Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS MASALAH PERKOTAAN

Kota sebagai pusat kehidupan sosial, ekonomi dan politik masyarakat menjadi suatu
tempat yang diidam-idamkan oleh orang-orang yang mempunyai keinginan untuk melakukan
mobilisasi sosial. Proses bermigrasinya penduduk desa ke kota yang sering kali disebut dengan
istilah urbanisasi ini mengakibatkan tingginnya angka pertumbuhan penduduk di wilayah
perkotaan. Akibatnya munculah muncul berbagai permasalahan sosial yang kompleks, saling
terkait satu sama lain dan sulit untuk terselesaikan. Selain itu, sistem sosial masyarakat perkotaan
yang bersifat lebih terbuka terhadap budaya luar mengakibatkan anomi atau cultural shock di
kalangan masyarakat. Hal tersebut biasanya berujung pada tingkah laku penyimpangan sosial
yang pada umumnya sering dilakukan oleh generasi muda.
Meski sebenarnya permasalahan sosial masyarakat perkotaan itu kompleks dan saling
berhubungan, namun beberapa permasalah tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sebagai
berikut ini:
1. Demoralisasi dan Penyimpangan Sosial
Demoralisasi merupakan sebuah proses degradasi (kemerosotan) moral pada
masyarakat. Demoralisasi yang terjadi di wilayah perkotaan diakibatkan oleh adanya proses
difusi kebudayaan dari masyarakat lain. Difusi kebudayaan sendiri adalah proses penyebaran
kebudayaan dari satu individu kepada individu yang lainnya, dari satu masyarakat ke masyarakat
lain.[1] Pada umumnya masyarakat kota cenderung bersifat terbuka terhadap pengaruh budaya
luar, terutama dikalangan remaja. Akibatnya terjadi cultural shock atau kegoncangan budaya
dimana nilai dan norma yang berlaku dalam tatanan masyarakat adalah pranata sosial yang lama,
tetapi perilaku-perilaku yang sering dilakukan oleh generasi muda adalah budaya baru. Sehingga
terjadi ketidaksinkronan antara nilai-norma dengan tindakan.
Tindakan-tindakan sosial yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku
dimasyarakat disebut penyimpangan sosial. Generasi muda adalah penyumbang terbesar yang
berpartisipasi melakukan tindakan-tindakan sosial tersebut. Salah satu contoh tindak
penyimpangan sosial adalah perilaku seks bebas remaja. Hasil penelitian Komnas perlindungan
anak pada tahun 2012 mengenai perilaku seks remaja di 17 kota besar Indonesia menyatakan
bahwa 97% dari 4.726 responden, mengatakan pernah menonton pornografi, 93,7% mengaku
sudah tidak perawan dan 21,26% pernah melakukan aborsi.[2]Hal tersebut tentu saja sangat
mengejutkan sekaligus memprihatinkan. Perilaku penyimpangan sosial laninya adalah tawuran

