Analisis Regresi Dan Korelasi
Analisis Regresi Dan Korelasi
I. Pendahuluan
Di dalam analisa kimia, dalam mengolah data sering digunakan analisis regresi dan
korelasi. Analisa regresi dan korelasi telah dikembangkan untuk mempelajari pola dan
mengukur hubungan statistik antara dua atau lebih variabel. Namun karena makalah ini
hanya membahas tentang regresi linier sederhana, maka hanya dua variabel yang
digunakan. Sedangkan sebaliknya jika lebih dari dua variabel yang terlibat maka disebut
regresi dan korelasi berganda. Analisa ini akan memberikan hasil apakah antara variabelvariabel yang sedang diteliti atau sedang dianalisis terdapat hubungan, baik saling
berhubungan, saling mempengaruhi dan seberapa besar tingkat hubungannya. Pada
dasarnya analisis ini menganalisis hubungan dua variabel dimana membutuhkan dua
kelompok hasil observasi atau pengukuran sebanyak n ( data ).
Data hubungan antara variabel X dan Y berdasarkan pada dua hal yaitu :
1. Penentuan bentuk persamaan yang sesuai guna meramalkan rata-rata Y melalui X atau
rata-rata
X melalui Y dan menduga kesalahan selisih peramalan. Hal ini
menitikberatkan pada observasi variabel tertentu, sedangkan variabel-variabel lain
dikonstantir pada berbagai tingkat atau keadaan, hal inilah yang dinamakan Regresi.
2. Pengukuran derajat keeratan antara variabel X dan Y. Derajat ini tergantung pada pola
variasi atau interelasi yang bersifat simultan dari variabel X dan Y. Pengukuran ini
disebut Korelasi.
Hubungan antara variabel X dan Y kemungkinan merupakan hubungan dependen
sempurna dan kemugkinan merupakan hubungan independen sempurna. Variabel X dan Y
dapat dikatakan berasosiasi atau berkorelasi secara statistik jika terdapat batasan antara
dependen dan independen sempurna. Metode analisis ini juga digunakan untuk
mengestimasi atau menduga besarnya suatu variabel yang lain telah diketahui nilainya.
II. Rumus Regresi Linier Sederhana
Persamaan regresi linier sederhana :
Y =a+b( X)
Dimana :
a = konstanta
b = koefisien regresi
Y = Variabel dependen ( variabel tak bebas )
X = Variabel independen ( variabel bebas )
Untuk mencari rumus a dan b dapat digunakan metode Least Square sbb:
Y b X
a=
n
b=
n XY X . Y
2
n X ( X )
b=
XY
2
X
[ n ( X ) ( X ) ] [ n ( Y ) ( Y ) ]
2
2 2
2 2
Keterangan :
1. Jika r = 0 maka tidak ada hubungan antara kedua variabel.
2. Jika r = (-1) maka hubungan sangat kuat dan bersifat tidak searah.
3. Jika r = (+1) maka hubungannya sangat kuat dan bersifat searah.
4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi dilambangkan dengan r2, merupakan kuadrat dari koefisien
korelasi. Koefisien ini dapat digunakan untuk menganalisis apakah variabel yang
diduga / diramal (Y) dipengaruhi oleh variabel (X) atau seberapa variabel independen
( bebas ) mempengaruhi variabel dependen ( tak bebas ).
5. Kesalahan Standar Estimasi
Untuk mengetahui ketepatan persamaan estimasi dapat digunakan dengan mengukur
besar kecilnya kesalahan standar estimasi. Semakin kecil nilai kesalahan standar
estimasi maka semakin tinggi ketepatan persamaan estimasi dihasilkan untuk
menjelaskan nilai variabel yang sesungguhnya.
Dan sebaliknya, semakin besar nilai kesalahan standar estimasi maka semakin rendah
ketepatan persamaan estimasi yang dihasilkan untuk menjelaskan nilai variabel
dependen yang sesungguhnya. Kesalahan standar estimasi diberi simbol Se yang
dapat ditentukan dengan rumus berikut :
( Y )a Y b XY
Se=
2
n2
III.
Contoh Soal
Pada bagian ini akan disajikan contoh-contoh penentuan parameter kinetika kimia di
laboratorium yang sudah pernah dipublikasikan dalam jurnal.
Kasus 1. Dari Forum Nuklir Vol 4 Nomor 1, Agustus 2002 halaman 67-78.
Tujuan:
Penelitian ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa suatu reaksi mengikuti orde 1
dan menentukan konstante kecepatan reaksi pada suhu tertentu.
