Pada jaman dahulu kala, hiduplah seorang Pak tua bersama putranya di sebuah desa. Desa itu
sudah lama kekeringan dan menjadi tandus, sehingga banyak dari penduduk desa yang pindah.
Kehidupan mereka sangat miskin, hanya sebuah gubuk reot dan seekor keledai lah harta yang
mereka miliki. Setiap hari mereka hanya mengandalkan keledai yang mereka miliki untuk
bekerja. Sehingga suatu hari, diputuskanlah mereka akan pergi ke pekan raya di kota untuk
menjual keledainya.
Seorang perempuan melihat mereka dan tertawa, Kalian berjalan membawa keledai. mengapa
kalian tak menungganginya? Kalian berdua benar-benar bodoh! Perempuan itu benar, kata
Pak tua kepada putranya, Kita berdua sungguh bodoh. Maka orang tua itu naik ke punggung
keledai, dan anaknya berjalan mengikuti di belakangnya.
Tak berapa jauh beranjak, mereka berjumpa seorang perempuan tua. Begitu ia melihat orangtua
itu menunggang keledai ia berseru kepadanya, Hey, ini tidak benar. Kamu menunggang keledai
dan membiarkan bocah kecil itu berjalan kaki di belakangmu. Benar juga. ada benarnya
perkataan perempuan tua itu. Tukas si Tua dan iapun segera melompat turun dari punggung si
keledai lalu membiarkan putranya naik. Nak, kamu saja yang naik keledainya, biar ayah yang
jalan kaki sambil menuntun.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan hingga mereka melihat seorang lelaki sedang bekerja
di ladang yang berteriak: oi oi, kau, anak muda berpikiran pendek anak semuda engkau
menunggang keledai dengan enaknya dan membiarkan orang tua ini berjalan kaki. Ah, Tepat
juga perkataannya, ujar si kecil yang merasa malu kepada dirinya sendiri, Aku betul-betul
berpikiran pendek. Segeralah ia melompat turun dari punggung keledai.
Si orangtua dan anaknya itu segera berdiskusi tentang bagaimana caranya membawa keledai
mereka ke pekan raya di kota tanpa ada lagi orang yang mengkritik mereka. Aku punya ide,
kata si Kecil, kita berdua menunggang keledai itu, dengan demikian tak ada orang yang dapat
berkata apapun. Ide yang bagus, ucap ayahnya setuju, Sungguh ide yang bagus. Segera
mereka berdua menunggangi keledai itu. Apa! Kalian gila? dua orang pejalan kaki berseru
marah, Lihat itu, dengan dua orang berada di atas punggungnya, tak lama lagi keledai itu akan
mati kecapaian. Masa keledai sekecil itu ditumpangi berdua. Orang macam apa mereka??
Ketika si Tua dan anaknya mendengar seruan itu mereka merasa bersalah. Langsung saja mereka
melompat dari atas keledai dan berkata, Benar juga, kita berdua memang gila. Kali ini mereka
benar-benar kehilangan akal dan tak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba si anak berkata, Aku
punya ide! Bagaimana kalau kita yang memanggul keledai itu. Pak Tua tersenyum mendengar
nya dan berkata, Ide yang bagus, Ide yang bagus. Si Tua dan si Kecil segera memanggul
keledai mereka dengan sebilah bambu dan membawanya ke pekan raya. Dalam perjalanan
menuju pekan raya tubuh mereka berdua basah kuyup oleh keringat. Ketika sekelompok anakanak melihat bagaimana kedua ayah anak membawa keledai itu, mereka semua tertawa terbahakbahak. Ha, Ha., cepat sini lihat ini, dua orang ini tidak menunggangi keledainya, tapi justru
keledainya yang menunggangi mereka. Itu benar-benar luar biasa. Ha, ha, ha
Namun bukan berarti kita menutup telinga kita untuk mendengarkan pendapat orang lain, karena
kritik dan saran dari orang lain juga dapat membangun kita untuk melakukan tindakan yang lebih
baik lagi.