pelajar, aksi jalanan geng motor, premanisme, homosesual, lesbian, konsumsi minuman keras,
narkoba dan lain sebagainya.
2. Urbanisasi dan Krisis Lingkungan Hidup
Urbanisasi adalah proses perpindahan penduduk dari desa ke kota.[3] Sebenarnya,
istilah urbanisasi bisa mengacu pada dua pengertian, yaitu : (1) proses berpindahnya penduduk
dari desa ke kota, (2) berkembangnya suatu kawasan yang penduduknya sederhana menjadi
kompleks menyerupai kota. Namun, kedua-duanya sama-sama mengindikasikan adanya
pertambahan jumlah penduduk yang cukup besar baik dikarenakan oleh adanya mortalitas
maupaun migrasi.
Kota merupakan pusat kegiatan politik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dimana
kota memiliki berbagai fasilitas yang memungkinkan kegiatan tersebut berjalan dengan lancar
efisien. Di lain pihak, desa yang notabene dihuni oleh masyrakat tradisional mempunyai kondisi
sosial yang berbanding 180 derajat dengan kondisi sosial perkotaan. Fasilitas umum yang tidak
lengkap, wilayah pertanian yang terus menyempit, sistem sosial yang cenderung tertutup, dan
gemerlapnya dunia perkotaan membuat sebagian dari mereka berkeinginan untuk melakukan
mobilitas sosial vertikal dengan mengadu nasib di perkotaan.
Secara garis besar faktor terjadinya urbanisasi terbagi kedalam dua macam, yaitu: push
factor(faktor pendorong) dan full factor (faktor penarik).[4] Push factor atau faktor yang
mendorong terjadinya urbanisasi adalah : semakin terbatasnya lapangan pekerjaan di desa,
kemiskinan akibat bertambahnya jumlah penduduk, jalur transfortasi dari desa ke kota yang
semakin lancar, rendahnya upah buruh di desa dan meningkatnya tingkat pendidikan di desa.
Sementara full factor atau faktor penarik terjadinya urbanisasi adalah : kesempatan kerja yang
lebih luas di perkotaan, tingkat upah yang lebih tinggi, sistem sosial terbuka yang
memungkinkan untuk melakukan mobilitas sosial, fasilitas umum yang lengkap dan dapat
menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat.
Pertambahan jumlah penduduk dalam jumlah besar yang berlangsung secara terusmenerus mengakibatkan munculnya sejumlah permasalahan di perkotaan. Salah satunya adalah
krisis lingkungan hidup. Populasi manusai yang terlalu banyak mengakibatkan terjadinya alih
fungsi daerah resapan air menjadi wilayah pemukiman. Akibatnya muncul krisis lingkungan
hidup di perkotaan. Mereka yang tidak mampu membeli lahan-lahan perumahan yang mahal
terpaksa harus membuat pemukiman di bantaran sungai. Kemudian, perilaku tidak
ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan membuat mereka nyaman membuang sampah

kesungai. Industri-industri liar pun turut berpartisipasi dengan membuang limbah ke sungai.
Akhirnya sungai menjadi tercemar, kotor, menyempit dan menjadi dangkal. Maka terjadilah
banjir saat musim hujan.

3. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sangat kompleks. Kemiskinan sendiri
terjadi akibat adanya ketidakmampuan bersaing dalam usahanya memenuhi kebutuhan
ekonomisnya. Kemiskinan juga bisa terjadi akibat tidak adanya peluang untuk melakukan
mobilisasi sosial. Misalnya, salah satu saluran mobilitas sosial adalah pendidikan. Untuk dapat
bersaing dalam dunia pekerjaan maka peraturan yang umumnya berlaku harus menempuh jalur
pendidikan terlebih dahulu. Begitupun juga dengan masyarakat misikin, untuk melakukan
mobilitas sosial maka mereka harus menempuh jalur pendidikan yang tentunya tidak gratis.
Meskipun sekarang ada program wajib belajar 9 tahun, tapi tetap saja masih ada pungutanpungutan lain yang tentu saja masih memberatkan masyarakat miskin. Ditambah lagi pendidikan
9 tahun pada saat ini sebenarnya masih belum siap untuk menghadapi kerasnya dunia pekerjaan.
Kemiskinan sendiri terbagi kedalam dua macam, yaitu kemiskinan struktural dan
kemiskinan budaya. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh buruknya
struktur sosial yang berlaku dimasyarakat sehingga ada sebagian kalangan yang tidak mendapat
kesempatan untuk memperbaiki nasibnya. Sementara kemiskinan budaya adalah kemiskinan
yang diakibatkan oleh kebiasaan mereka sendiri yang malas bekerja, tidak punya keinginan yang
tinggi dan berfikir pesimis.
Kota memiliki jumlah penduduk yang banyak, sehingga tentu saja persaingan dalam
melakukan mobilitas sosialnya pun ketat. Mereka yang tidak mempunyai social capital (modal
sosial) yang tinggi akan tersingkirkan dari arena pergulatan ekonomi kota yang sangat ketat.
Akhirnya bagi mereka yang tersingkir harus rela hati menerima kehidupan dalam naungan
kemiskinan.
4. Kriminalitas
Semakin banyak orang dengan latar belakang budaya dan kepentingan yang berbeda
yang disatukan dalam kehidupan sosial masyarakat kota, maka semakin banyak pula persaingan,
pertentangan serta perbenturan kentingan diantara mereka. Tak jarang, mereka yang kalah

