyut ditemukan. Bersihkan tempat tersebut dengan
kapas alcohol.
f. Jarum dimasukkan dengan perlahan kedalam area yang
mempunyai pulsasi penuh. Ini akan paling mudah dengan
memasukkan jarum dan spuit kurang lebih 45-90 derajat
terhadap kulit.

15

g. Seringkali jarum masuk menembus pembuluh arteri dan


hanya dengan jarum ditarik perlahan darah akan masuk ke
spuit.
h. Indikasi satu-satunya bahwa darah tersebut darah arteri
adalah adanya pemompaan darah kedalam spuit. Jarum
dapat mengangkat sendiri jika spuit berkualitas bagus,
tetapi jika spuit dengan kualitas rendah dapat dilihat
melalui pulsasi darah.
Bila kita harus mengaspirasi darah dengan menarik plunger
spuit ini kadang-kadang diperlukan pada spuit plastik yang
terlalu keras sehingga darah tersebut positif dari arteri.Hasil
gas darah tidak memungkinkan kita untuk menentukan apakah
darah dari arteri atau dari vena.
Setelah darah 5 ml diambil, jarum dilepaskan dan petugas
yang lain menekan area yang di pungsi selama sedikitnya
5 menit (10 menit untuk pasien yang mendapat
antikoagulan).
Gelembung udara harus dibuang keluar spuit. Lepaskan
jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit. Putar spuit
diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin,
Spuit diberi label dan bisa ditempatkan dalam es atau air
es (optional), kemudian dibawa ke laboratorium.

2.2.6

Menafsirkan Hasil Gas Darah Arteri


Ketika menafsirkan hasil AGD, tiga faktor yang harus
dipertimbangkan: (1) Status oksigenasi, (2) Status asam-basa, dan
(3) tingkat kompensasi.
1. Mengevaluasi oksigenasi, perlu untuk memeriksa status
oksigenasi pasien dengan mengevaluasi PaO2 dan SaO2 tersebut.
Jika nilai PaO2 kurang dari normal, maka terjadi hipoksemia.

16

Jika SaO2 kurang dari 93%, jumlah oksigen yang terikat pada
hemoglobin tidak memadai.
2. Mengevaluasi Status Asam-Basa.
a. Langkah pertama dalam mengevaluasi Status asam-basa
adalah pemeriksaan pH arteri. Jika pH kurang dari 7.35,
terjadi asidemia. Jika pH lebih besar dari 7.45, terjadi
alkalemia.
b. Langkah kedua dalam mengevaluasi status asam-basa adalah
pemeriksaan

PaCO2.

PaCO2

kurang

dari

35

mmHg

menunjukkan alkalosis pernapasan, sedangkan PaCO2 lebih


besar dari 45 mmHg menandakan asidosis pernafasan.
c. Langkah ketiga dalam mengevaluasi Status asam-basa adalah
pemeriksaan tingkat bikarbonat. jika nilai bikarbonat kurang
dari 22 mEq/ L, terjadi asidosis metabolik. Jika nilai ikarbonat
lebih besar dari 26 mEq / L, terjadi alkalosis metabolik.
2.2.7

Peran Perawat dalam Pemeriksaan Analisa Gas Darah


Keterampilan seorang perawat dalam pengambilan darah
arteri sangat menentukan sekali terhadap akurasi hasil, dan
sekaligus menentukan dampak komplikasi yang ditimbulkan. Hal
ini tentunya tergantung dari berapa kali dia sudah pernah
mengambil darah arteri AGD (pengalaman), pengetahuan perawat
terhadap komplikasi yang bisa ditimbulkan dari pengambilan darah
arteri yang tidak tepat, pemahaman perawat terhadap protap
pengambilan darah arteri AGD, dan kondisivaskularisasi pasien,
apakah masih bagus vaskularisasinya atau sudah kolaps (Bertnus,
2009).
Hal-hal yang harus diperhatikan bagi perawat dalam
melakukan tindakan, antara lain:
1) Faktor yang menyebabkan kontra indikasi dalam penggunaan
tindakan analisa gasdarah ini, meliputi amputasi, kontraktur,
tempat atau area infeksi, balutan, mastektomi, atau arterio
venous shunts (Potter & Perry, 2006).