Uraian:
Analisis kecepatan pembentukan I2 pada reaksi I- dengan H2O2 dalam larutan H2SO4
pada suhu 30 oC. Persamaan reaksi yang terjadi dapat ditulis:
KETERANGAN :
Buret dengan peniter tio sulfat
Jepit buret
Statif
Erlenmeyer 1000 mL
Pengaduk magnet
-
2 I + H2SO4 + H2O2
SO42- + H2O + I2
Adanya I2 bebas dalam campuran reaksi diketahui dengan bantuan indikator amilum.
Apabila reaksinya hanya ke arah kanan, maka kecepatan pembentukan I 2 pada suhu tetap
hanya tergantung pada konsentrasi I- , H2SO4, dan H2O2. Hal ini dapat dlakukan dengan
mengatur jumlah H2SO4 yang berlebihan dan I2 yang terbentuk dikembalikan sebagai Idengan cara menambahkan Na2S2O3. Natrium tiosulfat ini juga berfungsi sebagai pengukur
jumlah I2 yang dihasilakan pada suatu saat. Reaksi I 2 dengan Na2S2O3 dapat ditulis dengan
persamaan:
I2 + 2Na2S2O3
2NaI + Na2S42O6
Dengan demikian reaksi tersebut dapat dikatakan hanya tergantung pada konsentrasi
hidrogen peroksida saja
Rangkaian alat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.
dC
kC n
dt
(ii)
Untuk reaksi orde 1, maka n=1 sehingga hasil integrasi persamaan 2 adalah :
dC
kdt
C
(iii)
ct
lnC kt
co
(iv)
ln
Ct
kt
Co
1 C
k ln o
t Ct
atau
(v)
Keterangan :
Co = Konsentrasi peroksida mula-mula
Ct = Konsentrasi peroksida pada saat t detik
Jika banyaknya peroksida yang dimasukkan mula-mula ekivalen dengan a ml tio dan
banyaknya tio yang dimasukkan sampai saat t detik adalah b, maka sisa peroksida pada t
detik ekivalen dengan a-b ml tio sulfat. Oleh karena itu persamaan (5) dapat ditulis sebagai
berikut :
1
a
k ln
t (a b)
(vi)
lna ln(a b) kt
(vii)
ln(a b) kt lna
(viii)
Apabila dibuat grafik hubungan ln (a-b) dengan t, maka angka arah grafik tersebut
sama dengan k.
Dari percobaan ini diperoleh data yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Vol, Na2S2O3
(b)
0
2,0
5,4
Waktu,
t, detik
0
40
110
Ekiv,
terbentuk
0
2,0
5,4
I2, Ekiv
H2O2
tersisa
131,3
129,3
125,9
10,2
11,6
13,3
14,2
15,5
16,7
18,1
19,2
20,6
21,7
163
190
219
230
260
281
308
330
350
380
10,2
11,6
13,3
14,2
15,5
16,7
18,1
19,2
20,6
21,7
121,1
119,7
118,0
117,1
115,8
114,6
113,2
112,1
110,7
109,6
Data yang diperoleh diolah agar sesuai dengan Persamaan (viii) dengan menghitung ln
a, serta ln(a-b) pada berbagai waktu yang tersedia. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hubungan ln(a-b) dengan waktu, detik
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Waktu, detik
40
110
163
190
219
230
260
281
308
330
350
380
ln (a-b)
4862
4835
4798
4785
4771
4763
4752
4741
4729
4719
4707
4697
Untuk membuktikan bahwa reaksi itu orde 1 atau sesuai dengan persamaan (ii), data
Tabel 2 dibuat grafik hubungan ln(a-b) dengan waktu yang hasilnya ditunjukkan dengan
Gambar 2.
4900
4850
4800
ln (a-b)
4750
4700
4650
4600
50
100
150
200
250
300
350
400
t (waktu,s)
No
X2
1600
12100
1
2
40
110
ln (a-b) (Y)
4,862
4,835
3
4
163
190
4,798
4,785
26569
36100
219
4,771
47961
230
4,763
52900
260
4,752
67600
281
4,741
78961
308
4,729
10
11
330
350
4,719
4,707
94864
10890
0
12250
X.Y
194,48
531,85
782,07
4
909,15
1044,8
49
1095,4
9
1235,5
2
1332,2
21
1456,5
32
1557,2
7
1647,4
12
(jumla
h)
380
4,697
2861
57,159
0
14440
0
79445
5
5
1784,8
6
13571,
75
Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dicari nilai a, b, dan r2 dengan menggunakan
persamaan:
a=
b=
Y b X
n
n XY X . Y
2
n X ( X )
n ( XY ) ( X )( Y )
r=
1
2 2
1
2 2
[ n ( X ) ( X ) ] [ n ( Y ) ( Y ) ]
2
Jika nilai pada Tabel 3 dimasukkan ke dalam persamaan maka akan didapatkan nilai:
a
= -0,4977
= 4881,9
r2
= 0,9957