bersaing terpaksa harus melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan norma sosial
yang berlaku. Kriminalitas merupakan sebuah bentuk tindakan yang tidak selaras dengan aturan
hukum dan norma sosial yang berlaku.
Secara garis besar, kriminalitas dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a.

Ketidakmampuan menghadapi arus perubahan sosial

b. Kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi


c.

Ketatnya persaingan dalam melakukan mobilitas sosial

d. Disorganisasi keluarga
e.

Anomi dan kegoncangan budaya (cultural shock)

f.

Pola pikir yang lebih mementingkan nilai ekonomis dari pada nilai agamis

g. Pluralitas masyarakat perkotaan yang kadang memicu konflik


h. Memudarnya nilai dan norma agama dalam kepribadian masyarakat

5. Kemacetan dan Sektor Ekonomi Informal Kota


Masalah kemacetan merupakan masalah sosial yang sudah tidak asing lagi di wilayah
perkotaan, khususnya dikota-kota besar yang berada di Indonesia. Kemacetan merupakan sebuah
fenomena antrian panjang kendaraan di ruas jalan raya yang diakibatkan oleh volume kendaraan
yang terlalu banyak dan tidak diimbangi dengan luas badan jalan. Masalah kemacetan biasanya
sering dikait-kaitkan dengan keberadaan sektor ekonomi informal kota yang dianggap liar,
kumuh dan menyebabkan kemacetan. Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang selalu
menjajakan dangangannya dibadan ruas jalan mengakibatkan terjadinya penyempitan jalan raya.
Tentu saja hal tersebut membuat arus lalu lintas diperkotaan tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut biasanya pemerintah menggunakan
cara pintas yang sederhana dengan mengusir dan merampas barang dagangan para PKL.

Disisi lain, aksi-aksi yang dilakukan pemerintah untuk membersihkan badan-badan


jalan tersebut sangat merugikan bagi mereka yangbekerja sebagai pedagang kaki lima.
Pemerintah cenderung tidak peduli bagaimana keadaan mereka yang selalu dimarjinalkan.
Pekerjaan sebagai pedagang kaki lima sendiri sebenarnya bukan kemauan, namun itu lebih
merupakan sebuah keterpaksaan yang diakibatkan oleh ketidakmampuan pemerintah
menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak bagi rakyatnya.
Sebenarnya keberadaan sektor ekonomi informal kota ini mempunyai beberapa dampak
positif, yaitu:

Dapat menyerap tenaga kerja yang berlatarbelakang pendidikan rendah dan tidak
mempunyai keahlian tinggi.

Melayani masyarakat kelas ekonomi rendah dengan menjual barang dengan harga yang
relatif murah

Meminimalisir kecendrungan untuk berbuat kriminal dalam mempertahankan hidup

Berdasarkan hal tersebut, maka sekiranya pemerintah dapat mengambil kebijakan yang
lebih bijak dengan cara memberikan ruang dan kesempatan bagi mereka yang bekerja disektor
ini. Paradigma yang menjadi acuan dalam meyelesaikan permasalah ini tidak lagi berdasarkan
atas pertanyaan bagaimana cara menghilangkan mereka? tetapi seharusnya bagaimana cara
agar keberadaan mereka tidak menjadi sebuah permasalahan?.

Anda mungkin juga menyukai