17

2) Lakukan tes Allen sebelum memulai mengambil contoh darah


dari arteri.
3) Area injeksi yang sebelumnya atau kondisi yang sesudahnya
mungkin dapat mengeliminasikan menjadi area potensial.
Arteri seharusnya dapat dijangkau.
4) Perawat harus memberikan pengajaran kepada klien bahwa
segera melaporkan kepada perawat bila terjadi lumpuh atau
mati rasa, dan terbakar di daerah tangan tepatnya di area
injeksi, arteri radial.
2.3 Pemeriksaan Radiologi
Pada tes radiologi, ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan, antara
lain:
2.3.1

Pemeriksaan Radiograf Dada


Pemeriksaan radiograf dada digunakan untuk mendeteksi dan
mengevaluasi berbagai masalah paru-paru, menentukan ukuran dan
lokasi dari lesi dan tumor paru, memastikan penempatan dari selang
endotrakeal,

kateter

arteri

pulmonal

atau

selang

dada

dan

membedakan edema paru-paru dari inflamasi dan infeksi paru-paru.


Pemeriksaan radiologi dada diindikasikan untuk mrndeteksi
perubahan paru yang disebabkan oleh proses patologis, seperti tumor,
inflamasi, fraktur, akumulasi cairan atau udara, dan untuk menentukan
terapi yang sesuai.
Pemeriksaan sinar-X standar lebih dipilih dengan posisi berdiri,
eskipun posisi duduk atau berbaring dapat dilakukan. Pemajanan sinar
untuk pemeriksaan ini adalah posterio-anterior (PA).
2.3.1a Prosedur
Pemeriksaan ronsen dada dilakukan dengan posisi berdiri
atau duduk tegap menghadap film sinar-X. Hantaran
gelombang sinar-X ditembuskan dari arah posterior (Posisi
PA). Radiograf biasanya diambil saat inspirasi penuh, yang
menyebabkan diafragma bergerak ke bawah. Radiograf yang
diambil

pada

saat

ekspirasi

kadang

dilakukan

untuk

mengetahui tingkat gerakan diafragma atau untuk membantu


dalam pengkajian dan diagnosa pneumotoraks.
18

2.3.1b Perawatan Praprosedur


Jelaskan klien tentang pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini
tidak menimbulkan nyeri dan pemajanan pada radiasi adalah
minimal. Klien harus melepaskan semua perhiasan dan
pakaian dalamnya lalu menggunakan gaun. Kaji status
kehamilan klien (untuk klien wanita); wanita hamil seharusnya
tidak boleh terpapar pada radiasi.
2.3.2

Pembacaan Radiologi Dada


Area yang
Dikaji
Trakea

Klavikula

Tulang iga

Mediastinum

Jantung

Hasil pada Orang

Keterangan

Dewasa
Struktur garis tengah, Deviasi dari garis tengh
seperti selang, tembus
diduga ada tegangan,
cahaya
ditemukan
pneumotoraks,
pada rongga anterior
atelektasis,
efusi
mediastinal
plerual, massa, atau
paru kolaps
Ada pada bagian atas Perubahan posisi atau
toraks dan jarak setara
patah
menunjukkan
sternum.
fraktur
Pembungkus
rongga Pelebaran
area
toraks
interkostal
menunjukkan
area
emfisema.
Malignan
atau
patah
mengindikasikan
fraktur sternum atau
iga
Area yang tampak Deviasi pada sisi yang
seperti
bayangan
laindapat mengindikasi
antara paru-paru yang
efusi pleural, fibrosis,
melebar hingga hilum
atau kolaps paru
Struktur tampak padat Penyimpangan
dengan tepi-tepi jelas
mengindikasikan
tampak pada rongga
atelektasis
atau
mediastinal anterior
tegangan
kiri,
jantung
pneumotoraks;
bila
seharusnya
kurang
jantung lebih besar dari
dari satu setengah
satu setengah lebar

