Anda di halaman 1dari 2

Tukang Giling dan Keledainya

Cerita karya Aesop dari Yunani Kung

Tukang giling sedang dalam perjalanan menuju pasar dan perasaannya sangat riang. "Kita
pasti bisa menjual keledai kecil ini," katanya kepada anaknya "Lalu kita bisa menggunakan
uangnya sesuka kita." Saat mereka bertiga belum terlalu jauh berjalan, terdengarlah suara
tawa. Beberapa wanita yang berkumpul di dekat sumur desa jelas menganggap ada sesuatu
yang menggelikan. "Aneh sekali, kan? Mereka punya keledai tetapi mereka malah berjalan
pelan-pelan di samping keledai itu! Jangan-jangan jika mereka punya gerobak, mereka akan
menariknya sendiri agar sapinya tidak kelelahan." "Apa menurutmu mereka juga
menggonggong agar anjing mereka bisa terus tidur? Tiba-tiba, si tukang giling merasa aneh.
"Ayo, Nak, kamu naik saja ke keledai ini," katanya. Tidak berapa jauh, mereka bertiga
melewati sekelompok laki- laki tua yang sedang duduk-duduk di bawah sebuah pohon
sambil memerhatikan segala sesuatu yang berlangsung di sekitarnya. "Dasar anak muda
zaman sekarang! Senangnya bermalas- malasan dan hanya memikirkan dirinya sendiri." Si
tukang giling mendengar ucapan seorang dari mereka. "Hei, anak kurang ajar," seru
seorang lainnya kepada anak si tukang giling. "Bersikap hormatlah sedikit. Biarkan ayahmu
yang menungganginya. Dia pasti lebih lelah daripada kamu." "Maaf, Ayah," cetus si anak.
"Aku tidak mau orang-orang mengira aku anak yang kurang ajar". Sekarang, keledai itu
ditunggangi si tukang giling dan berjalan pelan dengan kecepatan tetap. Si anak berjalan di
sampingnya, kadang- kadang berhenti untuk mendengarkan kicauan burung dan mengamati
kadal-kadal yang berjemur di batu.

Kemudian, saat dia sedang berlari menyusul ayahnya, mereka memasuki sebuah desa dan
ada beberapa wanita yang sedang menjaga anak-anak mereka yang sedang bermain.

"Kau tega sekali," kata salah seorang wanita. "Bocah itu hampir tidak bisa mengikutimu dan
kamu tidak memerhatikannya sama sekali."

"Oh, maaf, Nak," kata sang ayah. "Ayo, ke sini. Naik dan duduklah di belakang ayah. Tidak
jauh lagi kita akan tiba di tujuan."

Ketika mereka melanjutkan perjalanan dengan menunggang keledai bersama- sama,


seorang laki-laki dari kota muncul di jalan. Laki-laki itu menghentikan langkahnya dan
tampak keheranan.

"Apakah itu keledaimu?" tanya si orang kota.

"Ya," jawab si tukang giling.

"Aku heran kamu bisa setega itu terhadap binatang peliharaanmu sendiri," ujar si orang
kota. "Keledaimu itu kecil sekali. Kakimu saja hampir terseret ke tanah. Kalian berdua
bahkan sepertinya bisa menggotong keledai itu. Berat keledai itu pasti lebih ringan daripada
beban keledai itu saat membawa kalian berdua."

Mendengar ucapan orang kota itu, si tukang giling dan anaknya segera turun dari keledai.
"Pendapat yang bagus," sahut si tukang giling. "Ayo, Nak. Kita coba apakah kita bisa
menggotong keledai ini."

Mereka lalu menemukan sebatang dahan yang panjang dan mengikatkan kaki keledai ke
dahan itu. Akan tetapi, keledai itu tidak senang diikat dengan cara seperti itu, apalagi ketika
dia digotong dengan posisi badan terbalik. Si keledai mulai meringkik dan mengeluarkan
suara ribut.

Orang-orang yang berjalan ke pasar menoleh dan melihat si tukang giling dan anaknya
sedang menyeberangi jembatan sambil menggotong seekor keledai.

Si keledai memberontak dan


menendang-nendang hingga ikatannya terlepas. Dengan suara berdebur si keledai pun
jatuh ke sungai dan hanyut.

"Oh, ya ampun," ucap si tukang giling. "Aku berusaha menyenangkan semua orang. tetapi
semuanya sia-sia. Sekarang kami kehilangan keledai dan uang yang kuharapkan dari
penjualannya."

Dengan sangat sedih dan langkah kaki yang berat, si tukang giling dan anaknya pun
berjalan pulang.

Anda mungkin juga menyukai