19

luas dari dinding dada


pada
film
posteroanterior (PA)
Karina

Bronkus

Kartilago trakeal paling


bawah
pada
percabangan bronkus

dinding dada, gagal


jantung kongestif atau
cairan perikardial dapat
terjadi
Bila
akhir
selang
endotrakeal terlihat 3
cm di atas karina, ini
posisi yang benar
Densitas
dapat
menunjukkan
krista
bronkogenik

Truktur
transparan,
seperti selang tampak
sekitar 2,5 cm dari
hilum
Hilum
Tampak
densitas Penyimpanan ke salah
bilateral, putih, kecil
satu sisi menunjukkan
di mana bronkus
atelektasis; bayangan
bergabung
dengan
menonjol
dapat
paru-paru; hilum kiri
mengindikasikan
seharusnya 2 3 cm
emfidema atau abses
lebih tinggi daripada
paru
hilum kanan
Bronkiolus
Biasanya tidak tampak
Bila
terlihat,
dapat
mengindikasikan
pneumonia bronkial
Luas
paru- Biasanya tidak benar- Bila
tampak,
paru
benar terlihat kecuali
mengindikaikan
area putih halus dari
atelektasis;
densitas
hilum; area ini harus
tidak
sempurna
jelas seperti jaringan
menunjukkan
paru normal disebut
pemulihan
dari
sabagai radiolucent;
pneumonia, silikosis,
tanda paru normal
atau fibrosis; selang
harus ada pada bagian
nasogasrik,
selang
perifer
arteri pulmonal, dan
selang
dada
akan
tampak bayangan dan
perhatikan posisinya
Diafragma
Tampak struktur bulat Peninggian
diafragma
pada dasar lapand
dapat mengindikasikan
paru; sisi kanan 1 2
adanya
pneumonia,
cm lebih tinggi dari
pleuritis, bronkitis akut,
kiri; sudut kostofrenik
atau
atelektasis;
harus jelas dan tajam
diafragma yang datar
mrnunjukkan PPOK,

20

peninggian unilateral
mengindikasikan
pneumotoraks
atau
infeksi paru; adanya
jaringan parut atau
cairan
menyebabkan
penumpulan pada sudut
kostofrenik; 300 500
ml dari cairan pleura
harus ada sebelum
terlihat penumpulan
2.3.3

Pemeriksaan Ultrasonografi
Dalam pemeriksaan ini terjadi emisi dan penetrasi gelombang suara
berfrekuensi tinggi. Pemeriksaan ini relatif tidak membahayakan.
Gelombang suara dipantulkan kembali dan diubah oleh suatu transduser
untuk menghasilkan image piktorial dari area yang sedang diperiksa.
Ultrasonografi toraks dapat memberikan informasi tentang efusi pleural

atau opasitas dalam paru.


2.3.4 Computed Temograph (CT)
CT digunakan untuk mengidentifikasi massa dan perpindahan
struktur yang disebabkan oleh neoplasma, kista, lesi inflamasi fokal, dan
abses. CT scan dapat dilakuka dengan cepat, dalam 20 menit, tidak
termasuk proses analisis.
Sebelum pemeriksaan, pastikan izin tindakan telah didapatkan dari
klien dan keluarga tentang CT scan. Klien dipuasakan dan jelaskan
bahwa pemeriksaan ini sering menggunakan media kontras. Karena
media kontras biasanya mengandun yodium (zat warna), tanyakan klien
apakah ia mempunyai alergi terhadap yodium, zat warna, atau kerang.
Ingatkan agar klien tidak bergerak selama prosedur, namun ia dapat
bercakap-cakap dengan teknisinya.
2.3.5 Pemeriksaan Fluroskopi
Digunakan untuk mendeteksi kerusakan bronkiolar, melokalisasi
lesi paru-paru dan memperlihatkan gerakan diafragmatik dan struktur
paru-paru dan jantung. Tes non infasif dapat digunakan untuk
memudahkan prosedur seperti pemasangan kateter arteri pulmonal,
torasentesis, dan bronkoskopi.
2.3.5a Prosedur Pemeriksaan
21

Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan ini. Tempatkan


klien dalam ruangan yang tenang dan bercahaya redup.
Kadang media radioopaque (yang tidak mengandung yodium)
dibiarkan secara intravena untuk membedakan struktur yang
sedang dikaji. Klien harus melepaskan semua perhiasan dan
pakaian dalamnya dan mengenakan gaun. Pemeriksaan ini
membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit. Pemaparan terhadap
radiasi minimal.
2.3.6

Pemeriksaan Angiografi Pulmonal


Digunakan untuk mendiagnosa penyakit trombolitik pada paruparu dan abnormalitas vetikularisasi paru-paru dan untuk mendeteksi
perubahan dalam jaringan paru-paru, misalnya untuk mendeteksi
abnormalitas kongenital percabangan vaskular pulmonal, abnormalitas
sirkulai vena pulmonal, penyakit sirkulasi vena dan arteri, efek
destruktif dari emfisema.. Sebelumnya pasien mendapat suntikan bahan
radioopaque melalui kateter ke dalam vena sitemik, bilik kanan jantung,
arteri pulmonal, dan distribusi dari bahan ini terekam pada film yang
dihasilkan.
2.3.6a

Prosedur
Media kontas disuntikkan ke dalam sistem vaskular
melalui kateter inwelling. Selama angiografi pulmonal, kateter
dimasukkan baik melalui perifer atau langsung ke dalam arteri

pulmonalis besar atau salah satu cabangnya.


2.3.6b Perawatan Praposedur
Jelaskan klien tentang prosedur ini dan mengapa harus ada
izin tertulis dari klien. Pemeriksaan ini sdikit menimbulkan
nyeri dan pemaparan terhadap radiasi minimal. Klien agak
merasa tidak nyaman ketika kateter dimasukkan dengan
menusukkan jarum. Klien harus melepaskan semua perhiasan
dan pakaian dalamnya dan mengenakan gaun. Kaji status
2.3.6c

kehamilan klien. Klien hamil tidak boleh terpapar pada radiasi.


Perawatan Pascaprosedur

22

Seperti halnya pada semua prosedur yang memerlukan


peasangan kateter ke dalam vaskulatur sentral atau perifer,
penting untuk mengamati tempat penusukan terhadap infeksi,
pembentukan hematoma, atau reaksi setempat terhadap media
kontras. Lanjutkan mengamati tanda reaksi merugikan dari
media kontras (misalnya peningkatan distres pernapasan,
2.3.7

hipotensi, stridor, dan indikasi anafilaktik lain).


Pemeriksaan Endoskopi
Laringoskopi langsung biasanya dilakukan setelah klien mendapat
anestesi lokal dengan kokain 10% atau anestesi umum. Satu jam
sebelum pemeriksaan klien diberikan sedatif dan atropin sulfat.
Pemberian atropin penting sebelum pemberian anestesi lokal maupun
umum. Untuk laringoskopi langsung, klien dibaringkan dengan posisi
kepala di atas alat penyangga posisi kepala.
Penatalaksanaan keperawatan setelah

tindakan

laringoskopi

termasuk: (1) pasien dalam status puasa sampai refleks muntah pulih
(sekitar 2 jam), (2) periksa refleks muntah dengan menyentuh bagian
belakang lidah secara perlahan menggunakan bilah lidah, dan (3) jika
reflek muntah positif, beri klien sedikit air sebelum cairan atau makanan
2.3.8

lain untuk mencegah aspirasi yang tidak diinginkan.


Pemeriksaan Bronkoskopi
Pemeriksaan bronkoskopi dilakukan dengan

memasukkan

bronkoskop ke dalam trakea dan bronki. Dengan menggunakan


bronkoskop yang kaku dan lentur, laring, trakea, dan bronki dapat
diamati. Pemeriksaan diagnostik bronkoskopi termasuk pengamatan
cabang trakeobronkial, terhadap abnormalitas, biopsi jaringan, dan
aspirasi sputum untuk bahan pemeriksaan. Bronkoskopi digunakan
untuk membantu dalam mendiagnosis kanker paru.
Bronkoskopi mungkin dilakukan untuk tujuan diagnostik atau
tujuan terapeutik. Tujuan diagnostik mencakup pemeriksaan jaringan,
evaluasi lajur tumor untuk memungkinkan bedah reseksi, pengumpulan
spesimen jaringan untuk keperluan diagnosa, dan evaluasi tempat
perdarahan. Sementara bronkoskopi terapeutik dilakukan untuk tujuan

23

mengangkat benda asing, sekret yang kental dan banyak, pengobatan


atelektasis, pascaoperatif, dan menghancurkan dan mengangkat lesi.
2.3.8a Perawatan Praposedur
Jelaskan prosedur pada klien dan keluarga dan
dapatkan izin tindakan dari klien. Instruksikan klien untuk
tidak makan dan minum selama 6 jam sebelum pemeriksaan.
Klien diberikan anestesi lokal dan sedasi intravena untuk
menekan

reflek

batuk

dan

menghilangkan

ansietas.

Pemeriksaan membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit.


Selama rosedur, klien berbaring terlentang dengan kepala
hiperekstensi. Perawat memantau tanda vital, berbicara dan
menenangkan klien, dan membantu dokter sesuai kebutuhan.
2.3.8b Perawatan Pascaprosedur
Setelah prosedur, tanda vital dipantau per protokol
institusi. Amati klien terhadap tanda distres pernapasan,
termasuk dispnea, perubahan frekuensi pernapasan, dan
perubahn bunyi napas. Tidak ada emberian apapun melalui
mulut sampai refleks batuk dan menelan kebali pulih, yang
biasanya 1 sampai 2 jam setelah prosedur. Bila klien sudah
dapat menelan, berikan sehirup air. Bunyi npas dipantau
selama 24 jam. Adanya bunyi napas tambahan atau asimetris
harus dilaporkan pada dokter. Dapat terjadi pneumotoraks
setelah bronkoskopi.
2.4 Monitoring EtCO2
Monitoring End-tidal karbon dioksida (EtCO2) mengukur
tingkat karbon dioksida pada akhir exhalabition, ketika prosentase
karbon dioksida terlarut dalam darah arteri (PaCO 2) mendekati
persentase karbon dioksida alveolar (PaCO2). Oleh karena itu, sampel
karbon dioksida yang dihembuskan diukur pada akhir pernafasan
(EtCO2) dapat digunakan untuk tingkat perkiraan PaCO2. Tingkat
karbon dioksida alveolar dan karbon dioksida arteri serupa; oleh
karena itu, EtCO2 dapat digunakan untuk memperkirakan PaCO2.
Meskipun PaCO2 dan EtCO2 bernilai sama, EtCO2 biasanya lebih
rendah dari PaCO2 antara 2 sampai 5 mmHg. Perbedaan antara PaCO2
24

dan EtCO2 (PaCO2 - EtCO2 gradien) dapat disebabkan oleh beberapa


faktor; aliran darah paru adalah penentu utama.
Nilai EtCO2 diperoleh dengan monitorig sampel gas kadaluarsa
dari tabung endotrakeal, jalan napas oral, atau jalan napas nasofaring.
Akurasi pembacaan EtCO2 dapat dipengaruhi oleh konsentrasi tinggi
oksigen dan uap air. Gangguan penyerapan inframerah karena interaksi
karbon, gelombang terdiri dari empat tahap, masing-masing mewakili
bagian tertentu dari siklus pernapasan:
Tahap pertama dioksida dan oksigen dalam konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan EtCO2 pengukuran yang tidak akurat, dan gangguan uap
air dengan penyerapan cahaya inframerah dapat menyebabkan
meningkatnya

pengukuran

yang

tidak

akurat.

Perawat

harus

menggabungkan pembacaan EtCO2 dengan berbagai data klinis


lainnya.
Gelombang karbon dioksida yang dihembuskan ditampilkan
pada monitor sebagai plot EtCO2 terhadap waktu disebut capnogram.
Perubahan bentuk gelombang menunjukkan kelainan klinis, kelainan
mekanik, atau keduanya, dan memerlukan penilaian langsung oleh
perawat atau profesional terlatih lainnya.
1. Pada kapnogram di fase awal, yang mewakili kedua fase inspirasi
dan awal fase ekspirasi, ketika karbon dioksida berada pada udara
bebas di ruang mati anatomi yang dihembuskan. Nilai ini harus
nol pada orang dewasa yang sehat.
2. Tahap kedua adalah upstroke ekspirasi, yang mewakili pernafasan
karbon dioksida dari paru-paru. Setiap proses yang menunda
pengiriman karbon dioksida dari paru-paru pasien untuk
memperpanjang upstroke ekspirasi. Kondisi seperti PPOK dan
bronkospasme dikenal sebagai penyebab fisiologis upstroke
ekspirasi yang berkepanjangan. Penghalang mekanis seperti
tertekuknya ventilator tabung juga dapat menyebabkan upstroke
ekspirasi yang berkepanjangan.
3. Fase ketiga dimulai saat karbon dioksida mengalami penurunan
secara cepat dan terus-menerus; dataran tinggi di capnogram
25

menunjukkan pernafasan gas alveolar. EtCO2 adalah nilai yang


dihasilkan pada akhir pernafasan, yang menunjukkan jumlah
karbon dioksida yang dihembuskan dari alveoli setidaknya
ventilasi.
4. Tahap keempat di dikenal sebagai downstroke inspirasi. Defleksi
ke bawah gelombang disebabkan oleh pencucian karbon dioksida
yang terjadi dengan adanya masuknya oksigen saat inspirasi.

2.4.1

Kapnografi
Kapnografi termasuk prosedur noninfasif lain yang mengukur
konsentasi karbon dioksida untk klien dengan ventilasi mekanik.
Jumlah karbon dioksida yang didapatkan dalam udara ekshalasi
(ETCO2) sangat berhubungan dengan tekanan parsial karbon dioksida
arteri (PaCO2) pada klien dengan fungsi pernapasan, kardiovaskular,
dan metabolik yang normal. Gradien normal PaCO 2 ETCO2 sekitar 5
mmHg. Dengan peningkatan PaCO2 pada hipovolemia, atau penurunan
pada hipovolemia, perubahan yang berkaitan akan terlihat pada
ETCO2. Kapnografi membutuhkan sampel kontinu udara ekshalasi.
Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan. Klien yang menjalani
kapnografi akan terpasang selang endotrakeal atau trakeostomi unuk
ventilasi mekanik atau penatalaksanaan jalan napas. Sensor akan
ditempelkan pada selang tersebut untuk mengukur ETCO2.

26

BAB 3
KESIMPULAN
Laboratorium klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan
pelayanan pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik,
parasitologi klinik, imunologi klinik atau bidang lain yang berkaitan dengan
kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis
penyakit,

penyembuhan

penyakit

dan

pemulihan

kesehatan. Selain

itu,

laboratorium klinik dan kesehatan pun memilki klasifikasi tertentu sesuai dengan
kebutuhan masing-masing laboratorium.
Ada beberapa pemeriksaan laboratorium, diantaranya pemeriksaan sputum,
analisa gas darah, pemeriksaan radiologi, dan monitoring EtCO2.
Sebagai bagian yang integral dari pelayanan kesehatan, pelayanan
laboratorium sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan berbagai program dan upaya
kesehatan, dan dimanfaatkan untuk keperluan penegakan diagnosis, pemberian
pengobatan dan evaluasi hasil pengobatan serta pengambilan keputusan lainnya.

27

DAFTAR PUSTAKA
Morton, Patricia Gonce & Dorrie K. Fontaine. (2009). Critical Care Nursing: A
Holistic Approach (9th ed.). China: Lippincott Williams & Wilkins.
Gandasoebrata, R. (2008). Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.
Talbot, Laura A & Mary Mayers-Marquardt.(1997). Pengkajian Keperawatan
Kritis. Jakarta: EGC.
Asih, Nilum Gede Yasmin & Christantie Effendy. (2004). Keperawatan Medikal
Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai